Manajemen Pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah: Oleh: Fetria Eka Yudiana, S.E., M.Si
Manajemen Pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah: Oleh: Fetria Eka Yudiana, S.E., M.Si
Manajemen Pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah: Oleh: Fetria Eka Yudiana, S.E., M.Si
Oleh:
Editor:
i
i
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM
Assalamu’alaikum wr.wb.
Kebutuhan akan bahan referensi dan kuliah bagi mahasiswa program studi
perbankan syariah telah mendorong saya sebagai dosen yang mengampu mata kuliah
manajemen pembiayaan syariah untuk menulis buku ini. Keterbatasan referensi yang
dapat dijadikan rujukan bagi mahasiswa perbankan syariah sekaligus upaya untuk
dapat menambah bahan referensi yang sudah ada maka dengan mengucapkan syukur
alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan taufik dan
hidayah-Nya, saya dapat menyusun buku yang berjudul Manajemen Pembiayaan
Bank Syariah.
Buku ini sengaja ditulis dengan tujuan memberikan kemudahan bagi
mahasiswa program studi perbankan syariah untuk memahami manajemen
pembiayaan bank syariah yang merupakan salah satu mata kuliah yang harus
ditempuh. Buku Manajemen Pembiayaan Syariah ini terdiri dari 13 bab. Bab
pertama berisi pendahuluan yang merupakan pengantar mengenai masalah
manajemen pembiayaan di bank syariah. Kajian teori dan praktis disajikan guna
memberikan gambaran secara lengkap mengenai praktik pembiayaan di bank
syariah.
Tersusunnya buku ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas proses belajar
mengajar pada mata kuliah manajemen pembiayaan bank syariah. Semua materi
yang disajikan dalam buku ini sudah disesuaikan dengan topik bahsan selama satu
semester, yang disajikan secara sistematis dengan menggunakan gaya bahsa yang
sederhana dan mudah dipahami oleh mahasiswa. Sehingga mahasiswa akan terbantu
dalam mempelajari konsep tentang pembiayaan syariah dengan cara yang lebih
sederhana.
Akhirnya saya tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak, yang telah memberikan semangat, dukungan dan kesempatan terutama kepada
i
LP2M IAIN Salatiga yang telah bersedia mengkaji dan menerbitkan buku ini. Juga
kepada suami dan anak-anak saya atas pengertian dan pengorbanan waktu, sehingga
saya dapat menyelesaikan buku ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam edisi pertama ini, baik ditinjau dari beragam materi ataupun
penyampaiannya serta lampiran- lampiran yang mungkin harus disertakan untuk
melengkapi informasi tentang manajemen pembiayaan bank syariah. Akhirnya tidak
ada gading yang tak retak, demikian juga saya sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun untuk menuju kesempurnaan dan kebaikan dalam
pengembangan buku ini. Semoga bermanfaat.
Sebagai salam penutup, penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pembaca, terutama mahasiswa yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca dan
mengkaji buku ini sebagai bahan referensi dalam mempelajari manajemen
pembiayaan bank syariah.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengatar i
Daftar Isi iii
Sinopsis iv
Daftar Tabel v
Daftar Skema vi
iii
- Memahami kemampuan nasabah 49
- Memahami akad fiqih yang tepat 52
iv
- Contoh Kasus 110
- Penentuan Nisbah Bagi Hasil 110
- Metode Penentuan Profit Margin 112
- Penentuan Harga Jual 114
v
SINOPSIS BUKU
Buku ini merupakan Buku Manajemen Pembiayaan Syariah ini terdiri dari
13 bab. Semua bab dalam buku ini membahas secara specifik pokok bahasan yang
berhubungan dengan manajemen pembiayaan bank syariah. Dalam buku ini juga
dibahas bagaimana proses perhitungan bagi hasil dan profit sharing pada pembiayaan
di bank syariah disertai contoh- contoh sederhana, sehingga hal ini akan
memudahkan mahasiswa untuk memahami bagaimana bank syariah menentukan
nisbah bagi hasilnya. Bab pertama berisi pendahuluan yang merupakan pengantar
mengenai masalah manajemen pembiayaan di bank syariah. Bab dua mengenai
konsep akad bank syariah, bab tiga berisi produk- produk banks syariah, bab empat
tentang membahas secara specifik manajemen pembiayaan bank syariah, bab lima
membahas secara detail mengenai manajemen pembiayaan modal kerja, bab enam
tentang manajemen pembiayaan investasi, bab tujuh mengenai manajemen
pembiayaan konsumtif, bab delapan tentang administrasi dan proses pembiayaan,
bab sembilan membahas mengenai perhitungan bagi hasil untuk produk pembiayaan
syariah, bab sepuluh membahas mengenai bagaimana proses pemantauan dan
pengawasan pembiayaan di bank syariah, bab sebelas mengenai jaminan dalam
pembiayaan di bank syariah dan bab dua belas mengenai sistem informasi perbankan
syariah. Buku ini juga disertai dengan lampiran yang berisi tentang ringkasan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah.
vi
vii
BAB 1
SEJARAH PERKEMBANGAN
PERBANKAN SYARIAH
Pendahuluan
Perbankan merupakan salah satu agen pembangunan (agent of
development) sebagaimana yang tertuang dalam pasal 4 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyatakan bahwa: “Perbankan
Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan eknomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. 1 Fungsi Perbankan sebagaimana yang di
pertegas dalam pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan menyatakan bahwa perbankan memiliki fungsi sebagai lembaga
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan
kembali ke masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial
intermediary function). Dana yang terkumpul di bank dalam kehidupan suatu negara
akan dijadikan sebagai sumber dana dari keberlangsungan pembangunan.
Dalam ajaran Islam sistem perbankan secara tekstual tidak terdapat
dalam Al Quran, namun prinsip- prinsip yang mengatur tentang transasksi, seperti
jual beli (QS Al Baqarah (2): 275 dan QS An Nisa‟ (4): 29), pelarangan riba (QS Ar
Rum (30): 39; QS Ali Imran (3): 130; Qs Al Nisa‟ (4): 160-161 dan QS Al Baqarah
(2): 275-281) secara tegas gtelah dinyatakan. Bahkan Al Quran memberikan isyarat
bagi manusia agar memakan makanan yang baik, halal dan tidak mengikuti langkah-
langkah setan, tidak ada unsur gharar, maisyir, bathil, zalim. Al Quran datang
menawarkan sistem jual beli dan menghilangkan riba sebagaimana ayat 275 QS Al
Baqarah, dimana ayat tersebut sangat jelas membedakan riba dengan jual beli.
Berikut adalah perbedaan yang mendasar antara riba dan jual beli, yaitu:
1. Keuntungan yang diperoleh dari jual beli (perdagangan) adalah hasil
tambahan dari modal yang diusahakan dengan cara berdagang atau usaha dari
1
Lihat dalam Kasmir, bank & Lembaga Keuangan Lainnya, (edisi keenam, Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 2007), hlm.347
1
cara yang halal, sedangkan riba adalah tambahan hasil dari keterlambatan
membayar utang kepada seseorang, dan di sini tidak ada usaha.
2. Keuntungan dari perdagangan atau jual beli atau usaha adalah tambahan harta
yang benar dan nyata dari pertukaran diantara dua benda yang berbeda dan
bermanfaat antara penjual dan pembeli. Sedangkan riba, hakikatnya bukanlah
hasil pertukaran dua benda yang berbeda, tetapi penambahan dari uang atau
modal yang dipinjamkan. Orang yang berhutang meminjam uang dan perlu
digantikan dengan uang yang bertambah dari yang dipinjamkan semula. Oleh
karena itu dalam perdagangan atau jual beli atau usaha terdapat keadilan
antara kedua belah ;pihak sedangkan riba hanya menguntungkan satu pihak
saja.
Dalam sejarah sebenarnya umat Islam telah mampu membentuk sebuah
sistem keuangan tanpa peran bunga untuk dapat memobilitas sumber-sumber
keuangan guna membiayai usaha produktif dan kebutuhan konsumtif. Sistem ini
digunaka untuk membiayai aktivitas bisnis didasarkan pada konsep bagi hasil (profit
and loss sharing), melalui model pembiayaan mudharabah (kemitraan pasif) dan
musyarakah (kemitraan aktif). Jual beli tangguh dan pinjaman tanpa bunga juga
dapat dipakai untuk pembiayaan konsumtif dan transasksi bisnis. 2 Dimana sistem ini
telah berjalan secara efektif sejak zaman keemasan peradaban Islam dan beberapa
abad sesudahnya. Professor Udovich sebagaimana yang dikutip M.Umar Chapra
mengatakan bahwa kedua model pembiayaan ini telah membantu usaha memobilisasi
sumber-sumber moneter yang ada pada abad pertengahan dunia Islam diantaranya
untuk membiayai pertanian, kerajinan, manufaktur dan proyek perdagangan jangka
panjang. Model pembiayaan tersebut digunakan oleh orang-orang Yahudi dan
Nasrani untuk menghindari pinjaman berbasis bunga dan segala bentuk praktik
pembuangaan yang sangat tinggi dan tidak masuk akal pada waktu itu. 3 Seiring
dengan perjalanan waktu dan luasnya daerah kekuasaan serta pengaruh dunia Eropa
di dunia Islam, prinsip-prinsip tersebut mulai memudar dan umat Islam terjerat
dalam sistem kapitalis termasuk sistem ekonomi Indonesia yang waktu itu mulai
dalam jajahan Belanda.
2
Lihat dalam M.Umar, regulasi dan Pengawasan Bank Syariah, Terjemahan Ikhwan Abidin
Basri, (Jakarta: Bumi Akasara, 2008), hlm. 2.
3
Ibid, hlm 3
2
Kegelisahan memunculkan pemikiran-pemikiran tentang perbankan
syariah atau bank Islam pada abad ke-20 M, sampai akhirnya berdiri beberapa bank
Islam. Kelahiran bank Islam atau Bank Syariah baik dinegara muslim maupun negara
non muslim merupakan suatu fenomena yang menonjol dan memiliki arti penting
dalam kehidupan perekonomian. Pemikiran dan perkembangan bank Islam atau bank
syariah ini juga terjadi di Indonesia. Bank Syariah di Indonesia berawal dari prakarsa
Majelis Ulama Indonesia pada acara Loka Karya Bunga Bank dan Perbankan yang
dilakukan pada tanggal 18 sd 20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Hasil lokakarya
tersebut didukung oleh Ikatan Cendekiawan Indonesia (ICMI) dan beberapa
pengusaha muslim. Sehingga sebagai tindak lanjut, pada tahun 1991 ditandatangani
Akta Pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Umum Syariah pertama
di Indonesia. Bank Muamalat Indonesia sempat terimbas oleh krisis moneter pada
akhir tahun 1990 sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal.
Perbankan syariah di Indonesia secara yuridis memiliki landasan ideologi dan
konstitusional, serta landasan operasional. Karena sejak tanggal 17 Juni 2008 telah
disahkan Undang-Undang Perbankan Syariah secara mandiri. Hal ini mengandung
makna bahwa nasionalisasi bank syariah yang notabene berbasis ajaran Islam telah
menjadi milik bangsa Indonesia.
4
Lihat dalam Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alvabet, 2002),
hlm.1-2
3
Islam.5 Undang-Undang RI No. 21 Tahun2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 1
poin 1, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank
syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 6 Dari pengertian diatas ada
beberapa unsur yang melekat pada perbankan syariah, yaitu: 1) Bank syariah; 2) Unit
Usaha Syariah; 3) Kelembagaan; 4) Kegiatan usaha; 5) Cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Oleh karena itu bank yang menjalankan
kegiatannya berdasarkan prinsip syariah, menurut jenisnya terdiri atas bank umum
syariah, usaha unit syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah (Pasal 1 poin 7
Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah). 7
Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.8 Bank berdasarkan
prinsip syariah atau bank syariah atau bank Islam, seperti halnya bank konvensional
juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu
mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.
Perbedaan utama hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak
berdasarkan bunga (interest free), tetaapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip
pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principles atau PLS
principle). Bank syariah juga memberikan jasa-jasa lain seperti jasa kiriman uang,
pembukaan letter of credit, jaminan bank, dan jasa-jasa lain yang biasanya diberikan
oleh bank konvensional.9 Jasa- jasa pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank
syariah jauh lebih beragam dibandingkan jasa-jasa pembiayaan yang dapat diberikan
bank konvensional. Jasa- jasa pembiayaan tersebut seperti leasing, hire purchase,
pembelian barang oleh nasabah bank kepada bank syariah yang bersangkutan dengan
cicilan, pembelian barang oleh bank syariah kepada perusahaan manufaktur dengan
5
Lihat dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk (ed), Ensiklopedia Hukum Islam, (jakarta: Ikhtiar Baru
van Hove, 1997), hlm 114
6
Afnil Guza, himpunan Undang-Undang Perbankan Republika Indonesia, hlm.3.
7
Afnil Guza, himpunan Undang-Undang Perbankan Republika Indonesia, hlm.3
8
Antonio, muhammad Syafi‟i, 2001, Bank Islam Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani.
9
Lihat dalam Sutan Remy Syahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1999), hlm.1
4
pembayaran dimuka, penyertaan modal (equity participation atau venture capital),
pembiayaan sindikasi dan lain sebagainya.10
10
Ibid. Hlm 1-2
11
Antonio, muhammad Syafi‟i, 2001, Bank Islam Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani.
5
a. Rekening Investasi tidak terbatas atau general investment
Pemegang rekening investasi jenis ini memberikan wewenang kepada
bank syariah untuk menginvestasikan dananya dengan cara yang
dianggap paling baik dan feasible, tanpa menerapkan beberapa
pembatasan jenis, waktu dan bidang usaha investasi.
b. Rekening investasi terbatas
Pemegang rekening ini menerapkan beberapa kriteria tentang jenis,
waktu dan bidang usaha investasi yang akan dijalankan.
3. Fungsi Bank syariah sebagai Jasa Keuangan
Bank syariah juga dapat menawarkan beberapa jasa keuangan dan
mendapatkan upah atau fee based dalam sebuah kontrak perwakilan atau
penyewaan. Beberapa contoh produk bank syariah dalam menjalankan fungsi
jasa yaitu garansi, pertukaran uang asing, tranfer, letter of credit dan lain
sebagainya.
4. Fungsi Bank syariah sebagai Jasa Sosial
Menurut pasal 4 Undang Undang Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008
fungsi sosial bank syariah adalah dalam bentuk lembaga baitul mal, yang
menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Konsep perbankan
syariah mengharuskan bank islam melaksanakan fungsi jasa social yaitu bisa
melalui dana Qardh pinjaman kebaikan, zakat atau dana social yang sesuai
dengan ajaran Islam. Konsep perbankan syariah juga mengharuskan bank
syariah memainkan peran dalam pengembangan sumber daya insani dan
menyumbangkan dana bagi pemeliharaan serta pengembangan lingkungan
hidup.
6
Peranan bank syariah adalah :
a. Memurnikan operasional perbankan syariah sehingga dapat lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat;
b. Meningkatkan kesadaran syariah umat Islam sehingga dapat memperluas
segmen dan angsa pasar perbankan syariah;
c. Menjalin kerjasama dengan para ulama;
d. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan;
e. Memberikan return yang lebih baik, sehingga investasi di bank syariah
mampu memberikan lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional;
f. Mendorong terjadinya transaksi produktif dan mengurangi tingkat
spekulasi di pasar keuangan;
g. Mendorong pemerataan pendapatan, karena bank syariah tidak hanya
mengumpulkan dana dari pihak ketiga namun dapat juga sebagai lembaga
yang mengumpulkan zakat, infaq dan shodakoh, hal ini dapat disalurkan
melalui pembiayaan Qardul Hasan, yang diharapkan dapat mempercepat
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi;
h. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana, khususnya pada produk mudharabah
al muqayyadah dimana bank syariah bebas untuk melakukan investasi atas
dana yang diserahkan oleh investor.
12
Afnil Guza, Himpunan Undang-Undang Perbankan Republik Indonesia, hlm. 4
13
Ibid. Hlm. 42
7
a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil) antara lain
transaksi pertukaran barang yang tidak sama kualitas, kuantitas dan waktu
penyerahan (fadhl), atau dalam transasksi pinjam meminjam yang
mensyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang
diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi‟ah).
b. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkkan kepada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan dilakukan kecuali
diatur lain dalam syariah.
d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
e. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
Pada dasarnya prinsip bank syariah menghendaki semua dana yang diperoleh dalam
sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati
(prudential), sehingga harus dikelola dengan:
1. SHIDIQ, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan
moral yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelola
diperkenankan atau diperbolehkan serta menjauhi cara-cara yang meragukan
terlebih lagi yang bersifat dilarang.
2. AMANAH, menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam
mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana atau shahibul maal
sehingga timbul rasa saling percaya antara pemilik dana dan pihak pengelola
investasi atau mudharib.
3. TABLIGH, secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan melakukan
edukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan
syariah. Dalam melakukan sosialisasi tidak hanya mengedepankan
pemenuhan prinsip syariah semata, namun juga harus mampu mengedukasi
masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah.
4. FATHANAH, memastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan secara
professional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum
dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh bank, termasuk didalamnya adalah
pelayanan yang penuh dengan kecermatan dan kesantunan (ri‟ayah) serta
penuh rasa tanggung jawab (mas‟uliyah).
8
Falsafah Operasional Bank Syariah
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan
Allah untuk memperoleh kebajikan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap
kegiatan lembaga keuangan syariah harus sesuai dengan tuntunan agama, berikut
adalah falsafah yang menjadi dasar operasional bank syariah, yaitu:
a. Menjauhkan diri dari unsur riba, yaitu dengan menghindari penggunaan
sistem yang menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan usaha (QS.
Luqman: 34). Selain itu harus dihindari penggunaan sistem persentase untuk
pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap
simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis hutang
atau simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS. Ali-Imron,
130).
b. Menghindari penggunaan sistem perdagangan atau penyewaan barang ribawi
dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik
kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim Bab Riba No. 1551 s/d 1567).
c. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan tambahan dimuka atas
hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela
(HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572).
d. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Mengacu pada Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 275 dan An-Nisa ayat 29, maka setiap transaksi
kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan
perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang
dan barang. Sehingga setiap kegiatan muamallah berlaku prinsip ada barang
atau jasa uang dengan barang, hal tersebut akan mendorong produksi barang
atau jasa dan mendorong kelancaran arus barang dan jasa, serta dapat
dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi.
-ooo-
9
BAB 2
KONSEP AKAD dan AKAD-AKAD di
BANK SYARIAH
Pe ndahulua n
Akad berasal dari bahasa Arab, „aqad yang artinya mengikat atau
mengokohkan. Sedangkan secara bahasa artinya ikatan, mengikat. Ikatan (al-robath)
adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah
satunya pada yang lain, hingga keduanya tersambung dan menjadi seutas tali yang
satu. Menurut fiqh Islam akad berarti perikatan, perjanjian dan pemufakatan ( ittifaq
). Secara garis besar aktivitas bank syariah dibedakan dua macam yaitu: (a) aktivitas
perdagangan atau a‟mal tijariyah sebagai pengganti aktivitas ribawi, aktivitas ini
dijalankan melalui berbagai macam akad; (b) aktivitas jasa perbankan atau khidmat
mashrifiyah yaitu dengan menarik imbalan jasa misalnya jasa transfer ( tahwil ) dan
penukaran mata uang (sharf currency exchange). Aktivitas kedua ini hukumnya jaiz
atau boleh secara syar‟i selama dilaksanakan sesuai syarat dan rukunnya.
Akad yang diberlakukan dalam melakukan transaksi diatur dalam Undang-
Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada Bab IV Pasal 19,
20 dan 21 tentang kegiatan usaha, selain itu juga syarat- syaratnya berdasarkan fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI yang didasarkan pada Al Quran dan Hadist.
Pengertian Akad
Akad adalah ikatan, keputusan atau penguatanatau perjanjian atau kesepakatan
atau transaksi yang dapat diartikan sebagai sebuah komitmen yang terbingkai dengan
nilai-nilai syariah. Dalam istilah fiqih secara umum akad berarti sesuatu yang
menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak,
seperti wakaf, talak dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual
beli, sewa, wakalah dan gadai.14 Selanjutnya akad adalah kesepakatan tertulis antara
bank syariah atau usaha unit syariah dengan pihak lain yang memuat adanya hak dan
14
Lihat dalam Ascarya, akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007, hlm 35
10
kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.15 Jika salah satu
pihak melanggar maka akan terkena sanksi sesuai dengan kesepakatan yang sudah
ditentukan dalam akad.
Dari pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan akad adalah bentuk
perjanjian yang dinyatakan dengan perkataan atau tertulis tentang sesuatu dilakukan
secara sadar dan saling berhubungan atau bersesuaian antara ucapan yang melkukan
akad baik pihak pertama maupun pihak kedua dengan berdasarkan prinsip syariah. 16
Dari pengertian akad tersebut secara umum suatu akad harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang melakukan akad sudah memenuhi secara hokum;
2. Objek akad harus jelas dan tersedia serta dapat diserahkan ketika akad
berlangsung;
3. Akad dan objek akad tidak dilarang syara‟;
4. Ada manfaatnya;
5. Ijab da Qobul serta tujuan akad harus jelas dan diakui syara‟;
Seperti dalam firman Allah SWT QS. Al-Maidah:5:1: “Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah akad-akad itu”.
Setiap orang bebas melakukan akad dengan syarat ada itikad baik. Akad yang tidak
sah adalah akad yang dilakukan dengan itikad buruk, yaitu:
a. Adanya paksaan, yang menimbulkan ketidakrelaan pihak yang diajak
berakad;
b. Adanya penipuan yang mengakibatkan kerugian pihak lain;
c. Kelalaian;
d. Penyimpangan dari syariat yang sudah ditetapkan, misalnya membeli ikan di
kolam, menjual barang dengan sengaja menyembunyikan kerusakannya.
15
Ibid, hlm.4
16
Nainggolan B., Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016,
hlm 114)
11
a. Manusia, dalam ketentuan Islam manusia yang sudah dapat dibebani
hukum disebut mukallaf, yaitu orang yang telah dianggap mampu
bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah SWT
maupun dengan larangannya. Seluruh tindakan hukum mukallaf harus
dipertanggungjawabkan. Apabila ia mengerjakan perintah Allah SWT
maka ia mendapat imbalan pahala dan kewajibannya terpenuhi,
sedangkan apabila ia mengerjakan larangan Allah SWT maka ia
mendapat risiko dosa dan kewajibannya belum terpenuhi. 17
b. Badan Hukum
Badan hukum merupakan badan yang dianggap dapat bertindak dalam
hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan
perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain. 18 Dalam Islam
badan hukum disebut juga dengan al-Syirkah.
2. Mahallul „Aqd (Obyek Perikatan)
Obyek perikatan dalam Islam dikenal dengan istilah mahallul „aqd. Syarat-
syarat yang harus terpenuhi adalah sebagai berikut:
a. Objek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan;
b. Objek perikatan dibenarkan oleh syariah;
c. Objek akad harus jelas dan dikenali;
d. Objek akad dapat diserahterimakan;
e. Dalam berkad harus jelas nama akad yang dilaksanakan, misalnya akad
jual beli, sewa menyewa, hibah, wasiat, perkawinan, perburuhan dan
berbagai akad dalam perbankan;
f. Tujuan akad harus jelas dan tidak bertentangan dengan syariat Islam;
g. Barang yang diakadkan boleh tidak terlihat, namun ciri-cirinya harus jelas
dan para pihak sudah mengetahui sebelumnya. 19
3. Maudhu‟ul „aqd (tujuan perikatan)
17
Lihat Abdul Aziz Dahlan, ed. Ensiklopedia Hukum Islam, jilid 5, (Jakarta: Ictiar Baru van
Hoeve, 1996), hlm 1219
18
Lihat dalam R. Wirjono Prodjodikoro, Azas -asa Hukum Perdata, cet.8 (Bandung: Sumur
Bandung, 1981), hlm.23
19
Lihat dalam Muhammad Asro, Muhammad Kholid, Fiqh Perbankan, cet 1, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2011, hlm. 80)
12
Maudhu‟ul „aqd adalah tujuan dari perikatan yang dilakukan oleh para pihak.
Syarat-syarat yang harus terpenuhi agar suatu akad dipandang sah dan
mempunyai akibat hukum adalah sebagai berikut:
a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak
yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan;
b. Tujuan harus berlangsung hingga berakhirnya pelaksanaan akad;
c. Tujuan akad harus dibenarkan syara‟;
d. Sighat al-aqd
Sighat al-aqd adalah berupa ijab dan kabul. Para pihak yang melakukan
ikrar harus memperhatikan tiga syarat berikut ini yang harus dipenuhi
agar memiliki akibat hukum, yaitu:20
1. Jala‟ul ma‟na, tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu harus
jelas sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki;
2. Tawaquf, adanya kesesuaian antara ijab dan kabul;
3. Jazmul iradataini, yaitu antara ijab dan kabul menunjukan kehendak
para pihak secara pasti, tidak ragu dan tidak terpaksa.
Sighat al-aqd adalah sesuatu yang di sandarkan dari dua pihak yang
berakad yang menunjukan isi hati keduanya tentang terjadinya akad,
yang ditunjukan dengan lisan, tulisan, perbuatan dan isyarat. Sehingga
Sighat al-aqd harus dinyatakan secara jelas sesuai kondisi dan
keadaan para pihak, sehingga metode yang dipakai disesuaikan
dengan keadaan dan tempat.
20
Lihat dalam Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Kompilasi Hukum
Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman, et.al., cet. 1 (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm
253
13
Berikut adalah pembagian jenis-jenis akad di bank syariah:
- Qardh
- Wadiah
TABARU‟ - Wakalah
- Kafalah
- Rahn
- Hibah
- Waql
AKAD
Natural - Murabahah
certainty - Salam
contracts - Istisna
TIJARAH - Ijarah
Natural - Musyarakah
uncertainty - Muzara‟ah
contracts - Musaqah
- Mukharabah
14
a. Qard al –Qardul Hasan
Qard bermakna pinjaman sedangkan al-hasan berarti baik,
sedangkan Qardul Hasan merupakan suatu akad perjanjian qard yang
berorientasi social untuk membantu meringankan beban seseorang yang
membutuhkan pertolongan. Menurut Syafi‟i Antonio Qard adalah
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan. 21
Seperti yang terdapat dalam QS. Al-Hadid: 11 “ Siapakah yang mau
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan
melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan
memperoleh pahala yang banyak”. Sedangkan menurut Zainul Arifin,22
Qordh adalah meminjamkan harta atau uang kepada orang lain tanpa
mengharapkan imbalan. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban
membayar kembali pokok pinjamannya dan pemberi pinjaman dilarang
untuk meminta imbalan dalam bentuk apapun, meskipun demikian
syariah tidak melarang peminjam untuk memberikan imbalan kepada
pemberi pinjaman secara ikhlas tanpa terpaksa. Dalam praktek
perbankan syariah, suatu bank syariah bertindak sebagai kreditor yang
memberikan pinjaman kepada pihak lain (nasabah) dengan ketentuan
penerima pinjaman akan mengembalikan pinjaman tersebut pada waktu
yang telah ditentukan dalam perjanjian akad dengan jumlah pengembalian
sesuai pada saat pinjaman itu diberikan. Qardul hasan adalah suatu akad
perjanjian pinjaman lunak diberikan atas dasar kewajiban social semata,
dengan dasar taa‟wun atau tolong menolong kepada mereka yang
tergolong lemah ekonominya, dimana si peminjam tidak diwajibkan
untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman.
Ketentuan umum dalam al Qard adalah sebagai berikut:
1. Al Qard adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah yang
memerlukan;
2. Nasabah al qard wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima
pada waktu yang telah disepakati bersama.
21
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Islam Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001
22
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank syariah, Jakarta: Alvabet, 2006
15
b. Wadiah
Menurut istilah wadi‟ah berarti penguasaan orang lain untuk
menjaga hartanya, baik secara sharih (jelas) maupun secara dilalah
(tersirat). Menurut Syafi‟i Antonio, Al-Wadi‟ah dapat diartikan sebagai
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan
hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja jika si penitip
menghendakinya.23 Wadi‟ah adalah akad penitipan barang atau jasa
antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang
diberikan kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan
serta keutuhan barang atau uang tersebut. Seperti yang disebutkan dalam
QS. Al-Baqarah: 283 “…jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, hendaklan yang dipercayai itu menunaikan amanatnya atau
hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya”.
Sedangkan pengertian Wadi‟ah menurut Zainul Arifin, adalah akad
antara pemilik barang (mudi‟) dengan penerima titipan (wadi‟) untuk
menjaga harta atau modal (ida‟) dari kerusakan atau kerugian dan untuk
keamanan harta.24 Wadi‟ah merupakan akad yang bersifat tolong
menolong antara sesama manusia. Dalam pelaksanaanya akad wadiah
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Wadiah Yad Al-Amanah
Akad ini menyatakan bahwa barang yang dititipkan tidak dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan (custodian) dan penerima titipan
tidak harus bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang
titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
2. Wadiah Yad Ad-Dhamanah
Akad ini menyatakan bahwa barang atau uang yang dititipkan dapat
dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik
barang. Dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik
mendapatkan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus dimana
pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
23
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Islam Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001
24
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank syariah, Jakarta: Alvabet, 2006
16
c. Wakalah (Perwakilan)
Wakalah merupakan salah satu jenis akad yakni pelimpahan
kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang
diwakilkan. Menurut fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000, wakalah
adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam
hal-hal yang boleh diwakilkan. Seperti dalam QS. Yusuf: 55 “Jadikanlah
aku bendaharawan Negara / Mesir, sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga lagi berpengalaman”. Aplikasi wakalah dalam
konteks akad tabarru’ di perbankan syariah berbentuk jasa
pelayanan, dimana bank syariah memberikan jasa wakalah, sebagai
wakil dari nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk
melakukan sesuatu (taukil). Dalam hal ini bank syariah akan
mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasanya tersebut, sebagai
contoh bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran rekening
telepon, listrik. Biasanya akad ini digunakan sebagai penunjang akad-
akad tijarah dalam perbankan yang akan kita bahas dalam produk-produk
perbankan. Aplikasinya dalam perbankan syariah, wakalah biasanya
diterapkan dalam penerbitan letter of credit (L/C) atau penerusan
permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C
eksport). Wakalah juga dapat ditetapkan untuk menstransfer dana nasabah
kepada pihak lain. Dalam hal ini bank diberi mandat oleh nasabah utnuk
melaksanakan suatu perkara sesuai dengan amanah atau permintaan
nasabah. Secara teknis perbankan wakalah adalah akad pemberian
wewenang atau kuasa lembaga atau seseorang (sebagai pemberi mandat)
kepada pihak lain (sebagai wakil, dalam hal ini bank) untuk mewakili
dirinya melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dalam kurun
waktu tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus
mengatasnamakan yang memberi kuasa. Bank dan nasabah yang
dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum.
d. Kafalah ( Guaranty )
Pengertian kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan),
hamalah (beban) dab za‟amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah
17
adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh satu pihak kepada
pihak lain, dimana pemberi jaminan (kaafil) bertanggungjawab atas
pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
Menurut Bank Indonesia, 1999, kafalah adalah akad pemberian jaminan
yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi pinjaman
bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi
hak penerima jaminan. Seperti yang disebutkan dalam QS.Yusuf: 72 “
Penyeru- penyeru itu berseru,”Kami kehilangan piala raja dan barang
siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan
(seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya‟‟.
Secara tekhnis perbankan, kafalah merupakan jasa penjaminan
nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil), sedangkan
nasabah sebagai pihak yang dijamin (makfullah). Prinsip syariah ini
sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran. Bank
dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk
fasilitas sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank memberlakukannya
dengan prinsip wadiah, sehingga bank mendapatkan imbalan atas jasa
yang telah diberikan. Biasanya penerbitan bank garansi (surat jaminan
bank) yang terdiri dari jaminan tender, jaminan pelaksanaan, jaminan
unag muka dan jaminan pelaksanaan diberikan oleh bank dengan setoran
minimal sebesar 10% dari nilai jaminan yang diinginkan nasabah.
Dalam praktik di perbankan syariah, kafalah dapat dibagi dalam
beberapa jenis, yakni:
a. Kafalah bin nafs yaitu akad memberikan jaminan atas diri si
penjamin (personal guaranty);
b. Kafalah bil maal yaitu jaminan pembayaran atas pelunasan
utang. Seperti jaminan uang muka (advance payment bond)
atau jaminan pembayaran (payment bond);
c. Kafalah mulaqah dan munjazah yaitu jaminan mutlak yang
dibatasi oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu.
d. Kafal bit taslim yaitu penjaminan atas pengembalian atas
barang sewa pada saat jangka waktu habis.
18
e. Rahn (Gadai )
Pengertian rahn secara terminologi terdapat beberapa pendapat,
diantaranya menurut Sayyid Sabiq (1983), rahn adalah menyandera
sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat
diambil kembali sebagai tebusan.25 Sedangkan menurut Syafi‟i Antonio,
Akad Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya.26 Seperti yang terdapat dalam
QS. Al-Baqarah: 283 “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah
tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang)….”.
Dalam konteks perbankan syariah rahn adalah menahan salah satu
harta milik orang yang meminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Tujuan dari akad ini adalah memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Rahn
adalah jaminan utang atau gadai. Biasanya akad yang digunakan adalah
akad qard wal ijarah yaitu akad pemberian jaminan dari bank untuk
nasabaha yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga
barang jaminan yang diserahkan itu. Barang yang digadaikan wajib
memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Milik nasabah sendiri
b. Memiliki nilai ekonomis sehingga bank memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil seluruh atau sebagian piutangnya
c. Harus jelas ukurannya, sifat dan nilainya. Ketentuan ini
ditentukan brdasarkan nilai riil pasar, dapat dikuasai namun
tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Jika nasabah wanprestasi, bank dapat mealkukan penjualan barang yang
digadaikan atas perintah hakim. Jika hasil penjualan melebihi
kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah. Jika hasil
penjualan tersebut kecil dari kewajibannya, nasabah harus menutupi
kekurangaannya. Atas transaksi ini bank mendapat imbalan.
25
Sabiq, sayyid, Fiqh al-Sunnah, Jilid II, Beirut, Dar al-Fikri,1983
26
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Islam Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001
19
Sehingga dapat disimpulkan bahwa akad rahn merupakan pegadaian
barang dari satu pihak kepada pihak lainnya dengan uang sebagai
gantinya.
f. Hibah ( pemberian )
Pengertian hibah adalah pemilikan terhadap sesuatu tanpa meminta
ganti. Hibah adalah pemberian sesuatu kepada orang lain dengan
sukarela. Hibah tidak sah kecuali ada ijab dari orang yang memberikan,
tetapi untuk sahnya hibah tersebut menurut Imam Qudamah tidak
disyaratkan pernyataan qabul dari sipenerima hadiah atau hibah.
Pemberian (hibah) dianggap sah menurut syara‟ dengan syarat-syarat
antara lain: 1) si pemberi hibah (wahib ) sudah bisa mengelola
keuangannya. 2) hibah (barang atau harta yang diberikan) harus jelas. 3)
kepemilikan terhadap barang hibah itu terjadi apabila pemberian (hibah)
tersebut sudah berada ditangan si penerima ( muhab).
20
lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing dapat dilakukan baik dengan
sesama mata uang yang sejenis, misalnya mata uang rupiah dengan
rupiah, maupun yang tidak sejenis seperti rupiah dengan dollar US atau
sebaliknya. Jual beli mata uang yang tidak sejenis, penyerahannya harus
dilakukan pada waktu yang sama.
2. Akad Tijarah
Akad tijarah merupakan akad yang tujuannya untuk mencari keuntungan
( for profit oriented ). Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan
akad berhak untuk mencari keuntungan. Akad tijarah di bedakan menjadi dua
yaitu:
a. Natural Certainty contracts
Natural certainty contract adalah akad dalam bisnis yang memberikan
kepastian pembayaran baik dari segi jumlah maupun waktunya,
Adiwarman Karim, (2004). Sedangkan yang termasuk dalam akad natural
certainty contracts adalah:27
- Murabahah ( Defered Payment Sale )
Murabahah merupakan akad jual beli dimana menurut fatwa
DSN-MUI No.04/MUI/IV/2000 penjual yang menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Sedangkan
menurut ulama fiqh, murabahah adalah akad jual beli atas barang
tertentu. Dalam perbankan syariah, murabahah merupakan akad jual
beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang
memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank
mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Selain itu
murabahah juga merupakan jasa pembiayaan oleh bank melalui
transaksi jual beli dengan nasabah dengan cara cicilan. Dalam hal ini
bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah
dengan membeli barang tersebut dari pemasok kemudian menjualnya
kepada nasabah dengan menambahkan biaya keuntungan (cost plus
27
Lihat dalam Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, hlm 97, 2004
21
profit) dan ini dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu antara
pihak bank dengan pihak nasabah yang bersangkutan. Pemilikan
barang akan dialihkan kepada nasabah secara propesional sesuai
dengan cicilan yang sudah dibayar. Dengan demikian barang yang
dibeli berfungsi sebagai agunan sampai seluruh biaya dilunasi.
Menurut fatwa DSN-MUI No.04/MUI/IV/2000 tentang
murabahah adalah sebagai berikut:
Pertama: Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah, yaitu:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebasr
riba;
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah
Islam;
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya;
4. Bank memnbeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba;
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan semua hal
berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan
secara utang;
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga plus keuntungannya.
Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga
pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan;
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati;
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah;jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
baraang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan murabahah kepada nasabah yaitu:
1. Nasabah mengajukan permohonan perjanjian pembelian suatu
barang atau aset kepada bank;
22
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang;
3. Bank kemusian menawarkan aset tersebut nasabah dan nasabah
harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut
mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak
jual beli;
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangi kesepakatan awal
pemesanan;
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya
riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut;
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali sisi kerugiannya kepada
nasabah;
7. Jika uang muka memakai kontrak „urban sebagai alternatif dari
uang muka, maka:
- Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia
tinggal membayar sisa harga;
- Jika nasabah batal membeli, uang muka yang menjadi milik
bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank
akibat pembatalan tersebut dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga: Jaminan dalam murabahah
1. Jaminan dalam murabahah diperbolehkan agar nasabah serius
dengan pesanannya;
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang
dapat dipegang.
Keempat: Utang dan Murabahah
1. Secara prinsip penyelesaian utang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut.
23
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah
tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal.
Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau
meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima: penundaan dalam murabahah
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian utangnya;
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja atau
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam: bangkrut dalam murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan
utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi
sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
- Salam
Salam secara etimologi berarti salaf atau pendahuluan yang
bermakna akad atau penjualan atau pembuatan sesuatu yang
disepakati dengan kriteria tertentu dalam jangka waktu tertentu
sedangkan pembayarannya disegerakan. Akad salam menurut fatwa
DSN-MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 adalah akad jual beli barang
dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan
syarat-syarat tertentu. Sedangkan bai‟i Salam adalah suatu jasa
pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli barang, sedang
pembayarannya dilakukan dimuka bukan berdasarkan fee melainkan
berdasarkan keuntungan ( margin ).
Dewan Syariah Nasional melalui fatwanya menetapkan
ketentuan dalam jual beli salam sebagai berikut:
Pertama: ketentuan tentang pembayaran
24
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang atau manfaat;
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati;
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
Kedua: ketentuan tentang barang
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang;
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya;
3. Penyerahannya dilakukan kemudian;
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan;
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya;
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
Ketiga: ketentuan tentang salam paralel
Diperbolehkan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Akad kedua terpisah dari akad pertama;
2. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
Keempat: penyerahan barang sebelum atau pada waktunya
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan jumlah yang telah disepakati;
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga;
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh
menuntut pengurangan harga (diskon);
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat kualitas daari jumlah barang sesuai
dengan kesepakatan dan tidak boleh menuntut tambahan harga;
5. Jika semua atas sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya maka ia memiliki dua pilihan:
a. Membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya;
b. Menunggu sampai barang tersedia.
25
Kelima: pembatalan kontrak
Pembatalan akad salam boleh dilakukan selama tidak merugikan
kedua belah pihak.
Keenam: perselisihan
Jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka
penyelesaian dilakukan melalui musyawarah, kecuali apabila tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah maka dibawa ke BAS.
26
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan;
5. Pembeli (mushtasni‟) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya;
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan;
7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesanan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk
melanjutkan atau membatalkan akad.
Ketiga: ketentuan lain
1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan
hukumnya mengikat;
2. Semua ketentuan dalam jual beli yang tidak disebutkan diatas
berlaku pula pada jual beli isthisna
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanya atau jika
tidak terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaian dilakukan melalui BAS setelah tidak tercapai
kesepakatan.
- Ijarah
Pengertian ijarah secara etismologi adalah upah (al-ajru). Ijarah
disebut juga sewa, jasa atau imbalan. Menurut fatwa DSN-MUI
No.09/DSN-MUI/IV/2000 akad ijarah adalah akad pemindahan hak
guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Jika dalam pelaksanaanya
kepemilikan barang menjadi pihak penyewa maka akad ini disebut
akad Ijarah Muntahiya Bittamilk (IMBT). IMBT adalah merupakan
perpaduan antara akad jual beli dengan akad sewa yang diakhiri
dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Syarat ijarah
adalah adanya manfaat pada barang yang disewakan baik yang
bersifat jasa, dan adanya imbalan atas nilai yang disepakati dalam
27
transaksi tersebut. Aplikasinya dalam perbankan syariah adalah
adalah operating lease maupun financial lease.
Dewan Syariah Nasional melalui fatwanya menetapkan
ketentuan dalam ijarah sebagai berikut:
Pertama: rukun dan syarat ijarah
1. Ada pernyataan ijab dan qobul;
2. Pihak yang berakad terdiri dari pemberi sewa (lessor/pemilik
aset/LKS) dan penyewa (lesse/pihak yang mengambil
manfaat/nasabah);
3. Objek kontrak pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan
aset;
4. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak
yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai
ganti dan sewa dan buka aset itu sendiri;
5. Sighat ijarah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang
ekuivalen, dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan
penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua: ketentuan objek ijarah
1. Objek ijrah adalah manfaat dari pengunaan barang dan atau jasa;
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak;
3. Pemenuhan manfaat harus bersifat dibolehkan;
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah;
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalan (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan engan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi
fisik;
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada
LKS sebagai pembayaran manfaat.
28
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis
yang sama dengan objek kontrak;
9. Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
kurun waktu, tempat dan jarak.
Ketiga: kewajiban LKS dan nasabah dalam pembayaran ijarah
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a. Menyediakan aset yang disewakan;
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset;
c. Menjamin bila terdapat pemeliharaan aset;
d. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa:
a. Membayar sewa dan bertanggungjawab untuk menjaga
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai
kontrak;
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan
(tidak materiil);
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian
pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab
atas kerusakan tersebut.
Keempat:
Jika salah satu pihak menunaikan kwajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui BAS setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
28
Karim, Adiwarman, bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, hlm. 87, 2004
29
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
usaha tertentu diamana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Menurut Syafi‟i
Antonio, akad musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Dewan Syariah Nasional melalui fatwanya menetapkan
ketentuan dalam musyarakah sebagai berikut:
Pertama: pernyataan ijab dan qobul harus dinyatakan oleh para pihak
untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak
Kedua: pihak yang berakad harus cakap hukum
Ketiga: objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
1. Modal harus berupa uang tunai, emas, perak atau yang nilainya
sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-
barang properti dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset harus
dinilai terlebih dahulu secara tunai dan disepakati oleh para mitra.
2. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada
pihak lain, kecali atas dasar kesepakatan.
3. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan namun untuk menghindari terjadinya penyimapangan,
LKS dapat meminta jaminan.
4. Kerja. Merupakan pertisipasi para mkitra dalam pekerjaan
merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan
porsi kerja bukanlah merupakan syarat.
5. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam
organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
30
6. Keuntungan harus dikuantifikasikan dengan jelas untuk
menghindari perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi
keuntungan atau ketika penghentian musyarakah.
7. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
8. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam
akad.
Keempat: Kerugian
Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut
saham masing- masing dalam modal.
Termasuk jenis akad musyarakah adalah:
a. Muwafadhah
Yaitu akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan
porsi dana yang sama dan keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan serta jika ada kerugian ditanggung bersama.
b. Inan
Yaitu akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama
memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan
dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung
sebesar porsi modal.
c. Wujuh
Yaitu akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana
dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan
dibagi sesuai dengan kesepakatan dan jika terjadi kerugian
ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan
dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang
memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara moral yaitu
nama baik.
d. Abdan
Yaitu akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjasama
bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya.
Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian
31
ditanggung bersama, dengan akad ini maka pihak yang
bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika dalam
kerjasama tersebut merugi.
- Akad Mudharabah
Secara tekhnis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh
modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola atau suatu akad
kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dananya besar seratus
persen (shahibul maal) dan pihak lain memberikan dalam keahliannya
(mudharib). Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian
sesuai dengan porsi investasi.
Dewan Syariah Nasional melalui fatwanya menetapkan
ketentuan dalam musyarakah sebagai berikut:
Pertama: ketentuan pembiayaan
1. Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang disalurkan
oleh LKS kepada pihak lain untuk usaha produktif;
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal membiayai
seratus persen kebutuhan suatu proyek (usaha) sedangkan
pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola
usaha;
3. Jangka waktu, tata cara pengembalian dana dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak;
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syariah, LKS tidak ikut
serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai
hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan;
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam
bentuk tunai dan bukan piutang;
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat
dari mudharabah kecuali jika mudharib melakukan kesalahan
yang disengaja;
32
7. Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada
jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan,
LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.
Jaminan hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti
melakukan pelanggaran;
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memerhatikan
fatwa DSN;
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib;
10. Jika LKS tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapatkan ganti rugi
atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua: rukun dan syarat pembiayaan
1. Penyedia dana dan pengelola harus cakap hukum;
2. Pernyataan ijab dan qobul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukan kehendak mereka;
3. Modal adalah sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh
penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat
sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jenis dan jumlahnya;
b. Modal dapat berupa uang atau barang yang dinilai
c. Modal tidak berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib baik secara bertahap maupun tidak sesuai
kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal.
5. Kegiatan usaha oleh mudharib sebagai perimbangan modal yang
disediakan oleh penyedia dana.
Ketiga: beberapa ketentuan hukum pembiayaan
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu;
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan dengan sebuah kejadian dimasa
depan yang belum terjadi;
33
3. Pada dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena
pada dasarnya akad ini bersifat amanah kecuali akibat dari
kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan;
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui BAS setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
34
BAB 3
PRODUK BANK SYARIAH
Pendahuluan
Seacara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga
yaitu produk penyaluran dana atau sering disebut dengan pembiayaan, produk
penghimpunan dana dan produk jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya.
35
b. Ba’i As salam, jual beli dimana nasabah bertindak sebagai pembeli dan
pemesan memberikan uangnya ditempat akad sesuai dengan harga barang
yang dipesan dan sifat barang telah disebutkan sebelumnya. Uang yang
telah diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan
pembayaran dilakukan dengan segera.
Ketentuan umum:
- Hasil produksi yang akan di beli harus diketahui secara spesifik dan
jelas.
- Jika hasil produksi yang diterima cacat tidak sesuai dengan akad maka
menjadi tanggung jawab nasabah.
- Bank dimungkinkan menggunakan akad salam dengan pihak ketiga
karena barang yang dibeli atau dipesan bukan merupakan barang
persediaan yang dimiliki oleh bank.
36
3. Prinsip Bagi Hasil ( Syirkah )
Terdapat dua macam produk yaitu:
a. Musyarakah, merupakan salah satu produk bank syariah yang mana
terdapat dua pihak atau lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan asset
yang dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya
yang mereka miliki baik yang berwujud atau tangible maupun yang tidak
berwujud atau itanggible. Seluruh pihak yang bekerjasama memberikan
kontribusi baik itu berupa dana, barang, skill ataupun asset-asset lainnya.
Sudah menjadi ketentuan bahwa dalam musyarakah pemilik modal
berhak dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana
proyek.
Yang tidak boleh dilakukan dalam akaq musyarakah:
- Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi;
- Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik
modal lainnya;
- Memberikan pinjaman kepada pihak lain;
- Pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
1. Manarik diri dari perserikatan
2. Meninggal dunia
3. Menjadi tidak cakap hukum
- Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek harus diketahui bersama
- Proyek yang akan dijalankan harus dijelaskan secara detail dalam
akad.
b. Mudharabah, merupakan bentuk kerjasama dua pihak atau lebih dimana
pemilik modal memberikan kepercayaan kepada pengelola dengan
perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara
musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan
keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki dua orang atau lebih,
sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
Ketentuan umum (Muhammad, 2005):29
29
Lihat dalam Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogjakarta: UPP AMP YKPN: hlm,
305, 2005
37
- Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah harus berupa uang
tunai atau dalam bentuk barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan
uang.
- Apabila dana tunai diserahkan secara bertahap maka harus jelas
tahapannya dan disepakati bersama.
- Pembagian keuntungan dari modal pembiayaan mudharabah ini di
hitung dengan dua cara yaitu:
1. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada
setiap bulan atau sesuai dengan waktu yang disepakati;
2. Bank menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan yang dilakukan oleh nasabah;
3. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan umum
namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan nasabah;
4. Nasabah dapat dikenakan sanksi administrasi jika menunda
pembayaran atau tidak mau membayar kewajibannya.
38
- Bank dapat menetapkan ketentuan lain berkenaan dengan rekening giro
dan tabungan ini namun harus sesuai dengan ketentuan syariat Islam;
- Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya harus
mencakup ijin penyaluran dana yang disimpan serta persyaratan lainnya
yang disepakati bersama dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
39
- Tabungan mudharabah dapat dicairkan setiap saat sesuai dengan
perjanjian nyang disepakati, namun deposito mudharabah hanya dapat
dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati.
- Segala ketentuan yang berlaku harus sesuai dengan kesepakatan dan
tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam.
40
Produk Jasa Perbankan
Bank syariah selain menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, juga
dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa
sewa atau keuntungan. Bentuk produknya antara lain bank garansi, kliring,
inkaso, jasa transfer dan lain sebagainya, jasa tersebut antara lain adalah:
1. Sharf ( jual beli valuta asing ), yaitu jual beli mata uang yang tidak sejenis
namun harus dilakukan pada waktu yang sama ( kurs spot ). Bank dalam hal
ini dapat mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut.
2. Ijarah (sewa), yaitu menyewakan simpanan ( safe deposit box ) dan jasa tata
laksana administrasi dokumen ( custodian ), dalam hal ini bank mendapatkan
imbalan sewa dari jasa tersebut.
Tabel 1
Contoh Daftar Produk Perbankan Syariah
NAMA PRODUK SKEMA KEUANGAN
Giro iB (rupiah dan USD) Titipan
TABUNGAN iB
Tabungan iB Fleksibel: Titipan/ penyertaan modal
Tabungan Haji/ Umroh iB Fleksible: Titipan/ penyertaan modal
Tabungan Pendidikan iB Penyertaan Modal
Tabungan Perencanaan iB Penyertaan Modal
Tabungan Arisan iB Penyertaan Modal
DEPOSITO iB
Deposito iB (rupiah dan USD) Penyertaan odal
Deposito Special Investment Deposito iB Penyertaan modal untuk proyek tertentu
sesuai keinginan nasabah atau investor.
JASA iB
Jasa Bank Garansi iB Penjaminan
Jasa Syariah Card iB Penjaminan, pinjaman uang dan
perwakilan
Jasa Penukaran Uang iB Penukaran dua mata uang yang berbeda
Jasa Kirim Uang iB [rupiah dan valas] Perwakilan
Jasa Bancassurance iB Perwakilan dengan fee
41
Jasa L/C Ekspor iB Perwakilan dengan fee, jual beli dan
penjaminan
Jasa L/C Impor iB Perwakilan dengan fee dan penjaminan
Gadai Emas iB Pinjaman Uang dan Sewa
PEMBIAYAAN
Pembiayaan ultijasa iB (KTA iB) untuk Sewa
pendidikan, pernikahan dan kesehatan.
Pembiayaan Pemilikan Rumah iB (KPR Fleksible: Jual beli dengan margin, jula
iB) beli dengan pesanan, sewa beli (leasing)
Pembiayaan Pemilikan mobil iB (KPM Fleksible: Jual beli dengan margin, jula
iB) beli dengan pesanan, sewa beli (leasing)
Kartu Kredit iB Penjaminan, Pinjaman Uang, Sewa dan
Perwakilan
Pembiayaan Dana Berputar iB Kemitraan
Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Fleksible: Kemitraan/ penyertaan Modal
Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Fleksible: Kemitraan/ penyertaan Modal
Pembiayaan Rekening Koran iB Kemitraan
Pembiayaan Sindikasi iB Kemitraan
Pembiayaan Modal Kerja iB Fleksible: Kemitraan/ Penyertaan Modal
Pembiayaan Sewa Equipment iB Sewa Beli (leasing)
Pembiayaan ke Sektor Pertanian iB Jual Beli dengan Pesanan secara Paralel
Pembiayaan Dana Talangan iB Pinjaman Uang
-ooo-
42
BAB 4
MENDESAIN AKAD PEMBIAYAAN
SYARIAH
Pendahuluan
Dalam mendesain akad pembiayaan syariah perlu dilakukan dengan empat tekhnik
sebagai berikut:
a. Memahami karakteristik kebutuhan nasabah;
b. Memahami kemampuan nasabah;
c. Memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank;
d. Memahami akad fiqih yang tepat.
Mendesain akad yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan nasabah sangat
penting untuk menjaga sisi prudential sehingga nantinya akan dapat mengurangi
pembiayaan macet.
A. Memahami karakteristik kebutuhan nasabah
Kebutuhan nasabah merupakan dasar utama dalam mendesain suatu akad
pembiayaan. Dalam memahami karakteristik kebutuhan nasabah, terdapat dua
hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Obyek pembiayaan
Apabila obyek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah berupa
barang maka harus dilihat apakah barang tersebut ready stock atau goods
in process. Apabila barang yang dibutuhkan ready stock maka
pembiayaan yang layak dan cocok untuk diberikan adalah pembiayaan
murabahah. Namun jika barang yang dibutuhkan nasabah adalah good in
process, maka harus dilihat terlebih dahulu apakah jangka waktu
pengadaan barang itu (prosess pembuatan barang tersebut) memerlukan
jangka waktu yang pendek atau panjang. Jika jangka waktunya pendek
maka pembiayaan yang tepat menggunakan akad salam dengan asumsi
nasabah mampu menyelesaikan kewajibannya dalam satu kali
pembayaran. Namun jika prosesnya memakan jangka waktu panjang
maka pembiayaan yang tepat menggunakan akad isthisna‟ dengan asumsi
43
nasabah baru akan mampu menyelesaikan kewajibannya setelah
melakukan beberapa kali pembayaran.
Disis lain jika obyek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah bukan
barang melainkan jasa maka pembiayaan yang harus diberikan kepada
nasabah adalah dengan akad ijarah. Berikut adalah skema agar mudah
memahami alur dalam mendesain akad yang tepat dalam memyalurkan
pembiayaan:
OBYEK
Ya tidak
Pembelian barang
ya tidak ya
Ready stock jasa
tidak
ya tidak
GIP
murabahah stop
stop
ijarah
ya Jk wa ktu tidak
pendek
salam Isthisna’
Gambar 1
Kharakteristik kebutuhan nasabah: OBYEK
Sumber: Adaptasi dari Adiwarman Karim, 2004
44
2. Kegunaan
Poin kedua yang harus diperhatikan dalam memahami karakteristik
kebutuhan nasabah adalah dari sisi kegunaan barang atau jasa yang
dibutuhkan oleh nasabah. Dalam hal ini harus dicermati apakah barang
atau jasa yang dibutuhkan nasabah akan digunakan untuk kegiatan yang
produktif atau tujuan konsumtif. Apabila kegunaannya untuk tujuan
produktif maka harus dilihat dari sisi apakah barang tersebut digunakan
untuk modal kerja atau investasi.
kegunaan
Ya tidak
produktif
ya tidak ya
Modal kerja kons umtfi
tidak
ya i nvestas i
tidak
Go to modal stop
kerja stop
Go to
konsumtif
Go to
i nves tas i
Gambar 2
Kharakteristik kebutuhan nasabah: KEGUNAAN
Sumber: Adaptasi dari Adiwarman Karim, 2004
45
a. Modal kerja
Jika barang atau jasa untuk keperluan modal kerja maka harus dilihat
apakah nasabah yang bersangkutan telah memiliki kontrak dengan
pihak ketiga atau tidak. Jika nasabah telah memiliki kontrak maka
yang harus diperiksa selanjutnya adalah apakah pembiayaannya nanti
digunakan untuk pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika
untuk pekerjaan konstruksi maka pembiayaan yang tepat dengan akad
isthisna‟. Namun jika untuk pengadaan barang maka pembiayaan
yang tepat diberikan dengan akad mudharabah, kecuali pembiayaan
produktif usaha berskala kecil. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari risiko yang lebih tinggi.
Jika nasabah ternyata belum memiliki kontrak yang harus
diperhatikan adalah apakah pembiayaannya nanti digunakan untuk
barang ready stock atau GIP, jika ready stock maka pembiayaan yang
tepat menggunakan akad murabahah. Namun jika GIP maka harus
dilihat lagi apakah proses nya memakan waktu yang pendek atau
panjang. Jika jangka waktunya pendek maka pembiayaan yang tepat
menggunakan akad salam. Jika jangka waktunya panjang maka
pembiayaan yang tepat menggunakan akad isthisna‟.
46
MODAL KERJA
Ya tidak
kontrak
ya tidak ya
Pekerja a n Rea dy
tidak kons truks i s tock
Go to
ya
Penga da konsumtif
Isthisna’ an
ba ra ng GIP
stop
mudharabah ya Jk waktu
tidak pendek
salam Isthisna’
Gambar 3
Kharakteristik kebutuhan nasabah: MODAL KERJA
Sumber: Adaptasi dari Adiwarman Karim, 2004
b. Investasi
Pembiayaan untuk keperluan investasi maka harus dilihat terlebih
dahulu apakah pembiayaan ini dimaksudkan untuk barang yang sudah
ready stock atau GIP. Jika untuk barang yang sudah ready stock faktor
selanjutnya yang harus dilihat apakah barang tersebut berjangka
waktu panjang atau pendek. Jika jangka waktunya panjang maka akad
pembiayaan yang tepat adalah ijarah muntahia bit tamlik (IMBT).
47
Namun jika tidak berjangka waktu panjang maka akad pembiayaan
yang tepat adalah murabahah. Jika pembiayaan investasi tersebut
bukan dimaksudkan untuk ready stock, melainkan GIP maka harus
dilihat dari prosesnya memerlukan jangka waktu panjang atau pendek.
Jika berjangka waktu pendek maka desain akad pembiayaan yang
tepat adalah salam. Jika memerlukan jangka waktu yang panajang
maka desain akad pembiayaan yang tepat adalah isthisna‟.
Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah
untuk kegiatan konsumtif maka harus dilihat dari sisi apakah
pembiayaan tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa. Jika untuk
pembelian barang faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah
barang tersebut ready stock atau GIP. Jika ready stock maka desain
akad pembiayaan yang tepat adalah murabahah. Namun jika
berbentuk GIP yang harus dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah
prosesnya berjangka waktu panjang atau pendek. Jika berjangka
waktu pendek maka desain akad pembiayaannya adalah salam. Jika
berjangka waktu panjang maka desain akad pembiayaanya adalah
isthisna‟. Jika pembiyaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan nasabah di dibidang jasa, maka desain akad pembiayaan
yang tepat adalah ijarah.
48
INVESTASI
Ya tidak
READY STOCK
STOP
salam
Isthisna’
Gambar 4
Kharakteristik kebutuhan nasabah: INVESTASI
Sumber: Adaptasi dari Adiwarman Karim, 2004
49
KONSUMTIF
Ya tidak
PEMBELIAN
BARANG
ya tidak ya
READY STOCK JASA
tidak
IJARAH
GIP
MURABAHAH stop
STOP
JANGKA WAKTU
PENDEK
ya tidak
salam
Isthisna’
Gambar 5
Kharakteristik kebutuhan nasabah: KONSUMTIF
50
Juka sumber pendapatan nasabah tidak termasuk highly predictable
faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan yang akan
diberikan untuk barang ready stock atau GIP. Jika ready stock maka desain
akad pembiayaan yang tepat adalah murabahah. Namun jika untuk GIP maka
desain akad pembiayaan yang tepat adalah salam (jika kurang dari 6 bulan)
dan isthisna‟ (jika lebih dari 6 bulan).
51
masa grace periode, sehingga bank syariah tidak mampu membayar bagi
hasil kepada nasabah penyimpan dana. Sehingga perlu dicermati apakah
pembayaran dilakukan secara installment atau tidak. Apabila tidak secara
installment berarti debitur hanya kan melakukan pembayaran satu kali
saja biasanya diakhir masa pembiayaan. Sehingga metode ini memiliki
tingkat risiko yang tinggi sehingga lebih baik bank syariah memutuskan
untuk tidak memberikan pembiayaan apabila debitur menginnginkan
pembayaran dilakukan secara lump sum diakhir kontrak.
Jika installment berarti bank masih memungkinkan memberikan
bagi hasil kepada deposan sesuai dengan termin installment tersebut baik
bulanan maupun non bulanan. Termin pembayaran installment menjadi
penting, sehingga jika dilakukan secara bulanan maka bank syariah
menggunakan multiple akad yakni terdiri dari ijarah dan akad lainnya.
Dengan menggunakan multiple akad walaupun ada grace periode bank
akan tetap manpu mendapatkan cash in dari debitur setiap bulannya.
Sehingga bank syariah mampu memberikan bagi hasil kepada deposan.
Multiple akad atau akad murakab adalah akad gabungan yang terdiri dari
dua akad atau lebih. Contohnya adalah ijarah bil isthisna‟ wal
murabahah.
Jika pembayaran tidak dilakukan secara bulanan, maka bank dapat
menggunakan sumber dana RIA (mudharabah muqayyadah) yakni
sumber dana yang hanya dapat digunakan pada waktu, tempat atau objek
tertentu.
D. Memahami akad fiqih yang tepat
Penerapan sebuah transaksi tidak boleh bertentangan dengan syariah
Islam baik dilarang karena haram maupun karena tidak sah akadnya yaitu
rukun dan syaratnya yang tidak terpenuhi, terjadi ta‟alluq serta terjadi dua
akad dalam satu transaksi yang terjadi dalam waktu yang sama. Selain itu
penerapan sebuah akad pada suatu transaksi juga harus memperhatikan
kharakteristik dari akad yang dimaksud, yakni apakah akad tersebut masuk
dalam kategori akad tabaru‟ akad tijarah. Jika termasuk akad tabaru‟ bank
tidak bisa meminta kompensasi dari nasabah dalam suatu transaksi. Namun
52
jika termasuk dalam akad tijarah maka bank syariah berhak memperoleh
kompensasi dari nasabah terhadap pelaksanaan transaksi.
53
BAB 5
MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK
SYARIAH
Pendahuluan
54
a. Pemilik
Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank, sehingga para pemilik
bank mengharapkan akan memperoleh keuntungan dari proses pembiayaan
yang dilakukan oleh bank.
b. Pegawai
Para pegawai mengharapkan akan memperoleh kesejahteraan dari bank
melalui pendapatan yang diterima bank dalam berbagai proses pembiayaan
yang mereka lakukan.
c. Masyarakat
1. Pemilik Dana, masyarakat yang bertindak sebagai pemilik dana tentu
mengharapkan akan mendapatkan pendapatan dari dana yang mereka
investasikan berupa bagi hasil.
2. Debitur yang bersangkutan, produk pembiayaan yang ditawarkan oleh
bank syariah akan sangat membantu masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya atau pembiayaan konsumtif dan untuk menjalankan
usahanya dalam sektor yang produktif.
3. Masyarakat umum dalam hal ini konsumen, dengan pembiayaan mereka
dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.
d. Pemerintah
Pemerintah mendapatkan penghasilan dari pajak atas pendapatan yang
dihasilkan melalui pembiayaan bank syariah.
e. Bank
Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari proses penyaluran pembiayaan
diharapkan akan dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar
tetap survival dan meluaskan jaringan usahanya, sehingga semakin banyak
masyarakat yang dapat dilayaninya.
55
tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaanya oleh bank guna
membantu usaha dalam meningkatkan produktifitasnya.
b. Meningkatkan daya guna barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi bahan
mentah menjadi barang jadi sehingga tingkat utility dari bahan mentah
tersebut akan meningkat.
c. Meningkatkan peredaran uang
Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih
berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu iklim yang
kondusif dalam berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik
secara kualitatif maupun kuantitatif.
d. Menciptakan iklim yang kondusif dalam usaha.
Bantuan pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat dari bank nantinya
akan digunakan untuk memperbesar volume usaha dan meningkatkan
produktivitas usaha.
e. Stabilitas Ekonomi
Pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah nantinya akan ikut berperan
guna menciptakan stabilitas perekonomian melalui pengendalian inflasi,
peningkatan ekspor, rehabilitasi prasarana dan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan pokok masyarakat.
f. Sebagai jembatan untuk Meningkatkan Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional akan sangat berkorelasi dengan tingkat produktifitas
masyarakat sedangkan tingkat produktifitas masyarakat akan sangat terbantu
oleh adanya pembiayaan –pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah.
g. Sebagai Alat Hubungan Ekonomi Internasional
Bank sebagai lembaga kredit atau lembaga yang menyalurkan pembiayaan
memiliki ruang lingkup yang cukup luas termasuk ruang lingkup
internasional. Dalam hal ini hubungan bilateral antara negara maju dengan
negara berkembang akan sangat tercermin dari arus bantuan berupa
pembiayaan- pembiayaan yang sifatnya lunak dengan persyaratan yang
mudah.
56
Produk Pembiayaan Bank Syariah
Pada dasarnya produk pembiayaan bank syariah dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Pembiayaan Modal Kerja Syariah
b. Pembiayaan Investasi Syariah
c. Pembiayaan Konsumtif Syariah
Keterangan
a. Pembiayaan Modal Kerja Syariah
Secara umum yang dimaksud dengan pembiayaan modal kerja syariah adalah
pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk
membiayai kebutuhan modal kerja suatu usaha berdasarkan prinsip- prinsip
syariah.
Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syariah, jenis
pembiayaan modal kerja dapat digolongkan menjadi lima macam yaitu:
1. Pembiayaan Modal Kerja Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan dengan perjanjian antara
perantara dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha
tertentu, dengan pembiayaan keuntungan antara kedua pihak berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
2. Pembiayaan Modal Kerja Isthtisna
Isthtisna yaitu pembiayaan dengan perjanjian jual beli barang dengan cara
pemesanan dengan syarat- syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih
dahulu.
3. Pembiayaan Modal Kerja Salam
Salam adalah pembiayaan dengan perjanjian jual beli barang dengan cara
pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih
dahulu.
4. Pembiayaan Modal Kerja Murabahah
Murabahah adalah pembiayaan dengan perjanjian jual beli antara bank
dan nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh
nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan
sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang
disepakati antara bank syariah dan nasabah.
5. Pembiayaan Modal Kerja Ijarah
57
Ijarah adalah pembiayaan dengan perjanjian sewa menyewa suatu barang
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa.
58
c. Pembiayaaan konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi. Biasanya kebutuhan konsumtif yang dicover
oleh bak syariah adalah kebutuhan dasar seperti pembelian rumah untuk
dihuni dan kendaraan untuk dipakai. Sumber pembayaran yang oleh nasabah
untuk melunasi pembiayaan berasal dari pendapatan nasabah yang bersumber
dari usaha lain dan bukan dari hasil penggunaan barang yang dibiayai dari
fasilitas bank ini. Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan konsumsi
menggunakan skema jual beli dengan angsuran atau sewa beli atau melalui
kemitraan dengan partisipasi menurun.
-ooo-
59
BAB 6
MANAJEMEN PEMBIAYAAN
INVESTASI
Pendahuluan
60
diketahui berapa dana yang terseda setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah
itu, barulah disusun jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran
kembali) pembiayaan.
Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka pembiayaan investasi
bank syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini, bank
memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank
melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali,
baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan
menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang
ada maupun dengan mengundang pemegang saham baru.
61
(investasi yang terikat). Sebagai contoh: pengelola dana dipersyaratkan dalam
kerjasama untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Tidak mencampurkan dana mudharabah yang diterima dengan dana
lainnya;
b. Tidak melakukan investasi pada kegiatan usaha yang bersifat sistem jual
beli cicilan, tanpa adanya penjamin dan atau tanpa jaminan;
c. Si pengelola dana harus melakukan sendiri kegiatan usahanya dan tidak
diwakilkan kepada pihak ketiga.
Rukun Mudharabah :
1. Pihak yang berakad :
a. Pemilik Modal (Sahibul Maal)
b. Pengelola Modal (Mudharib)
2. Obyek yang diakadkan :
a. Modal
b. Kegiatan Usaha atau Kerja
c. Keuntungan
3. Sighat :
a. Serah (ijab)
b. Terima (qabul)
Syarat Mudharabah :
1. Pihak yang berakad, kedua belah pihak harus mempunyai kemampuan
dan kemauan untuk bekerjasama mudharabah.
2. Obyek yang diakadkan :
a. Harus dinyatakan dalam jumlah atau nominal yang jelas
b. Jenis pekerjaan yang dibiayai, dan jangka waktu kerjasama
pengelolaan dananya.
c. Nisbah (porsi) pembagian keuntungan telah disepakati bersama, dan
ditentukan tata cara pembayarannya.
3. Sighat :
a. Pihak-pihak yang berakad harus jelas dan disebutkan
b. Materi akad yang berkaitan dengan modal, kegiatan usaha atau/ kerja
dan nisbah telah disepakati bersama saat perjanjian (akad).
62
c. Resiko usaha yang timbul dari proses kerjasama ini harus diperjelas
pada saat ijab qabul, yakni bila terjadi kerugian usaha maka akan
ditanggung oleh pemilik modal dan pengelola tidak mendapatkan
keuntungan dari usaha yang telah dilakukan;
d. Untuk memperkecil resiko terjadinya kerugian usaha, pemilik modal
dapat menyertakan persyaratan kepada pengelola dalam menjalankan
usahanya dan harus disepakati secara bersama.
63
perantara. PSAK no. 59 Perihal Perbankan Syariah menyatakan :
“Apabila Bank bertindak sebagai agen dalam menyalurkan dana
mudharabah muqayyadah dan Bank tidak menanggung resiko, maka
pelaporannya tidak dilakukan dalam neraca tetapi dalam laporan
perubahan dana investasi terikat, sedangkan dana yang diterima dan
belum disalurkan diakui sebagai titipan”.
Pembiayaan Musyarakah :
Pembiayaan Musyarakah (syirkah), adalah suatu bentuk akad kerjasama
perniagaan antara beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya dalam suatu
usaha, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta dalam
pelaksanaan manajemen usaha tersebut. Keuntungan dibagi menurut proporsi
penyertaan modal atau berdasarkan kesepakatan bersama. Musyarakah dapat
diartikan pula sebagai pencampuran dana untuk tujuan pembagian keuntungan.
Rukun Musyarakah :
1. Pihak yang berakad (para mitra)
2. Obyek yang diakadkan :
a. Modal
64
b. Kegiatan Usaha/ Kerja
c. Keuntungan.
3. Sighat :
a. Serah (ijab)
b. Terima (qabul)
Syarat Musyarakah :
1. Pihak Yang Berakad :
a. Para pihak (Mitra) yang melakukan akad musyarakah harus dalam kondisi
cakap hukum, dan
b. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
2. Obyek yang diakad-kan
a. Modal diberikan dalam bentuk uang tunai, emas, perak atau yang nilainya
sama;
b. Modal dapat pula berupa aset perdagangan, yakni seperti barang-barang-
barang, properti, perlengkapan dan sebagainya termasuk pula asset tidak
berwujud seperti hak paten dan lisensi;
c. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan musyarakah adalah sebuah hukum
dasar, dan tidak diperkenankan bagi salah satu dari mereka untuk
mencantumkan ketidakikutsertaan mitra lainnya, namun demikian terhadap
kesamaan kerja bukanlah syarat utama. Dibolehkan seorang mitra
melaksanakan porsi pekerjaan yang lebih besar dan banyak dibandingkan
dengan mitra lainnya, sehingga dalam hal ini mitra tersebut dapat
mensyaratkan bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
3. Sighat
a. Berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan;
b. Akad dianggap sah jika diucapkan secara verbal, atau dilakukan secara tertulis
dan disaksikan.
Jenis-Jenis Musyarakah :
1. Syirkah Kepemilikan (Amlak), syirkah yang terjadi karena warisan, wasiat
atau faktor lainnya yang mengakibatkan pemilikan asset oleh dua orang atau
lebih, serta berbagi dalam kepemilikan aset riil tersebut atas keuntungan yang
dihasilkan daripadanya
65
2. Syirkah Akad/ Kontrak (Uqud), syirkah yang terjadi karena kesepakatan dua
orang mitra atau lebih yang bekerjasama dalam permodalan, kerja, dan atau
keahlian serta berbagi keuntungan dan kerugian dari kemitraan tersebut.
Syirkah Akad/ Kontrak ini memiliki berbagai jenis dan variasi, yakni :
- Al-Inan, syirkah yang dibentuk oleh beberapa orang mitra dalam suatu
perniagaan, setiap mitra memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana
dan berpartisipasi dalam kerja. Para mitra berbagai keuntungan dan atau
kerugian yang diperoleh berdasarkan kesepakatan, tetapi tidak disaratkan
sama, baik dalam porsi dana maupun kerja atau bagi hasil. Bentuk
syirkah ini paling banyak diimplementasikan karena lebih mudah dan
praktis karena tidak mensyaratkan persamaan modal , pekerjaan dan
pembagian bagi hasil;
- Mufawadha (sama-sama), bentuk perniagaan dari beberapa orang mitra
yang menyetorkan jumlah modal, beban pekerjaan/ kerja, dan tanggung-
jawab serta keuntungan dan atau kerugian yang seluruhnya dilakukan
secara sama. Dalam syrikah ini setiap mitra memilik hak dan kewajiban
yang sama dan tidak diperkenankan salah satu mitra memiliki modal dan
keuntungan yang lebih besar dari mitra lainnya;
- A‟maal (Abdan), syirkah yang dibentuk oleh beberapa orang mitra yang
bermodalkan profesi dan keahlian masing-masing . profesi dan keahlian
ini bisa sama dan bisa juga berbeda. Berdasarkan profesi mereka masing-
masing bersepakat untuk melakukan perniagaan, misalnya menyewa
suatu tempat untuk melakukan perniagaan, dan jika memperoleh
keuntungan akan dibagi menurut kesepakatan mereka masing- masing;
- Wujuh, syirkah yang dibentuk tanpa modal dari para mitra. Modal
dibentuk dari reputasi nama baik para mitra karena kepribadiannya dan
kejujurannya diantara mereka didalam melakukan suatu perniagaan.
66
membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai mitra mengembalikan dana
tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati bersama.
Fitur Pembiayaan Investasi:
1. Berdasarkan prinsip syariah dengan akad murabahah atau ijarah sesuai
dengan spesifikasi kebutuhan investasi;
2. Dapat digunakan untuk pembelian atau penyewaan tempat usaha, peralatan
investasi (mesin, kendaraan, alat berat, dll), dan pembangunan;
3. Jangka waktu pembiayaan hingga 5 tahun;
4. Plafond mulai Rp 100 juta;
5. Untuk Nasabah perorangan akan dilindungi oleh asuransi jiwa sehingga
pembiayaan akan dilunasi oleh perusahaan asuransi apabila Anda meninggal
dunia;
6. Pelunasan sebelum jatuh tempo tidak dikenakan denda.
67
5. Data-data pengurus perusahaan;
6. Laporan keuangan 2 tahun terakhir;
7. Fotocopy mutasi rekening buku tabungan/statement giro 6 bulan terakhir;
8. Bukti legalitas jaminan (SHM/SHGB/BPKB/ bilyet deposito/dll);
9. Daftar kebutuhan dan bukti penawaran atas pengadaan rencana investasi yang
diajukan.
----0000----
68
BAB 7
MANAJEMEN PEMBIAYAAN
KONSUMTIF
Pendahuluan
69
fleksibel; bentuk agunan (jaminan) yang fleksibel dan jaminan non traditional.
Secara umum pembiayaan yang dilakukan Perbankan Syariah hanya diberikan
kepada nasabah pengelola dana yang telah memiliki usaha yang baru akan didirikan.
Jenis pembiayaan konsumen berdasarkan kepemilikannya:
1. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari
pemasok;
2. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha dengan
pemasok;
3. Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan
dengan pemasok.
70
3. Pembiayaan Konsumtif Akad Ijarah
Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan, pada mulanya bukan
merupakan bentuk pembiayaan, tetapi merupakan aktivitas usaha seperti jual
beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli aset dapat
mendatangi pemilik dana untuk membiayai pembelian aset produktif. Pemilik
dana kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian menyewakannya
kepada yang membutuhkan aset tersebut.
4. Pembiayaan Konsumen Akad Istishna’
Di aplikasikan dalam bentuk pembiayaan manufaktur, industri kecil-menengah
dan konstruksi. Dalam pelaksanaannya pembiayaan istishna dapat dilakukan
dengan dua cara, yakni pihak produsen ditentukan oleh bank atau pihak
produsen ditentukan oleh nasabah. Pelaksanaan salah satu dari kedua cara
tersebut harus ditentukan dimuka dalam akad berdasarkan persetujuan kedua
belah pihak.
5. Pembiayaan Konsumtif Akad Qard + Ijarah
Qardh merupakan pinjaman kebajikan tanpa imbalan, biasanya untuk pembelian
barang – barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran dan
jumlahnya. Objek dari pinjaman qardh adalah uang atau alat tukar lainnya yang
merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam
mendapatkan uang tunai dari pemilik dana dan hanya wajib mengembalikan
pokok utang pada waktu tertentu di masa yang akan datang. Peminjam atas
prakarsa sendiri dapat mengembalikan lebih besar sebagai ucapan terima kasih.
Pinjaman qardh biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai
fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah mengalami over-draft. Fasilitas ini
dapat merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain untuk memudahkan
nasabah bertransaksi.
71
keduanya terletak pada cara pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah
pembiayaan ditunaikan setelah berlangsungnya akad, sedangkan pada
pembiayaan bai‟ bi tsaman ajil cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima
barang mampu memperlihatkan hasil usahanya.
3. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMBT) atau sewa beli.
Merupakan akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan.
Perpindahan kepemilikan dapat melalui cara:
- Hibah;
- Penjualan sebelum akad berakhir sebesar sisa cicilan sewa atau harga yang
disepakati;
- Penjualan pada akhir masa ijarah dengan harga tertentu sebagai referensi
yang disepakati dalam akad;
- Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
Dengan demikian ada jenis IMBT yaitu:
a. IMBT dengan janji menghibahkan barang di akhir periode sewa (IMBT with
a promise to hibah)
b. IMBT dengan janji menjual barang pada akhir periode sewa (IMBT with a
promise to sell)
4. Al-musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation
Sesuai dengan fatwa DSN MUI di tahun 2008, musyarakah mutanaqisah adalah
musyarakah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak
berkurang disebabkan oleh pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.
Dengan demikian diakhir akad maka salah satu pihak (yaitu nasabah) yang akan
memperoleh kepemilikan terhadap suatu aset atau modal. Dalam akad ini bank
syariah wajib berjanji akan menjual aset yang disepakati secara bertahap dan
nasabah wajib membelinya. Hybrid contrct pada musyarakah muntanaqhisah ini
mengandung banyak akad diantaranya adalah syirkah inan, ba‟i dan ijarah.
Seharusnya dalam akad musyarakah muntanaqhisah ini nasabah hanya
membayar cicilan pokok selama pengalihan kepemilikan. Namun karena
nasabah menggunakan aset tersebut maka ada akad ijarah di sana, dimana bank
menyewakan bagian kepemilikannya kepada nasabah. Dari akad ijarah ini maka
bank mendapatkan pendapatan sewa yang dibagi sesuai dengan porsi
kepemilikan. Porsi bank masuk sebagai pendapatan untuk bank, sedangkan
72
bagian pendapatan sewa nasabah akan digunakan untuk membeli kepemilikan
aset dari bank. Aset musyarakah muntanaqhisah juga dapat disewakan ke pihak
ke tiga atas kesepakatan pihak bank dan nasabah. Pendapatan sewa akan dibagi
berdasarkan porsi kepemilikan aset. Sehingga dalam akad ini tidak terjadi double
pricing karena saat pengalihan kepemilikan aset tidak ada margin yang
ditambahkan dalam aset. Pendapatan bank murni hanya dari ujrah saja.
4. Ar-rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.
Untuk membantu nasabah dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Terutama
untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang
mendesak. Rahn sebagai produk pinjaman, berarti bank hanya memperoleh
imbalan atas penyimpanan, pemeliharaan, asuransi dan administrasi barang yang
digadaikan.
Akad rahn digunakan dalam bank syariah dalam dua hal berikut:
a. Sebagai produk pelengkap
Rahn digunakan sebagai produk pelengkap yaitu sebagai akad
tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan ba‟i al murabahah. Bank syariah dapat menahan barang
nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
b. Sebagai produk tersendiri
73
2. Jika untuk pembelian barang tersebut berbentuk ready stock atau goods in
process. Apabila ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan
murabahah. Namun, jika berbentuk goods in process, yang harus dilihat
berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu
di bawah 6 bulan atau lebih. Apabila dibawah 6 bulan, pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut memerlukan
waktu lebih dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah istishna‟;
3. Jika pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah
di bidang jasa, pembiayaan yang diberikan adalah ijarah.
74
Contoh dokumen umum yang perlu dilengkapi:
1. Form pengajuan pembiayaan yang ditandatangani nasabah dan pasangan
2. Copy KTP suami & istri
3. Copy surat nikah
4. Copy kartu keluarga
5. Copy NPWP dan SPT tahunan terakhir
Untuk karyawan:
1. Copy SK pengangkatan pegawai
2. Copy semua buku rekening tabungan mutasi enam bulan terakhir
3. Slip gaji tiga bulan terakhir
4. Surat keterangan (rekomendasi) dari perusahaan
Untuk wiraswasta:
1. Laporan penjualan dan keuntungan selama 2 tahun terakhir
2. Izin – izin usaha
Persyaratan lainnya tergantung pada bank yang mengeluarkan pembiayaan tersebut.
-ooo-
75
76
BAB 8
MANAJEMEN PEMBIAYAAN MODAL
KERJA
Pendahuluan
77
adalah produk pembiayaan yang bertujuan untuk membantu kebutuhan modal kerja
bagi usaha yang produktif sehingga menjamin kelancaran operasional dan rencana
pengembangan usaha. Jangka waktu pembiayaan modal kerja syariah maksimul 1
tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Perpanjangan fasilitas
pembiayaan modal kerja syariah dilakukan atas dasar hasil analisis terhadap debitur
dan fasilitas pembiayaan secara kesuluruhan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan analisis pemberian pembiayaan antara lain adalah jenis usaha, skala
usaha, tingkat kesulitan usaha yang dijalankan dan karakter transaksi dalam
sektor usaha yang akan dibiayai.
78
biasanya penyediaan barang dagangan, pemenuhan bahan baku dan modal kerja
lainnya.
Badan
Keterangan Perorangan
Usaha
Identitas diri dan pasangan - v
Kartu keluarga dan surat
- v
nikah
Copy rekening bank 3
v v
bulan terakhir
Akte pendirian usaha v -
Identitas pengurus v -
Legalitas usaha v v
Laporan keuangan 2 tahun
v v
terakhir
Past performance 2 tahun
v v
terakhir
Rencana usaha 12 bulan
v v
yang akan datang
Data obyek pembiayaan v v
79
Skema Kerjasama Pembiayaan Modal Kerja Mudharabah
KEUNTUNGAN
BAGI HASIL
Nisbah x% SESUAI NISBAH nisbah x%
MODAL
80
Pembiayaan ini juga dapat diberikan kepada nasabah yang hanya
membutuhkan dana untuk pengadaan bahan baku dan bahan penolong. Sementara
itu, biaya proses produksi dan penjualan, seperti upah tenaga kerja, biaya
pengepakan, biaya distribusi, serta biaya-biaya lainnya, dapat ditutup dalam jangka
waktu sesuai dengan lamanya perputaran modal kerja tersebut, yaitu dari pengadaan
persediaan bahan baku sampai terjualnya hasil produksi dan hasil penjualan diterima
dalam bentuk tunai (cash).
SUPLIYER
Beli barang kirim
81
membuat suatu barang sesuai pesanan, sedangkan pembayarannya dapat dilakukan
diawal, ditengah atau diakhir pesanan. Biasanya digunakan untuk pembiayaan
pembangunan gedung, pembiayaan untuk proses produksi sampai menghasilkan
barang jadi, bank dapat memberikan fasilitas bai‟ al-istishna‟. Melalui fasilitas ini,
bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak
biasanya sebesar biaya produksi dtambah keuntungan bagi produsen, tetapi lebih
rendah dari harga jual dan dengan pembayaran dimuka secara bertahap, sesuai
dengan tahap-tahap proses produksi. Setiap selesai satu tahap, bank meneliti
spesifikasi dan kualitas work in process tersebut, kemudian melakukan pembayaran
untuk proses tahap berikutnya, sampai tahap akhir dari proses produksi tersebut
hingga berupa bahan jadi. Dengan demikian, kewajiban dan tanggung jawab
pengusaha adalah keberhasilan proses produksi tersebut sampai menghasilkan barang
jadi sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang telah diperjanjikan. Bila produksi
gagal, pengusaha berkewajiban menggantinya, apakah dengan cara memproduksi
lagi ataupun dengan cara membeli dari pihak lain.
Setelah barang selesai, produk ersebut statusnya menjadi milik bank. Tentu
saja bank tidak termasuk membeli barang itu untuk dimiliki, melainkan untuk
segera dijual kembali dengan mengambil keuntungan. Pada saat yang kurang lebih
bersamaan dengan proses pemberian fasilitas bai‟ al-istishna‟ tersebut, bank juga
telah mencari potential purchaser dari produk yang dipesan oleh bank tersebut.
Dalam praktiknya, potential buyer tersebut telah diproduksi nasabah. Kombinasi
pembelian dari nasabah produsen dan penjualan kepada pihak pembeli itu
menghasilkan skema pembiayaan berupa istishna‟ parallel atau istishna‟ wal-
murabahah, dan bila hasil produksi tersebut disewakan, skemanya menjadi istishna‟
wal-ijarah. Bank memperoleh keuntungan dari selisih harga beli ( istishna‟ ) dengan
harga jual ( murabahah ) atau dari hasil sewa ( ijarah ).
82
Ketentuan Dan Objek pembiayaan modal kerja Istishna
- Pembiayaan istishna menggunakan fatwa DSN no. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang
jual beli istishna dan no 22/DSN-MUI/II/2002 tentang istishna paralel.
- Istishna merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan yang disepakati antara pemesan
(pembeli atau mustashni ) dengan penjual ( pembuat barang atau shani‟).
- Istishna pararel merupakan suatu bentuk akad istishna antara pemesan ( pembeli
atau mustashni) dengan penjual (pembuat atau shani‟) kemudian untuk memenuhi
kewajibannya kepada mustashni, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani‟.
- Pembiayaan modal kerja istishna merupakan pembiayaan produktif untuk
memenuhi kebutuhan barang produksi yang dilakukan dengan cara pemesanan
secara syari‟ah sesuai dengan kemampuan masing-masing nasabah dengan akad
istishna.
83
6. Pada dasarnya akad istishna tidak dapat dibatalkan kecuali kedua belah pihak
setuju untuk menghentikannya, dan akad dibatalkan demi hukum karena timbul
kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad;
7. Nasabah pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual (
bank) atas jumlah yang telah dibayarkan dan penyerahan barang pesanan
sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu;
8. Penjual (bank) mempunyai hak untuk memperoleh jaminan atas harga yang
disepakati dan akan dibayar tepat waktu, pemindahan hak akan dilakukan saat
penyerahan sebesar jumlah yang disepakati;
9. Pembeli (nasabah) tidak boleh menjual barang atau meukarnya sebelum
menerimanya;
10. Bank tidak dapat meminta tambahan harga apabila nasabah menerima barang
dengan kualitas lebih tinggi kecuali terdapat kesepakatan;
11. Bank tidak diharuskan memberi potongan harga (discount) apabila nasabah
menerima barang dengan kualitas rendah kecuali terdapat kesepakatan;
12. Pendapatan istishna adalah total harga yang disepakati dala akad termasuk
margin keuntungan. Margin adalah selisih penjualan dengan harga pokok
istishna;
13. Pendaptan istishna diakui dengan menggunakan metode prosentase
penyelesaian.
84
b. milik sah si penjual atau bank
c. Tidak termasuk sebagai objek yang diharamkan sebagai objek jual beli
d. Harus sesuai dengan pernyataan penjual.
- Harga dan Keuntungan:
a. Harga jual bank adalah harga perolehan ditambah harga keuntungan.
b. Keuntungan yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah.
c. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.
d. Sistem pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama.
- Bank dapat meminta agunan tambahan atas fasilitas yang diberikan.
- Dokumen pendukung:
a. Surat keputusan pembiayaan.
b. Surat keterangan atau call memo bahwa bank telah membeli atau
memesan barang dari suplier. Jika jual beli diwakilkan harus ada akad
wakalah. Dan surat pernyataan dari penerima kuasa membeli atau
memesan barang.
c. Akad istishna antar bank dengan pembeli atau nasabah.
d. Perjanjian pengikatan agunan.
e. Surat permohonan realisasi istishna.
f. Tanda terima uang.
g. Tanda terima barang.
h. Polis asuransi.
negosiasi pesanan
BANK SYARIAH NASABAH BANK
jual barang
membeli barang
PENGUSAHA/
PEMBUAT BARANG
85
Alur transaksi sama dengan proses permohonan modal kerja:
1. Nasabah membutuhkan barang produktif untuk modal kerja secara pesanan
dengan mengajukan permohonan bank syariah untuk pembiayaan istishna.
2. Setelah semua persyaratan dipenuhi maka bank membeli atau memesan barang
yang dibutuhkan oleh nasabah kepada suplier atau produsen atau kontraktor.
3. Setelah tercapai kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah mengenai jenis
barang yang dipesan, tarif, dan jangka waktu, maka dilakukan penandatanganan
akad istishna. setelah selesai proses, bank syariah menyerahkan barang kepada
nasabah.
4. Nasabah mengangsur pembiayaan kepada bank syariah sesuai kesepakatan akad.
1. Maksimum Pembiayaan
Maksimum pembiayaan sebesar 80 % dari harga barang dan self financing
disesuaikan dengan jenis pembiayaan masing- masing.
2. Jangka Waktu
- Jangka waktu pembiayaan harus dibedakan antara jangka waktu pada saat masa
pembuatan atau pemesanan atau pembangunan dengan jangka waktu pada saat
penyerahan barang sampai dengan jangka waktu berakhirnya akad yang
disesuaikan dengan jenis pembiayaan masing- masing.
- Jangka waktu masa pembuatan atau pemesanan atau pembangunan disesuaikan
dengan kondisi atau jenis barang yang dipesan yaitu maksimal 2 tahun.
3. Penetapan Angsuran
Penetapan angsuran pembiayaan istishna ditentukan oleh jangka waktu dan
margin saat pembuatan atau pemesanan atau pembangunan serta nilai tunai dan
margin saat penyerahan barang serta jangka waktu pada saat penyerahan barang
sampai dengan jangka waktu berakhirnya akad istishna.
Contoh:
Developer membangun rumah senila Rp. 500.000.000,- sesuai dengan pesanan
dan spesifikasi teknis khusus. Nasabah tidak mempunyai kemampuan membayar
sekaligus, namun nasabah sanggup membayar uang muka sebesar 20% dan
sisanya secara angsuran sampai jangka waktu 10 tahun depan. Dengan tarif
86
istishna 9 % flat pertahun. Untuk membangun rumah diperlukan waktu 12 bulan.
Maka perhitungannya sebagai berikut:
5. Agunan Pembiayaan
Mengacu kepada ketentuan jenis pembiayaan masing-masing barang yang di
pesan nasabah sebagai agunan pokok, namun apabila diperlukan dengan
pertimbangan resiko selama masa pembangunan, nilai agunan harus
mengcover fasilitas yang dicairkan. Dan apabila tidak mencukupi bank bank
dapat meminta tambahan agunan. Pengikatan agunan agar berpedoman kepada
buku pedoman pembiayaan kecil syariah.
87
6. Asuransi
Asuransi kerugian pada pembiayaan produktif ditutup asuransi kerugian pada
perusahaan asuransi syariah yang ditunjuk
Fasilitas pembiayaan modal kerja untuk pembelian barang yang masih dipesan
terlebih dahulu, dengan pembayaran tunai di awal, dan barang di akhir. Nasabah
memesan barang ke bank kemudian bank membayar tunai kepada produsen barang
tersebut kemudian nasabah membayar ke bank secara angsuran. Contoh skim
pembiayaan ini adalah : pembangunan gedung, membuat furniture, pembelian hasil
pertanian.
Untuk produksi yang prosesnya tidak dapat diikuti, seperti produksi
pertanian, bank dapat memberikan fasilitas bai‟ as-salam. Melalui fasilitas ini, bank
melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran dimuka secara
sekaligus dan nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut pada tanggal yang
disepakati dalam kontrak. Pada waktu yang beramaan, bank dapat mencari pembeli
atas produk tersebut. Kombinasi ini disebut salam parallel. Bila produksi itu
dilakukan secara terus-menerus dan perputaran modal kerja tersebut telah sedemikian
secepatnya sehingga nasabah memerlukan pembiayaan modal kerja secara evergreen,
skema pembiayaan yang paling tepat adalah al-mudharabah.
88
Skema pembiayaan modal kerja – Salam
negosiasi pesanan
BANK SYARIAH dengan pesanan NASABAH BANK
bayar
PENGUSAHA/
PEMBUAT
BARANG
89
dalam sewa beli di masa akhir penyewaan, nasabah memperoleh kesempatan untuk
memiliki barang modal yang bersangkutan.
Skema Pembiayaan Modal Kerja – Ijarah
sewa
SUPLIER OBYEK SEWA NASABAH BANK
Pesan
obyek sewa BANK
SYARIAH
90
4. Karakter transaksi dalam sector usaha yang akan di biayai. Dalam hal ini yang
harus ditelaah adalah:
- Bagaimana system pembayaran pembelian bahan baku ?
- Bagaimana system penjualan hasil produksi, tunai atau cicilan ?
-ooo-
BAB 9
91
ADMINISTRASI DAN PROSES
PEMBIAYAAN
Pendahuluan
92
Dalam arti luas, pengertian administrasi pembiayaan meliputi kegiatan berupa
pengumpulan informasi, penyajian data-data, pencatatan, penguasaan dokumen yang
ada kaitannya dengan proses kegiatan pembiayaan oleh unit-unit kerja terkait dalam
penyelenggaraan pengelolaan portofolio pembiayaan yang sehat. Feedback dari
proses administrasi ini adalah output berupa sistem informasi yang memberikan
manfaat dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen perusahaan yang sehat.
Administrasi pembiayaan adalah penting dalam segala aspek pembiayaan kegiatan,
karena dapat meminimalisasi salah pengertian dan sekaligus memisahkan
administrasi pembiayaan dari aspek marketing, aspek produksi atau operasional dan
aspek financial bank.
Tersedianya sumber daya manusia, sistem dan prosedur dalam kegiatan administrasi
pembiayaan belum mampu menjamin tersedianya informasi dan tersajinya informasi
mengenai pembiayaan yang lengkap, akurat, dan up to date. Untuk itu, dibutuhkan
peralatan yang mendukung kelancaran jalannya administrasi pembiayaan, seperti
93
sumber informasi (credit file), standar form, computer plus software, telex atau
telephone, fotocopy, filling cabinet, ruang penyimpanan dan lain sebagainya.
94
c. Financial Documents
Semua kegiatan yang berkaitan dengan fasilitas pembiayaan ini harus dibuat
rekamannya agar posisi perusahaan lebih kuat dan mampu mengantisipasi
keadaan mendatang.
d. Financial disbursement
Setelah mempersiapkan dokumen secara lengkap, maka fasilitas pembiayaan yang
telah disetujui digunakan oleh debitur sesuai dengan jadwal penggunaanya. Ada
tiga syarat mutlak agar fasilitas pembiayaan itu secara riil mampu meningkatkan
taraf hidup nasabah yaitu:
1) Aman
2) Terarah
3) Productive.
e. Pengelolaan pembiayaan.
Portofolio pembiayaan dapat dibagi kedalam kelompok-kelompok, tetapi secara
umum terdiri dari individual loan portofolio, branchloan portofolio, dan loan
portofolio.
95
atau macet. Pelaksanaan dokumen pembiayaan yang baik banyak membantu bank
syariah dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan pembiayaan itu
sendiri.
Financial file yang baik minimal harus memenuhi beberapa persyaratan pokok,
sebagai berikut:
a. Berkas harus lengkap dalam arti syarat catatan dan dokumen yang terkait
dengan proses kegiatan pembiayaan dan sesuai dengan sistem dan prosedur
pembiayaan.
b. Berkas harus sistematis, dalam arti mudah diperoleh dan memberikan
informasi yang dibutuhkan setiap waktu.
c. Berkas harus akurat dan up to date, dalam arti mampu memberikan informasi
yang sesuai dengan perkembangan keadaan.
d. Berkas harus disimpan di tempat yang hemat ruangan, serta kerahasiaan dan
keamanannya terjamin.
96
Keterangan:
1. Proses Pengajuan & Pemeriksaan Dokumen Legalitas :
Nasabah mengisi formulir dan melengkapi persyaratan permohonan pembiayaan,
persyaratan tersebut adalah : (contoh persyaratan)
2. Pre screening
Langkah ini bisa didapat dari info BI Checking, lama usaha & karakter Nasabah,
pengecekan SID, AO mengisi identitas calon nasabah di form Internal Memo
kemudian diserahkan kepada bagian operasional (SID). Jika history lancar
diteruskan proses, namun jika terdapat kolektibiltas 2 s/d 5, maka perlu dilakukan
klarifikasi kepada nasabah penyebab adanya kolektibilitas 2 s/d 5, jika karena
kartu kredit masih bisa diteruskan dengan catatan ada bukti lunas. Apabila hasil
SID sudah selesai kemudian permohonan pembiayaan tersebut dikembalikan ke
Kabag Marketing untuk didistribusikan ke AO.
97
3. Verifikasi Data
Setelah AO terima berkas permohonan pembiayaan tersebut selanjutnya
melakukan Verifikasi. Tujuan verifikasi untuk menjamin atau meyakini kebenaran
atau keakuratan data atau informasi yang dikumpulkan guna bahan analisa
pembiayaan .
- Siapkan data pertanyaan standar, tanyakan kepada calon atau nasabah saat
pertemuan pertama;
- Buat checklist persayaratan administrasi yang harus dilengkapi selengkap
mungkin;
- Setelah persyaratan administrasi lengkap dan benar lakukan on the spot dan
ulangi pertanyaan pada point satu pada saat kunjungan tersebut;
- Pergunakan sumber data dan informasi dari pihak ketiga (kunjungan setempat,
telepon, perpustakaan, publikasi, majalah, surat kabar dan media lainnya.
- BI Cheking
- Chek perijinan perusahaan
- Lakukan kunjungan ke lokasi usaha
- Mintakan komfirmasi ke pada relasi
- Periksa rekening Koran atau tabungan 3 bln terakhir
- Periksa laporan keuangan
- Periksa kondisi jaminan
98
- Partner bisnis : dikenal baik oleh pengusaha sejenis, komentar dari
pengusaha sejenis baik, tidak terlibat politik, tidak sering berganti-ganti usaha
dalam waktu yang cukup lama.
4. Analisa Pembiayaan
Langkah selanjutnya AO melakukan analisa dan Survey, Usaha, Jaminan, Tempat
Tinggal dan langsung dibuatkan taksasi jaminannya
99
Prinsip Analisis Pembiayaan, didasarkan pada rumus 5 C, yaitu:
100
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1 C, yaitu constraint artinya
hambatan - hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.
Analisa terdiri dari :
a. Analisa Bisnis (kualitatif)
b. Analisa Kuantitatif ( Keuangan )
- Aspek umum (kualitas hubungan dengan bank yang di dapat dari informasi
bank, rekening koran, riwayat pembiayaan)
- Aspek legalitas (legalitas pengajuan pembiayaan atau wewenang untuk
bertindak, legalitas badan hukum atau pendirian perusahaan, legalitas ijin
usaha pemohon)
- Aspek manajemen (meliputi analisa kepribadian atau karakter pengurus
perusahaan dan analisa gaya manajemen atau kinerja usaha)
- Aspek pemasaran (meliputi daerah pemasaran, distribusi, pelanggan,
competitor)
- Aspek teknis dan produksi (meliputi gambaran singkat usaha, lokasi produksi,
proses produksi, bangunan, mesin dan peralatan, produk, bahan baku, dan
sarana pendukung)
101
- Analisa rasio (ikhtisar keuangan).
- Analisa perbandingan pernyataan rugi/laba
- Analisa perbandingan neraca
- Analisa rekonsiliasi modal
- Analisa rekonsiliasi harta tetap
- Analisa pernyataan pengadaan kas
- Proyeksi arus kas.
b. Ratio Keuangan
Ratio keuangan dan trend perubahannya harus diinterprestasikan dan dianalisa :
- Sebab-sebab perubahannya.
- Alasan-alasan yang mendasari perubahan tersebut
- Pengaruhnya terhadap potensi keuangan yang akan datang
- Bila perlu disertai dengan verifikasi ulang pada nasabah/pihak ketiga
c. Analisa Rekonsiliasi
Analisa rekonsiliasi terhadap laporan keuangan juga harus dilakukan untuk
mengetahui :
- Apakah saldo akhir modal sama dengan modal pada neraca ?
- Apakah ada penggunaan laba yang tidak diutarakan nasabah dalam laporan
keuangannya ?
- Apakah pembelian harta tetap sesuai dengan data yang diberikan oleh nasabah.
Bila perlu disertai dengan verifikasi/konfirmasi ulang pada nasabah atau pihak
ketiga ?
d. Analisa Pernyataan Pengadaan Kas
Analisa pernyataan pengadaan kas ( cash generation statement ) atas laporan
keuangan juga harus dilakukan atau dibuat untuk mengetahui :
- Apakah saldo hasil operasi bersih (Net Operating Generation) deficit
(kekurangan kas ) atau surplus (kelebihan kas) ?
- Jika deficit, kemukakan dari mana sumber kas untuk menutupinya.
- Jika surplus, kemukakan hasil pengadaan kas untuk membiayai apa saja.
- Pengaruhnya terhadap struktur dan potensi keuangan pada masa-masa yang
akan datang.
102
e. Analisa Rasio keuangan ( Ikhtisar Keuangan ) Ratio - Ratio pada Analisa
Laporan Keuangan terdiri dari :
1. Ratio - Ratio Pertumbuhan, yaitu:
- Ratio Pertumbuhan Penjualan
- Ratio Pertumbuhan Asset
- Ratio Pertumbuhan Laba Bersih
2. Ratio – ratio Operasional, yaitu:
- Net Profit Margin (NPM), yaitu tingkat keuntungan bersih yang
diperoleh dari bisnis setelah dikurangi biaya - biaya.
103
- Current Ratio, yaitu ratio yang menunjukkan sejauh mana kewajiban
lancar (current liabililities) di jamin Pembayarannya oleh aktiva lancar
(current asset ).
- Cash Ratio, yaitu ratio yang mengukur jaminan yang diberikan oleh pos
“ tunai “ dan “ surat- surat berharga “ terhadap
Kas + Surat Berharga
CASH RATIO = Kewajiban lancar x 1 kali
Kewajiban Lancar
Semakin besar cash ratio, semakin baik.
Proses analisa keuangan dilakukan dengan cara analisa vertical dan analisa
horizontal
104
ataupun konsumtif dengan syarat nasabah memiliki usaha atau pekerjaan
dengan sumber pengembalian yang pasti/tetap. Pembiayaan diberikan dengan
dasar atau prinsip jual beli, dimana bank syariah akan membelikan barang
kebutuhan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai
kesepakatan kedua belah pihak dan jangka waktu serta mekanisme
pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah
b. Al-Musyarakah, pembiayaan dari bank syariah yang diberikan kepada ummat
yang memiliki proyek atau usaha jangka pendek atau panjang yang potensial
didukung pengalaman usaha & keahlian yang cukup matang di bidang tersebut
namun mengalami kekurangan modal atau dana untuk menjalankan proyek
atau usaha tersebut, baik untuk kebutuhan modal kerja maupun investasi.
Pembiayaan tersebut bersifat penyertaan modal oleh bank syariah kepada
ummat sebagai mitra usaha dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan dasar atau sistem bagi hasil atas perolehan keuntungan
atau pendapatan dari usaha atau proyek yang didanai bersama tersebut, dengan
porsi bagi hasil sesuai kesepakatan kedua belah pihak dan bank syariah berhak
untuk melakukan pemeriksaan/pengawasan atas jalannya usaha/proyek bahkan
turut serta dalam menjalankan usaha/proyek tersebut.
Setelah dilakukan verifikasi dan analisa, jika permohonan pembiayaan tersebut
layak untuk di fasilitasi pembiayaan maka AO langsung membuatkan UP (
usulan pembiayaan ) yang diajukan kepada komite pembiayaan.
6. Proses Persetujuan
Pengajuan usulan pembiayaan kepada Komite Pembiayaan harus dilampiri dengan
kelengkapan berkas pembiayaan yang berisi Usulan Pembiayaan, SID, hasil
105
taksasi, dokumentasi jaminan, usaha dan tempat tinggal. Setelah komite
pembiayaan menyetujui kemudian berkas tersebut diserahkan ke admin
pembiayaan untuk dibuatkan CIB nya. AO juga segera konfirmasi ke Customer
Service dengan memberikan Foto kopi KTP nasabah (suami & istri) untuk
dibuatkan rekening tabungan. Kemudian AO membuat Memo Internal untuk
pengajuan penyiapan dana yang ditandatangani Direktur Operasional, kemudian
memo internal tersebut diserahkan kepada Kabag Operasional.
7. Proses Persetujuan
Berkas dari bagian admin marketing lalu diserahkan ke bagian legal untuk
dibuatkan akad. Setelah akad selesai berkas permohonan diserahkan kepada kabid
Marketing untuk proses approved di system. Selanjutnya nasabah sudah bisa
mengambil dananya di kasir.
-ooo-
106
BAB 10
PERHITUNGAN BAGI HASIL
Pendahuluan
Bagi hasil merupakan karakteristik penting bagi bank syariah, sehingga dalam
mekanisme operasionalnya bank syariah menggunakan prinsip- prinsip yang sesuai
dengan syariat Islam. Prinsip Bagi Hasil atau Profit Sharing merupakan instrumen
penting yang membedakan operasional bank syariah dengan bank- bank
konvensional. Sehingga dalam perhitungannya juga jauh berbeda dengan perhitungan
bunga yang digunakan sebagai landasan bagi bank- bank konvensional.
107
Aplikasi Perhitungan Bagi Hasil pada Al Mudharabah di Bank Syariah
Berdasarkan prinsip ini bank syariah akan berfungsi sebagai mitra baik
dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan
penabung bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola) sementara penabung
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal). Antara penabung dan bank
syariah diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan
masing- masing. Sedangkan dengan pengusaha, bank syariah akan bertindak sebagai
shahibul maal (penyandang dana baik yang berasal dari tabungan, deposito, giro
ataupun dari dana bank syariah sendiri). Sehingga pengusaha dalam hal ini bertindak
sebagai pengelola (mudharib).
108
- Besar kecilnya nisbah juga dapat berubah- ubah, misalnya untuk
deposito 1 bulan, 3 bulan dan 12 bulan.
- Besar kecilnya nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan
account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
Contoh kasus:
Jumlah pendapatan bank syariah dari bagi hasil pembiayaan adalah Rp.
2.000.000.000,- dalam satu bulan. Total dana masyarakat yang dikelola adalah Rp.
50.000.000.000,-, maka pendapatan Rp.2.000.000.000,- ini yang dibagihasilakan
antara nasabah dengan bank syariah. Apabila total pembiayaan yang diberikan adalah
109
55.000.000.000,- berarti ada modal bank syariah yang ikut disalurkan yaitu sebesar
Rp. 5.000.000.000,- sehingga pendapatan tersebut harus dibagi dulu dengan
perhitungan sebagai berikut:
a. Bank syariah = ( 5.000.000.000,- / 55.000.000.000,-) x 2.000.000.000,- =
0,181818
b. Yang dibagihasilkan dengan nasabah = (50.000.000.000 / 55.000.000.000) x
2.000.000.000,- = 1,8181818182
Contoh:
Perhitungan bagi hasil untuk pembiayaan dengan akad jual beli Murabahah
Tuan Amir mengajukan pembiayaan di bank syariah untuk pembelian sebuah
mobil merek XXX. Harga mobil sebesar Rp. 150.000.000,- Karena Tuan Amir
mengajukan pembiayaan dengan sistem angsuran sehingga bank syariah mengambil
marjin keuntungan sebesar Rp.3.000.000,-. Lamanya penyelesaian pembiayaan yang
disepakati 3 tahun atau 36 bulan. Dalam kasus ini pembiayaan yang ditanggung oleh
Tuan Amir adalah sebesar Rp.150.000.000 + Rp.3.000.000,- = Rp. 153.000.000,-
Jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh Tuan Amir selama 36 bulan adalah:
Jika dengan Murabahah:
Modal Pinjaman = Rp. 150.000.000,-
Marjin Keuntungan = Rp. 3.000.000,-
Waktu penyelesaian kredit = 36 bulan
Angsuran per bulan = Rp. 150.000.000,- + Rp. 3.000.000,- / 36 bulan
= Rp.4.250.000 / bulan
Dimana angsuran Rp. 4.250.000 terdiri atas Rp. 4.166.666,67 (angsuran modal) dan
Rp.83.333,33 (angsuran marjin keuntungan)
110
Contoh kasus untuk Pembiayaan Bagi Hasil
Ny. Aminah mengajukan pembiayaan untuk modal kerja dagang sebesar Rp.
150.000.000,- selama satu tahun, dengan perbandingan nisbah bagi hasil antara
nasabah dengan bank 60% : 40%. Sehingga cara perhitungannya adalah sebagai
berikut:
Penyelesaian perhitungan bagi hasil pembiayaan Mudharabah
Bulan Laba usaha Nisbah bank Nisbah Cicilan pokok Total setoran
nasabah
40%
60%
1 8.000.000 3.200.000 4.800.000 3.200.000
2 9.000.000 3.600.000 5.400.000 3.600.000
3 9.500.000 3.800.000 5.700.000 3.800.000
4 8.000.000 3.200.000 4.800.000 3.200.000
5 6.000.000 2.400.000 3.600.000 2.400.000
6 5.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000
7 7.000.000 2.800.000 4.200.000 2.800.000
8 7.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000
9 8.500.000 3.400.000 5.100.000 3.400.000
10 8.500.000 3.400.000 5.100.000 3.400.000
11 9.000.000 3.600.000 5.400.000 3.600.000
12 9.500.000 3.800.000 5.700.000 150.000.000,- 3.800.000
Total 38.200.000 57.300.000 150.000.000,- 188.200.000
% dari 0,40 0,60
hasil
usaha
% dari 25,47 38,20
modal
Cara diatas merupakan pembagian keuntungan atas usaha yang dilakukan adalah
pengembalian modal yang digunakan diberikan pada akhir perjanjian, sehingga pada
akhir jangka waktu angsuran adalah sebesar modal pinjaman ditambah dengan bagi
hasil untuk bank.
Penentuan Nisbah Bagi Hasil
111
Nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang
melakukan transaksi. Dalam mekanismenya bank syariah untuk menentukan nisbah
bagi hasil harus memperhatikan beberapa aspek diantaranya:
a. Data usaha
b. Kemampuan mengangsur
c. Hasil usaha yang dijalankan
d. Nisbah pembiayaan serta distribusi pembagian hasil.
112
Metode Penentuan Profit Margin
1. Untuk Pembiayaan Jual beli
Metode penentuan profit margin ada empat yaitu:
a. Mark up Pricing
b. Target Return Pricing
c. Perceived Value Pricing
d. Value Pricing
Penjelasan:
Mark Up Pricing
Yaitu penentuan tingkat harga dengan me-markup biaya produksi
komoditas yang bersangkutan. Bank syariah dapat menerapkan metode ini
jika sumber pembiayaannya berasal dari restricted investment account atau
mudharabah muqayadah, karena dalam akad mudharabah muqayyadah
pemilik dana menuntut adanya kepastian hasil dari modal yang
diinvestasikan, dengan memperhatikan:
- Historical average cost, jika dana mudharabah muqayyadah
dilakukan dengan on balance sheet.
- Marginal cost of fund, jika dana mudharabah muqayyadah dilakukan
dengan off balance sheet.
- Pooled Marginal Cost of Fund, jika dana mudharabah muqayyadah
dilakukan dengan on balance sheet.
- Weighted Average Projected Cost, jika dana mudharabah
muqayyadah dilakukan dengan on balance sheet.
Target-return Pricing
Yaitu penentuan harga jual produk yang bertujuan mendapatkan tingkat
return atas modal yang diinvestasikan, sering disebut ROI ( return on
investment ). Dalam praktek bank syariah maka mekanisme operasional
pendapatan yang dihasilkan tentu berdasarkan akad yang digunakan. Ada
dua jenis akad yaitu natural certainty contract dan natural uncertainty
contract.
- Apabila pembiayaan menggunakan natural certainty contract, maka
metode yang digunakan adalah required profit rate ( rpr ) yaitu:
113
Rpr =n.v
Dimana: n = tingkat keuntungan dalam transaksi tunai.
V = jumlah transaski dalam satu periode
- Apabila pembiayaan menggunakan natural uncertainty contract, maka
metode yang digunakan adalah expected profit rate ( epr ).
Epr dihitung berdasarkan:
a. Tingkat keuntungan rata- rata pada industri sejenis
b. Pertumbuhan ekonomi
c. Dihitung dari nilai rpr yang berlaku di bank yang bersangkutan.
Nisbah bank = ( epr / expected return bisnis yang dibiayai ) x 100%
Aktual return bank = nisbah bank + aktual return bisnis
Perceived -Value Pricing
Yaitu penentuan harga dengan tidak menggunakan variabel harga sebagai
dasar harga jual. Contohnya seorang nasabah lebih suka menabung di bank
syariah C dibandingkan menabung dibank syariah D, walaupun nisbah bagi
hasilnya lebih besar di bank syariah D, hal ini didasarkan pada persepsi si
nasabah yang merasa puas dengan tingkat pelayanan yang di berikan bank
syariah C dibandingkan bank syaraiah D.
Value Pricing
Yaitu kebijakan harga yang kompetitif atas barang yang berkualitas tinggi.
114
Penentuan tingkat keuntungan berdasarkan jenis komoditas apakah
komoditas primer atau sekunder.
Dalam penentuan harga jual murabahah, bank syariah hanya boleh menjadikan suku
bunga sebagai rujukan atau pembanding semata dan tidak boleh digunakan sebagai
nilai penentu harga jual, sehingga harga jual murabahah seperti sikap untuk
mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa pembayaran cicilan.
Berikut adalah penentuan harga jual murabahah yang sesuai dengan cara rasulullah:
Catatan: Angka- angka yang digunakan untuk perhitungan dapat diambil dari
rencana kerja dan anggaran perusahaan.
Langkah berikutnya setelah harga jual bank dan margin diketahui maka
akan dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku (karena
115
bagaimanapun juga bank syariah berkompetisi dengan bank konvensional).
Dalam hal ini suku bunga hanya dijadikan pembanding, agar pembiayaan
murabahah kompetitif maka margin murabahah harus lebih kecil dari
suku bunga pinjaman di bank konvensional. Apabila masih terlalu besar
margin murabahahnya sebaiknya harus diperkecil dengan cara
memperkecil cost recovery dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Bank
syariah harus menurunkan tingkat keuntungan, apabila sudah diturnkan
sampai batas minimum namun ternyata marginnya masih lebih besar dari
suku bungan bank, maka langkah selanjutnya adalah dengan mengkoreksi
cost recovery, artinya efisiensi bank syariah yang bersangkutan rendah.
Efisiensi yang rendah dapat ditingkatkan dengan mengurangi biaya
operasional pada target volume pembiayaan yang sama. Selain itu efisiensi
juga dapat ditingkatkan dengan memperbesar target volume pembiayaan
pada biaya operasional yang sama dengan cara meningkatkan kualitas
SDM bank syariah.
Hasil perhitungan margin yang dicantumkan dalam kontrak murabahah
dinyatakan dalam angka nominal, bukan dalam bentuk persentase.
116
BAB 11
PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN
PEMBIAYAAN
Pendahuluan
Pemantauan dan pengawasan pembiayaan harus dilakukan oleh bank syariah agar
dapat mengurangi risiko pembiayaan bermasalah. Aktivitas pemantauan dan
pengawasan pembiayaan meliputi beberapa aspek dan tujuan yang tidak kalah
pentingnya. Dalam melaksanakan pemantauan dan pengawasan bank syariah
menerapkan fungsi pengawasan yang bersifat menyeluruh dengan mengandalkan tiga
prinsip utama yaitu: prinsip pencegahan dini, prinsip pengawasan melekat dan
prinsip pemeriksaan internal.
117
d. Memeriksa dan mencermati tanggal-tanggal jatuh tempo pembayaran yang
dijanjikan apakah terealisasi ato ada yang tidak terealisasikan.
e. Memeriksa buku pembantu dan semua berkas yang berkaitan dengan data
peminjaman
f. Memeriksa dan menandai di laporan agar dapat diantisipasi jika ada
kekeliruan yang lebih besar.
Monitoring lapangan
Monitoring lapangan harus dilakukan dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan
memantau efektivitas modal yang telah dimanfaatkan oleh peminjam. Dalam
monitoring lapangan hal- hal yang harus dilakukan adalah:
a. Membuat laporan kegiatan yang dilakukan oleh nasabah peminjam;
b. Membuat laporan realisasi kerja bulanan;
c. Membuat laporan stok atau persediaan barang;
d. Mambuat laporan kegiatan investasi bulanan;
e. Membuat laporan hutang;
f. Membuat laporan piutang;
g. Membuat neraca per bulan, triwulan dan semester;
h. Membuat laporan tingkat pengumpulan pendapatan;
i. Membuat laporan tingkat kemajuan usaha;
j. Membuat laporan tingkat efektifitas pemakaian dana.
118
- Laporan keuangan kurang lengkap;
- Nasabah kurang pandai dalam mengelola usaha;
- Manajemen yang kurang rapi;
- Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan / moral hazrad;
- Perencanaan yang tidak efektif;
- Lemahnya pengawasan dalam biaya dan pengeluaran;
- Kebijakan piutang yang kurang efektif;
- Permodalan yang tidak cukup.
b. Faktor eksternal
Yaitu faktor yang berada diluar kekuasaan manajemen perusahaan,
diantaranya:
- Bencana alam;
- Aspekpasar yang kurang mendukung;
- Menurunnya daya beli masyarakat;
- Kebijakan pemerintah yang berdampak langsung;
- Perubahan tekhnologi yang berdampak langsung.
Memperkecil
margin
keuntungan atau
bagi hasil
119
Menggali Potensi Peminjam
Bank syariah sebelum menentukan langkah yang perlu diambil dalam
menangani pembiayaan bermasalah, harus meneliti penyebab utama terjadinya
pembiayaan bermasalah. Setelah itu kewajiban bank syariah untuk memotivasi dan
ikut mengantisipasi terjadinya kemacetan. Bank syariah dapat melakukan tindakan
untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah tersebut hal ini sangat dipengaruhi
oleh berat ringannya masalah yang dihadapi oleh perusahaan nasabah. Alternatif
yang dapat ditempuh oleh bank syariah adalah sebagai berikut:
- Apabila pembiayaan tersebut masih dapat diharapkan dapat berjalan kembali
maka bank syariah dapat memberikan keringanan penundaan jadwal angsuran
( rescheduling )
- Apabila potensi usahanya masih baik tetapi butuh dana tambahan agar dapat
memperbaiki usahanya maka bank syariah dapat memberikan bantuan
tambahan dana.
- Apabila kondisi perusahaan sudah tidak dapat diperbaiki lagi maka bank
syariah dapat melakukan penghapusan piutang atau pembiayaan tersebut.
- Apabila penyebab kemacetan adalah faktor kelalaian, pelanggaran maka bank
syariah dapat meminta nasabah segera menyelesaikan pembiayaanya,
termasuk menyerahkan barang jaminan kepada bank syariah.
Penggolongan Pembiayaan
Berdasarkan SE BI No.26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993, kolektibilitas pembiayaan
dikategorikan dalam lima macam, yaitu:
- LANCAR atau kolektabilitas 1
- KURANG LANCAR atau kolektabilitas 2
- DIRAGUKAN atau kolektabilitas 3
- PERHATIAN KHUSUS atau kolektabilitas 4
- MACET atau kolektabilitas 5
LANCAR Pembiayaan digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pembiayaan dengan angsuran di luar pembiayaan pemilikan rumah
1. Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok, tunggakan bagi hasil atau
profit margin atau cerukan karena penarikan atau
2. Terdapat tunggakan angsuran pokok, tetapi:
120
- Belum melebihi 1 bulan, bagi pembiayaan yang ditetapkan masa
angsurannya kurang dari 1 bulan; atau
- Belum melebihi 3 bulan, bagi pembiayaan yang ditetapkan masa
angsurannya bulanan, dua bulanan atau tiga bulanan; atau
- Belum melampaui 6 bulan bagi pembiayaan yang masa
angsurannya ditetapkan 4 bulanan atau lebih;
3. Terdapat tunggakan bagi hasil atau profit margin, tetapi:
- Belum melampaui 1 bulan bagi pembiayaan yang sama
angsurannya kurang dari 1 bulan atau;
- Belum melampaui 3 bulan bagi pembiayaan yang sama
angsurannya kurang dari 1 bulan atau;
4. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya belum
melampaui 15 hari kerja
b. Pembiayaan dengan angsuran untuk pemniayaan kepemilikan rumah
1. Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok , atau;
2. Terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi belum melampaui 6 bulan.
c. Pembiayaan tanpa angsuran atau pembiayaan rekening koran
1. Pembiayaan belum jatuh tempo, dan terdapat tunggakan bagi hasil/
profit margin, atau;
2. Pembiayaan belum jatuh tempo, dan terdapat tunggakan bagi hasil/
profit margin, tetapi belum melampaui 3 bulan, atau;
3. Pembiayaan telah jatuh tempo dan telah dilakukan analisis untuk
memperpanjang tetapi kerena kesulitan tekhnis belum dapat
diperpanjang, atau;
4. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya belum
melampaui 15 hari kerja.
d. Cerukan rekening Giro
Terdapat cerukan rekening giro tetapi jangka waktunya belum melampaui
15 hari kerja.
KURANG Pembiayaan dikategorikan kurang lancar apabila memenuhi kriteria dibawah
LANCAR
ini:
a. Pembiayaan dengan angsuran diluar Pembiayaan Pemilikan Rumah
1. Terdapat tunggakan angsuran poko yang:
121
- Melampaui 1 bulan dan belum melampaui 2 bulan bagi
pembiayaan dengan angsuran kurang dari 1 bulan, atau;
- Melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi
pembiayaan dengan angsurannya ditetapkan bulanan, dua bulanan,
atau tiga bulanan, atau;
- Melampaui 6 bulan tetapi belum melampaui 12 bulan bagi
pembiayaan yang masa angsurannya ditetapkan 6 bulanan atau
lebih.
2. Terdapat tunggakan bagi hasil/ profit margin, tetapi:
- Melampaui 1 bulan tetapi belum melampaui 3 bulan bagi
pembiayaan dengan masa angsuran kurang 1 bulan atau
- Melampaui 3 bulan tetapi belum melampaui 6 bulan bagi
pembiayaan dengan masa angsuran lebih 1 bulan.
3. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya belum
melampaui 15 hari kerja.
b. Pembiayaan dengan angsuran untuk pembiayaan pemilikan rumah.
Terdapat tunggakan angsuran okok yang telah melampaui 6 bulan tetapi
belum melampaui 9 bulan.
c. Pembiayaan Tanpa Angsuran
1. Pembiayaan belum jatuh tempo, dan
- Terdapat tunggakan bagi hasil/ profit margin yang melampaui 3
bulan tetapi belum melampaui 6 bulan
- Terdapat pembhanan plafon atau pembiayaan baru dimaksudkan
untuk melunasi tunggakan bagi hasil / profit margin.
2. Pembiayaan belum jatuh tempo dan belum dibayar tetapibelum
melampaui 3 bulan, atau
3. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya telah
melampaui 15 hari kerja tetapi belum melampaui 30 hari kerja.
d. Pembiayaan yang diselamatkan
1. Tidak memenuhi kriteria tersebut pada kriteria lancar dan tidak ada
tunggakan, atau;
2. Terdapat tunggakan tetapi masih memenuhi kriteria pada kriteria
lancar atau;
122
3. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya telah
melampaui 15 hari kerja dan belum melampaui 30 hari kerja.
DIRAGUKAN Pembiayaan dikategorikan diragukan apabila pembiayaan yang bersangkutan
tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar, seperti tersebut pada
kriteria lancar dan kurang lancar dan tetapi berdasarkan penilaian dapat
disimpulkan, bahwa:
1. Pembiayaan masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai
sekurang-kurangnya 75% dari hutang peminjam termasuk bagi hasil/
profit margin, atau;
2. Pembiayaan tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih
bernilai sekurang- kurangnya 100% dari hutang peminjam.
MACET Pembiayaan dikategorikan macet apabila:
1. Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar dan diragukan atau;
2. Memenuhi kriteria diragukan tersebut tetapi jangka waktu 21 bulan
sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha
penyelamatan, atau;
3. Pembiayaan tersebut penyelesaiaanya telah diserahkan kepada
pengadilan atau Badan Urusan Piutang Negara atau telah diajukan
penggantian rugi kepada perusahaan asuransi kredit atau kalau di
Badan Arbitrase Syariah.
123
- Upaya preventif dengan penanganan rescheduling yaitu penjadwalan
kembali jangka waktu angsuran. Atau recoditioning yaitu memperkecil
margin keuntungan atau bagi hasil.
Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara:
- Membuat surat teguran atau peringatan
- Kunjungan lapangan
- Upaya penyehatan dengan cara recheduling dan reconditioning
Pembiayaan diragukan atau macet, dilakukan dengan cara:
- Rescheduling
- Reconditioning
- Dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk pembiayaan al
qardhul hasan.
Catatan:
Kunjungan Pada Peminjam
Kunjungan kepada peminjam harus dilakukan oleh bank syariah tujuannya adalah
guna mempertimbangkan dan memantau efektivitas dana yang dimanfaatkan oleh
peminjam. Selama proses kunjungan hal- hal yang harus dilakukan adalah:
1. Membuat laporan kegiatan peminjam
2. Laporan realisasi kerja bulanan
3. Laporan stok atau persediaan barang
4. Laporan kegiatan investasi bulanan
5. Laporan hutang dan piutang
6. Neraca laba rugi per bulan, triwulan dan semester
7. Tingkat pengumpulan pendapatan
8. Tingkat kemajuan usaha
9. Tingkat efektivitas pemakaian dana
-ooo-
124
BAB 12
JAMINAN DALAM PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH
Pendahuluan
Jaminan merupakan salah satu usaha untuk menerapkan prinsip prudensial
pada bank syariah. Bank syariah memiliki. Pengaturan resiko wajib dilakukan oleh
bank syariah, mengikuti ketentuan Bassel II managemen risiko perbankan.
Walaupun perbankan syariah tidak sepenuhnya memiliki risiko suku bunga atau
interest risk akan tetapi bank syariah memiliki risiko-risiko lain pada umunya.
Misalnya risiko kredit atau asset non bagi hasil serta asset system bagi hasil, risiko
pasar yang meliputi risiko harga ekuitas, risiko nilai tukar, risiko harga komoditas,
risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi dan lain- lain.
Dimana risiko-risiko ini harus diminimalisir oleh manajemen guna meningkatkan
kinerja bank syariah. Sehingga sangat penting dilakukan pengelolaan risiko oleh
bank syariah guna meningkatkan kinerja dan performa bank syariah. Dalam
melaksanakan pembiayaan, bank syariah harus memenuhi dua aspek yaitu aspek
syariah dan aspek ekonomi. Aspek syariah harus tidak mengandung unsur maisir,
gharar dan harus halal, sedangkan dari aspek ekonomi bank syariah tetap
mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi bank syariah maupun bagi
nasabah bank syariah, sehingga bank syariah harus benar-benar memperhatikan
segala bentuk aktivitas dalam kerangka kehati-hatian guna melindungi dana
masyarakat yang dipercayakan ke bank syariah.
Pengertian Jaminan
Jaminan dalam kamus bahas Indonesia berasal dari kata jamin yang artinya
adalah menanggung. Ada beberapa definisi dari jaminan, Jaminan atau agunan
adalah harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar
jika terjadi wanprestasi atau tidak bisa memenuhi kewajibannya terhadap pihak
ketiga. Jaminan juga merupakan tanggungan atas pinjaman yang diterima atau
sebagai janji seseorang untk menanggung utang atau kewajiban apabila tidak tidak
125
terpenuhi. Jaminan adalah segala sesuatu yang diserahkan debitur kepada kreditur
untuk
Kedudukan jaminan dalam pembiayaan memiliki dua fungsi yaitu:
1. Sebagai pembayaran hutang seandainya terjadi wanprestasi atas pihak ketiga
yaitu dengan cara menjual jaminan tersebut.
2. Sebagai indicator penentu jumlah pembiayaan yang akan diberikan kepada
pihak debitur, pemberian pinjaman tidak boleh melebihi jumlah anggunan
yang dijaminkan.
Menurut Prof Soebekti, jaminan yang baik dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut:
126
Jaminan dalam pembiayaan bank syariah menempati posisi pendukung atau
penguat bagi bank untuk memberikan pembiayaan bagi pihak ketiga. Namun
sebaiknya jaminan bukanlah syarat mutlak pemberian pembiayaan melainkan
sebagai penguat dari penilaian analisa kemampuan bayar dari pihak ketiga yang
diperoleh dari penilaian asset dan usaha yang dijalankan oleh pihak ketiga atau
debitur.
a. Nilai pasar atau market value yaitu perkiraan jumlah uang yang
dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau merupakan hasil
penukaran property pada tanggal penilaian antara pembeli yang
127
berminat dan penjual yang berminat menjual dalam suatu transaksi
yang bebas ikatan yang penawarannya dilakukan secara layak dimana
kedua belah pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati
tanpa paksaan.
b. Nilai baru atau reproduction, yaitu nilai baru atau biaya pengganti
baru merupakan perkiraan jumlah uang yang dikeluarkan untuk
mengadakan pembangunan atau penggantian property baru yang
meliputi biaya, upah buruh dan biaya-biaya lain yang terkait.
c. Nilai wajar atau depreciated replacement cost adalah perkiraan
jumlah uang yang diperoleh dari perhitungan biaya reproduksi baru
dikurangi biaya penyusutan yang diperoleh dari perhitungan biaya
reproduksi baru dikurangi biaya penyusutan yang terjadi karena
kerusakan fisik, kemunduran ekonomis dan fungsional.
d. Nilai asuransi, yaitu nilai perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari
perhitungan biaya pengganti baru dari bagian-bagian property yang
perlu diasuransikan dikurangi penyusutan karena kekurangan fisik.
e. Nilai likuidasi adalah perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari
transaksi jual beli property dipasar dalam waktu terbatas dimana
penjual terpaksa menjual.
f. Nilai buku adalah nilai aktiva yang dicatat dalam pembukuan yang
dikurangi dengan akumulasi penyusutan atau pengembalian nilai-nilai
aktiva.
Kedudukan jaminan atau kolateral bagi pembiayaan memiliki karakteristik khusus.
Tidak semua asset dapat dijadikan barang jaminan atau kolateral bagi aplikasi
pembiayaan sehingga harus memenuhi unsur MAST ( Untung, Budi, 2007 ) yaitu :
1. Marketability yakni adanya pasar yang cukup luas bagi jaminan sehingga
tidak sampai melakukan banting harga.
2. Ascertainably of value yakni jaminan harus memiliki standar harta tertentu.
3. Stability of value yakni asset yang dijadikan jaminan stabil dalam harga atau
tidak menurun nilainya.
4. Transferability yaitu asset yang dijaminkan mudah dipindah tangankan baik
secara fisik maupun yuridis.
128
5. Secured yakni asset yang dijaminkan dapat diadakan pengikatan secara
yuridis formal sesuai dengan hukum dan perundang- undangan yang berlaku
apabila terjadi wanprestasi.
Tahap selanjutnya jaminan akan diikat dengan hukum pengikatan. Hal ini mengacu
pada Surat Edaran Bank Indonesia ( SE-BI ) No. 4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret
1972 disebutkan untuk benda- benda yang tidak bergerak memakai lembaga jaminan
hipotik, hak tanggungan dan fiducia. Hipotik adalah hak kebendaan atas benda
tetap tertentu milik orang lain yang secara khusus diperikatkan untuk memberikan
suatu tagihan, hak untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan eksekusi atas
barang tersebut. Dasar hukum pengikatan ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata pasal 1162. Pengikatan hipotik akibat perikatan pokok dapat berakhir
apabila:
a. Karena pembayaran;
b. Karena penawaran karena pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan dan
penitipan;
c. Karena pembaruan hutang;
d. Karena penutupan hutang atau kompensasi;
e. Karena pencampuran hutang;
f. Karena pembebasan hutang;
g. Karena musnahnya barang yang terhutang;
h. Karena pembatalan;
i. Karena berlakunya suatu syarat batal;
j. Karena sudah lewat batas waktunya.
Hapusnya hipotik akibat perikatan pokok dilakukan oleh kantor pertanahan atas
permintaan debitur yang biasa disebut dengan Roya. Selain itu hipotik dapat berakhir
bila penetapan hakim dan pelepasan hipotik oleh si penghutang.
Hak Tanggungan.
Hak tanggungan adalah jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur terhadap kreditur-
kreditur lain. Hak tanggungan memberikan hak preference pada pemegang terhadap
krediturnya yang lain yaitu diutamakan dalam pengembalian hutangnya dari
129
penjualan barang harta jaminan yang dilelang. Dasar hukum pengikatan adalah UU
No. 4 Tahun 1996 tanggal 6 April 1996 mengenai hak tanggungan.
Hapusnya hak tanggungan sesuai dengan pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan
yaitu:
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan;
2. Dilepasnya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan;
3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua
pengadilan negeri;
4. Hapusnya hak tanah yang dibebani oleh hak tanggungan.
Fiducia.
Fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
bahwa benda yang dimilikinya tersebut dalam kepemilikan benda. Sesuai dengan
Undang- Undang No.42 Tahun 1999. Pemasangan fiducia hanya bisa dilakukan oleh
pemilik barang bergerak yang dijadikan jaminan yang dilakukan dihadapan notaries,
apabila dibuat dibawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengikat
barang jaminan. Akta fiducia didaftarkan dikantor kanwil kehakiman setempat dan
dapat digunakan untuk mengajukan permohonan eksekusi.
Beberapa unsure yang terdapat dalam fiducia antara lain:
a. Hak Jaminan;
b. Benda bergerak;
c. Benda tidak bergerak khususnya bangunan;
d. Tidak bisa dibebani hak tanggungan;
e. Sebagai agunan;
f. Untuk pelunasan hutang.
Hapusnya fudicia disebabkan oleh hapusnya perikatan pokok yaitu perjanjian
atau pengakuan hutang yang mendahuluinya antara lain hapusnya hutang,
pelepasan hak atas jaminan fiducia dan musnahnya barang atau asset yang
menjadi objek jaminan fiducia.
130
Jaminan dapat memberikan sisi keamanan tersendiri bagi bank atas nasabah
pembiayaan dan dapat dijadikan tolak ukur platform jumlah pemberian pembiayaan.
Dalam proses analisis pembiayaan menimbulkan berbagai jenis biaya seperti proses
administrasi, proses pencatatan hukum dinotaris, asuransi, pajak dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa pendapat terkait dengan pembebanan fee atau biaya yang timbul
pada saat proses penilaian jaminan.
131
Catatan:
-ooo-
132
BAB 13
SISTEM INFORMASI PERBANKAN
SYARIAH
Pendahuluan
133
mengetahui kebutuhan bisnis yaitu bahwa memang ada perbedaan yang
cukup signifikan antara arsitektur bank konvensional dengan bank
syariah.
- Reability, yaitu sejauh mana suatu aplikasi melaksanakan kemampuan
sesuai dengan fungsinya dan ketelitian yang akurat.
- Efficiency, yaitu seberapa besar kapasitas parameter yang mendukung
modul-modul yang saling berkaitan untuk memudahkan user membuat
turunan produk, interfacing antar modul serta interfacing terhadap
aplikasi lain yang mungkin dihubungkan untuk mendukung suatu
transaksi.
- Integrity, yaitu sejauh mana akses ke aplikasi dan data oleh pihak yang
tidak berhak, dapat dikendalikan atau seberapa tinggi akurasi dan tingkat
securitas yang dimiliki.
- Usability, yaitu factor yang menentukan sejauh mana kemudahan user
mempelajari dan menggunakan serta memahami output yang dihasilkan.
b. Product Revision
Merupakan kemampuan aplikasi dalam menjalani perubahan baik itu
perubahan yang diakibatkan oleh perubahan strategi maupun oleh perubahan
regulasi. Sehingga ada beberapa faktor utama yang harus dipertimbangkan
yaitu:
- Maintainability, yaitu usaha untuk menemukan perbaikan dari kesalahan
/ error maupun usaha untuk melakukan perubahan.
- Flexibility, yaitu usaha yang diperlukan untuk melakukan modifikasi,
terutama terhadap aplikasi yang berhubungan dengan hal-hal operasional.
- Testability, yaitu usaha yang diperlukan untuk menguji atau memastikan
suatu aplikasi tetah sesuai dengan kebutuhan bisnis / business
requirement, comply dengan regulasi yang ada dan sebagainya.
c. Product Transition
Perkembangan tekhnologi informasi yang sangat cepat, sehingga
menyebabkan perubahan mulai dari operating sistem yang hampir setiap
tahun mengeluarkan versi baru, software pendukung, delivery channel
134
maupun hardware yang terus dikembangkan untuk mengembangkan
aplikasinya sehingga dapat beradaptasi terhadap lingkungan baru. Delivery
channel merupakan salah satu factor yang harus diperhitungkan dalam
pengembangan bisnis dimasa depan menuju kearah cyber banking. Sehingga
sangat penting guna menguji aplikasi yang digunakan apakah sanggup
melakukan hubungan dengan aplikasi lainnya dalam platform yang berbeda /
inter-operability, baik secara langsung maupun dengan perantara perangkat
lainnya. Dibidang pemasaran semua lembaga perbankan syariah membangun
website khusus untuk melakukan proses e-banking untuk memberikan
kemudahan kepada nasabahnya dalam bertransaksi dan mendapatkan
informasi tentang perbankan beserta produk- produknya dan pelayanannya.
Strategi yang dapat digunakan oleh perbankan syariah guna meningkatkan daya
saingnya ditengah era globalisasi saat ini adalah:
1. Membentuk Sumber Daya Insani
Menyiapkan dan mengelola sumber daya insane di bidang ekonomi syariah
merupakan suatu peluang sekaligus tantangan bagi kalangan akademisi dan
dunia pemdidikan.
2. Ekspansi Segmen Pasar Bank Syariah
Segmentasi pasar perbankan syariah harus lebih diperluas, tidak hanya
berfokus pada masyarakat muslim saja namun tidak tertutup kemungkinan
melebarkan segmen ke pasar non muslim, sehingga pihak perbankan syariah
tidak hanya harus menerapkan system yang sesuai dengan syariat Islam
namun juga harus bertindak secara professional karena pasar dengan segmen
yang lebih luas tentu akan sangat membutuhkan tingkat pelayanan yang
excellent dengan dukungan segala fasilitas dan kemudahan yang dapat
dipersembahakan oleh benk syariah.
3. Akselerasi Produk Perbankan syariah
Keberagaman produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank syariah merupakan
salah satu nilai pembeda antara bank syariah dan bank konvensional. Bank
syariah harus selalu menciptakan inovasi produk dan jasa pelayanan yang
sesuai dengan syariah islam serta dapat memenuhi semua harapan
nasabahnya.
135
4. Penggunaan Sistem Tekhnologi Informasi yang modern.
Dengan dukungan system informasi yang modern akan sangat mendukung
peningkatan kinerja bank syariah sehingga dapat meningkatkan persaingan.
Bank dapat memberikan pelayanan secara maksimal kepada nasabah.
Kecepatan system informasi dan keamanan system informasi tentu akan
sangat membantu terciptanya kepuasan nasabah.
-ooo-
136
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahim, Ahim. 2001. Dalil-dalil Naqli Seri Ekonomi Islam. Yogyakarta: UPFE
UMY
Ahmed, Tariqullah Khan and Habib. 2001. Risk Management An Analysis of Issues
in Islamic Financial Industry. Saudi Arabia-Jeddah: Islamic Development
Bank and Islamic Research and Training Institute
Antonio, M. Syafi‟i, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press: 160.
Anwar, Syamsul. 2007. Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dan
Fikih Muamalah. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Ascarya, 2007, Akad & Produk Bank Syariah, Ed.1, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada
Chapra, Umer. 1997. Al-Qur‟ân Menuju Sistem Moneter yang Adil. Yogjakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa.
137
Djazuli, A. 2006. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis.Cet.1. Jakarta: Kencana
Media Group
Departemen Agama Islam RI. 1989. Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Semarang: CV.
Thoha Putera.
DSN –Mui, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI,Jakarta : BI-MUI, 2006.
Hosen, M.N. 2005. Buku Saku Perbankan Syariah. Direktur Eksekutif PKES . Pusat
Komunikasi Ekonomi Syariah. Jakarta.
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada: 87
Mas‟adi, Ghufron A., 2002, Fiqih Muamalah Kontekstual, cet 1, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah, Yogjakarta: UPP AMP YKPN : 305
Sabiq, Sayyid, 1983, Fiqh al-Sunnah, Jilid II, Beirut, Dar al-Fikri.
138
Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal. 2007. Islamic Financial Management,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yusuf, Ayus Ahmad dan Abdul Aziz. 2009. Manajemen Operasional Bank Syariah,
Cirebon: STAIN Press: 68
139
BIODATA PENULIS
Riwayat pendidikan :
- Sekolah Dasar Negeri Wonoketro 1 Ponorogo
- Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Ponorogo
- Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ponorogo
- Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadyah Palembang
- Magister Saint Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogjakarta
- Sedang menempuh pendidikan doktor di UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta
Buku :
- Konsep Dasar Manajemen Keuangan, 2012, Stain Salatiga Press.
- Pengantar Manajemen Keuangan Internasional, 2012, Penerbit Cakrawala
Yogjakarta
- Buku Kertas Kerja Manajemen Keuangan, 2012, Penerbit Cakrawala
Yogjakarta
- Dasar- Dasar Manajemen Keuangan, 2013, Penerbit Ombak, Yogjakarta.
Penelitian
- Tahun 2015
Penelitian Analisis komparatif Indeks Islamic Social Reporting (ISR) pada
pelaksanaan dan Pengungkapan Corporate Social Responcibility (CSR)
Perbankan Syariah Studi Kasus Indonesia dan Malaysia (tahun 2013- 2014)
- Tahun 2016
Penelitian Analisis Konsentrasi Kepemilikan dan Mekanisme Corporate
Governance terhadap Ekspropriasi Manajemen Laba pada Perbankan Syariah
di Indonesia.
140
Keikutsertaan dosen tetap dalam organisasi keilmuan atau organisasi profesi.
Tingkat
Nama Organisasi Keilmuan atau Organisasi
Kurun Waktu (Lokal, Nasional,
Profesi
Internasional)
Pengurus IAEI komisariat Salatiga 2013 - 2017 Lokal
Assesor Kompentensi Perbankan Syariah – BNSP 2014 – 2017 Nasional
Anggota Lead Asesor kompetensi BNSP 2016 - 2018 Nasional
Pengurus Harian DPW IAEI Jawa Tengah 2017 - 2021 Nasional
141