Bahan Ajar Cacing Tanah Jurnal
Bahan Ajar Cacing Tanah Jurnal
Bahan Ajar Cacing Tanah Jurnal
TINJAUAN PUSTAKA
Cacing tanah merupakan hewan tanah yang memiliki kandungan atau nutrisi
yang baik. Cacing tanah memiliki berbagai manfaat, termasuk memperbaiki
struktur tanah, meningkatkan penyerapan air permukaan, memperkaya zat hara
dalam tanah, sebagai pakan ternak dan sebagai obat (Roslim & Nastiti, 2013).
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) termasuk dalam hewan invertebrata
hewan tidak bertulang belakang. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) salah satu
hewan yang masuk dalam golongan filum Annelida karena tubuhnya tersusun atas
segmen yang berbentuk cincin, serta setiap bagian segmen memiliki rambut
pendek yang disebut chaeta. Cacing tanah ini memiliki ukuran tubuh yang kecil
dengan panjang 8-14 cm dan gerakannya relatif lambat (Brata et al., 2017).
7
8
Tubuh cacing tanah (Lumbricus rubellus) terbagi menjadi lima bagian, yaitu
bagian depan (anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian
punggung (dorsal), bagian bawah atau perut (ventral). Cacing ini berwarna
kemerahan, dengan panjang berkisar antara 7,5 – 10 cm. Pada tubuh bagian depan
(anterior) terdapat organ prostomium yang memiliki katup menyerupai tonjolan
daging yang dapat membuka dan menutup, selain itu prostomium tersusun atas
sel-sel sensorik yang berfungsi sebagai sensor terhadap lingkungan sekitar. Pada
bagian tubuh cacing tanah terdapat penebalan dari segmen ke 32-37 dan berwarna
lebih terang bila dibandingkan segmen lainnya yang disebut dengan klitelum.
Klitelum berfungsi sebagai organ perkembangbiakan karena terdapat organ
kelamin jantan dan betina dari cacing. Biasanya klitelum belum terlihat jelas pada
cacing yang masih muda, klitelum baru mulai terlihat setelah cacing berumur 2-3
bulan. Segmen-segmen pada tubuh cacing tanah memiliki rambut-rambut pendek
yang disebut seta (chaeta). Seta sangat berperan penting bagi cacing untuk
melekat, membantu pergerakan, serta ketika proses perkawinan karena memiliki
daya lekat yang sangat kuat. Sistem pergerakan cacing tanah diatur oleh susunan
syaraf (Brata et al., 2017).
Pusat susunan syaraf/terletak di sebelah dorsal pharink dalam segmen ketiga
dan terdiri atas simpul sistem syaraf anterior (ganglion celebrale), simpul syaraf
vertikal dan serabutserabut syaraf. Dengan adanya ujung serabut syaraf di kulit,
rangsangan berupa getaran atau sinar dapat diterima oleh ujung syaraf untuk
kemudian disalurkan ke otak. Syaraf ini sangat sensitif terhadap cahaya, suhu,
getaran, dan sentuhan (Pradinasari et al., 2017).
Lendir pada tubuhnya yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis
mempermudah pergerakannya. Sementara itu, pada bagian tubuh belakang
(posterior) terdapat anus yang berfungsi sebagai alat sekresi untuk membuang sisa
pencernaan dan metabolisme (Brata et al., 2017).
9
Sumber: bioearthworm.wordpress.com
Semakin banyak lendir yang dihasilkan maka jumlah bakteri yang terkandung di
dalam substrat akan semakin banyak sehingga kandungan nitrogen dalam bahan
akan semakin meningkat. Menurut Arthawidya et al., (2017) hal ini dikarenakan
adanya penggabungan dari lendir, material ekskresi, hormone pertumbuhan, dan
enzim yang mengandung nitrogen yang berasal dari cacing. Demikian juga
menurut Arthawidya et al., (2017), kascing mengandung bakteri seperti Bacillus
sp, Azotobacter sp, Clostridium butirycum, Actmomyycetes sp dan bakteri
pengurai selulosa menjadi nitrat. Pertambahan unsur hara N-total juga diakibatkan
oleh ekskresi cacing tanah yang merupakan protein yang banyak mengandung
nitrogen, sehingga menyebabkan nitrogen lebih tinggi ketika menjadi kascing.
Selain itu menurut Arthawidya et al., (2017), juga terdapat proses mineralisasi
phospor ketika bahan organik melalui pencernaan cacing, sebagian dari phospor
akan diubah menjadi bentuk P terlarut oleh enzim dalam pencernaan cacing, yaitu
fosfatase dan alkalin fosfatase. Selanjutnya unsur P akan dibebaskan oleh
mikroorganisme dalam kotoran cacing.
Manfaat lainnya, cacing dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik,
karena cacing mengandung asam amino esensial dan enzim yang berguna untuk
membantu dalam proses pergantian sel–sel yang rusak. Beberapa kosmetik
dengan bahan ekstrak cacing adalah pelembab kulit, pelembab wajah, lipstick dan
antiinflamasi. Selain itu, cacing tanah sejak ribuan tahun lalu di Tionghoa telah
dimanfaatkan sebagai obat herbal. Beberapa contoh obat yang berbahan dasar
cacing tanah adalah obat tifus, tekanan darah tinggi, batu ginjal, darah rendah dll.
Nilai lebih dari penggunaan obat herbal ini adalah tidak adanya efek samping dan
harganya yang relatif murah (Pradinasari et al., 2017).
Kebutuhan cacing tanah untuk sektor peternakan dan pertanian pun kini
sudah mulai meningkat. Cacing tanah digunakan sebagai sumber pakan dan
sumber obat alami. Selain sebagai suplemen pakan, pemberian pakan dengan
cacing tanah ternyata dapat meningkatkan produktivitas hewan ternak. Bahkan, air
rebusan cacing tanah yang telah ditambah dengan tanaman herbal dapat menjadi
vitamin dan obat yang ampuh bagi hewan ternak apabila diberikan secara teratur
(Brata et al., 2017).
11
2.2.3.2. Temperatur
2.2.3.3. Kelembaban
(2014). Dengan menjaga keasaman media cacing tanah, bakteri dalam tubuh
cacing tanah dapat bekerja optimal dalam proses pembusukan dan fermentasi.
Bakteri sangat dibutuhkan cacing tanah untuk mengubah atau memecahkan bahan
makanan, karena cacing tanah hanya memiliki sedikit enzim pencerna.
2.2.3.5. Aerasi
Aerasi sangat penting untuk mencegah akumulasi asam dan gas dalam
media. Media dapat dibalik seminggu sekali, media yang terlalu padat dapat
menyebabkan sulit bergerak dan bernafas. Aerasi yang baik merupakan syarat
yang penting dalam reproduksi cacing tanah. Media dapat ditambahkan bahan-
bahan yang berserat kasar tinggi untuk meningkatkan aerasi media (Brata et al.,
2017).
2.2.3.6. Cahaya
2.2.3.7. Hama
Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang,
burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah,
kutu dan lain-lain. Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan
pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat
ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut
merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air
cukup (Roslim & Nastiti, 2013).
14
1. Bertekstur gembur
2. Bahan organik yang mengalami pelapukan berkisar 50-65% dan sudah tidak
mengeluarkan gas.
3. Media mudah terurai.
4. Kandungan protein media tidak terlalu tinggi, cukup sekitar 15%
5. Selalu ada media baru engan porsi 50% media;50% kotoran cacing.
6. Kelembaban media normal, tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering atau
sekitar 35-50%.
7. Temperature media stabil pada suhu normal
8. pH media normal
Jika media kurang sesuai, cacing tanah biasanya akan menggumpal atau
berusaha keluar dari media. Ketidaksesuaian media dapat disebabkan karena
media yang terlalu basah, terlalu kering atau mengandung zat yang tidak disukai
cacing (Brata et al., 2017). Karakter jenis media dapat mempengaruhi
produksifitas dari cacing itu sendiri (Kartini, 2018b).
Kegemburan media juga berpengaruh, karena jika media gembur maka akan
memudahkan pergerakan cacing tanah (Lumbricus rubellus) dalam melakukan
pergerakan. Media yang gembur juga memudahkan oksigen untuk masuk kedalam
media, jika media mudah memadat maka kebutuhan oksigen bagi cacing tanah
(Lumbricus rubellus) akan terbatas (Putra et al., 2019).
Baglog jamur merupakan istilah untuk media jamur yang terdiri dari serbuk
gergaji kayu, tepung tapioka, bekatul/ dedak, kapur dan lain-lain. Baglog ini sudah
terinokulasi (diberi) bibit jamur dan sudah melalui proses strilisasi. Di dalam
baglog terdapat banyak nutrisi tambahan yang tidak tersedia di lingkungan, selain
bahan-bahan tambahan, baglog juga memiliki kelembapan yang berasal dari air
(Rosmauli, 2015). Baglog jamur ini dapat dikatakan media yang berasal dari
tumbuhan.
Baglog jamur mengandung nutrisi dan serat yang sangat dibutuhkan dalam
pertumbuhan hewan ternak, beberapa penelitian telah menunjukkan nilai nutrisi
yang sangat tinggi untuk hewan ternak, dan dengan pengolahan lebih lanjut untuk
16
meningkatkan selera makan hewan ternak, limbah baglog jamur dibuat pakan
ternak dengan menambahkan tetes tebu dan bakteri pre-biotik yang berperan
positif bagi hewan ternak.
Sistem analisis Van Soest menggolongkan zat pakan menjadi isi sel (cell
content) dan dinding sel (cell wall). Neutral Detergent Fiber (NDF) mewakili
kandungan dinding sel yang terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa dan protein
yang berikatan dengan dinding sel. Bagian yang tidak terdapat sebagai residu
dikenal sebagai neutral detergent soluble (NDS) yang mewakili isi sel dan
mengandung lipid, gula, asam organik, non protein nitrogen, pektin, protein
terlarut dan bahan terlarut dalam air lainnya. Serat kasar terutama mengandung
selulosa dan hanya sebagian lignin, sehingga nilai ADF lebih kurang 30 persen
lebih tinggi dari serat kasar pada bahan yang sama (Rosmauli, 2015).
Kotoran sapi merupakan bahan pupuk organik yang baik, terutama yang
sudah dingin dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan cacing. Kotoran ini
sangat baik digunakan karena dapat langsung berfungsi sebagai makanan cacing
tanah dan memiliki kandungan protein yang dapat langsung dicerna sekitar 15%.
Pemberiannya dapat 100% kotoran, seperti hanya kotoran sapi saja, tanpa
dicampur dengan bahan organik lain (Nenobesi & Mella, 2017). Berikut disajikan
perbandingan komposisi dari kotoran sapi dengan kotoran ternak lainnya.
Kotoran ayam relatif padat sehingga jika digunakan sebagai media tumbuh
cacing tanah harus dicampur dengan bahan tambahan untuk memperbaiki
porositas. Kotoran ayam merupakan campuran dari kotoran padat dan kotoran cair
yang berasal dari hasil metabolisme dan benda-benda yang tidak berguna di dalam
tubuh. Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak tercerna.
Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa organik
yang lainnya. Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi bergantung pada jenis
ayam, umur, kondisi ayam, dan makanan yang dikonsumsinya setiap hari (Jarmuji
& Pratama WN, 2017). Menurut Febrita et al., (2015), menyatakan bahwa protein
merupakan suatu zat makanan yang amat penting, karena perannya dalam
menyediakaan sumber energi, asam-asam amino dan sebagai zat pembangun
jaringan-jaringan di dalam tubuh.
Menurut Arthawidya et al. (2017), pupuk kandang ayam mempunyai kadar
hara sangat dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu pula
dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam
sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan hara. Beberapa hasil
penelitian aplikasi pukan ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik.
Hal ini karena pukan ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai
kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama
dengan pukan lainnya.
Pupuk kompos merupakan jenis pupuk organik hasil proses fermentasi atau
dekomposisi dari bahan-bahan dasar seperti tumbuhan, kotoran ternak ataupun
limbah rumah tangga dan lain-lain. Pengomposan dilakukan dengan teknik
tertentu dan tambahan unsur atau bahan yang lain untuk mempercepat proses
penguraian (Roidah, 2013).
18
Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil
yang berupa bakteri maupun jamur merupakan sumber bahan organik yang sangat
potensial bagi tanah karena perannya yang sangat penting terhada perbaikan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan-bahan yang lapuk dan busuk bila berada
dalam keadaan basah dan lembap, seperti halnya daun-daun menjadi lapuk bila
jatuh ke tanah dan menyatu dengan tanah. Selama proses perubahan dan peruraian
bahan organik, unsur hara akan bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap
tanaman. Sebelum mengalami proses perubahan, bahan bahan organik tidak
berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak
dapat diserap tanaman (Susanti & Halwany, 2017).
Menurut Roidah, (2013), pengomposan penting karena bahan organik
tidak dapat langsung digunakan sebagai pupuk, sebab unsur C/N (Carbohydrate
dan Nitrogen) pada bahan relatif tinggi dibanding dengan C/N yang dikandung
oleh tanah. Nilai C/N pada tanah sekitar 10-12, sedangkan pada dedaunan sekitar
20-50, dan pada kayu mencapai 300 atau lebih. Proses perombakan bahan organik
terjadi secara biofisika-kimia yang melibatkan aktivitas mikrooganisme. Secara
alami peruraian tersebut bisa dalam keadaan aerob yang membutuhkan oksigen
dan anaerob tdak membutukan oksigen. Mutu kompos dipengaruhi oleh tipe dan
mutu bahan dasarnya, serta mutu dari proses pengomposannya. Mutu kompos
yang sudah siap dipakai sangat tergantung pada tingkat kontaminan dari bahan
pembentuknya.
Kascing merupakan kotoran cacing dapat berguna untuk pupuk. Kascing ini
mengandung partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian
dikeluarkan lagi. Kualitas kascing cacing tanah dapat ditentukan beberapa
parameter fisik, kimiawi dan biologis. Secara fisik kualitas casting dapat dilihat
20
berbagai tingkat yaitu kematangan kompos seperti tekstur, warna dan bau (Brata
et al., 2017).
Proses pengomposan dapat melibatkan organisme makro seperti cacing
tanah yang bekerja sama dengan mikroba dalam proses penguraian. Cacing tanah
akan memakan bahan organik yang tidak terurai, mencampur bahan organik
melalui pergerakannya, dan membuat rongga-rongga udara sebagai aerasi
(Firmaniar, 2017). Vermikompos disebut juga kompos cacing atau pupuk kotoran
cacing. Cacing yang digunakan dalam proses pembuatan vermikompos yaitu
cacing tanah (Lumbricus rubellus) (Hazra et al., 2020). Vermikompos adalah
proses dekomposisi bahan organic yang melibatkan kerjasama cacing tanah dan
mikroorganisme.
Menurut Elfayetti et al. (2017) Bahan organik sebagai sumber makanan bagi
cacing tanah bermacam- macam. Kualitas dan kuantitas dari makanan tersebut
merupakan faktor penting dalam pengontrolan biomassa cacing tanah dan jumlah
feses yang dihasilkan. Diduga akan terjadi perbedaan kandungan hara dan banyak
kascing yang dihasilkan apabila makanan cacing tanah tersebut berbeda. Kualitas
pupuk yang dihasilkan oleh kascing diharapkan dapat memperbaiki kondisi tanah
terutama tanah-tanah yang miskin seperti utisol (tanah yang memilki sifat kimia,
fisika dan biologi yang kurang menguntungkan).
Secara umum dapat dijadikan bahan pakan cacing berupa limbah- limbah
organik, seperti limbah sayuran, serbuk gergaji atau sisa media jamur, limbah
hijauan, kotoran ternak, pelepah, daun, batang dan bongkol pisang, limbah jerami
padi, ampas tahu, Mengingat setiap bahan pakan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap jumlah dan kualitas kascing maka jika dikombinasi bahan-bahan
tersebut kemudian diberikan dengan komposisi tertentu juga akan berpengaruh
terhadap kualitas kascing (Hendrika et al., 2017).
Di dalam usus cacing tanah terjadi pertumbuhan mikroba tanah yang lebih
baik dan lebih banyak daripada di dalam tanah (Subowo & Kosman, 2010).
Cacing tanah mampu mencerna makanan dimana sistem pencernaannya
mengandung aktivitas mikroorganisme yang membantu proses dekomposisi bahan
organik. Proses ini lebih cepat dari pada pengomposan tradisional, karena bahan-
21
bahan organik tersebut melewati sistem pencernaan cacing tanah (Purba et al.,
2013).
Kandungan unsur hara dalam pupuk kascing mampu memperbaiki sifat –
sifat fisik tanah seperti permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya
menahan air dan kation - kation tanah selain itu pupuk kascing sangat efektif
menggemburkan tanah untuk membuat tanaman menjadi subur (Roidah, 2013).
Menurut Elfayetti et al. ( 2017), pemakaian pupuk organik kascing untuk tanaman
disebut juga dengan pertanian organik. Pertanian organik didefenisikan sebagai
sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan
kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alamiah, sehingga
menghasilkan pangan yang berkualitas, dan berkelanjutan.
Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu
(Saccharum officinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri
pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah
berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse). Rata-rata ampas yang
diperoleh dari proses gilingan 32% tebu. Dengan produksi tebu di Indonesia pada
tahun 2007 sebesar 21 juta ton potensi ampas yang dihasilkan sekitar 6 juta ton
ampas per tahun. Selama ini hampir disetiap pabrik gula tebu menggunakan
ampas sebagai bahan bakar boiker.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Wijayanto et al., 2017),
menyatakan bahwa ampas tebu kering mengandung kadar air 15,86%, kadar C
13,324%, kadar N 0,422%, C/N 31,57, dan pH 7. Ampas tebu memiliki
kandungan lignin 24% dan kadar protein kasar 2,8%, sehingga menyebabkan
kecernaan ampas tebu rendah. Upaya peningkatan nilai kecernaan ampas tebu
dapat ditempuh dengan melakukan fermentasi (Wijayanto et al., 2017).
Holoselulosa merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan
selulosa dan hemiselulosa. Selulosa adalah polimer glukosa (hanya glukosa) yang
tidak bercabang. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan
menggunakan asam atau enzim. Hidrolisis menggunakan asam biasanya dilakukan
pada temperatur tinggi. Proses ini relatif mahal karena kebutuhan energi yang
22
cukup tinggi. Pada tahun 1980, mulai dikembangkan hidrolisis selulosa dengan
menggunakan enzim selulase (Sitompul et al., 2017). Selanjutnya glukosa yang
dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol.
Ampas tebu yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin tidak dapat
langsung difermentasi oleh mikroba menjadi biofuel, karena ampas tebu
merupakan senyawa komplek lignoselulosa. Lignin dihilangkan terlebih dahulu
agar proses hidrolisis selulosa dan hemiselulosa menjadi etanol berjalan secara
optimal.
Pada proses pembuatan tahu dihasilkan dua macam limbah yakni limbah
cair dan limbah padat. Limbah cair biasanya langsung dibuang ke sungai dan
limbah padat berupa ampas juga seringkali langsung dibuang, meskipun beberapa
pabrik memanfaatkannya sebagai pakan ternak (Fridata et al., 2015).
Limbah padat ampas tahu mengandung protein dan lemak yang tinggi,
adapun komposisi kandungan bahan–bahan yang terdapat dalam ampas tahu yaitu
protein 8,66%, lemak 3,79%, air 51,63% dan abu 1,21%. Karena kandungan
nutrisi tersebut, umumnya ampas tahu digunakan sebagai bahan pakan ternak
yang bermanfaat untuk perkembangan ternak. Selain itu, ampas tahu juga
digunakan sebagai pupuk, namun saat ini pembuatan pupuk berbahan dasar ampas
tahu masih dilakukan secara sederhana yaitu dengan teknik vermikompos, yaitu
menggunakan cacing untuk merombak ampas tahu menjadi produk kompos (Brata
et al., 2017). Selain kandungan tersebut, ampas tahu juga mengandung serat kasar
sebanyak 16,8 % pada setiap 100 gram(Fridata et al., 2015).
Kandungan bahan organik pada limbah tahu jika diolah dengan tepat
menggunakan campuran bahan lain akan menghasilkan pupuk organik yang
ramah lingkungan dan menyuburkan tanaman. Ampas tahu melalui proses
dekomposisi dapat dijadikan menjadi pupuk yang kaya unsur hara seperti N, P, K,
dan Mg sesuai yang dibutuhkan tanaman (Hama, 2018).
Limbah sayur merupakan sampah organik yang tersusun dari sisa tanaman.
Sampah sendiri merupakan bahan yang tidak berguna, tidak digunakan atau bahan
23
yang terbuang sebagai sisa dari suatu proses. Sampah dapat berupa padatan atau
yang dikenal dengan sampah kering dan setengah padatan atau yang dikenal
dengan istilah sampah basah. Salah satu penyumbang sampah terbesar dalam
kehidupan adalah pasar tradisional. Sampah pasar memiliki karakteristik yang
sedikit berbeda dengan sampah dari perumahan. Komposisi sampah pasar lebih
dominan sampah organik. Sampah ini mudah diuraikan oleh jasad hidup
khususnya mikroorganisme (Jalaluddin et al., 2016).
Sampah sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan bahan buangan yang
biasanya dibuang secara open dumping tanpa pengelolaan lebih lanjut sehingga
akan meninggalkan gangguan lingkungan dan bau tidak sedap. Limbah sayuran
berpeluang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan pupuk organik karena
ketersediaanya yang melimpah serta mudah didapatkan. Limbah sayuran dan
buah-buahan mempunyai kandungan gizi rendah, yaitu protein kasar sebesar 1-
15% dan serat kasar 5-38% (Jalaluddin et al., 2016). Jenis limbah sayuran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah limbah sawi.
Sawi termasuk tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Di Indonesia hanya di kenal tiga jenis sawi
budidaya, yaitu sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis), sawi putih
(Brassica rapa) dan sawi daging (Brassica juncea). Sawi hijau sebagai bahan
makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila
dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Berikut
disajikan tabel komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam sawi, yang
diterbitkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan.
Tabel 2. 3 Komposisi Zat-Zat Makanan yang Terkandung dalam Sawi
Komposisi Kandungan Gizi Mg/100g
Protein 2.3
Lemak 0.4
Karbohidrat 4.0
Ca 220
P 38,0
Fe 2,9
Vitamin A 1.940,0
Vitamin B 0,09
Vitamin C 102
Serat 0.7
Air 92.2
Natrium 20.0
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (2012)
24
Lingkungan yang ada disekitar kita bias dijadikan sebagai sumber belajar
salah satunya adalah biologi (Suhardi, 2007). Dimana setiap persoalan dapat
muncul dari lingkungan. Dari persoalan ataupun permasalahan yang muncul itu
dapat diangkat dalam sebuah penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian ini
dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi berupa poster yang akan dijadikan
bahan tambahan pengetahuan oleh siswa.
26
Limbah Organik
2.11. Hipotesis
Terdapat perbedaan pengaruh jenis limbah terhadap kandungan unsur hara (N, P
dan K) kascing cacing tanah (Lumbricus rubellus).