Askep Stemi
Askep Stemi
Askep Stemi
A. PENGERTIAN
STEMI adalah suatu kondisi yang mengakibatkan kematian sel miosit jantung
karena kekurangan suplai darah ke jaringan yang berkepanjangan akibat okulasi
koroner akut. (Brown & Edward, 2005 dikutip dalam Sunaryo, 2014).
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan oklusi total dari arteri
koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG (Black &
Hawks, 2014).
STEMI merupakan bagian dari Sindrom Koroner Akut (SKA) yang pada
umumnya diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis yang mengakibatkan oklusi
total pada arteri koroner dan disertai dengan tanda dan gejala klinis iskemia miokard
seperti munculnya nyeri dada, adanya J point yang persistent, adanya elevasi segmen
ST serta meningkatnya biomarker kematian sel miokardium yaitu troponin
(Wahyunadi, Sargowo, & Suharsono, 2017).
B. ETIOLOGI
Penyakit jantung disebabkan oleh adanya penimbunan abnormal lipid atau
bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan
perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung (Suddarth,
2014). Terdapat 2 faktor resiko terjadinya IMA menurut (Smeltzer, Bare, Hankle, &
Cheever, 2013) yakni :
1. Faktor yang dapat diubah
a. Hiperlipidemia (Kolesterol darah tinggi)
Tingginya kolesterol dengan penyakit arteri koroner memiliki hubungan yang
erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut
dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam sistem peredaran
darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein densitas
renah (Low Density Lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (High Density
Lipoprotein). Peningkatan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)
dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat proses
arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)
yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri
koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan
kemudian diekskresi.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan gradien tekanan yang
harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan darah yang
tinggi terus menerus dapat mengakibatkan suplai kebutuhan oksigen di jantung
meningkat.
c. Merokok
Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat mengakibatkan
kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus. Akan membuat penyakit
penderita memburuk jika merokok tidak berhenti dan mengakibatkan
karbondioksida yang terkandung dalam asap rokok akan lebih mudah mengikat
hemoglobin daripada oksigen, sehingga oksigen yang dikirim ke jantung
menjadi berkurang.
d. Diabetes mellitus
Penderita penyakit DM lebih beresiko menderita infrak miokard. Penderita
mempunyai prevalensi yang lebih tinggi mengalami aterosklerosis, karena
hiperglikemia dapat mengakibatkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat
membentuk thrombus.
e. Stess psikologik
Stres dapat mengakibatkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik
serta mempercepat terjadinya serangan
2. Faktor yang tidak dapat diubah
a. Usia
Pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat
lima kali lipat. akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif,
biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang
kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun
usia lanjut.
b. Jenis kelamin
Penyakit ini jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat
diabetes, hiperlipidemia dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden
penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih
besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh
dari hormone estrogen.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara,
orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan
kemungkinan timbulnya IMA.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada penyakit STEMI menurut (Black & Hawks, 2014),
sebagai berikut :
1. Nyeri dada tiba-tiba dan berlangsung secara terus menerus, letak nyeri dirasakan
dibawah sternum dan perut atas ini merupakan gejala utama yang sering muncul.
Nyeri akan semakin berat dan tak tertahankan sehingga menyebar ke bahu dan
lengan, dapat menjalar ke rahang dan leher, disertai dengan napas pendek, pucat,
berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan, dan mual serta muntah.
2. Ektermitas terba dingin, perspirasi (keringat), cemas dan gelisah akibat pelepasan
katekolamin.
3. Tekanan darah dan denyut nadi yang awalnya tinggi sebagai akibat aktivasi sistem
saraf simpatik. Jika curah jantung berkurang, tekanan darah mungkin akan turun.
Bradikardi dapat disertai gangguan hantaran, khususnya pada kerusakan yang
mengenai dinding inferior ventrikel kiri.
