Rangkuman Materi Mata Kuliah Telaah Kurikulum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

RANGKUMAN MATERI

UNTUK UTS TELAAH KURIKULUM

Hakikat Kurikulum
1. Hakikat kurikulum adalah acuan sebuah lembaga untuk membentuk citra dan
aturan sekolah untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan yang telah dirancang. Pada
dasarnya sebuah kurikulum dibentuk dan dirancang agar mampu mewujudkan
anak didik yang memuat semua aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik (Kompasiana).
2. Hakikat dari kurikulum ialah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan
peserta didik yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang
terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar
mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal
yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, kurikulum ialah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
untuk pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.

Pendekatan Kurikulum
(Kurikulum dan Pembelajaran Hal 29)

Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa pendekatan. Secara teoritis


dalam kerangka pendekatan sistemtik dan pendekatan kontekstual terdapat lima
model pendekatan pengembangan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1950-an
sampai tahun 2000-an. Model pendekatan pengembangan kurikulum ini meliputi:
(1) model Tyler, (2) Model Taba, (3) Model teknik-saintifik, (4) model nonteknik-
nonsaintifik, dan (5) model Pendidikan Berbasis Hasil Belajar (PBHB). Kelima
model ini dapat dilihat pada Tabel 3.2
Model Tyler telah dijelaskan pada bagian empat langkah pengembangan kurikulum.
Model Taba merupakan penyempurnaan dari Model Tyler. Model Pendidikan
Berbasis Hasil Belajar (PBHB) terutama dipengaruhi oleh Gagne (1974,1977),
Johnson (1977), dan Posner (1982) yang menyatakan bahwa kurikulum bukan
seharusnya berfokus hanya pada kegiatan belajar tetapi perlu memfokuskan pada
hasil belajar yang diharapkan. Selanjutnya, Ornstein dan Hunkins mengelompokkan
pendekatan pengembangan kurikulum ke dalam model pendekatan teknik-saintifik
dan nonteknik-saintifik.
Dihubungkan dengan klasifikasi ini makan model Tyler dapat dikatakan mendekati
model pendekatan teknik-saintifik.
Model Tyler Model Taba
Menurut Tyler, Menurut Taba, pengembangan
pemngembangan kurikulum kurikulum mencakup:
PENDEKATAN

PENDEKATAN

mencakup:  Diagnosis kebutuhan,


 Tujuan,  Rumusan tujuan
 Pengalaman belajar,  Seleksi dan organisasi konten
 Pengelolaan pengalaman  Manifestasi pengalaman
belajar, dan belajar, serta
 Penilaian tujuan belajar  Penilaian.
Pendidikan Berbasis Hasil Belajar (PBHB)
(Outcomes Based- Education)
S Pengembangan kurikulumnya mencakup: K
I  Menentukan hasil belajar: O
S  Menentukan pengetahuan, kompetensi, dan kinerja; serta N
T  Menentukan cara mendesain, menyampaikan, dan T
E mendokumentasikan pembelajaran E
M Model Pendekatan Teknik- Model Nonteknik-Nonsaintifik K
A Saintifik Pengembangan kurikulumnya S
T Pengembangan kurikulumnya mencakup: T
I mencakup:  Berorientasi pada hal-hal yang U
K  Menyusun subjektif, pribadi, A
perencanaan/blueprint keindahan, penalaran, dan L
 Menyusun struktur transaksi,
lingkungan belajar  Berorientasi pada peserta
 Mengoordinasikan sumber didik melalui cara-cara aktif
daya manusia, bahan, dan dalam belajar mengajar;
peralatan  Kurikulum berkembang
 Mempunyai derajat daripada direncanakan; serta
objektivitas, universalitas,  Dunia merupakan suatu benda
dan logika yang tinggi. hidup.
 Dapat menjelaskan kenyataan
secara simbolis
 Percaya pada efisiensi dan
efektivitas dari sistem; serta
 Dunia dilihat sebagai mesin
yang dapat digambar,
dibuat dan diamati.

Model Tyler berada dalam pendekatan sistemik dan teknik saintifik yang percaya
pada efisiensi dan efektivitas dari sistem. Dengan demikian, dunia dapat dikatakan
sebagai hal yang menyerupai sebuah mesin yang dapat digambar, dibuat, dan
diamati.
Pendekatan Tyler telah dimodifikasi oleh banyak pihak, terutama Taba yang
menyempurnakan empat langkah pengembangan Tyler menjadi tujuh langkah
pengembengan yang meliputi:
 Diagnosis kebutuhan
 Merumuskan tujuan
 Merinci konten
 Mengorganisasi konten
 Seleksi pengalaman belajar
 Mengorganisasi pengalaman belajar, serta
 Penilaian dan cara penilaian
Modifikasi Taba terhadap Tyler terutama penekanan yang memusatkan perhatian
pada guru. Teori Taba memercayai peran guru sebagai pengembang utama
kurikulum. Pada model Tyler, guru dapat merupakan objek penerima dan pelaksana
dari kurikulum. Sedangkan pada model Taba, guru merupakan subjek aktif yang
terlibat penuh dalam pengembangan kurikulum.
Terhadap penyempurnaan model Tyler, Hunkins menambahkan pentingnya
konseptualisasi serta legalisasi yang melibatkan alam dan nilai. Hunkins
mengatakan pengembangan kurikulum merupakan proses yang berulang-ulang atau
proses yang berketerusan, atau berkesinambungan (iterative process).
Model nonteknik-nonsaintifik berorientasi oada hal-hal yang subjektif, pribadi,
keindahann, penalaran, dan transaksi belajar. Pada model ini dunia dianggap
sebagai suatu benda yang hidup. Dengan demikian, kurikulum merupakan sesuatu
yang dinamis yang selalu berkembang sebagaimana layaknya benda hidup.
Kurikulum bukan merupakan suatu hal yang statis yang memerlukan sekali
perencanaan kemudian selanjutnya menunggu hasilnya.
Pendekatan nonteknik-nonsaintifik dilatari dengan pendekatan kontekstual di mana
pengambilan keputusan dalam pengembangan kurikulum sangat berorientasi pada
peserta didik melalui cara-cara aktif dalam pembelajaran. Memerhatikan kedua
pendekatan yang sama penting dan bersaing ini, Ornstein dan Hunkins (1988)
sangat menegaskan pentingnya penekanan pada nilai tengah di antara kedua
pendekatan ini.
Model teknik-saintifik berorientasi pada objektivitas, universalitas, logika, dan
efektivitas, serta efisiensi suatu sistem. Dalam model ini, perencanaan dan
pelaksanaan berada pada sistem yang linear dan adapat ditentukan sebelumnya.
Perencanaan yang melibatkan sumber daya manusia

Asas-asas Kurikulum
1. Asas Filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor
“baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut
sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia.
Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama
dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai
melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin
terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Jadi, asas
filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara.
Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di dalam
merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara
mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila
pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia,
penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan.
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
sebagai landasan filosofis negara.Mengapa filsafat sangat diperlukan dalam dunia
pendidikan? Menurut Nasution (2008: 28), filsafat besar manfaatnya bagi
kurikulum, yakni:
a. filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.
Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik
anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.
Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
b. dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
c. filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai
tujuan itu.
d. filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-
lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
e. tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana
tujuan itu telah tercapai.
f. tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila jelas
diketahui apa yang ingin dicapai.

2. Psikologi Anak dan Psikologi Belajar


a. Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan
situasi-situasi yang memungkinkan anak dapat belajar mengembangkan bakatnya.
Selama berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain dari pada
orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan,
sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan
segala kesulitannya. Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan
perkembangannya. Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat perhatian
menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah
aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan
perkembangan anak (child centered curiculum). Kurikulum ini dapat diapandang
sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa
menghiraukan kebutuhan anak.
b. Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-
anak dapat dididik, dpat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar, dapat
menguasai sejumlah pengetahuan, mengubah sikapnya, menerima norma-norma,
menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang penting ialah: bagaimana anak itu
belajar? Kalau kita tahu betul bagaimana proses belajar berlangsung, dalam
keadaan yang bagaimana belajar itu memberikan hasil sebaik-baiknya, maka
kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara seefektif-efektifnya
Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, timbullah
berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain. Pada
umumnya tiap teori mengandung kebenaran. Akan tetapi tidak memberikan
gambaran tentang keseluruhan prooses belajar. Jadi, yang mencakup segala gejala
belajar dari yang sederhana sampai yang paling pelik. Dengan demikian, teori
belajar dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan kurikulum.
3. Asas Sosiologis
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Pendidikan adalah proses sosialisai melalui interaksi insani menuju manusia yang
berbudaya. Dalam kontes inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia,
dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk
kemampuan dirinya menjadi manusia.
4. Asas Organisatori
Asas ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Suatu aktivitas dalam mencapai
tujuan pendidikan formal perlu suatu bentuk pola yang jelas tentang bahan yang
akan disajikan atau yang akan diproses kepada peserta didik. pola atau bentuk
bahan yang akan disajikan inilah yang dimaksud organisasi kurikulum.
Organisasi bahan pelajaran yang dipilih harus serasi dengan tujuan dan sasaran
kurikulum, yang pada dasarnya disusun dari yang sederhana kepada yang
kompleks, dari yang konkrit kepada yang abstrak, dan dari ranah (dominan) tingkt
rendah kepada ranah yang lebih tinggi, baik kognitif, afektif maupun
psikomotorik.

Komponen-Komponen Kurikulum
1. Tujuan Kurikulum
Menurut Andri Chandra, dalam perspektif tujuan dapat dilihat secara jelas dalam
UUD Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Tujuan
pendidikan yang merupakan pendidikan pada tataran mikroskopik, selanjutnya
dijabarkan kedalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin di
capai dari setiap jenis mapun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan, pendidikan dasar san
menengah di rumusskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
alat mulya, serta ketrampilan, untuk hidup mandiri mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
alat mulya, serta ketrampilan, untuk hidup mandiri mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, pepribadian, akhlak muliya, serta ketrampilan hidup mandiri dan
mengikuti pendidika lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran
yang mesti dicapai dari melaksanakan kurikulum. Tujuan kurikulum dapat
dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajan umum yaitu, berupa tujuan yang
dicapai untuk satu semester, atau tujuan pembelajan khusus yang menjadi target
pada setiap kali tatap muka.
Menurut Ahmad khoiron, tentang komponen tujuan merupakan suatu program
yang di maksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang
dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil
atau tidaknya program pengajaran disekolah dapat diukur dari beberapa jauh dan
berapa banyaknya pencapaian-pencapaian tujuan tersebut. Dalam setiap
kurikulum lembaga pendidikan, pasti dicatumkan tujuan-tujuan pendidikan yang
akan atau harus dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Ivor
K.Davies, menyatakan bahwa tujuan dalam suatu kurikulum akan mengambarkan
kualitas manusia yang diharapkan terbinar dari suatu proses pendidikan.Dengan
demikian, suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang di
cita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus merupakan sesuatu yang
final(S.Nasution,1987).
2. Isi/Materi
Setelah rumusan tujuan di rencanakan dan didokumenkan maka komponen kedua
yang harus dirumuskn adalah isi, materi sebagai bahan ajar. Konten atau isi
materi yang dituliskan pada kurikulum menempati posisi yang penting dan turut
menentukan kualitas hasil pendidikan. Saylor dan Alexander ( Zais, 1976 )
mengemukakan bahwa isi atau materi kurikulum itu ruang lingkup kajiannnya
membahas tentang fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan,
pemecahan masalah, yang berasal dari pikiran manusia. Itu semua terakumulasi
dalam bentuk gagasan (ideas), konsep (concept), generalisasi (generalization),
prinsip- prinsip (principles), dan pemecahan masalah (solution). Selain itu Hyman
( Zais, 1976 ) berpendapat bahwa isi yang menjadi konten kurikulum terbagi atas
tiga elemen, pertama; mengandung pengetahuan/knowledge baik terkait dengan
fakta, prinsip maupun definisi, kedua; keterampilan dan proses raung lingkupnya
meliputi Calistung (membaca, menulis dan menghitung), hasil dari proses
tersebut adalah keterampilan berpikir kreatif dan kritis, mampu melakukan
pengambilan keputusan, dan mampu melakukan komunikasi, ketiga adalah
nilai/values. Elemen ke tiga ini kajiannya meliputi moral, etika dan etetika.
Sudjana ( 1988 ) berpendapat bahwa isi atau konten dalam kurikulum itu ke
dalam empat aspek. Pertama; aspek fakta, kedua; aspek konsep, ketiga; aspek
prinsip dan ke empat aspek keterampilan. Fakta adalah suatu gejala, wujudnya
dapat diamati dan dapat dipelajari. Konsep sekumpulan ide atau gagasan tentang
kejadian atau peristiwa yang saling mempengaruhi dan berhubungan dengan yang
lain. Prinsip adalah pola antar hubungan yang menghendaki terpenuhinya suatu
ketentuan yang bersifat fungsional.
3. Proses Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran mempunyai kedudukan yang strategis dalam kajian studi
kurikulum. Menetapkan strategi merupakan langkah ke tiga setelah menetapkan
tujuan dan isi materi bahan ajar. Strategi yang tepat akan mempermudah untuk
mengantarkan pencapaian tujuan pembelajaran. Strategi merupakan salah satu
cara dalam menyampaikan materi supaya para peserta didik lebih cepat
memamahi terhadap materi yang disampaikan. Selain itu juga suasana kelas
kondusip, hidup, gembira dan menyenangkan.dalam dunia pendidikan banyak
istilah yang digunakan dalam menentukan cara penyampaian materi, seperti
istilah metode,teknik, pendekatan, model dan strategi pembelajaran. Sudjana
(1988) berpendapat bahwa strategi pembelajaran merupakan tindakan nyata dari
guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu untuk mencapai
tujuan pembeljaran yang telah dirumuskan.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen ke empat dari pengembangan kurikulum dan
pembelajaran. evaluasi menjadi mempunyai kedudukan yang penting terutama
dalam menentukan keberhasilan kegaiatan pendidikan dan pembelajaran. Evaluasi
dilihat dari aspek makro untuk melihat keberhasilan kegiatan pendidikan secara
umum, sedangkan secara mikro dapat digunakan untuk melihat keberhasilan
kegiatan pembelajaran di kelas. Evaluasi dapat menentukan ketercapaian tujuan,
ksesuaian materi dn ketepatan menggunakan strategi,pendekatan,teknik,model
dan metode. Hasil dari kegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan balik
(feedback) untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan
komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya hasil evaluasi ini dapat berperan
sebagai masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan dalam pengambilan
keputusan kurikulum khususnya, dan pendidikan pada umumnya, baik bagi para
pengembang kurikulum dan para pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi
para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (seperti guru, kepala
sekolah, dan sebagainya).
Konsep awal evaluasi ini sering dikaitkan dengan pengukuran, hal ini
dimaksudkan bahwa evaluasi sebagai alat untuk mengukur pencapaian tujuan. Hal
diperkuat dengan beberapa para ahli seperti; Ralph W. Tyler (1975). Ia
berpendapat bahwa kegiatan evaluasi merupakan proses yang sangat mendasar
dan digunakan untuk mengetahui apakah tujuan (objectives) sudah tercapai sesuai
dengan rumusan yangtelah ditentukan. Lain lagi pendapat Hilda Taba (1962)
mengatakan bahwa kegiatan evaluasi ini lebih dioreintasikan kepada kepentingan
peserta didik sesuai dengan tingkatan di mana siswa mencapai tujuan. Evaluasi
erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku setelah melalui suatu proses
kegiatan dan sekaligus juga mengukur kemampuan peserta didik sebagai hasil
akhir yang diperoleh setiap peserta didik. Dengan demikian evaluasi itu dilakukan
dengan melihat dua aspek yaitu mengukur ketika proses berlangsung dan hasil
sebagai prodak akhir melalui pengujian. Kedua oreintasi pelaksanaan evaluasi ini
semua dapat mengukur kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta
didik. Dari kedua oreintasi ini, evaluasi proses yang lebih mengukur prilaku
peserta didik.

Konsep/Prinsip Dasar, Orientasi Kurikulum


1. Prinsip Dasar Kurikulum
Adapun prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam perkembangan
kurikulum yaitu:
a. Prinsip Relevansi
Istilah relevansi pendidikan dapat diartikan sebagai kesesuaian atau keserasian
pendidikan dengan tuntutan kehidupan. Pendidikan dipandang relevan bila hasil
yang diperoleh dari pendidikan tersebut berguna dan fungsional bagi kehidupan.
Masalah relevansi pendidikan dengan kehidupan dapat ditinjau dari beberapa aspek.
1)Relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup siswa
2)Relevansi dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan
datang
3)Relevansi dengan tuntutan dalam dunia pekerjaan
b. Prinsip Efektivitas
Efektivitas dalam suatu kegiatan berkenaan dengan seberapa jauh apa yang
direncanakan atau diinginkan dapat dilaksanakan atau dicapai. Efektivitas
kurikulum dapat ditinjau dari dua aspek;
1) Efektivitas membelajarkan terutama menyangkut sejauhmana jenis-jenis kegiatan
pembelajaran yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik.
2) Efektivitas belajar siswa.
c. Prinsip Kontinuitas
Kontinuitas atau kesinambungan dimaksudkan saling berhubungan atara berbagai
tingkatan, artinya dalam menyusun kurikulum perkembangan dan proses belajar
anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti.
Selain kontinuitas antar tingkatan juga kontinuitas antar berbagai mata pelajaran
yang satu dengan mata pelajaran yang lainnya. Prinsip kesinambungan dalam
pengembangan kurikulum menunjukkan adanya saling terkait antara tingkat
pendidikan, jenis pendidikan dan bidang studi.
d. Prinsip Efisiensi
Efisiensi suatu usaha pada dasarnya merupakan perbandingan antara hasil yang
dicapai (output) dan usaha efisiensi dalam kegiatan pendidikan, misalnya efisiensi
waktu, tenaga, peralatan, sarana, biaya dan sebagainya. Dengan kata lain mudah
dilaksnakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah.
e. Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas yang dimaksud adalah tidak kaku, artinya memberi sedikit kebebasan
dan kelonggaran dalam melakukan atau mengambil suatu keputusan tentang suatu
kegiatan yang akan dilaksankan oleh pelaksana kurikulum. Kurikulum
mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan
di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang
berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang
solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkan terjadinya penyesuaian-
penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar
belakang anak. Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau
dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosisten dan kemampuan setempat.
f. Prinsip Integrasi
Prinsip ini menekankan bahwa kurikulum harus dirancang untuk mengembangkan
manusia yang utuh dan pribadi yang terintegrasi. Artinya manusia yang mampu
selaras dengan lingkungan hidup sekitarnya dan mampu menjawab persoalan yang
dihadapi dalam kehidupannya.

2. Orientasi Kurikulum
a. Kurikulum yang Beorientasi pada Mata Pelajaran (Subject Centered)
Subject centered design curiculum merupakan bentuk desain yang paling populer,
paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam Subject centred design, kurikulum
tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut
diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-terpisahnya itu maka kurikulum ini
disebut juga separated subject curikulum. Disain kurikulum ini mengacu pada
disiplin ilmu. Model pengembangan kurikulum berdasarkan disiplin ilmu
merupakan refleksi dari model orientasi posisi transmisi. Pandangan posisi
transmisi yang melandasi model ini antara lain fungsi pendidikan untuk
menyampaikan fakta-fakta, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Desain jenis
ini dapat dibedakan atas tiga desain, yaitu subject desain, disciplines design, dan
broadfields design.
b. Kurikulum yang Beorientasi pada Siswa (Student Centered)
Student Centered Design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan
alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengembangan kurikulum ini
sangat dipengaruhi oleh Dewey, seperti berinteraksi sosial, keinginan bertanya,
keinginan membangun makna, dan keinginan berkreasi yang menekankan sifat-sifat
alami anak dalam mengembangkan kurikulum. Jenis desain ini dapat dibedakan atas
activity (experience) design dan humanistic design. Pengorganisasian kurikulum
didasarkan atas minat, kebutuhan, dan tujuan peserta didik. Sebagai reaksi dan
penyempurnaan terhadap kelemahan subject centered design, ciri utama yang
membedakan desain model ini dengan subject centered yaitu: Learner centered
design atau student centered mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari
peserta didik dan bukan dari isi, Learner centered design bersifat non-preplanned
(kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara
dosen dengan peserta didik dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan. Desain
kurikulum ini dibedakan atas areas of living design dan core design.
c. Kurikulum yang Beorientasi pada Tujuan (Goal Centered)
Yang termasuk kedalam kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah kurikulum
berpusat pada tujuan (goal-oriented) dan kurikulum berbasis kompetensi
(competence-based).
1) Kurikulum yang berorientasi pada tujuan (Goal Oriented)
Masing-masing tujuan yang ada di bawahnya terkait secara langsung dengan tujuan
yang ada di atasnya. Penyusunan kurikulum dengan orientasi berdasarkan tujuan,
artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan
di Indonesia tertera pada GBHN. Atas dasar tujuan-tujuan yang telah ada,
selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan kegiatan belajar mengajar,
yang kesemuanya itu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
Pengembangan kurikulum yang menganut pendekatan berorientasi pada tujuan ini
mendasarkan diri pada tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas
dari tujuan nasional sampai tujuan instruksional.
Dalam hal ini kegiatan pertama adalah merumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang
akan dilaksanakan dan dicapai melalui kegiatan belajar mengajar mengajar. Tujuan-
tujuan pendidikan yang dirumuskan biasanya bersifat menyeluruh, mencakup
aspek-aspek, mulai aspek pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan maupun sikap.
Dalam pengembangan semacam ini yang menjadi persoalan adalah menentukan
tujuan-tujuan atau harapan apa yang diinginkan dari tercapainya hasil pembelajaran
tersebut. Pengembangan kurikulum yang semacam ini di Indonesia adalah
kurikulum 1975.Berdasarkan tujuan yang dirumuskan tersebut maka disusun atau
diterapkanlah bahan pelajaran yang meliputi pokok-pokok dan sub-sub pokok
bahasan sehingga lebih terarah
Adapun beberapa kelebihannya, yaitu :
a) Tujuan yang ingin dicapai sudah jelas dan tegas, sehingga bahan, metode, jenis-
jenis kegiatan juga jelas dalam menetapkannya. Karena telah ada tujuan-tujuan
yang jelas maka memudahkan penilaian- penilaian untuk mengukur hasil
kegiatan.
b) Hasil penilaian yang terarah akan mampu membantu para pengembang
kurikulum mengadakan perbaikan-perbaikan / perubahan-perubahan penyesuaian
yang diperlukan.

2) Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competence Based)


Karakteristik KBK antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai,
spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menetukan kesuksesan pencapaian
kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran. Sehubungan dengan itu
Depdiknas (2002) mengemukan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a) Menekankan pada kecakapan kompetensi baik secara individu maupun
klasikal.
b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
d) Sumber belajar bukan hanya pendidik tetapi juga sumber lain yang memenuhi
unsur edukatif.

Model dan Tahapan Pengembangan Kurikulum


(Kurikulum dan Pembelajaran Hal 43)

Kurikulum yang Pernah Berlaku di Indonesia


1. Masa Sebelum Kemerdekaan ( - 1945)
a. Kurikulum masa VOC
Kurikulum sekolah selama penjajahan Belanda bertalian erat dengan
gereja.Kepentingan utama VOC mendirikan sekolah ialah agar penganut
agama Kristen dikalangan penduduk pribumi dapat membaca kitab Injil. Pada
abad abad ke 17 dan ke 18 segala kegiatan yang menyangkut bidang
pendidikan dan pengajaran di negeriBelanda dilaksanakan oleh lembaga
keagamaan. Pemerintah tidak ikut tidak campurtangan langsung dalam
penyelengaraannya sehingga gereja mempunyai kebebasan yang besar dalam
bidang pendidikan. VOC pada waktu menguasai Hindia Belanda
(Indonesia)tidak menghendaki lembaga keagamaan mempunyai wewenang
besar dalam mengaturmasyarakat di daerah yang mereka kuasai. Kegiatan
gereja merupakan sebagian saja darikegiatan VOC yang bertujuan komersial
untuk mencari keuntungan yang sebesar besarnya.Dalam masa VOC terdapat
pula perkembangan bidang pengajaran yangdiorganisasikan oleh zending.
Pada abad ke 18 di Hindia Belanda
diselenggarakan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. System pendidikan ya
ng diselenggarakan padazaman VOC lebih banyak ditujukan untuk
mendidik tenaga terampil yang dapatdipekerjakan di perusahaan. Jenis
pendidikan yang diselenggarakan meliputi: pendidikandasar, sekolah Latin,
seminarium theologicum, akademi pelayaran, dan sekolah Cina.

2. Masa Kemerdekaan (1945-1968)


a. Kurikulum Rencana Pelajaran (1947)
Sejarah kurikulum pendidikan Indonesia sampai saat ini dimulai dari
Kurikulum Rencana Pelajaran, yakni kurikulum lanjutan yang sebelumnya
digunakan semasa penjajahan Belanda, atau disebut juga dengan leer
plan yang berarti rencana pelajaran. Kurikulum ini memiliki tujuan yang
berfokus pada pendidikan pikiran dan pendidikan karakter sebagai warga
negara Indonesia. Kurikulum Rencana Pelajaran 1947 mulai diterapkan di
sekolah-sekolah sejak tahun 1950.
b. Kurikulum Rencana Pelajaran Terurai (1952)
Kurikulum ini dapat dikatakan sebagai cikal bakal sistem pendidikan
Indonesia. Dalam Kurikulum Rencana Pelajaran Terurai sudah terdapat
rincian mata pelajaran dan menggunakan silabus sebagai pokok-pokok atau
isi materi pelajarannya. Di kurikulum ini juga seorang guru memiliki
tanggung jawab untuk mengajar satu mata pelajaran.
c. Kurikulum 1964
Pada Kurikulum 1964 pemerintah menerapkan program Pancawardhana
sebagai pembekalan di jenjang Sekolah Dasar (SD), yakni pendidikan yang
meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Kemudian,
untuk mata pelajaran diklasifikasikan menjadi 5 kelompok bidang studi yaitu,
moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani.
3. Masa Orde Lama (1968-1999)
a. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 adalah penyempurnaan dari Kurikulum Pelajaran Terurai
(1952) hingga Kurikulum 1964. Terjadi perubahan dari program
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 bertujuan untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat secara jasmani, menjunjung kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan beragama.  
b. Kurikulum 1975
Pada Kurikulum 1975 sistem pendidikan memiliki orientasi pada tujuan
dengan harapan dapat lebih efektif dan efisien. Di Kurikulum 1975 inilah
mulai dikenal istilah satuan pelajaran atau rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran diperinci lagi menjadi petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus, materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, dan evaluasi. Banyak yang mengkritik Kurikulum 1975 tidak ideal
dikarenakan beban tugas guru yang terlalu banyak dalam melakukan rincian
tersebut.
c.Kurikulum 1984
Kurikulum ini sering disebut juga sebagai Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Melalui Kurikulum 1984 siswa mulai ditempatkan sebagai
subjek belajar yang diharapkan dapat mengamati sesuatu, mengelompokan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Kurikulum ini menggunakan metode
CSBA (Cara Belajar Siswa Aktif) atau Student Active Learning (SAL).
d.Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum ini merupakan revisi terhadap kurikulum selanjutnya dan dinilai
tidak memiliki dasar perbedaan yang prinsipil. Pada kurikulum ini ada
perubahan sistem pembagian waktu pelajaran dari semester ke caturwulan.
Dengan pembagian waktu tersebut, diharapkan siswa dapat menerima materi
pembelajaran lebih banyak dalam pembagian tiga kali caturwulan dalam
setahun. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
4. Masa Reformasi (2000-sekarang)
a. Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 atau lebih dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) yakni, perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta
sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kurikulum
2004 mendapatkan kritik perihal kaitan alat ukur kompetensi siswa dengan
ujian yang masih dengan format pilihan ganda. Setelah dilakukan uji coba di
Pulau Jawa dan kota-kota besar di luar Pulau Jawa, KBK dianggap kurang
memuaskan bagi guru atau tenaga pengajar yang menerapkannya.
b.Kurikulum 2006
Berbagai kekurangan dalam KBK berakhir di awal tahun 2006 yang
kemudian digantikan dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi siswa dan teknik
evaluasi pelajaran tidak banyak yang berubah dengan KBK. Akan tetapi,
terdapat perbedaan yang cukup signifikan untuk guru yang diberikan
kebebasan dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan
dan kondisi siswa di sekolah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai