02 Siapa Manusia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

PANGGILAN HIDUP MANUSIA

1. Siapa Manusia
Pertanyaan tentang siapa manusia selalu hadir sepanjang zaman dan pada setiap tradisi budaya
dan disiplin ilmu. Namun, tidak satu pun pandangan ataupun penjelasan yang tuntas dan lengkap
tentang siapa manusia. Itulah yang dalam filsafat disebut misteri. Mengapa demikian? Karena
manusia itu makhluk multidimensi (rohani-jasmani, jiwa-badan, sosial-individual).
Patut diingat bahwa jawaban terhadap pertanyaan siapa manusia turut mempengaruhi cara hidup
seseorang ataupun sekelompok orang. Bila Anda memandang sesama sebagai sahabat,
perlakuanmu akan berbeda jika dia dipandang sebagai musuh. Suatu budaya yang memandang
adanya strata sosial misalnya, tata cara hidup bermasyarakat pasti berbeda dengan masyarakat
yang mengutamakan budaya egaliter. Demikian juga tradisi budaya yang memandang masa lalu
sebagai her-story cenderung lebih memberi peran pada kaum perempuan dibandingkan
kebudayaan yang mengagumkan kaum lelaki sehingga semua pengalaman masa lalu disebut
history.
Pada level individual, pertanyaan tentang siapa saya juga memainkan peran yang sangat penting
bagi tumbuh kembang diri. Sikap kurang percaya diri misalnya bisa saja terlahir dari pribadi yang
kurang menghargai dirinya sendiri. Singkatnya, apa yang kita sebut dengan “paradigma” (kerangka
berpikir) sejatinya berakar pada pertanyaan siapa saya. Kerangka berpikir ini dibentuk oleh pelbagai
faktor. Dominannya adalah segala pengalaman masa kecil semenjak dalam kandungan, cara hidup
dalam keluarga/lingkungan dan faktor pendidikan. Semua faktor utama ini serta faktor lainnya
akhirnya mengantar masing-masing kita sampai pada diri kita hari ini.
Persoalannya, pertanyaan tentang siapa saya jarang diajukan oleh setiap pribadi. Karena itu
benarlah ketika kaum bijak bestari menyimpulkan bahwa menemukan diri adalah perjalan
terpanjang dan terjauh yang pernah kita lintasi.

Dalam kuliah ini, kita akan membahas pandangan tentang manusia menurut budaya masyarakat
NTT. Pemahaman ini penting karena pandangan tentang manusia menurut budaya asal kita sangat
berperan dalam menentukan paradigma masing-masing kita maupun secara kolektif.
Secara ringkas kita juga mendalami pandangan budaya Yahudi sejauh tertuang dalam Kitab Suci. Di
bagian akhir, kita akan membuat rangkuman pandangan gereja tentang manusia khususnya aspek-
aspek yang paling mendasar dari pribadi manusia.
1.1. Pandangan Suku-Suku Lokal NTT Tentang Manusia
Pokok bahasan ini menjadi tugas mahasiswa. Pertanyaannya adalah siapakah manusia menurut
budaya suku/daerah asal saya?
Misalnya, Pandangan tentang Manusia Menurut Suku Dawan-Timor, dst.
Dibuat dalam bentuk makalah (pengantar, daftar isi, Bab I. Pendahuluan, Bab II. Gambaran Umum
tentang Suku Dawan, Bab III. Pandangan Suku Dawan tentang Manusia, Bab. IV. Kesimpulan dan
Penutup, Daftar Pustaka/Referensi.

1.2. Antropologi Kitab Suci (Budaya Ibrani)

Pandangan budaya Ibrani tentang manusia bersifat sintetis dan bukan dualistis seperti budaya
Helenis. Menurut pandangan Ibrani, manusia merupakan satu kesatuan yang utuh. Walaupun
budaya Ibrani mengungkapkan pengertian manusia dengan salah satu organ tubuhnya, istilah
antropologis tersebut menerangkan seluruh kenyataan tentang manusia. Berikut beberapa istilah
dalam dunia Ibrani tentang manusia:

a. Nefesy: berarti leher, kerongkongan, dan kemudian berarti nafas, hidup, nyawa. Istilah ini
mau menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk hidup yang memiliki pelbagai
kebutuhan dan kerinduan.
b. Ruah: angin, nafas. Istilah ini menunjuk pada manusia yang penuh dinamika, kemauan dan
inisiatif.
c. Basar: daging. Istilah ini menyoroti kenyataan manusia sebagai makhluk fana dan lemah.
Lewat istilah ini, budaya Ibrani juga mengungkapkan manusia sebagai makhluk sosial.
d. Leb atau lebab: otak, jantung dan hati sekaligus. Dengan kata ini manusia digambarkan
sebagai makhluk yang berperasaan, bergembira dan bersedih. Leb juga berarti manusia
sejauh ia bijaksana dan penuh pertimbangan.
Sebagai istilah antropologis, semua istilah di atas menyoroti aspek-aspek pada manusia, bukan
tentang organ tertentu dari manusia. Kitab Suci Perjanjian Baru juga memiliki pandangan yang
sama tentang manusia. Meskipun menggunakan bahasa Yunani, arti dari kata-kata tetap memiliki
muatan seturut antropologi Ibrani.
Sebagai contoh:
1. Mrk 8:35-37: Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya;
tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan
menyelamatkannya. Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi ia kehilangan
nyawanya? Karena, apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

Istilah nyawa ini diterjemahkan dari kata Yunani psukhe, sepadan dengan istilah Ibrani nefesy.
Istilah nyawa ini tidak berarti bagian dari manusia melainkan berarti manusia yang hidup;
eksistensi manusia. Jadi teks tersebut harus dimengerti sebagai berikut: orang yang mau
mengikuti Yesus harus menyerahkan seluruh eksistensinya secara tidak terbagi kepada
Yesus. Jika kita mau ikut Yesus, kita harus mengikuti-Nya secara total.

2. Mrk 14: 38: Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan;
roh memang penurut tetapi daging lemah.
Roh (Yunani: pneuma/Ibrani: ruah) bukan bagian yang lebih baik dan lebih luhur di dalam diri
manusia. Yang dimaksudkan dengan pneuma ialah pilihan dan bimbingan Allah (bdk. Mzm 51).
Demikian juga istilah daging (Yunani: sarx/Ibrani: basar) bukan bagian dalam diri manusia yang
buruk melainkan cara berada manusia yang mendasarkan diri pada dayanya sendiri dan bukan
pada Allah.

Pemahaman tentang manusia yang utuh meskipun diungkapkan dalam istilah-istilah yang
menunjukkan bagian tertentu dari organ manusia sebetulnya kita temukan juga dalam bahasa
Indonesia. Jika kita menyebut seseorang berhati baik, yang kita maksudkan bukan organ
hatinya tetapi pribadi orang itu yang baik.

Panduan pendalaman materi dan refleksi pribadi:

1. Seberapa sering saya bertanya tentang siapa diriku?

2. Mengapa saya mesti mengenal diriku dan budaya tempat saya dibesarkan?

3. Di antara pelbagai faktor, manakah faktor yang paling dominan membentuk kerangka berpikirku?
Mengapa demikian?

Anda mungkin juga menyukai