Makalah Kelompok 5 BK

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

LANGKAH-LANGKAH DAN TEKHNIK-TEKHNIK KONSELING

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah

Bimbingan Konseling Pendidikan Islam

Disusun Oleh:

1. Delfia Wulandari 2120001

2.

3.

Dosen pembimbing:

Ahmad Masrur Firosad

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) BUKITTINGGI

2022 M/ 1443 H

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahhim

Dengan Menyebut Maha Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur
atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat
menyelasaian tugas makalah yang berjudul "Langkah-langkah dan Tekhnik-tekhnik Konseling".

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
Kuliah sejarah pendidikan islam dengan dosen pengampu Bapak Ahmad Masrur Firosad.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan informasi tentang Langkah-langkah dan
Tekhnik-tekhnik Konseling. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ahmad Masrur
Firosad telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan penulis dan membaca.
Penulis menggucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah
ini.

Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari makalah ini masih banyak
kekuranggan. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun agar penulis
dapat membuat makalah ini lebih baik lagi dari sebelumnya.

Bukittinggi, 10 Oktober 2022

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bimbingan dan konseling merupakan dua kata yang berbeda namun mempunyai arti yang saling
berkaitan. Bimbingan adalah proses pemberian bantuan oleh seorang ahli kepada seseorang
agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki berdasarkan norma yang berlaku.
Sedangkan konseling sendiri bertujuan untuk membantu sesorang yang sedang mengalami
suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah tersebut.. Oleh karena itu, bimbingan
dan konseling merupakan kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik dalam
pelayanan bimbingan diantara teknik-teknik lainnya. Konseling merupakan salah satu teknik
layanan dalam bimbingan, tetapi karena peranannya yang sangat penting, maka konseling
disejajarkan dengan bimbingan. Konseling merupakan teknik bimbingan yang bersifat
terapeutik karena sasarannya bukan hanya sekedar perubahan tingkah laku, melainkan hal yang
lebih mendasar yaitu adanya perubahan sikap. Kemudian adanya imbuhan kata "Islam" dalam
kalimat bimbingan dan konseling menunjukkan bahwa pondasi dasar dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling tersebut berdasarkan pada tuntunan Al-Qur'an dan Hadits, yakni
senantiasa menjalankan ketentuan dan petunjuk Allah SWT sehingga dapat hidup bahagia
dunia dan akhirat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian Bimbingan dan Konseling Islam ialah proses
pemberian bantuan terhadap individu yang mengalami kesulitan lahiriah maupun batiniah agar
menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWTyang seharusnya hidup selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang
dihadapi dengan kemampuan sikap dan mental mandiri sesuai ajaran Islam untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat (Rosmalina, 2016). Dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling
Islam yang profesional harus berorientasi pada kebutuhan konselinya. Konselor harus mengenal
dan menghargai keunikan dan martabat setiap konseli dan merespon terhadap kebutuhannya
tanpa membedaka soal etnik, kepercayaan, keagamaan, sifat-sifat pribadi, sifat masalah mereka
dan faktor-faktor yang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Menciptakan Hubungan terapeutik dengan konseli?

2. Jelaskan Komunikasi dan jenis komunikasi verbal dan non verbal?

3. Jelaskan Penampilan Konselor?

4. Jelaskan Senyum dan Empati?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Hubungan terapeutik dengan konseli.

2. Untuk mengetahui Komunikasi dan jenis komunikasi non verbal.

3. Untuk mengetahui Penampilan Konselor.

4. Untuk mengetahui Senyum dan Empati.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan terapeutik dengan konseli.


Hubungan Terapeutik adalah hubungan interpersonal antara klien dan konselor. Hubungan
terapeutik bertujuan untuk membantu klien mengurangi beban masalahnya, membantu
konselor untuk mengambil tindakan yang efektif juga pada klien. Dengan adanya hubungan
terapeutik, klien merasa dihargai, dihormati dan tenang dengan terjalin keakraban antara klien
dengan konselor. Dalam hubungan terpeutik konselor harus menaruh perhatian lebih pada saat
klien bercerita, menunjukkan penerimaan. Menunjukkan penerimaan disini berarti konselor
mendukung dan menerima berbagai informasi dari klien tanpa memutus pembicaraan sebelum
selesai.