4. Keletihan dan rasa lemah akibat penurunan perfusi darah ke otot rangka
5. Nausea dan vomitus akibat stimulasi yang bersifat refleks pada pusat muntah oleh
serabut saraf nyeri atau akibat refleks vasovagal
6. Sesak napas dan bunyi krekels yang mencerminkan gagal jantung
D. PATHWAYS
STEMI
Iskemia miokard
Kelemahan
Suplai O2 tidak Nyeri dada
Pompa jantung
seimbang dengan
tidak terkoordinasi
kebutuhan tubuh
Intoleransi
Nyeri akut
aktivitas
Volume sekuncup Meningkatnya
turun kebutuhan O2
E. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penyakit STEMI, yakni :
1. Syok kardiogenik
Disebabkan oeh left ventricle infark luas atau dengan komplikasi mekanik,
termasuk pecah papiler otot, septum ventrikel pecah, bebas dinding pecah denga
tamponade dan righ ventricle infark. Timbulnya syok kardiogenik akibat
komplikasi mekanik setelah STEMI. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 24
jam. Bagi mereka dengan kegagalan pompa, 15% kasus terjadi saat STEMI 9
sedang berlangsung dan 85% berkembang selama di rumah sakit (Wahyudi & Gani,
2019).
2. Gagal jantung berat
Perkembangan gagal jantung atau heart failure setelah STEMI merupakan indikasi
untuk melakukan angiografi denga maksud untuk melanjutkan dengan
revaskularisasi jika tidak dilakukan sebelumnya. Left ventricle miokardium
mungkin iskemik, tertegun, hibernasi atau injuri yang tidak dapat diperbaiki serta
penilaian kelayakan mungkin diperlukan tergantung pada waktu revaskularisasi
(Gayatri, Firmansyah, S, & Rudiktyo, 2016)
3. Infark ventrikel kanan
Infark right ventricle paling sering disebabkan oleh oklusi proksimal arteri koroner
kanan dan berkaitan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Triase klinis
hipotensi, bidang paruparu yang jelas dan tekanan vena jugularis yang meningkat
(Fitriadi & Putra, 2018).
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Nitrogliserin
Nitrogliserin (NTG) seblingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG selain untuk mengurangi
nyeri dada juga untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan 11
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi
pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG harus
dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau pasien yang
dicurigai mengalami infark ventrikel kanan.
2. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2 - 4
mg dapat tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di ulang dengan interval 5 - 15 menit.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena
dan arteriol melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.
3. Aspirin
Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI. Inhibisi
cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi kadar tromboksan
A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 162 mg - 325 mg di ruang
emergensi dengan daily dosis 75-162 mg.
4. Beta blocker
Beta‐blocker mulai diberikan segera setelah keadaan pasien stabil. Jika tidak ada
kontraindikasi, pasien diberi beta‐ blocker kardioselektif misalnya metoprolol atau
atenolol. Heart rate dan tekanan darah harus terus rutin di.monitor setelah keluar
dari rumah sakit. Kontraindikasi terapi beta‐blocker adalah: hipotensi dengan
tekanan darah sistolik <100mmHg, bradikardi <50 denyut/menit, adanya heart
block, riwayat penyakit saluran napas yang revesible beta‐blocker harus dititrasi
sampai dosis maksimum yang dapat ditoleransi.
5. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar.
Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa
tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen
fibrinolitik).
G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark
dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus
tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak
terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak
dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24
jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan
tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat
berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara
bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat
berjalan 185 m minimal tiga kali sehari (Smeltzer et al., 2013).
2. Istirahat fisik
Bedrest dengan posisi semifowler atau menggunakan cardiac chair dapat
mengurangi nyeri dada dan dispnea. Posisi kepala yang lebih tinggi sangat
bermanfaat bagi pasien karena:
a) Volume tidal dapat diperbaiki karena tekanan isi abdomen terhadap diafragma
berkurang sehinngga pertukaran gas dapat lebih baik,
b) Drainase lobus atas paru lebih baik serta
c) Aliran balik vena ke jantung (preload) berkurang sehingga mengurangi kerja
jantung.
3. Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya
diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan
nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks
karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus
tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk penderita STEMI menurut (Smeltzer et al., 2013) yaitu:
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera dalam waktu 10 menit sejak kedatangan
di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG dengan interval 5-10 menit
atau pemantauan EKG 12 lead secara lanjutan harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG 10 sisi kanan harus diambil pada
pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel
kanan.
2. Angiografi koroner
Pemeriksaan diagnostik invasif yang dilakukan untuk mengamati pembuluh darah
jantung dengan menggunakan teknologi pencitraan sinar X, untuk memberikan
informasi mengenai keberadaan dan tingkat keparahan PJK.
3. Foto polos dada
Tujuan pemeriksaan untuk menentukan diagnosis banding, identifikasi komplikasi
dan penyakit penyerta.
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Creatinine Kinase-MB (CK-MB) meningkatkan setelah 2-4 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 12-20 jam dan kembali normal dalam 2-
3 hari.
b. Creatinine Kinase (CK) meningkat setelah 3-6 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 12-24 jam dan kembali normal 3-5 hari.
I. ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI
PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama
3. Pemeriksaan Umum (kondisi umum, kesadaran, TTV, BB/TB, IMT)
4. Pengkajian fisik
a. Tingkat kesadaran.
b. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting).
c. Frekwensi dan irama jantung : Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard.
d. Bunyi jantung : S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung.
e. Tekanan darah : Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel.
f. Nadi perifer : Kaji frekuensi, irama dan volume.
g. Warna dan suhu kulit.
h. Paru-paru : Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap
tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi crakles pada dasar paru).
i. Fungsi gastrointestinal : Kaji mortilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal.
j. Status volume cairan : Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
5. Pemeriksaan B1-B6
a. Breathing
Adakah gangguan pada system pernafasan klien seperti sesak, irama nafas
tidak teratur, klien memakai oksigen atau tidak.
b. Blood
Disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur di sistolik atau latesistolik apikal yang bersifat
sementara.
c. Brain
Adakah gangguan pada system persarafan, seperti penurunan kesadaran,
fungsi pancaindra menurun, suhu tubuh meningkat. Serangan sianotik
mendadak blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpneu, hypoxic
spells) ditandai dengan dyspneu, napas cepat dan dalam, lemas, kejang,
sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
d. Bladder
Adakah gangguan pada system perkemihan, seperti kebersihan area genitel,
klien kencing spontan atau memakai kateter.
e. Bowel
Adakah gangguan pada sistem sepeti penurunan nafsu makan,
penurunan bb, intake atau output.
f. Bone
Pasien dengan STEMI aktivitas terbatas karena mudah sesak.
6. Pemeriksaan Sistematis : Pemeriksaan Head to toe
7. Terapi obat
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan arteri dan vena
INTERVENSI
1. Nyeri akut dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan yang diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang
b. Mampu mendemonstrasikan Teknik relaksasi
c. Klien rileks tidak gelisah
Rencana tindakan :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis, TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
d. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
e. Fasilitasi istirahat dan tidur
f. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
g. Jelaskan strategi meredakan nyeri
h. Anjurkan mengontrol nyeri secara mandiri
i. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
j. Ajarkan Teknik nonfarmakologis
k. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
Tujuan yang diharapkan pola napas efektif
Kriteria hasil :
a. Pola napas normal
b. Tidak sesak napas
c. Frekuensi napas dalam batas normal
Rencana tindakan :
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
b. Monitor pola napas
c. Auskultasi bunyi napas
d. Monitor saturasi oksigen
e. Monitor hasil x-ray thoraks
f. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
g. Jelaskan tujuan dan procedure pemantauan
h. Jelaskan hasil pemantauan, jika perlu
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan arteri dan vena
Tujuan yang diharapkan :
a. Perfusi perifer efektif
b. Tingkat kesadaran meningkat
c. TTV dalam rentang normal
d. Kognitif meningkat
Rencana tindakan :
a. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b. Monitor tekanan darah
c. Monitor berat badan
d. Monitor elastisitas atau turgor kulit
e. Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
f. Monitor hasil pemeriksaan serum (mis, osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUM)
g. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
h. Dokumentasikan hasil pemantauan
i. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
j. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
B. DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo, 2014. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba
Emban Patria.
Wahyunadi, N.M.D., Sargowo, D. & Suharson, T., 2017. Perbedaan
Keberhasilan Terapi Fibrinolitik Pada Penderita ST-Elevation Myocardial Infarction
(STEMI) Dengan Diabetes dan Tidak Diabetes Berdasarkan Penurunan STElevasi.
Jurnal Ilmu Keperawatan, 5, pp.96-102.
Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta :
ECG
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Singapore : Elsevier.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperaewatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI.
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN GADAR PADA NY.S DENGAN STEMI INFERIOR
INTERMEDIATE ONSET DI RUANG ICU RS UNS
TERAPI
- Infus NaCl 60cc/jam : untuk mengembalikan seimbangan elektrolit pada dehidrasi
- Heparin 12micro/KgBB/jam : untuk mencegah dan mengatasi gumpalan darah pada pembuluh darah
- Dobutamine 7,5micro/kgBB/menit : untuk membantu kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh pada orang yang mengalami gagal jantung atau syok kardiogenik
- Lidocaine 60mg/jam : untuk menghilangkan rasa sakit atau memberi efek mati rasa pada bagian tubuh tertentu (obat bius lokal)
- Norepinephrine 0,1 micro/kgBB/menit : untuk mengatasi tekanan darah rendah (hipotensi)akut dan untuk henti jantung
- Ondansentron 4mg : untuk mengatasi mual muntah
- Lacto B : untuk mengobati diare dan membantu fungsi pencernaan
- Furosemide 20mg/jam : Untuk mengatasi penumpukan cairan dan edema dalam tubuh
- Sucralfate 2x1: untuk mengatasi tukak lambung, ulkus duodenum, atau gastritis kronis
A. ANALISA DATA
No. Hari/tgl/jam Data Fokus Etiologi Problem
1. Selasa, DS : Depresi pusat Pola napas
4 – 10 – 2022 - Pasien mengatakan sesak pernapasan tidak efektif
napas dan terasa mbeseseg
DO :
- Kesadaran compos mentis
- Keadaan pasien lemah
- Terpasang nasal kanul 3lpm
- Pasien tampak sesak, cuping
hidung
- Hasil TTV
TD:86/60mmHg S:35,4 °C
N:70 x/menit RR : 30x/menit
Spo 2 : 100%
C. INTERVENSI
No. Tujuan dan
Waktu Intervensi Rasional TTD
Dx Kriteria Hasil
4-10-22 1 Setelah dilakukan - Monitor frekuensi, - Untuk mengetahui
22.20 tindakan 3x24 jam irama, kedalaman, irama, kedalaman
WIB diharapkan dan upaya napas dan upaya napas
ketidakefektifan - Monitor pola napas pasien
pola napas teratasi, - Monitor saturasi - Untuk mengetahui
dengan Kriteria oksigen pola napas pasien
hasil : - Atur interval - Untuk mengetahui
- Napas dalam pemantauan respirasi rentang normal Tiwik
rentang normal sesuai kondisi pasien saturasi oksigen
- Tidak sesak - Jelaskan hasil - Untuk mengetahui
- Pola napas normal pemantauan, jika kondisi pasien
perlu - Meningkatkan
pengetahuan pasien
dan keluarga
mengenaik kondisi
terkait
Hari Kedua
Kamis 1 - Memonitor frekuensi, irama, S:-
6-10-2022 kedalaman, dan upaya napas O : napas pasien tampak tidak
07.20WIB - Memonitor pola napas sesak, pasien posisi semifowler,
- Memonitor saturasi oksigen Pola napas sedikit cepat, tampak
cuping hidung Tiwik
RR : 30x/menit
Spo2 : 100%
Hari Ketiga
Jum’at 1 - Memonitor frekuensi, irama, S:-
7-10-2022 kedalaman, dan upaya napas O:
07.15WIB - Memonitor pola napas - Pasien tampak masih cuping
- Memonitor saturasi oksigen hidung, tidak ada suara
tambahan, Tiwik
- RR : 32x/menit
- Spo2 : 99%