Modul Praktikum ANSED
Modul Praktikum ANSED
Modul Praktikum ANSED
Sediaan
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA
BANGSA
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis haturkan Kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
Rahmat dan BerkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul praktikum Fitokimia.
Modul praktikum ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu saran dan kritik dari
pembaca/pengguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap modul praktikum Fitokimia ini dapat bermanfaat dan
memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang pengetahuan praktikum.
kupang,
Penyusun
TATA TERTIB PRAKTIKUM ANALISIS SEDIAAN
1. Praktikan harus hadir paling lambat 10 menit sebelum praktikum dimulai, setelah 15
menit keterlambatan praktikan dilarang mengikuti praktikum.
2. Setiap praktikan harus memakai jas lab setelah memasuki laboratorium.
3. Setiap praktikum harus membawa peralatan praktikum yang tidak disediakan oleh
laboratorium
4. Setiap praktikan harus menjaga ketenangan, ketertiban, dan kebersihan di dalam
laboratorium.
5. Sebelum praktikum dimulai, praktikan wajib mengikuti pretest terhadap materi
yang akan dipraktikumkan dan membawa laporan sementara
6. Praktikan yang tidak mengikuti satu atau lebih materi praktikum, tidak
diperkenankan mengikuti ujian akhir praktikum.
7. Praktikan yang merusakkan, memecahkan, atau menghilangkan peralatan
praktikum harus melapor kepada pembimbing praktikum atau asisten, dan harus
melakukan penggantian alat tersebut .
8. Setelah semua percobaan praktikum selesai semua alat praktikum yang sudah
digunakan dikembalikan ke tempat semula.
PRAKTIKUM I. PENETAPAN KADAR PARACETAMOL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMER UV-Vis
A. TUJUAN PRAKTIKUM
B. DASAR TEORI
Parasetamol merupakan obat yang dikenal dengan nama “analgetik anilin”. Paracetamol juga
diklasifikasikan dalam obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) dan menurut sumber lain juga
tidak diklasifikasikan dalam obat golongan NSAID. Paracetamol (C8H9NO2) juga disebut
asetaminofen adalah 4’-hidroksiasetanilida dan merupakan turunan aniline. Obat ini tersedia
dalam formulasi yang berbeda beda dan digunakan secara luas untuk meningkatkan efisiensi
dan toleransi, menurunkan efek yang kurang baik dan toksisitas dari substansi obat lain.
Menurut Farmakope Amerika (USP), sebuah tablet parasetamol seharusnya mengandung
tidak kurang dari 90% (450 mg) dan tidak lebih dari 110% (550 mg) parasetamol. Persentase
kandungan dari analisis sampel menggunakan KCKT memiliki rentang 51,04-103,84%,
sedangkan menggunakan UV, rentangnya 50,19- 109,2%, yang mengindikasikan tidak ada
sampel yang mengandung kurang dari 50% zat aktifnya (Audu, dkk, 2012). Paracetamol
merupakan obat yang bersifat analgesic (penahan rasa sakit/ nyeri) dan antipiretik (penurun
panas/demam) adalah obat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena obat ini
dapat berkhasiat untuk menyembuhkan demam, sakit kepala dan rasa nyeri. Umumnya obat
yang bersifat analgetik dan antipiretik ini mengandung zat aktif yang disebut asetaminofen
atau lebih dikenal dengan nama parasetamol. Obat ini beredar di masyarakat dalam berbagai
macam sediaan tablet, kaplet, kapsul, sirup, dan serbuk (Rachdiati,2008).
C. ALAT
E. CARA KERJA
1) Pembuatan Larutan Blangko
a. Pipet 5 ml etanol
b. Tambahkan air sampai 100 ml
2) Pembuatan Larutan Standar
a. Timbang serbuk paracetamol kemudian Timbang 1, 2, 3, 4, 5 gram
paracetamol
b. Masing masing tambahkan etanol 5 ml
c. Tambahkan aquades hingga 100 ml dan diaduk
d. Larutan dipipet dan dimasukan kedalam kuvet
e. Ukur absorbansi dengan spektrofotometer visible (310nm)
3) Pembuatan Larutan Sample
a. Gerus tablet paracetamol, timbang 0,1 gram
b. Tambahkan etanol 5ml
c. Tambahkan aquades hingga 100 ml dan diaduk
d. Masukan ke dalam kuvet
e. Ukur absorbansi dengan spektrofotometer visible (310nm)
PRAKTIKUM II. PENETAPAN KADAR PARACETAMOL DENGAN METODE
NITRIMETRI
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dalam praktikum ini adalah mahasiswa dapat menetapkan kadar paracetamol secara
nitrimetri
B. Dasar Teori
1. Suhu, Pada saat melakukan titrasi, suhu harus antara 5-15 0 C. walaupun sebenarnya
pembentukan garam diazonium berlangsung pada suhu yang lebih rendah yaitu 0- 5 0
C. pada temperature 5-15 0 C digunakan KBr sebagai stabilisator. Titrasi tidak dapat
dilakukan dalam suhu tinggi karena: HNO 2 yang terbentuk akan menguap pada suhu
tinggi, Garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi fenol.
2. Keasaman, Titrasi ini berlangsung pada PH + 2, hal ini dibutuhkan untuk: Mengubah
NaNO 2 menjadi HNO 2- , Pembentukan garam diazonium, Kecepatan reaksi. Reaksi
diazotasi berlangsung lambat sekali, sehingga agar reaksi sempurna maka titrasi harus
dilakukan perlahan-lahan dan dengan pengocokan yang kuat. Frekuensi tetesan pada
awal titrasi kira-kira 1 ml/menit, lalu menjelang titik-titik akhir menjadi 2 tetes/menit
(Zulfikar, 2010).
C. Alat
D. Bahan
E. Cara Kerja
1) Pembuatan larutan HCl 4 M
Masukan ke dalam beaker glass 197,4 ml larutan HCl 37 %
Encerkan dengan 200 ml aquadest ke dalam beaker glass dan ditambahkan
aquadest hingga 500 ml.
2) Pembuatan Indikator Pasta Kanji-Iodida
Kalium iodida sebanyak 750 mg dimasukkan dalam beaker glass dan dilarutkan
dalam 5 ml air. tambahkan 100 ml air.
Campuran larutan dipanaskan hingga mendidih, tambahkan suspensi pati yang
dibuat dengan melarutkan pati sebanyak 5 gram dalam 35 ml air.
Lalu campuran larutan dididihkan selama 2 menit dan didinginkan sebelum
digunakan.
3) Pembakuan Larutan NaNO2 dengan Indikator Luar
Asam sulfanilat ditimbang seksama lebih kurang 100 mg, masukkan ke dalam
labu ukur.
Natrium bikarbonat sebanyak 50 mg dan sedikit air ditambahkan dan diaduk
hingga larut, encerkan dengan aquadest sebanyak 100 ml air, tambahkan 2,5 ml
HCl 1 N.
Campuran larutan dipipet sebanyak 10 ml ke dalam Erlenmeyer dan ditambah
dengan 250 mg KBr lalu dititrasi pelan-pelan dengan natrium nitrit 0,1 M hingga
setetes larutan memberi warna biru pada pasta kanji-iodida.
Titrasi dianggap selesai jika titik akhir ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan
selama 2 menit.
4) ·Penetapan Kadar Parasetamol
5 tablet parasetamol digerus, ditimbang seksama sebanyak 250 mg, masukkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 30 ml HCl 4 M, lalu direfluks selama 35
menit.
Dinginkan dan ditambahkan 10 ml aquades dan 10 ml HCl pekat, dikocok dan
didinginkan sampai suhu kurang dari 15°C,
Titrasi dengan natrium nitrit 0,1 M.
Titik akhir titrasi ditetapkan dengan menggunakan pasta kanji iodida yeng telah
dioleskan pada porselen. Titik akhir tercapai apabila terbentuk warna biru
seketika
ketika pertama kali digoreskan dan didiamkan selama 2 menit, dan digoreskan
lagi akan memberikan warna biru.
Hitung Kadar Paracetamol dalam tablet.
SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dalam praktikum ini adalah mahasiswa dapat menetapkan kadar vitamin C secara
spektrofotometri UV-Vis.
B. Dasar Teori
Vitamin merupakan senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yang berfungsi
untuk membantu pengaturan atau proses metabolisme tubuh. Salah satu vitamin yang
diperlukan oleh tubuh adalah vitamin C. Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen
interseluler 1 . Vitamin C atau asam askorbat adalah salah satu vitamin yang terbuat dari
turunan heksosa yang larut dalam air dan mudah teroksidasi. Proses tersebut dipercepat oleh
panas, sinar, alkali, enzim serta oleh katalis tembaga dan besi. Disamping itu, asam askorbat
memiliki gugus kromofor yang peka terhadap rangsangan cahaya. Vitamin C biasa tersedia
dalam bentuk sediaan sirup, tablet, tablet ataupun serbuk eferfecen. Ada beberapa metode
yang dikembangkan untuk menentukan kadar vitamin C diantaranya adalah Spektrofotometri
UV-Vis dan metode iodometri. Metode spektrofometer UV-Vis dapat memberikan informasi
baik analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif. Beberapa penelitian telah dilakukan
tentang penetapan kadar vitamin C pada dodol mangga dan nanas segar menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Kadar vitamin C yang dihasilkan berturut-turut sebesar 15,88
g/100g dan 3,4274 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa metode spektrofotometer UV-Vis
mampu memberikan hasil pengukuran kadar vitamin C yang hampir sama dengan nilai nutrisi
yang terdapat dalam cabai merah. Berdasarkan uraian diatas, dilakukan penelitian tentang
pengukuran kadar vitamin C pada cabai merah menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
C. Alat
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat melakukan identifikasi Amilum, Glukosa, Protein dan Lemak pada
makanan.
B. DASAR TEORI
Bahan makanan: didalamnya terkandung zat makanan seperti amilum, protein, lemak,
vitamin dan garam mineral Bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari harus
mengandung nutrient yang diperlukan tubuh. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan
nutrient yang dibutuhkan dalam jumlah besar, sedangkan vitamin dan mineral dibutuhkan
tubuh dalam jumlah kecil.
C. ALAT
D. Bahan
E. Cara Kerja
1) Siapkan alat dan bahan eksperimen yang akan di uji
2) Tumbuk bahan makanan diatas lumpang porselin sebelum di uji coba. Bahan yang
keras seperti kacang merah sebaiknya direbus terlebih dahulu
3) Masukkan bahan makanan kedalam tabung reaksi (dengan ketentuan satu jenis bahan
makan di masukkan kedalam tabung reaksi untuk menguji kandungan masing-masin
amilum, glukosa dan protein).
4) Uji Amilum
o Masukkan bahan makanan kangkung, kacang merah, keju belimbing dan cabe
yang sudah di tumbuk/dihaluskan ke dalam tabung reaksi (satu jenis = satu
tabung).
o Tetesi 2 tetes lugol pada setiap tabung reaksi yang akan di uji amilum.
o Amati perubahan warna yang terjadi
o Lakukan hal tersebut ke dalam semua bahan makanan tadi
5) Uji Glukosa
o Masukkan bahan makanan kangkung, kacang merah, keju belimbing dan cabe
yang sudah di tumbuk/dihaluskan ke dalam tabung reaksi (satu jenis = satu
tabung).
o Masukkan fehling A + fehling B (benedict) dengan perbandingan 3 : 1.
o Panaskan tabung reaksi diatas pembakar spiritus
o Masukkan data kedalam tabel. Lakukan hal tersebut ke dalam semua bahan
makanan tadi.
6) Uji Protein
o Masukkan bahan makanan kangkung, kacang merah, keju belimbing dan cabe
yang sudah di tumbuk/dihaluskan ke dalam tabung reaksi (satu jenis = satu
tabung).
o Masukkan beberapa tetes biuret
o Kocok tabung reaksi tersebut sehingga terjadi perubahan warna.
o Masukkan data kedalam tabel. Lakukan hal tersebut ke dalam semua bahan
makanan tadi.
PRAKTIKUM V. PENETAPAN KADAR KALSIUM PADA MAKANAN DENGAN
KOMPLEKSOMETRI
A. TUJUAN
B. DASAR TEORI
Analisis volumetri adalah bagian dari analisis kimia kuantitatif untuk menentukan banyaknya
suatu zat dalam volume tertentu dengan mengukur banyaknya larutan standar yang dapat
bereaksi secara kuantitatif dengan analit (zat yang akan ditentukan). Prinsip dasar analisis
volumetri berdasarkan reaksi:aA + tT ↔ Hasil a molekul analit A (titrat) bereaksi dengan t
molekul pereaksi T (titran). Dengan titrasi dimaksudkan suatu proses pengerjaan di mana
titran ditambahkan sedikit demi sedikit melalui buret ke dalam larutan analit untuk mencapai
titik ekivalen. Titik ekivalen dimaksudkan pada saat titrasi dimana jumlah titran yang
ditambahkan ekivalen dengan jumlah analit dalam larutan. Selain itu dikenal juga titik akhir
titrasi yaitu saat terjadi perubahan warna indikator. Selisih antara titik ekivalen dan titik akhir
titrasi dikenal sebagai kesalahan titrasi. Jenis metode titrimetri didasarkan pada jenis reaksi
kimia yang terlibat dalam proses titrasi. Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri
dapat dibagi menjadi 4 golongan, salah satunya adalah kompleksometri. Kompleksometri
didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara analit dengan titran.
Misalnya reaksi antara Ag + dan CN - yang mengikuti persamaan reaksi : Ag + + 2CN -
Reaksi antara Ag + dengan CN - dikenal sebagai metode Liebig untuk penetapan sianida.
Reagen lain adalah EDTA (etilen diamina tetraasetat) yang banyak digunakan sebagai
pengompleks berbagai ion logam melalui metode titrasi. Titrasi kompleksometri meliputi
reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah kompleks logam dengan EDTA.
Berbagai logam membentuk kompleks pada pH yang berbeda-beda. Peristiwa
pengompleksan tergantung pada aktivitas anion bebas, misalkan Y 4- (jika asamnya H 4 Y
dengan tetapan ionisasi pK 1 = 2,0; pK 2 = 2,64; pK 3 = 6,16 dan pK 4 = 10,26). Ternyata
variasi aktivitas Y 4- bervariasi terhadap perubahan pH dari 1,0 sampai 10 dan secara umum
perubahan ini sebanding dengan (H + ) pada pH 3,0 – 6,0. Cara-cara titrasi dengan EDTA
terbagi menjadi 5, yaitu:
Titrasi langsung merupakan metode yang paling sederhana dan sering dipakai.
Larutan ion yang akan ditetapkan ditambah dengan dapar, misalnya dapat pH 10
lalu ditambahkan indikator logam yang sesuai dan dititrasi langsung dengan
larutan baku dinatrium edetat.
Titrasi kembali, cara ini penting untuk logam yang mengendap dengan hidroksida
pada pH yang dikehendaki untuk titrasi. Untuk senyawa yang tidak larut misalnya
sulfat, kalsium oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat
lambat dan ion logam yang membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium
edetat daripada dengan indikator. Pada keadaan demikian, dapat ditambahkan
larutan baku dinatrium edetat berlebihan kemudian larutan di dapa pada pH yang
diinginkan dan kelebihan dinatrium edetat dititrasi kembali dengan larutan baku
ion logam.
Titrasi substitusi, cara ini dilakukan bila ion logam tersebut tidak memberikan titik
akhir yang jelas apabila dititrasi secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau
juga jika ion logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium edetat lebih
stabil daripada logam lain seperti magnesium dan kalsium.
Titrasi tidak langsung, cara titrasi tidak langsung dapat digunakan untuk
menentukan kadar ion-ion seperti anion yang tidak bereaksi dengan pengkelat.
Sebagai contoh barbiturat tidak bereaksi dengan EDTA akan tetapi secara
kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam keadaan basa sebagai ion
kompleks 1:1. Setelah pengendapan dengan kelebihan Hg(II), kompleks
dipindahkan dengan cara penyaringan dan dilarutkan kembali dalam larutan baku
EDTA berlebihan. Larutan baku Zn(II) dapat digunakan untuk menitrasi kelebihan
EDTA ini menggunakan indikator yang sesuai untuk mendeteksi titik akhir.
Titrasi alkalimetri, pada metode ini proto dari dinatrium edetat (Na 2 H 2 Y)
dibebaskan oleh logam berat dan dititrasi dengan larutan baku alkali sesuai
dengan persamaan reaksi berikut :M n+ + H 2 Y 2- ↔ (MY) +n-4 + 2H + Larutan
logam yang ditetapkan dengan metode ini sebelum dititrasi harus dalam suasana
netral terhadap indikator yang dipergunakan.Penetapan titik akhir menggunakan
indikator asam-basa atau secara potensiometri.
Kelebihan titrasi kompleksometri adalah EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan
komposisi kimiawi yang tertentu. Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian
pH, misal magnesium (Mg), krom (Cr), kalsium (Ca) dan barium (Ba) dapat dititrasi pada pH
= 11; mangan (Mn 2+ ), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni), seng (Zn), kadmium (Cd),
aluminium (Al), timbal (Pb), tembaga (Cu), titian (Ti) dan vanadium (V) dapat dititrasi pada
pH 4,0 – 7,0. Terakhir logam seperti raksa (Hg), bismut (Bi), kobalt (Co), besi (Fe), krom
(Cr), kalsium (Ca), indium (In), scandium (Sc), titian (Ti), vanadium (V) dan thorium (Th)
dapat dititrasi pada pH 1,0 - 4,0. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) sebagai garam natrium
(Na 2 H 2 Y) sendiri merupakan standar primer sehingga tidak perlu standarisasi lebih lanjut.
Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan. Suatu titik ekivalen segera tercapau dalam
titrasi demikian dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk penentuan
beberapa logam pada operasi skala semimikro. Dalam praktek, kestabilan kompleks-
kompleks logam EDTA dapat diubah dengan (a) mengubah-ubah pH dan (b) adanya zat-zat
pengkompleks lain. Maka tetapan kestabilan kompleks EDTA akan berbeda dari nilai yang
dicatat pada suatu Ph tertentu, dalam larutan air EDTA akan memiliki nilai yang berbeda dari
nilai yang telah dicatat. Kondisi baru ini dinamakan tetapan kestabilan nampak atau tetapan
kestabilan menurut kondisi. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator
yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai
warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator
metalokromat. Indikator metalokromik visual yang penting dapat masuk dalam tiga golongan
utama, yaitu: (a) senyawaan hidroksiazo, (b) senyawaan fenolat dari trifenilmetana yang
tersubstitusi oleh hidroksi serta (c) senyawaan yang mengandung suatu gugus
aminometildikarboksimetil. Banyak dari indikator ini juga merupakan senyawaan-senyawaan
trifenil metana. Beberapa indikator metalokromik yang dapat digunakan, yaitu:
Mureksida, mureksida adalah garam amonium dari asam purpurat dan anionnya, dapat
digunakan untuk titrasi langsung dengan EDTA terhadap kalsium pada pH = 11,
perubahan warna pada titik akhir adalah dari merah menjadi violet biru, tetapi jauh
dari ideal. Perubahan warna pada titrasi langsung dari nikel pada pH 10-11adalah dari
kuning menjadi violet biru. Perubahan warna untuk kalsium adalah dari hijau zaitun
melalui abu-abu, menjadi biru mendadak.
Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T)/ EBT (Erichrom Black T), zat ini adalah
natrium 1-(1-hidroksi-2-naftilazo)-6-nitro-2-naftol-4-sulfonat(II) dan mempunyai
acuan indeks warna C.I.14645. Dalam larutan yang sangat asam, zat warna ini
cenderung untuk berpolimerisasi menjadi produk yang berwarna coklat-merah,
akibatnya indikator ini jarang digunakan dalam titrasi EDTA dengan menggunakan
larutan yang lebih asam daripada pH = 6,5. Gugus asam sulfonat dalam indikator ini
akan menyerahkan protonnya sebelum range pH 7-12, yang merupakan perhatian
paling utama bagi penggunaan indikator ion logam. Kedua nilai pK untuk atom-atom
hidrogen ini masing-masing adalah 6,3 dan 11,5. Di bawah pH = 5,5, larutan hitam
solokrom (Hitam Eriokrom T) adalah merah (disebabkan oleh H 2 D - ), antara pH 7
dan 11 warnanya biru (disebabkan oleh HD 2- )dan di atas pH = 11,5 indikator ini
berwarna jingga-kekuningan (disebabkan oleh D 3- ). Dalam range pH 7-11,
penambahan garam logam menghasilkan perubahan warna yang cemerlang dari biru
menjadi merah.
Indikator Patton dan Reeder , indikator Patton dan Reeder adalah asam 2-hidroksil 1-
(2-hidroksi-4-sulfat-1-naftilazo)-3-naftoat(III); nama ini boleh disingkat menjadi
HHSNNA. Penggunaannya yang utama adalah dalam titrasi langsung dari kalsium,
terutama dengan adanya magnesium. Perubahan warna yang tajam dari merah angur
menjadi biru murni diperoleh bila ion-ion kalsium dititrasi dengan EDTA pada nilai
pH antara 12 dan 14.
Biru tua solokrom, Biru tua solokrom atau kalkon kadang-kadang disebut Hitam
Eriokrom RC, zat ini sebenarnya adalah natrium 1-(2-Hidroksi-1-naftilazo)-2- nafto-
4-sulfonat. Zat warna ini mempunyai 2 atom hidrogen fenolat yang dapat terionisasi,
proton-proton ini terionisasi secara bertahap dengan pK masing-masing 7,4 dan 13,5.
Suatu penerapan penting dari indikator ini adalah pada titrasi kalsium secara
kompleksometri dengan adanya magnesium, titrasi ini harus dilakukan pada pH kira-
kira 12,3 (misalnya yang diperoleh dengan suatu buffer dietilamina). Pada kondisi-
kondisi ini, magnesium diendapkan secara kuantitatif sebagai hidroksidanya.
Perubahan warna adalah dari merah jambu menjadi biru murni.
Kalmagit, kalmagit merupakan asam 1-(1-hidroksil-4-metil-2-fenilazo)-2-naftol-4-
sulfonat (V), mempunyai perubahan warna yang sama seperti hitam solokrom (Hitam
Eriokrom T), tetapi perubahan warnanya agak lebih jelas dan tajam. Kelebihan
indikator ini adalah tetap stabil hampir tanpa batas waktu. Zat ini digunakan sebagai
ganti Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T) tanpa mengubah eksperimen untuk titrasi
kalsium ditambah magnesium.
C. ALAT
D. BAHAN
7. EDTA) 0,089 M.
E. LANGKAH KERJA
MENGGUNAKAN IODOMETRI
A. Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan penetapan kadar Vit. C pada makanan atau minuman secara
iodometri.
B. Alat
Buret
Elenmeyer
Gelas ukur
Pipet
Statif
C. Bahan
Sampel makanan/ minuman
Aquadest
Iodium
Indicator kanji
Natrium tiosianat
Asam sulfat encer
D. Cara kerja
1. Membuat larutan iodium 0,1 N
2. Siapkan buret untuk titrasi standarisasi
3. Standarisasi larutan iodium mengggunakan Natrium tiosianat
4. Membuat indikator luar (indikator kanji)
5. Siapkan buret untuk titrasi
6. Menimbang saksama 500 mg sampel
7. Dilarutkan dalam campuran yang terdiri 100 mL aquadest dan 25 mL asam
sulfat
8. encer menggunakan elenmeyer.
9. Titrasi menggunakan iodium 0,1 N yang telah distandarisasi menggunakan
natrium
10. tiosianat menggunakan indicator kanji.
11. End point ditunjukan pada perubahan kanji menjadi warna biru.
12. Tentukan kadar Vit. C dalam sampel
A. TUJUAN
B. DASAR TEORI
Kosmetik merupakan suatu komponen sandang yang sangat penting peranannya dalam
kehidupan masyarakat, dimana masyarakat tertentu sangatNbergantung pada sediaan
kosmetika pada setiap kesempatan. Di pasaran pada umumnya, banyak beredar sediaan
kosmetika yang berperan untuk keindahan kulit wajah. Dalam perkembangan selanjutnya,
suatu sediaan kosmetika akan ditambahkan suatu zat ikutan atau tambahan yang akan
menambah nilai artistik dan daya jual produknya, salah satunya dengan penambahan bahan
pemutih. Salah satu zat tambahan yang berfungsi sebagai pemutih adalah merkuri. Menurut
Peraturan Menteri Kehatan RI No.445/MENKES/PER/V/1998 tentang bahan, zat warna,
subtrat, zat pengawet dan tabir surya pada kosmetik penggunaan merkuri pada kosmetika
adalah dilarang, Karena toksisitasnya terhadap organ –organ ginjal, saraf dan otak. Merkuri
digunakan sebagai bahan pemutih kulit dalam sediaan krim karena memiliki efek pemucat
warna kulit. Daya pemutih pada kulit sangat kuat.
C. ALAT
1. Tabung Reaksi
2. Labu bunsen
3. Erlemenyer
4. Labu ukur
5. Pipet
6. Corong
7. Batang pengaduk
8. Kertas whatman no 41
9. Alumunium foil
10. Timbangan analitik
D. Bahan
1. Spiritus
2. Standar Merkuri
3. Sampel Krim Kosmetika
4. Asam klorida
5. Asam nitrit
6. Larutan KI 0,5 N
7. Aquades
E. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Uji
Ditimbang sebanyak 2,0 g sampel
ditambahkan akuades sebanyak 25 mL,
Tambahkan campuran 10 mL larutan asam klorida dan asam nitrat, uapkan
sampai hampir kering.
Pada sisa penguapan tambahkan akuades sebanyak 10 mL.
Panaskan selama 5 menit.
Dinginkan dan disaring dengan kertas saring Whatman
2. Analisis Kualitatif Merkuri
1 ml larutan uji,dimasukan ke dalam tabung reaksi
Tambahkan 1 – 2 tetes KI 0,5 N
Amati perubahan warna
Bandingkan dengan standar
PRAKTIKUM VIII. HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
Determination of Caffeine in Beverages by HPLC Experiment
https://youtu.be/_WzDDxX6D9I
A. TUJUAN
memberikan pengantar aplikasi HPLC untuk solusi masalah analitis yang kompleks.
Jumlah kafein yang ada dalam minuman ini dapat ditentukan dengan HPLC
Untuk menentukan jumlah kafein dalam berbagai minuman.
Untuk membandingkan jumlah kafein dalam berbagai minuman
B. DASAR TEORI
Fase Terbalik dan Fase Normal merupakan Dua jenis kromatografi partisi yang
dapat dibedakan berdasarkan polaritas relatif dari fase gerak dan fase diam. Dalam
kromatografi Fase Normal, Kromatografi cair berdasarkan pada fase diam yang
sangat polar seperti air atau trietileneglikol yang didukung pada silika atau partikel
alumina; pelarut yang relatif nonpolar seperti heksana atau l-propileter kemudian
berfungsi sebagai fase gerak. Dalam kromatografi fase terbalik, Fase diam nonpolar,
seringkali hidrokarbon, dan fase gerak relatif polar (seperti air, metanol, atau
asetonitril). Pada kromatografi fase normal, komponen yang paling sedikit polar
dielusi terlebih dahulu karena ini adalah fase gerak yang paling larut yaitu
meningkatkan polaritas fasa gerak akan menurunkan waktu elusi. Sebaliknya, dalam
metode fase terbalik, komponen yang paling polar muncul lebih dulu, dan
peningkatan polaritas fase gerak akan meningkatkan waktu elusi. Nonpolar: fase
terbalik: RP-C8, RP-C18
Instrumen HPLC terdiri dari wadah fase gerak pada HPLC yang dapat menampung
fase gerak antara 1-2 liter pelarut. Pompa pada HPLC digunakan dengan tujuan
sebagai system penghantaran fase gerak dan untuk menjamin proses penghantaran
fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusible, konstan dan bebas dari gangguan.
Penyuntikkan sampel pada HPLC digunakan sebagai media untuk memasukkan
sampel (dalam bentuk cair) kedalam instrument HPLC. Kolom pada HPLC sebagai
fase diam dan sebagai tempat dilewatinya fase gerak untuk mengalami elusi atau
pemisahan didalamnya. Oven pada HPLC digunakan untuk memberikan tekanan
panas yang tinggi, dengan demikian proses pemisahan sampel dapat dtunjang untuk
berlangsung dengan baik. Detektor pada HPLC digunakan untuk membaca hasil
pemisahan sampel dari instrument. Detektor mengubah sinyal elektrokimia menjadi
kurva yang dapat dibaca.
Bahan :
Metanol
Water (Aquades)
Pepsi
Diet Pepsi
Ice Tea
Ice Coffee
D. Prosedur Kerja :
Pembuatan Larutan Standar dimulai dengan menimbang bubuk kafein
dengan timbangan analitik, masukkan ke dalam labu takar besar
kemudian dilarutkan dengan campuran pelarut air (aquades) dan Metanol
sambil digojok hingga larut dan homogen tandai labu takar 10 ppm.
Siapkan 4 labu takar ukuran kecil ditandai 1 ppm, 2 ppm, 5 ppm dan 7 ppm
Untuk labu takar 1 ppm diambil 1 ml larutan stok dengan pipet volum,
kemudian masukkan dalam labu takar 1 ppm dan tambahkan pelarut (air dan
methanol) hingga mencapai garis batas pada labu takar. Untuk labu takar 2
ppm, diambil 2 ml larutan stok dengan pipet volum, kemudian masukkan
dalam labu takar 2 ppm dan tambahkan pelarut (air dan methanol) hingga
mencapai garis batas pada labu takar. Untuk labu takar 5 ppm, diambil 5 ml
larutan stok dengan pipet volum, kemudian masukkan dalam labu takar 5 ppm
dan tambahkan pelarut (air dan methanol) hingga mencapai garis batas pada
labu takar. Hal sama juga Untuk labu takar 7 ppm, diambil 7 ml larutan stok
dengan pipet volum, kemudian masukkan dalam labu takar 7 ppm dan
tambahkan pelarut (air dan methanol) hingga mencapai garis batas pada labu
takar. Siap untuk dilihat waktu Retensi masig-masing.
Nyalakan komputer dan setiap modul pada alat HPLC. Perhatikan sejenak
setiap modul dan komputer, apakah menyala dengan baik. Jika terdapat modul
yang tidak menyala atau komputer tidak menyala, lakukan pengecekan kabel
yang terhubung ke sumber daya.
Buka atau double click icon software yang HPLC di komputer anda. Lakukan
pengecekan sederhana, apakah instrument dan komputer sudah saling
terhubung dan bisa berkomunikasi. Pada beberapa kasus, jika instrument sudah
terhubung dengan komputer ditandai dengan bunyi beep pada instrument.
Perhatikan pipa atau selang outlet sudah terletak pada penampung yang benar.
karena ini penting untuk menampung limbah proses analisa.
Perhatikan dan pastikan larutan yang digunakan untuk fase gerak tersedia
dalam jumlah yang cukup. Beberapa jenis larutan yang digunakan diantaranya
adalah :, Aquades (water), Metanol
Lakukan setting method pada software HPLC. Pada dilakukan setting detail
mengenai aplikasi, komposisi dan waktu injeksi.
Pembuatan Kurva Baku Kafein : Seri konsentrasi kafein (1 ppm, 2ppm,
5ppm, 7ppm dan 10 ppm) dibaca serapannnya dan dibuat spectra derivatenya,
lalu hitung jarak vertical antara puncak maksimal dan puncak minimum pada
panjang gelombang peak-to-peak yang telah ditentukan sebagai amplitudo
peak-to-peak. Buat persamaan regresi linear antara konsentrasi vs amplitude
sehingga didapat persamaan y = b(x) + a, dimana x adalah konsentrasi kafein
dan y adalah amplitude peak-to-peak.
Siapkan sampel minuman yang akan digunakan untuk melihat keberadaan
kafein. Sampel yang digunakan adalah Diet Pepsi, Pepsi, Ice Tea, Ice Coffee.
Masing-masing sampel dibuat dengan konsentrasi yang sama dan dimasukkan
dalam labu takar yang berbeda-beda (seperti pada Video).
Selanjutnya masing-masing sampel dimasukan ke dalam instrument untuk
dilihat serapannya dengan instrument HPLC, spectrum serapan sampel dibuat
derivative pada panjang gelombang peak to peak pada puncak maksimum
kemudian dihitung amplitudonya. Nilai amplitude yang terukur dihitung
sebagai y yang kemudian dimasukkan kedalam persamaan kurva baku
replikasi pertama y = b(x) + a. Selisih antara larutan standar kafein dan sampel
menunjukkan konsentrasi kafein dalam sampel.
Buatlah Kurva kalibrasi dengan menggunakan mics. Exel dengan consentrasi
Vs Peak Area
DAFTAR PUSTAKA
Badan POM RI. 2007. Peringatan Tentang Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya dan
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Depkes RI. Jakarta
Gandjar, G.I & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar. Yogyakarta.