Selain hubungan terapeutik, dalam konseling dibutuhkan juga empati. Menurut Stewart (1986)
merumuskan empati sebagai kemampuan untuk menempatkan diri di tempat orang lain agar
bisa memahami dan mengerti kebutuhan dan perasaannya. Empati disini, seorang konselor
mampu memahami perasaan klien seperti marah, sedih, takut, emosi, senang dan lainnya.
Dengan ber empati membuat seorang konselor mengetahui suasana hati klien. 1

Dengan adanya empati dalam hubungan terpeutik, akan terjalin hubungan kerjasama yang baik
antara konselor dan klien. Selain itu dengan adanya empati, klien akan lebih nyaman dan
merasa untuk menceritakan dengan gamblang dalam proses konseling. Selain empati, dalam
hubungan terapeutik ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki konselor, yakni :

 Ikhlas. Konselor harus menunjukkan sikap ikhlas ke klien agar komunikasi yang dilakukan
tidak terhambat.
 Kehangatan. Suasana hangat bisa terlihat dari suatu komunikasi dimana klien memiliki
kebebasan untuk bercerita.
 Jujur. Dalam hubungan terapeutik adalah hubungan interpersonal dimana kejujuran
sangat diperlukan dan dengan adanya kejujuran maka akan terjalin sikap terbuka.
 Altruistik. Altruistik yakni kepuasan pada saat menolong orang lain
 Etika. Dalam sebuah komunikasi sangat diperlukan etika, dimana klien dan konselor
mulai membangun sebuah kepercayaan.

1
Rosmalina, A. (2016). Pendekatan Bimbingan Konseling Islam dalam Meningkatkan Kesehatan Mental Remaja. Holistik.
http://dx.doi.org/10.24235/holistik.v1i1.675.
 Bertanggung jawab. Bertanggung jawab mendukung etika dari konselor dank lien.
Bertanggung jawa membangun cara berkomunikasi dg baik.

Hubungan terapeutik dalam konseling juga dikenal sebagai aliansi terapeutik. Istilah ini
digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana konselor dan klien terhubung satu sama lain dan
membangun hubungan mereka bersama. Pentingnya hubungan terapeutik tidak dapat
diabaikan; itu membentuk dasar dari semua pekerjaan konseling.

Hubungan klien dan terapis telah banyak diteliti. Bukti telah menunjukkan bahwa itu menjadi
dasar kesuksesan dalam konseling dan psikoterapi. Hubungan terapeutik pada dasarnya penting
untuk proses konseling. Ini dapat memungkinkan kepercayaan, kepastian, keterbukaan dan
kejujuran, membuka jalan bagi klien untuk menerima diri mereka sendiri apa adanya. 2

Bukti menunjukkan bahwa hubungan terapeutik tercipta melalui perasaan bersama tentang:

* Kepercayaan

* Menghormati

* Kepedulian yang tulus 

* Kejujuran

Hambatan untuk hubungan terapeutik

Hambatan dapat terjadi dalam hubungan terapeutik dalam konseling. Ini mungkin termasuk:

* Konselor tidak menawarkan kondisi inti.

* Klien tidak merasa menerima kondisi inti.

* Konselor, hubungan klien memiliki batasan yang buruk atau tidak ada batasan (ramah secara
terbuka, pendekatan seksual, tidak profesional, dll).

* Hambatan bahasa

2
Sanyata, S. (2013). Paradigma Bimbingan dan Konseling: Pergeseran Orientasi dari Terapeutik-Klinis ke Preventif-
Perkembangan. Paradigma. No. 15th VIII
* Kurangnya kontak psikologis karena penggunaan narkoba, dll.

* Masalah trauma atau keterikatan sebelumnya.

Hambatan eksternal untuk hubungan terapeutik adalah Hubungan di luar ruang terapi dapat
berdampak pada konselor, hubungan klien. Transferensi dan kontratransferensi dapat
memainkan peran penting di sini. Sebagai contoh: Seorang klien membentuk hubungan dengan
seorang konselor yang terlihat, berbicara dan bertindak serupa dengan seorang guru yang
pernah mereka miliki di sekolah yang menyebabkan mereka sangat tertekan. 3

Komunikasi terapeutik pada prinsipnya merupakan komunikasi profesional yang mengarah


pada tujuan. Untuk dapat menjalankan proses komunikasi terapeutik secara efektif, konselor
perlu menguasai teknik-teknik komunikasi. Konselor perlu memahami bahwa keterampilan
komunikasi tidak hanya dalam bentuk verbal tapi juga non-verbal, karena keduanya saling
berkaitan dan saling memperkuat pesan yang disampaikan (Febrina & Yahya, 2017). Dasar
utama dalam teknik komunikasi terapeutik adalah mendengarkan. Melalui proses
mendengarkan, konseli akan merasa dihargai oleh konselor dan konselor juga akan lebih mudah
mendapatkan informasi tentang konseli sehingga akan mendapatkan solusi tentang apa yang
harus dia lakukan terhadap keadaan konseli. Di samping itu juga konselor sebaiknya tidak hanya
mendengarkan saja namun juga memahami keadaan klien sehingga akan lebih mendekatkan
hubungan antara konselor dan konseli.4

B. Komunikasi dan Jenis Komunikasi NonVerbal


Manusia berkomunikasi menggunakan kode verbal dan nonverbal. Kode nonverbal disebut
isyarat atau bahasa diam (silent language). Melalui komunikasi nonverbal kita bisa mengetahui
suasana emosional seseorang, apakah ia sedang bahagia, marah, bingung, atau sedih. Kesan
awal kita mengenal seseorang sering didasarkan pada perilaku nonverbalnya, yang mendorong
3
Putri, A. (2016). Pentingnya Kualitas Pribadi Konselor dalam Konseling untuk Membangun Hubungan antar Konselor dan
Konseli. JBKI (Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia), 1(1), 10. https://doi.org/10.26737/jbki.v1i1.99.

4
Febrina, L., & Yahya, M. (2017). Proses Komunikasi Terapeutik dalam Kegiatan Rehabilitasi Pecandu Narkoba (Studi Kasus di
Yayasan Harapan Permata Hati Kita (YAKITA) Aceh). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah. vol 2 No. 1.
kita untuk mengenal lebih jauh.
Komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Pesan-pesan nonverbal
sangat berpengaruh terhadap komunikasi. Pesan atau simbol-simbol nonverbal sangat sulit
untuk ditafsirkan dari pada simbol verbal. Bahasa verbal sealur dengan bahasa nonverbal,
contoh ketika kita mengatakan “ya” pasti kepala kita mengangguk. Komunikasi nonverbal lebih
jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan.

Komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Komunikasi
nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal meliputi semua aspek
komunikasi selain kata-kata sendiri seperti bagaimana kita mengucapkan kata-kata (volume),
fitur, lingkungan yang mempengaruhi interaksi (suhu, pencahayaan), dan benda-benda yang
mempengaruhi citra pribadi dan pola interaksi (pakaian, perhiasan, mebel). Sebuah studi yang
dilakukan Albert Mahrabian (1971) yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari
pembicaraan orang hanya 7% berasal dari bahasa verbal, 38% dari vocal suara, dan 55% dari
ekspresi muka. Ia juga menambahkan bahwa jika terjadi pertentangan antara apa yang
diucapkan seseorang dengan perbuatannya, orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang
bersifat nonverbal.
Jenis Komunikasi Nonverbal
1. Sentuhan (haptic)
Sentuhan atau tactile message, merupakan pesan nonverbal nonvisual dan nonvokal. Alat
penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan berbagai emosi
yang disampaikan orang melalui sentuhan. Alma I Smith, seorang peneliti dari Cutaneous
Communication Laboratory mengemukakan bahwa berbagai perasaan yang dapat disampaikan
melalui sentuhan, salah satunya adalah kasih sayang (mothering) dan sentuhan itu memiliki
khasiat kesehatan.5
2. Komunikasi Objek

