Rangkuman Materi Mata Kuliah Telaah Kurikulum
Rangkuman Materi Mata Kuliah Telaah Kurikulum
Rangkuman Materi Mata Kuliah Telaah Kurikulum
Hakikat Kurikulum
1. Hakikat kurikulum adalah acuan sebuah lembaga untuk membentuk citra dan
aturan sekolah untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan yang telah dirancang. Pada
dasarnya sebuah kurikulum dibentuk dan dirancang agar mampu mewujudkan
anak didik yang memuat semua aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik (Kompasiana).
2. Hakikat dari kurikulum ialah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan
peserta didik yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang
terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar
mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal
yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, kurikulum ialah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
untuk pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Pendekatan Kurikulum
(Kurikulum dan Pembelajaran Hal 29)
PENDEKATAN
Model Tyler berada dalam pendekatan sistemik dan teknik saintifik yang percaya
pada efisiensi dan efektivitas dari sistem. Dengan demikian, dunia dapat dikatakan
sebagai hal yang menyerupai sebuah mesin yang dapat digambar, dibuat, dan
diamati.
Pendekatan Tyler telah dimodifikasi oleh banyak pihak, terutama Taba yang
menyempurnakan empat langkah pengembangan Tyler menjadi tujuh langkah
pengembengan yang meliputi:
Diagnosis kebutuhan
Merumuskan tujuan
Merinci konten
Mengorganisasi konten
Seleksi pengalaman belajar
Mengorganisasi pengalaman belajar, serta
Penilaian dan cara penilaian
Modifikasi Taba terhadap Tyler terutama penekanan yang memusatkan perhatian
pada guru. Teori Taba memercayai peran guru sebagai pengembang utama
kurikulum. Pada model Tyler, guru dapat merupakan objek penerima dan pelaksana
dari kurikulum. Sedangkan pada model Taba, guru merupakan subjek aktif yang
terlibat penuh dalam pengembangan kurikulum.
Terhadap penyempurnaan model Tyler, Hunkins menambahkan pentingnya
konseptualisasi serta legalisasi yang melibatkan alam dan nilai. Hunkins
mengatakan pengembangan kurikulum merupakan proses yang berulang-ulang atau
proses yang berketerusan, atau berkesinambungan (iterative process).
Model nonteknik-nonsaintifik berorientasi oada hal-hal yang subjektif, pribadi,
keindahann, penalaran, dan transaksi belajar. Pada model ini dunia dianggap
sebagai suatu benda yang hidup. Dengan demikian, kurikulum merupakan sesuatu
yang dinamis yang selalu berkembang sebagaimana layaknya benda hidup.
Kurikulum bukan merupakan suatu hal yang statis yang memerlukan sekali
perencanaan kemudian selanjutnya menunggu hasilnya.
Pendekatan nonteknik-nonsaintifik dilatari dengan pendekatan kontekstual di mana
pengambilan keputusan dalam pengembangan kurikulum sangat berorientasi pada
peserta didik melalui cara-cara aktif dalam pembelajaran. Memerhatikan kedua
pendekatan yang sama penting dan bersaing ini, Ornstein dan Hunkins (1988)
sangat menegaskan pentingnya penekanan pada nilai tengah di antara kedua
pendekatan ini.
Model teknik-saintifik berorientasi pada objektivitas, universalitas, logika, dan
efektivitas, serta efisiensi suatu sistem. Dalam model ini, perencanaan dan
pelaksanaan berada pada sistem yang linear dan adapat ditentukan sebelumnya.
Perencanaan yang melibatkan sumber daya manusia
Asas-asas Kurikulum
1. Asas Filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor
“baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut
sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia.
Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama
dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai
melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin
terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Jadi, asas
filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara.
Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di dalam
merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara
mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila
pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia,
penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan.
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
sebagai landasan filosofis negara.Mengapa filsafat sangat diperlukan dalam dunia
pendidikan? Menurut Nasution (2008: 28), filsafat besar manfaatnya bagi
kurikulum, yakni:
a. filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.
Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik
anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.
Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
b. dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
c. filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai
tujuan itu.
d. filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-
lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
e. tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana
tujuan itu telah tercapai.
f. tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila jelas
diketahui apa yang ingin dicapai.
Komponen-Komponen Kurikulum
1. Tujuan Kurikulum
Menurut Andri Chandra, dalam perspektif tujuan dapat dilihat secara jelas dalam
UUD Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Tujuan
pendidikan yang merupakan pendidikan pada tataran mikroskopik, selanjutnya
dijabarkan kedalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin di
capai dari setiap jenis mapun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan, pendidikan dasar san
menengah di rumusskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
alat mulya, serta ketrampilan, untuk hidup mandiri mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
alat mulya, serta ketrampilan, untuk hidup mandiri mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, pepribadian, akhlak muliya, serta ketrampilan hidup mandiri dan
mengikuti pendidika lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran
yang mesti dicapai dari melaksanakan kurikulum. Tujuan kurikulum dapat
dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajan umum yaitu, berupa tujuan yang
dicapai untuk satu semester, atau tujuan pembelajan khusus yang menjadi target
pada setiap kali tatap muka.
Menurut Ahmad khoiron, tentang komponen tujuan merupakan suatu program
yang di maksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang
dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil
atau tidaknya program pengajaran disekolah dapat diukur dari beberapa jauh dan
berapa banyaknya pencapaian-pencapaian tujuan tersebut. Dalam setiap
kurikulum lembaga pendidikan, pasti dicatumkan tujuan-tujuan pendidikan yang
akan atau harus dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Ivor
K.Davies, menyatakan bahwa tujuan dalam suatu kurikulum akan mengambarkan
kualitas manusia yang diharapkan terbinar dari suatu proses pendidikan.Dengan
demikian, suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang di
cita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus merupakan sesuatu yang
final(S.Nasution,1987).
2. Isi/Materi
Setelah rumusan tujuan di rencanakan dan didokumenkan maka komponen kedua
yang harus dirumuskn adalah isi, materi sebagai bahan ajar. Konten atau isi
materi yang dituliskan pada kurikulum menempati posisi yang penting dan turut
menentukan kualitas hasil pendidikan. Saylor dan Alexander ( Zais, 1976 )
mengemukakan bahwa isi atau materi kurikulum itu ruang lingkup kajiannnya
membahas tentang fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan,
pemecahan masalah, yang berasal dari pikiran manusia. Itu semua terakumulasi
dalam bentuk gagasan (ideas), konsep (concept), generalisasi (generalization),
prinsip- prinsip (principles), dan pemecahan masalah (solution). Selain itu Hyman
( Zais, 1976 ) berpendapat bahwa isi yang menjadi konten kurikulum terbagi atas
tiga elemen, pertama; mengandung pengetahuan/knowledge baik terkait dengan
fakta, prinsip maupun definisi, kedua; keterampilan dan proses raung lingkupnya
meliputi Calistung (membaca, menulis dan menghitung), hasil dari proses
tersebut adalah keterampilan berpikir kreatif dan kritis, mampu melakukan
pengambilan keputusan, dan mampu melakukan komunikasi, ketiga adalah
nilai/values. Elemen ke tiga ini kajiannya meliputi moral, etika dan etetika.
Sudjana ( 1988 ) berpendapat bahwa isi atau konten dalam kurikulum itu ke
dalam empat aspek. Pertama; aspek fakta, kedua; aspek konsep, ketiga; aspek
prinsip dan ke empat aspek keterampilan. Fakta adalah suatu gejala, wujudnya
dapat diamati dan dapat dipelajari. Konsep sekumpulan ide atau gagasan tentang
kejadian atau peristiwa yang saling mempengaruhi dan berhubungan dengan yang
lain. Prinsip adalah pola antar hubungan yang menghendaki terpenuhinya suatu
ketentuan yang bersifat fungsional.
3. Proses Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran mempunyai kedudukan yang strategis dalam kajian studi
kurikulum. Menetapkan strategi merupakan langkah ke tiga setelah menetapkan
tujuan dan isi materi bahan ajar. Strategi yang tepat akan mempermudah untuk
mengantarkan pencapaian tujuan pembelajaran. Strategi merupakan salah satu
cara dalam menyampaikan materi supaya para peserta didik lebih cepat
memamahi terhadap materi yang disampaikan. Selain itu juga suasana kelas
kondusip, hidup, gembira dan menyenangkan.dalam dunia pendidikan banyak
istilah yang digunakan dalam menentukan cara penyampaian materi, seperti
istilah metode,teknik, pendekatan, model dan strategi pembelajaran. Sudjana
(1988) berpendapat bahwa strategi pembelajaran merupakan tindakan nyata dari
guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu untuk mencapai
tujuan pembeljaran yang telah dirumuskan.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen ke empat dari pengembangan kurikulum dan
pembelajaran. evaluasi menjadi mempunyai kedudukan yang penting terutama
dalam menentukan keberhasilan kegaiatan pendidikan dan pembelajaran. Evaluasi
dilihat dari aspek makro untuk melihat keberhasilan kegiatan pendidikan secara
umum, sedangkan secara mikro dapat digunakan untuk melihat keberhasilan
kegiatan pembelajaran di kelas. Evaluasi dapat menentukan ketercapaian tujuan,
ksesuaian materi dn ketepatan menggunakan strategi,pendekatan,teknik,model
dan metode. Hasil dari kegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan balik
(feedback) untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan
komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya hasil evaluasi ini dapat berperan
sebagai masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan dalam pengambilan
keputusan kurikulum khususnya, dan pendidikan pada umumnya, baik bagi para
pengembang kurikulum dan para pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi
para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (seperti guru, kepala
sekolah, dan sebagainya).
Konsep awal evaluasi ini sering dikaitkan dengan pengukuran, hal ini
dimaksudkan bahwa evaluasi sebagai alat untuk mengukur pencapaian tujuan. Hal
diperkuat dengan beberapa para ahli seperti; Ralph W. Tyler (1975). Ia
berpendapat bahwa kegiatan evaluasi merupakan proses yang sangat mendasar
dan digunakan untuk mengetahui apakah tujuan (objectives) sudah tercapai sesuai
dengan rumusan yangtelah ditentukan. Lain lagi pendapat Hilda Taba (1962)
mengatakan bahwa kegiatan evaluasi ini lebih dioreintasikan kepada kepentingan
peserta didik sesuai dengan tingkatan di mana siswa mencapai tujuan. Evaluasi
erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku setelah melalui suatu proses
kegiatan dan sekaligus juga mengukur kemampuan peserta didik sebagai hasil
akhir yang diperoleh setiap peserta didik. Dengan demikian evaluasi itu dilakukan
dengan melihat dua aspek yaitu mengukur ketika proses berlangsung dan hasil
sebagai prodak akhir melalui pengujian. Kedua oreintasi pelaksanaan evaluasi ini
semua dapat mengukur kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta
didik. Dari kedua oreintasi ini, evaluasi proses yang lebih mengukur prilaku
peserta didik.
2. Orientasi Kurikulum
a. Kurikulum yang Beorientasi pada Mata Pelajaran (Subject Centered)
Subject centered design curiculum merupakan bentuk desain yang paling populer,
paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam Subject centred design, kurikulum
tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut
diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-terpisahnya itu maka kurikulum ini
disebut juga separated subject curikulum. Disain kurikulum ini mengacu pada
disiplin ilmu. Model pengembangan kurikulum berdasarkan disiplin ilmu
merupakan refleksi dari model orientasi posisi transmisi. Pandangan posisi
transmisi yang melandasi model ini antara lain fungsi pendidikan untuk
menyampaikan fakta-fakta, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Desain jenis
ini dapat dibedakan atas tiga desain, yaitu subject desain, disciplines design, dan
broadfields design.
b. Kurikulum yang Beorientasi pada Siswa (Student Centered)
Student Centered Design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan
alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengembangan kurikulum ini
sangat dipengaruhi oleh Dewey, seperti berinteraksi sosial, keinginan bertanya,
keinginan membangun makna, dan keinginan berkreasi yang menekankan sifat-sifat
alami anak dalam mengembangkan kurikulum. Jenis desain ini dapat dibedakan atas
activity (experience) design dan humanistic design. Pengorganisasian kurikulum
didasarkan atas minat, kebutuhan, dan tujuan peserta didik. Sebagai reaksi dan
penyempurnaan terhadap kelemahan subject centered design, ciri utama yang
membedakan desain model ini dengan subject centered yaitu: Learner centered
design atau student centered mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari
peserta didik dan bukan dari isi, Learner centered design bersifat non-preplanned
(kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara
dosen dengan peserta didik dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan. Desain
kurikulum ini dibedakan atas areas of living design dan core design.
c. Kurikulum yang Beorientasi pada Tujuan (Goal Centered)
Yang termasuk kedalam kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah kurikulum
berpusat pada tujuan (goal-oriented) dan kurikulum berbasis kompetensi
(competence-based).
1) Kurikulum yang berorientasi pada tujuan (Goal Oriented)
Masing-masing tujuan yang ada di bawahnya terkait secara langsung dengan tujuan
yang ada di atasnya. Penyusunan kurikulum dengan orientasi berdasarkan tujuan,
artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan
di Indonesia tertera pada GBHN. Atas dasar tujuan-tujuan yang telah ada,
selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan kegiatan belajar mengajar,
yang kesemuanya itu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
Pengembangan kurikulum yang menganut pendekatan berorientasi pada tujuan ini
mendasarkan diri pada tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas
dari tujuan nasional sampai tujuan instruksional.
Dalam hal ini kegiatan pertama adalah merumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang
akan dilaksanakan dan dicapai melalui kegiatan belajar mengajar mengajar. Tujuan-
tujuan pendidikan yang dirumuskan biasanya bersifat menyeluruh, mencakup
aspek-aspek, mulai aspek pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan maupun sikap.
Dalam pengembangan semacam ini yang menjadi persoalan adalah menentukan
tujuan-tujuan atau harapan apa yang diinginkan dari tercapainya hasil pembelajaran
tersebut. Pengembangan kurikulum yang semacam ini di Indonesia adalah
kurikulum 1975.Berdasarkan tujuan yang dirumuskan tersebut maka disusun atau
diterapkanlah bahan pelajaran yang meliputi pokok-pokok dan sub-sub pokok
bahasan sehingga lebih terarah
Adapun beberapa kelebihannya, yaitu :
a) Tujuan yang ingin dicapai sudah jelas dan tegas, sehingga bahan, metode, jenis-
jenis kegiatan juga jelas dalam menetapkannya. Karena telah ada tujuan-tujuan
yang jelas maka memudahkan penilaian- penilaian untuk mengukur hasil
kegiatan.
b) Hasil penilaian yang terarah akan mampu membantu para pengembang
kurikulum mengadakan perbaikan-perbaikan / perubahan-perubahan penyesuaian
yang diperlukan.