Penggunaan komunikasi objek yang paling sering adalah penggunaan pakaian. Orang sering
dinilai dari jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini termasuk bentuk penilaian terhadap
seseorang hanya berdasarkan persepsi. Contohnya dapat dilihat pada penggunaan seragam
5
Faisal Wibowo . Komunikasi Verbal dan Nonverbal. 2010
oleh pegawai sebuah perusahaan, yang identitas perusahaan tersebut. 6
3. Kronemik

Chronomics refers to how we perceive and use time to define identities and interactions.
(Wood.2007). Kronemik merupakan bagaimana komunikasi nonverbal yang dilakukan ketika
menggunakan waktu, yang berkaitan dengan peranan budaya dalam konteks tertentu.
Contohnya Mahasiswa menghargai waktu. Ada kalanya kita mampu menilai bagaimana
mahasiswi/mahasiswa yang memanfaatkan dan mengaplikasikan waktunya secara tepat dan
efektif.7

4. Gerakan Tubuh (Kinestetik)

Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frasa. Beberapa
bentuk dari kinestetik yaitu:

a) Emblem, yaitu gerakan tubuh yang secara langsung dapat diterjemahkan kedalam pesan
verbal tertentu. Biasanya berfungsi untuk menggantikan sesuatu. Misalnya , menggangguk
sebagai tanda setuju; telunjuk di depan mulut tanda jangan berisik.
b) Ilustrator, yaitu gerakan tubuh yang menyertai pesan verbal untuk menggambarkan pesan
sekaligus melengkapi serta memperkuat pesan. Biasanya dilakukan secara sengaja. Misalnya,
memberi tanda dengan tangan ketika mengatakan seseorang gemuk/kurus.
c) Affect displays, yaitu gerakan tubuh khususnya wajah yang memperlihatkan perasaan dan
emosi. Seperti misalnya sedih dan gembira, lemah dan kuat, semangat dan kelelahan, marah
dan takut. Terkadang diungkapkan dengan sadar atau tanpa sadar. Dapat mendukung atau
berlawanan dengan pesan verbal.
d) Regulator, yaitu gerakan nonverbal yang digunakan untukmengatur , memantau, memelihara
atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Regulator terikat dengan kultur dan tidak bersifat
universal. Misalnya, ketika kita mendengar orang berbicara,kita menganggukkan kepala,
mengkerutkan bibir, dan fokus mata.
e) Adaptor, yaitu gerakan tubuh yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan fisik dan
6
Ani Atih. Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Hubungan Interpersonal. Universitas Negeri Jakarta , 2015

7
Widyo Nugroho, Modul Teori Komunikasi Verbal dan Nonverbal
mengendalikan emosi. Dilakukan bila seseorang sedang sendirian dan tanpa disengaja.
Misalnya, menggigit bibir, memainkan pensil ditangan, garuk-garuk kepala saat sedang cemas
dan bingung. Selain gerakan tubuh, ada juga gerakan mata (gaze) dalam komunikasi nonverbal.
Gaze adalah penggunaan mata dalam proses komunikasi untuk memberi informasi kepada
pihak lain dan menerima informasi pihak lain. Fungsi gaze diantaranya mencari unpan balik
antara pembicara dan pendengar, menginformasikan pihak lain untuk berbicara,
mengisyarakatkan sifat hubungan (hubungan positif bila pandangan terfokus dan penuh
perhatian. Hubungan negatif bila terjadi penghindaran kontak mata), dan berfungsi
pengindraan. Misalnya saat bertemu pasangan yang bertengkar, pandangan mata kita alihkan
untuk menjaga privasi mereka.
5. Proxemik

Proxemik adalah bahasa ruang, yaitu jarak yang gunakan ketika berkomunikasi dengan orang
lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa
dekat tingkat keakraban seseorang dengan orang lain. jarak mampu mengartikan suatu
hubungan. Richard West dan Lynn H. Turner pada Introducing Communication theory (2007)
membagi zona proksemik pada berbagai macam pembagian, yaitu :
a. Jarak intim, jaraknya dari 0 – 45 cm.

(Fase dekat 0-15 cm, Fase Jauh 15-45 cm), jarak ini dianggap terlalu dekat sehingga tidak
dilakukan di depan umum.

b. Jarak personal, jaraknya 45-120 cm . (Fase dekat 45 -75 cm yang bisa disentuh dengan uluran
tangan; Fase jauh 75 - 120 cm yang bisa disentuh dengan dua uluran tangan. Jarak ini
menentukan batas kendali fisik atas orang lain, yg bisa dilihat rambut, pakaian, gigi, muka. Bila
ruang pribadi ini diganggu, kita sering merasa tidak nyaman. 8
c. Jarak sosial, jaraknya 120 – 360 cm
d. Jarak publik, lebih dari 360-750 cm

6. Lingkungan

8
Prof. Dr. H. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2007
Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Diantaranya
adalah penggunaan ruang, jarak, temperatur, penerangan, dan warna. 9
7. Vokalik

Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam sebuah ucapan, yaitu cara berbicara.
Misalnya adalah nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara,
kualitas suara, intonasi, dan lain-lain.

C. Penampilan Konseling

Penampilan bukan segalanya tetapi sesuatu pertama kali dilihat dari penampilan, Tidak berbeda
dengan guru atau pendidik, yang merupakan panutan bagi peserta didik, yang diharuskan
mencontohkan cara berpenampilan yang benar. Guru Bimbingan Konseling atau konselor
merupakan salah satu komponen di sekolah yang sangat penting karena memiliki tugas yaitu
membimbing dan membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara
optimal. Konseli meniru perbuatan konselor, proses ini tidak dapat dihindari dan diluar
kekuasaan konselor. Seorang konselor hendaknya menyadari dan menerima dirinya, dan
berbagai tingkah lakunya. Sehingga penampilannya itu sebagai model yang mantap. Yang
berguna bagi hubungan pemecahan masalah secara efektif. Penampilan model dapat dilakukan
dalam semua suasana belajar. Penampilan model ini merupakan cara belajar yang dilakukan
dengan cara meniru perbuatan-perbuatan atau perilaku orang lain. Konseli meniru perbuatan
konselor, proses ini tidak dapat dihindari dan diluar kekuasaan konselor. Tampil menarik di
dalam proses konseling akan membuat konseli menjadi nyaman. Konseli akan merasa nyaman,
betah, dan senang dengan penampilan diri yang enak dipandang mata. Berpenampilan menarik
bukan berati mewah, tetapi tergantung pada diri individu itu sendiri dalam kaitannya
pengembangan diri seutuhnya secara benar. Saat proses konseling konselor perlu
memperhatikan dalam berpenampilan, yang pertama yaitu Ekspresi wajah : Cara memandang
pandangan mata saat melihat atau berbicara dengan konseli,yang kedua yatu cara berpakaian
9
Onong Uchjana Efendi, Ilmu komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. 2006
Yang perlu di perhatikan dalam berpakaian antara lain: Gunakan pakaian yang sesuai dengan
situasi. Sesuaikan ukuran pakaian dengan ukuran tubuh. Jangan menggunakan pakaian dengan
warna yang mencolok. Gunakan warna atau model yang serasi antara baju, celana, ataupun
aksesoris lainnya,yang ketiga yaituTutur Kata : Untuk dapat berbicara dengan baik dituntut
bahasa tubuh yang sesuai dengan pembicaraan yang dilakukan. Suara juga harus disesuaikan
dengan kondisi waktu, tempat, maupun inti pembicaraan,dan yang terakhir Sikap saat proses
konseling: Saat proses konseling, kita harus memperhatikan sikap kita, antara lain saat
penerimaan konseli, cara bertutur kata atau berbahasa, saat pengakhiran proses konseling.
Penampilan diri (grooming), sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, apalagi bagi yang
bekerja sebagai tenaga pelayanan. menjaga standar keamanan penampilan pribadi adalah
dengan memilih pakaian yang berbahan berkualitas, dan mengenakan asesoris pendukung
penampilan. Begitu pula perlu menjaga sikap dalam bersikap di depan umum. 10

D. Senyum dan Empati

1. Senyuman

“Senyuman di hadapan saudaramu adalah sedekah” (Hadis, Riwayat Bukhari dan Tannudzi).
Hadis tersebut menganjurkan orang agar tersenyum kepada orang lain. Bayi yang baru lahir
beberapa hari, kadang-kadang sudah mulai tersenyum meskipun tanpa stimulus tertentu.
Orang tua yang melihat bayinya tersenyum tentu akan bahagia.

Senyum merupakan salah satu bentuk tingkah laku nonverbal. Tingkah laku tersebut perlu
dibiasakan dalam kehidupan. Waybaum (dalam Hodgkinson, 1991) mengkaji “senyuman”
berdasarkan teori Vascular menyatakan bahwa tersenyum dan tertawa selaku berhubungan
dengan bahagia. Selanjutnya ia mengatakan bahwa aliran darah yang meningkat sebagai hasil
fisologik dari tersenyum dan tertawa berhubungan dengan tubuh yang sehat dan suasana hati
(mood) yang bahagia atau positif. Suasana hati yang sedih secara berlawanan akan

10
Lubis, Namora Lumongga. 2014. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
mengakibatkan aliran darah ke otak akan berkurang. Hal tersebut berarti otak tidak menerima
makanan yang diperlikan dan tidak dapat beraktivitas secara optimal. 11

Menurut Darwin (dalam Hodgkinson, 1991), gerakan otot zigomatic major yaitu otot yang dapat
menarik sudut bibir ke atas sampai ke tulang pipi merupakan pusat ekspresi pengalaman emosi
yang positif. Otot tersebut menyebabkan aliran darah ke otak meningkat sehingga semua set
dan jaringan menerima oksigen.

Hal tersebut menimbulkan perasaan gembira. Sebaliknya, ekspresi sedih akan menyebabkan
tubuh kekurangan oksigen dan hal tersebut menimbulkan perasaan sedih. Penelitian
Waynbaum (dalam Hodgkinson, 1991) menyimpulkan bahagia karena tersenyum merupakan
obat semua penyakit, karna senyum hanya melibatkan satu otot, sedangkan ekspresi sedih
merupakan hasil otot. Ekspresi sedih jika menjadi suatu kebiasaan mengakibatkan kerut-kerut
pada wajah. Pernyataan tersebut cocok dengan kata-kata orang bijak di Indonesia menyatakan
bahwa orang yang selalu gembira dan bahagia akan awet muda, sedangkan orang yang selalu
sedih akan cepat tua.

Lewinsohn (dalam Rathus, 1986) menyatakan bahwa salah satu mengatasi gangguan depresi
adalah dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan. Aktivitas tersebut antara lain
tersenyum kepada orang lain. Aktivitas lain, seperti memancing, menjala ikan, dan berkebun
bunga diperkirakan juga termasuk kegiatan yang menyenangkan. Hal tersebut perlu dikaji
pengaruhnya terhadap terhadap kesehatan jiwa manusia. Pada masyarakat tertentu, misalnya
masyarakat jawa, bila berpapasan jalan, biasanya akan tersenyum yang disertai oleh anggukan
kepala. Menurut teori, bila seseorang tersenyum pada orang lain, maka orang lain tersebut
cenderung membalas dengan senyuman pula.

Bagi konselor, senyuman merupakan salah satu alat untuk memikat daya tarik klien yang
selanjutnya meningkat pada hubungan interpersonal. Senyuman merupakan ekspresi wajah
positif dan isyarat nonverbal yang paling mudah dikenal. Tersenyum merupakan isyarat
keeramahan (Sear dkk., 1988), sebagai ekspresi simpati, memberi keyakinan atau ketentraman
(Krant dan Johnston, 1979). Penelitian Hinsz dan Tomhave (1991) menemukan bahwa jika
11
1Zulfan Saam. 2014. Psikologi Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal: 37-39
seseorang tersenyum kepada orang lain, maka orang lain akan membalas dengan tersenyum
pula. Berkenaan dengan hasil penelitian tersebut, dapat dianalogkan jika konselor memberikan
senyuman pada awal pertemuan dengan kliennya tersebut cenderung akan membalas
senyuman tersebut. Hal tersebut merupakan awal yang baik dari suatu pertemuan. 12

2. Empati

Empati berasal dari kata Yunani yaitu empathcia artinya kasih sayang atau perasaan yang
mendalam. Dalam bahasa Jerman empati disebut einfuhlung artinya perasaan ke dalam.

Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan
berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati diawali dengan simpati,
yaitu kemampuan konselor memahami perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien.

Secara umum, empati dapat diartikan sebagai kemampuan konselor untuk dapat merasakan
dan menempatkan dirinya di posisi klien. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh konselor
sebelum merespons pernyataan klien. Pertama, konselor harus mengobservasi tingkah lakunya
(klien). Terutama konselor harus memerhatikan postur klien dan ekspresi wajahnya. Konselor
harus mendengarkan hati-hati apa yang dikatakan oleh klien. Dan yang lebih penting adalah
konselor harus dapat memahami perasaan yang diekspresikan oleh klien.

Secara lebih luas, Ivey (1980) menggambarkan empati sebagai melihat dunia melalui mata
orang lain, mendengarkan seperti orang lain mendengar, merasakan dan menghayati dunia
internal mereka. Namun, perlu diingat bahwa dalam proses konseling, konselor tidak larut
dalam pikiran dengan perasaan klien.

Empati ada dua macam yaitu: pertama, empati primer, yaitu kemampuan konselor memahami
perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Kedua, empati tingkat tinggi, kemampuan
konselor memahami perasaan, pikiran, keinginan, serta pengalaman klien secara lebih
mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Ketika
konselor berkata: “Saya memahami perasaan, pikiran, dan keinginan Anda” berarti bersimpati,

12
Tohirin. 2014. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
tetapi ketika konselor berkata: “Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan”, berarti
konselor sedang berempati.13

Menurut Depag RI adapun ciri-ciri atau karakteristik orang yang berempati tinggi adalah:

1. Ikut merasakan (sharing feeling) kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang
lain, hal ini berart individu mampu merasakan suatu emosi, mampu mengidentifikasi perasaan
orang lain

2. Dibangun berdasarkan kesadaran sendiri, artinya semakin kita mengetahui emosi diri sendiri
semakin terampil orang merasa perasaan orang lain. Ini berarti mampu membedakan antara
apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri.

3. Peka terhadap bahasa isyarat karena emosi, lebih sering diungkapkan bahasa isyarat. Hali ini
berarti individu mampu membaca perasaan orang lain dalam bahasa non verbal seperti
ekspresi wajah, gerak-gerak dan bahasa tubuh lainnya.14

13
Saam, Zulfan. 2014. Psikologi Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

14
Saam, Zulfan. 2014. Psikologi Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Hubungan Terapeutik adalah hubungan interpersonal antara klien dan konselor. Hubungan
terapeutik bertujuan untuk membantu klien mengurangi beban masalahnya, membantu
konselor untuk mengambil tindakan yang efektif juga pada klien. Dengan adanya hubungan
terapeutik, klien merasa dihargai, dihormati dan tenang dengan terjalin keakraban antara klien
dengan konselor. Dalam hubungan terpeutik konselor harus menaruh perhatian lebih pada saat
klien bercerita, menunjukkan penerimaan. Menunjukkan penerimaan disini berarti konselor
mendukung dan menerima berbagai informasi dari klien tanpa memutus pembicaraan sebelum
selesai.

Komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Pesan-pesan nonverbal
sangat berpengaruh terhadap komunikasi. Pesan atau simbol-simbol nonverbal sangat sulit
untuk ditafsirkan dari pada simbol verbal. Bahasa verbal sealur dengan bahasa nonverbal,
contoh ketika kita mengatakan “ya” pasti kepala kita mengangguk. Komunikasi nonverbal lebih
jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan. Ada berbagai Jenis
Komunikasi non verbal juga yang perlu diketahui.

Penampilan bukan segalanya tetapi sesuatu pertama kali dilihat dari penampilan, Tidak berbeda
dengan guru atau pendidik, yang merupakan panutan bagi peserta didik, yang diharuskan
mencontohkan cara berpenampilan yang benar. Guru Bimbingan Konseling atau konselor
merupakan salah satu komponen di sekolah yang sangat penting karena memiliki tugas yaitu
membimbing dan membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara
optimal. Konseli meniru perbuatan konselor, proses ini tidak dapat dihindari dan diluar
kekuasaan konselor. Seorang konselor hendaknya menyadari dan menerima dirinya, dan
berbagai tingkah lakunya. Sehingga penampilannya itu sebagai model yang mantap. Yang
berguna bagi hubungan pemecahan masalah secara efektif.

Bagi konselor, senyuman merupakan salah satu alat untuk memikat daya tarik klien yang
selanjutnya meningkat pada hubungan interpersonal. Senyuman merupakan ekspresi wajah
positif dan isyarat nonverbal yang paling mudah dikenal. Tersenyum merupakan isyarat
keeramahan,, sebagai ekspresi simpati, memberi keyakinan atau ketentraman. Penelitian Hinsz
dan Tomhave menemukan bahwa jika seseorang tersenyum kepada orang lain, maka orang lain
akan membalas dengan tersenyum pula. Berkenaan dengan hasil penelitian tersebut, dapat
dianalogkan jika konselor memberikan senyuman pada awal pertemuan dengan kliennya
tersebut cenderung akan membalas senyuman tersebut. Hal tersebut merupakan awal yang
baik dari suatu pertemuan. Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang
dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati
diawali dengan simpati, yaitu kemampuan konselor memahami perasaan, pikiran, keinginan,
dan pengalaman klien. Secara umum, empati dapat diartikan sebagai kemampuan konselor
untuk dapat merasakan dan menempatkan dirinya di posisi klien. Ada beberapa hal yang harus
dilakukan oleh konselor sebelum merespons pernyataan klien. Pertama, konselor harus
mengobservasi tingkah lakunya (klien). Terutama konselor harus memerhatikan postur klien
dan ekspresi wajahnya. Konselor harus mendengarkan hati-hati apa yang dikatakan oleh klien.
Dan yang lebih penting adalah konselor harus dapat memahami perasaan yang diekspresikan
oleh klien.

B. Saran

Dengan dibahas materi Langkah-langkah dan Tekhnik-tekhnik Konseling ini, kami berharap
pembaca dan juga penulis dapat memahaminya. Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Morrisan dan Andy Corry Wardhany, Teori Komunikasi, Bogor:Ghalia Indonesia, 2009
[2] Richard West dan Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi; Analisis dan Aplikasi,
Jakarta: Salemba Humanika, 200).
[3] Muhammad Ahmad Al-‘Aththar, The Magic of Communication, Jakarta: Zaman, 2012
[4] Marheni Fajar, Ilmu Komunikasi dan praktek, Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009
[5] Onong Uchjana Efendi, Ilmu komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2006
[6] Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta:
Kanisius, 2003
[7] Hasan Bahanan, Taksonomi Konsep Komunikasi, Surabaya: Patyrus. 2005

[8] Prof. Dr. H. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,
2007
[9] Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta:
Kanisius, 2003
[10] Julia T. Wood, Communication in Our Lives, USA: University of North Carolina at Capital Hill,
2009
[11] Widyo Nugroho, Modul Teori Komunikasi Verbal dan Nonverbal

[12] Faisal Wibowo . Komunikasi Verbal dan Nonverbal. 2010


[13] Ani Atih. Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Hubungan Interpersonal. Universitas
Negeri Jakarta , 2015

[14] Lubis, Namora Lumongga. 2014. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan
Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

[15] Saam, Zulfan. 2014. Psikologi Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

[16] Tohirin. 2014. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai