Logmin Mankep Bab I-III
Logmin Mankep Bab I-III
Logmin Mankep Bab I-III
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bermain merupakan aktivitas utama bagi anak. Bermain bagi anak merupakan
media belajar dan kegiatan yang memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan. Dengan bermain anak mengenali kelebihan dan kekurangan
dirinya. Bahkan ketika anak sakit aktivitas bermain tetap menjadi kegiatan
yang menyenangkan. Namun permasalahannya ketika anak sakit dan harus
dirawat di rumah sakit seringkali fasilitas di rumah sakit tidak cukup
mendukung dilakukan kegiatan bermain di rumah sakit. Sehingga seringkali
periode adaptasi hospitalisasi memanjang. Periode adaptasi bagi anak sakit
yang sedang dirawat dirumah sakit dapat diperpendek dengan beberapa teknik,
antara lain: family centered care, atraumatik care, dan terapi bermain (Rohmah,
N. 2013).
Program terapi bermain di beberapa rumah sakit sudah mulai dikembangkan
walaupun pelaksanaannya masih terbatas pada mahasiswa yang sedang
melakukan praktek klinik. Sedangkan di RS yang besar, ruangan khusus
bermain sudah disediakan, programnya sudah ada, dan pelaksanaannya sudah
berjalan secara rutin. Saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit perawat dan
orang tua harus dapat memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai
dengan kondisi anak yang sedang sakit.
Keuntungan aktivitas bermain yang dilakukan pada anak yang dirawat di
rumah sakit antara lain: 1) meningkatkan hubungan antara klien (anak dan
keluarga) dengan perawat, karena dengan melaksanakan kegiatan bermain
perawat mempunyai kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan
menyenangkan dengan anak dan keluarganya. Bermain merupakan alat
komunikasi yang efektif antara perawat dan klien. 2) Perawatan di rumah sakit
akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang
terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak. 3) Permainan anak
di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga
akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut,
sedih, tegang, dan nyeri. 4) Permainan yang terapiutik akan dapat
meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif.
5) Permainan yang memberi kesempatan pada beberapa anak untuk
berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak dan
keluarganya (Supartini, 2004).
Ruang Aster Rumah sakit Pertamina Balikpapan, telah berbenah dengan
memodifikasi lingkungan dan menyediakan beberapa peralatan untuk bermain
walaupun jumlah dan jenisnya masih terbatas. Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan kelompok selama berpraktek di ruang Aster, pasien anak yang
dirawat banyak yang bermain gadged sendiri dan sering menangis apabila
didatangi petugas.
Proposal ini disusun dengan maksud untuk memberikan panduan praktis
bagaimana menerapkan metode bermain di rumah sakit. Harapannya perawat
yang bertugas di unit perawatan anak dapat melakukan kegiatan terapi bermain
secara individu maupun berkelompok dengan peralatan yang ada atau bahkan
tidak ada alat permaianan sekalipun. Dengan demikian kesulitan penerapan
bermain yang berkaitan dengan kekurangan/tidak adanya alat dapat
diminimalkan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan
berpikir kritis.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu:
a. Memahami konsep terapi bermain
c. Meningkatkan kemampuan membuat perencanan dan pelaksanaan Terapi
Bermain.
3. Manfaat
a. Bagi Pasien
1) Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat
masa penyembuhan.
2) Mendapat perawatan secara profesional dan efektif
3) Memenuhi kebutuhan pasien
b. Bagi Perawat
1) Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor perawat.
2) Meningkatkan kerjasama antar tim kesehatan.
3) Menciptakan komunitas keperawatan profesional.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kecemasan
a. Definisi Kecemasan
Kecemasan atau ansietas merupakan penilaian dan respon emosional
terhadap sesuatu yang berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan
dengan sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengan perasaan
yang tidak menentu dan tidak berdaya (Donsu, 2017). Kecemasan
merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi
ketakutan, kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran
atau ketakutan terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan (Olivia,
2013).
2) Teori interpersonal
Dalam teori ini dikatakan kecemasan terjadi dari ketakutan dan
penolakan interpersonal, hal ini digabungkan dengan trauma masa
pertumbuhan seperti kehilangan atau perpisahan yang
menyebabkan seseorang tidak berdaya. Individu yang mempunyai
harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami
kecemasan berat.
3) Teori Prilaku
Dalam teori ini kecemasan merupakan hasil frustasi segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan ntuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Para ahli prilaku menganggap kecemasan
merupakan suatu dorongan yang mempelajari berdasarkan
keinginan untuk menghindari rasa sakit. Pakar teori menyakini
bahwa bila pada awal kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang
berlebihan maka akan menunjukan kecemasan yang berat pada
masa dewasanya. Sementara para ahli teori konflik mengatakan
bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan yang
bertentangan. Mereka percaya bahwa hubungan timbale balik
antara konflik dan daya kecemasan yang kemudian menimbulkan
konflik.
4) Teori Keluarga
Dalam teori keluarga gangguan kecemasan dapat terjadi dan
timbul secara nyata dalam keluarga, biasanya tumpang tindih
antara gangguan kecemasan dan depresi.
5) Teori Biologis
Pada teori bioligis menunjukan bahwa otak mengandung banyak
reseptor spesifik untuk benzodiasepin. Reseptor ini mungkin
mempengaruhi kecemasan.
c. Tingkatan kecemasan
Tingkat kecemasan dibedakan menjadi tiga (Donsu, 2017) , yaitu:
1) Kecemasan Ringan
Pada tingkat kecemasan ringan seseorang mengalami ketegangan
yang dirasakan setiap hari sehingga menyebabkan seseorang
menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Seseorang
akan lebih tanggap dan bersikap positif terhadap peningkatan
minat dan motivasi. Tanda-tanda kecemasan ringan berupa
gelisah, mudah marah dan prilaku mencari perhatian.
2) Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.
Seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah. Pada kecemasan sedang,
seseorang akan kelihatan lebih serius dalam memperhatikan
sesuatu. Tanda-tanda kecemasan sedang berupa suara bergetar,
perubahan dalam nada suara , takikardi, gemetaran, peningkatan
ketegangan otot.
3) Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi, cenderung
untuk memusatkan pada suatu yang rinci dan spesifik serta tidak
dapat berfikir tentang yang lain, semua prilaku ditunjukan untuk
mengurangi dan menurunkan kecemasan dan focus pada kegiatan
lain berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan
untuk dapat memeusatkan pada suatu daerah lain. Tanda-tanda
kecemasan berat berupa perasaan terancam, ketegangan,
perubahan gastrointestinal (mual, muntah, rasa terbakar pada ulu
hati, sendawa, anoreksia, dan diare).perubahan kardiovaskuler
dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
Gangguan kecemasan pada anak yang sering dijumpai di rumah
sakit adalah panik, fobia, obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan
umum dan lainnya.
2) Karakteristik Saudara
Karakteristik saudara dapat mempengaruhi kecemasan pada
anak yang di rawat di rumah sakit, anak yang dilahirkan sebagai
anak pertama dapat menunjukan rasa cemas yang berlebihan
dibandingkan anak kedua.
3) Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi stress hospitalisasi dimana
anak perempuan yang menjalani hospitalisasi memiliki tingkat
kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak anak laki-laki,
Perbedaan selanjutnya dari segi emosi, perempuan lebih
ekspresif menunjukkan emosinya, misalkan menangis.
Sementara anak laki-laki, mereka biasanya memiliki tingkat
kepercayaan diri yang lebih tinggi dan umumnya lebih aktif
dalam mengatasi stres (Chomaria, 2015).
2) Gangguan Psikomotor
Psikomotor itu adalah gerakan badan yang dipebgaruhi jiwa, jadi
merupakan efek bersama yang mengenai badan dan jiwa.
Gangguan Psikomotor dapat berupa kelambatan (secara umum
gerakan dan reaksi menjadi lambat) dan peningkatan (aktivitas
dan reaksi umum meningkat).
3) Gangguan Emosional
Ketika anak mengalami gangguan emosional anak akan
mengalami keadaan emosional yang tidak stabil, saat berinteraksi
dan berada dilingkungans sosial, prilakunya akan sangat
menganggu di muka umum. Contohnya seperti tidak mampu
belajar, tidak bisa menjalin hubungan pertemanan, mood mudah
terganggu, dan cenderung takut sendiri.
f. Penanganan Kecemasan
1) Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine,
obat ini digunakan untuk jangka pendek dan tidak dianjurkan
untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan
toleransi dan ketergantungan ( Depkes RI , 2017).
2. Terapi Bermain
a. Definisi Bermain
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,
emosional dan sosial dan merupakan media yang baik untuk belajar
karena dengan bermain anak akan berkata- kata , menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan yang dapat dilakukan, dan mengenal
waktu , jarak,serta suara (Oktiawati, Khodijah, Setyaningrum, &
Dewi, 2017).
c. Kategori Bermain
Anak memerlukan alat permainan yang bervariasi sehingga bila
bosan permainan yang satu dia akan dapat memilih permainan yang
lainnya. Bermain harus seimbang yang artinya harus ada
keseimbangan bermain aktif dan pasif (Adriana, 2020).
1) Bermain Aktif
a) Bermain mengamati atau menyelidiki ( explatory play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa
alat permainan tersebut. Anak memperhatikan alat
permainan, mengocok- ngocok apakah ada bunyi, mencium,
meraba, dan kadang- kadang berusaha membongkar.
b) Bermain konstruktif ( construction play)
Pada anak umur 3 tahun, misalnya menyusun balok menjadi
rumah- rumahan.
c) Bermain drama
Misalnya main sandiwara boneka, dan dokter- dokteran
dengan temannya.
d) Bermain bola, tali daan sebagainya.
2) Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat
dan mendengarkan. Bermain pasif ini adalah ideal apabila anak
sudah lelah bermain dan membutuhkan sesuatu untuk mengatsi
kebosanan dan keletihannya. Contoh bermainpasif adalah
sebagai berikut:
a) Melihat gambar- gambar dibuku atau majalah.
b) Mendengarkan cerita atau music
c) Menonton televisi dan lai- lain.
d. Fungsi Bermain
Menurut Adriana (2020), fungsi bermain bagi anak adalah
1) Perkembangan seensorimotor, meliputi : memperbaiki
keterampilan motorik kasar dan halus serta koordinasi,
meningkatkan perkembangan semua indra, mendorong
eksplorasi pada sifat fisik dunia.
2) Perkembangan intelektual, untuk mempelajari bentuk, ukuran,
tekstur dan warna, pengalaman dengan angka, kesempatan untuk
mempraktekkan dan memperluas kemampuan bahasa,
membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan
membedakan antara fantasi dan realitas.
3) Perkembangan sosial dan moral, yaitu : mendorong anak
berinteraksi dan berfikir positif terhadap orang lain.
4) Kreatifitas, yaitu meningkatkan perkembangan bakat dan minat
anak.
5) Kesadaran diri, memungkinkan kesempatan untuk belajar
bagaimana prilaku sendiri dapat mempengaruhi orang lain.
6) Nilai terapeutik, memberikan pelepasan stress dan ketegangan,
memungkinkan anak mengekspresikan emosinya.
f. Karakteristik Bermain
Karakteristik bermain (Zaviera, 2015), yaitu:
1) Bermain merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki
nilai yang positif bagi anak.
2) Bermain didasari motivasi yang muncul dari dalam. Jadi, anak
melakukan kegiatan tersebut atas kemauan sendiri.
3) Bermain sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan
kewajiban. Anak merasa bebas memilih apasaja yang ingin
dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya.
4) Bermain senantiasa melibatkan peran aktif dari anak, baik
secaara fisik maupun mental
5) Bermain memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan
sesuatu yang bukan bermain. Seperti kemampuan kreatif,
memecahkan masalh, kemampuan berbahasa, kemampuan
memperoleh teman sebanyak mungkin dan sebagainya.
3) Bayi Muda
a) Mainan yang bergerak digantung diatas bayi.
b) Bayi menikmati warna kontras, seperti hitam dan putih.
c) Permainan dengan cermin mempertahankan perhatian bayi.
d) Bayi mungkin memerlukan istirahat jangan member stimulasi
berlebihan
5) Toddler
a) Permainan berpakaian menyedikan kesempatan untuk berlatih
menggunakan atau melepaskan pakaina.
b) Permainan tarik-tekan, tempat meluncur yang rendah
meningkatkan perkembangan keterampilan motorik.
c) Toddler menikmati telepon mainann, buku bergambar, sekop
dan ember, permainan air yang aman, dan menyusun balok.
6) Anak Prasekolah.
a) Bermain dengan peralatan dapur, lemari peralatan dokter dan
suster, dan pekerjaan yang diketahui memfasilitasi anak untuk
berpura-pura memainkan peran individu dewasa.
b) Sepeda roda tiga, kereta, truk, mobil, puzzle, menggambar,
mewarnai gambar dan segala macam keterampilan tangan.
8) Remaja.
a) Aktifitas yang menunjukan prilaku dewasa, mempelajari
manual pelatihan mengemudi.
b) Menulis jurnal, seni, dan keahlian yang menantang.
c) Klub sosial, dansa, bioskop
d) Aktifitas yang mencegah seks dini dan penggunaan tembakau,
alkohol, dan obat.
a) Pengetahuan (Cognitif)
Aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di ruangan
untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari
domain koqnitif. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
perawat tentang aktifitas bermain pada anak maka akan
semakin optimal pula perawat dalam melaksanakan
tindakan yang diberikannya tersebut.
b) Sikap ( Attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan yang
mendukung atau memihak pada objek tersebut. Sikap
dikatakan sebagai suatu respon evaluatif, respon hanya akan
timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya reaksi individual. Di antara
berbagai factor yang mempengaruhi sikap ialah sikap
perawat, pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, media massa, institusi serta factor emosi
dalam diri individu. Suatu sikap yang positif belum
terwujud dalam suatu tindakan.
2) Faktor Pendukung.
Faktor pendukung merupakan sesuatu yang memfasilitasi
seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang
diinginkan seperti kondisi lingkungan, ada atau tidaknya
sarana atau fasilitas kesehatan dan kemampuan sumber-sumber
masyarakat serta program-program yang mendukung untuk
terbentuknya suatu tindakan.
3) Faktor Pendorong.
Faktor pendorong merupakan akibat dari tindakan yang
dilakukan seseorang atau kelompok untuk menerima umpan
balik yang positif atau negatif yang meliputi support social,
pengaruh teman, nasehat dan umpan balik oleh pemberi
pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya
keuntungan sosial seperti penghargaan, keuntungam fisik
seperti kenyamanan, hadiah yang nyata , pemberian pujian
kepada seseorang yang mendemontrasi tindakannya. Sumber
pendorong tergantung pada objek, tipe program dan tempat.
Dirumah sakit , faktor pendorong berasal dari perawat, dokter
dan keluarga.
j. Tipe Permainan
Beberapa tipe permainan yang ditinjau dari karakter social
(Astarani, 2017), yaitu :
1) Permainan pengamat
Tipe permainan pengamat adalah anak memperhatikan apa yang
dilakukan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk terlibat dalam
aktivitas bermain tersebut. Anak memiliki keinginan dalam
memperhatikan interaksi dengan nak lain, tetapi tidak bergerak
untuk berpatisipasi. Anak bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan
temannya.
2) Permainan tunggal
Tipe permainan tunggal adalah anak bermain sendiri dengan
mainan yang bebeda dengan mainan yang digunakan oleh anak
lain di tempat yang sama. Anak menikmati adanya anak lain
tetapi tidak berusaha mendekati mereka. Keinginan anak
dipusatkan pada aktivitas mereka sendiri, yang mereka lakukan
tanpa terkait dengan aktivitas anak lain.
3) Permainan paralel
Tipe permainan parallel adalah anak bermain secara mandiri
tetapi diantara anak-anak lain. Mereka bermaindengan mainan
yang sama seperti mainan yang digunakan anak lain
disekitarnya, tetapi ketika anak tampak berinteraksi mereka
tidak saling mempengaruhi. Masing-masing anak bermain
berdampingan, tetapi tidak bermain bersama-sama.
4) Permaiana asosiatif
Tipe permainan asosiatif adalah bermain bersama dan
mengerjakan aktifitas serupa atau bahkan sama, tetapi tidak ada
organisasi , pembagian kerja, penetapan kepemimpinan atau
tujuan bersama. Anak saling pinjam meminjam mainannya,
saling mengikutu, bertindak sesuai dengan harapannya sendiri
dan tidak ada tujuan kelompok. Terdapat pengaruh prilaku yang
sangat besar ketika satu anak memulai aktivitas, seluruh
kelompok mengikuti.
5) Permainan kooperatif
Permainan kooperatif adalah permainan bersifat teratur, dan ada
nanak bermain dalam kelompokdengan anak lain. Anak akan
berdiskusi dan merencanakan aktifitas untuk tujuan pencapaian
akhir. Kelompok terbentuk secara renggang, tetapi terdapat rasa
memiliki atau tidak memiliki yang nyata. Aktifitas permainan
ini dikontrol oleh satu atau dua anggota yang memerankan peran
dan mengarahkan aktifitas orang lain.
5) Evaluasi proses
a) Anak mengikuti kegiatan dengan baik
b) Anak merasa senang
c) Orangtua dapat mendampingi kegiatan anak sampai
selesai
6) Evaluasi hasil
a) Anak terlihat tidak cemas
b) Anak tidak takut lagi dengan perawat
c) Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan
dengan aktifitas bermain.
c. Kegiatan Mewarnai
Anak prasekolah yang seharusnya menyukai kegiatan mewarnai
menggunakan bahan yang beraneka ragam. Kegiatan mewarnai
gambar merupakan kegiatan yang dilakukan menggunakan
berbagai macam media seperti krayon, spidol, pensil warna dan
pewarna makanan. Gambar mewarnai yang dipilih disesuaikan
dengan keinginan anak, tetapi yang cocok untuk anak usia
prasekolah (Kusmawati, 2019), diantaranya :
1) Gambar mewarnai hewan dapat melatih anak mengenal
beberapa jenis binatang yang ada di bumi. Hewan yang
dekat disekitar kita dapat dikenalkan kepada anak seperti:
ayam, sapi, kambing dan yang lain sebagainya.
3) Perkembangan Psikososial
a) Usia 3 tahun
Perkembangan psikososial yang dialami anak berupa
berpakaian sendiri hampir lengkap, dibnatu bila dengan
kancing di belakang, dan mencocokan sepatu kanan dan kiri,
mengalami peningkatan tentang perhatian, makan sendiri,
dapat menyiapkan makana sederhana seperti sereal, dapat
membantu mengatur meja, mengetahui jenis kelamin sendiri
dan orang lain, egosentrik dalam berfikir dan tingkah laku,
mulai memahami waktu, mulai mampu memandang konsep
dari perspektif yang berbeda, mulai mempelajari permainan
sederhana, tetapi sering mengikuti aturannya sendiri, serta
mulai berbagi, menyembunyikan mainannya untuk
memastikan tidak akan digunakan oleh anggota keluarga
yang lain.
b) Usia 4 tahun
Anak akan bersifat mandiri, cenderung keras kepala dan tidak
sabar, agresif secara fisik dan verbal, mendapat kebanggaan
dalam pencapaian, memamerkan secara dramatis, menikmati
pertunjukan orang lain, menceritakan cerita keluarga kepada
orang lain tanpa batasan, masih mempunyai banyak rasa
takut, menghubungkan sebab akibat dengan kejadian,
memahami waktu dengan baik khususnya dalam istilah
urutan kejadian sehari-hari, egosentrik berkurang dan
kesadaran social lebih tinggi, patuh pada orang tua karena
batasan bukan karena memahami benar atau salah, permainan
asosiatif seperti menghayalakan teman bermain,
menggunakan alat dramatis, imajinatif, dan imitative,
eksplorasi seksual dan keingintahuan ditunjukan melalui
bermain seperti menjadi “dokter”.
c) Usia 5 tahun
Anak akan lebih tenang dan berusaha untuk menyelesaikan
urusan, mandiri, tapi dapat dipercaya, tidak kasar, lebih
bertangguang jawab, mengalami sedikit rasa takut,
mengandalkan otoritas luar untuk mengendalikan dunianya,
berhasrat untuk melakukan sesuatu dengan benar dan mudah,
mencoba mengikuti aturan, menunjukan sikap yang lebih
baik, memperhatikan diri sendiri secara total tetapi perlu
pengawasan, mulai dari bertanya apa yang dipikirkan orang
tua dengan membandingkannya dengan teman sebaya orang
dewasa lain, sangat ingin athu informasi factual mengenai
dunia, dalam permaina mencoba mengikuti aturan tetapi
berlaku curang untuk menghindari kekalahan.
d) Usia 6 tahun
Anak dapat berbagi dan berkerja sama dengan baik, akan
curang untuk menang, sering masuk dalam permainan kasar,
sering cemburu terhadap adik, melakukan apa yang orang
dewasa lakukan , kadang mengalami temper tantrum, lebih
mandiri, mungkin karena pengaruh sekolah, mempunyai cara
sendiri untuk melakukan sesuatu, meningkatkan sosialisasi,
dapat mematuhi tiga macam perintah sekaligus.
5. Hospitalisasi
a. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau
darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk
menjalani terapi dan perawatan (Oktiawati, Khodijah, Setyaningrum,
& Dewi, 2017). Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan
tertentu sehingga mengharuskan seseorang dirawat dirumah sakit
untuk mendapatkan perawatan yang menyebabkan terjadinya
perubahan psikis pada anak (Astarani, 2017).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit, keadaan ini terjadi karena anak berusaha
untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah
sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi stressor baik terhadap anak
maupun orang tua dan keluarga (Zaviera, 2015). Hospitalisasi
merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan untuk tinggal dirumah sakit untuk menjalani terapi
dan perawatan sampai kembali kerumah (Supartini, 2012).
Berdasarkana definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi
adalah pengalaman yang mengancam bagi individu karena stress
yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan yang tidak aman.
3) Keluarga
Keluarga yang terlalu khawatir atau stress anaknya yang dirawat
dirumah sakit akan menyebabkan anak menjadi semakin stress
dan takut.
g. Manfaat Hospitalisasi
Hospitalisasi dapat dan biasa menimbulkan stress bagi anak- anak ,
tetapi hospitalisasi juga bermanfaat. Manfaat yang paling nyata
adalah pulih dari sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat memberi
kesempatan pada anak- anak untuk mengatasi stress dan merasa
kompeten dalam kemampuan koping mereka (Oktiawati, Khodijah,
Setyaningrum, & Dewi, 2017).
BAB III
ANALISA SITUASI
Dalam bab ini akan disajikan tentang tahap proses manajemen keperawatan
yang meliputi pengumpulan data, analisa SWOT, dan identifikasi masalah
sehingga didapatkan beberapa rumusan masalah yang akan dipilih untuk
dijadikan prioritas masalah yang akan didiskusikan.
A. Analisa Situasi Ruang Aster
a. Visi Ruang Rawat Inap Aster RSPB
Ruang rawat inap Aster masih menggunakan visi RSPB
Visi:
Menjadi penyelenggara layanan kesehatan yang prima, terpercaya
serta memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di
Kalimantan timur
b. Misi Ruang Rawat Inap Aster RSPB
Misi ruang rawat inap Aster menggunakan misi RSPB.
1) Memberikan layanan kesehatan beorientasi kepada keselamatan
pasien / patient safety, kepuasan pelanggan dan ramah
lingkungan .
2) Menyiapkan fasilitas pemeriksaan penunjamg medis sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan profesi
kedokteran terkini .
3) Memberikan layanan kesehatan dgn budaya “ La Prima “ dan
bernuansa 4S ( Senyum , Sapa , Sopan dan Sabar )
4) Senantiasa meningkatkan kemampuan professional kompetensi
serta budaya kerja kepada sekuruh pekerja .
B. Analisa SWOT
a. Strength
1) Ketenagaan di ruang Aster terdiri dari Ners sebanyak 10
(58,8%) perawat dan D3 Keperawatan sebanyak 7 (41,18%).
Perawat lulusan Sarjana Keperawatan dan Ners lebih banyak.
2) Tersedianya gedung dan peralatan medis yang sudah cukup
sesuai standar.
3) Semua perawat di ruangan mampu menggunakan sarana dan
prasarana yang ada di rumah sakit
4) Nurse station terletak di daerah yang Strategis
5) Terdapat arena tempat bermain
b. Weakness
1) Terapi bermain belum pernah di adakan
2) SOP terapi bermain tidak tersedia
3) Belum diadakan Informed Concent terapi bermain
4) 85 % Perawat Aster memiliki pengetahuan mengenai terapi
bermain hanya saja belum pernah diaplikasikan.
5) Belum tersedia penun+ang untuk kegiatan terapi bermain
c. Opportunity
1) Adanya perhatian dari pihak manajemen, khususnya wadir
keperawatan dalam meningkatkan keilmuan serta
mengaplikasikan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
guna meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
2) Adanya dukungan dari Kepala Ruangan untuk mengadakan
Pelaksanaan terapi bermain
3) Adanya kerja sama RS dengan institusi pendidikan untuk
program S1 Keperawatan dan profesi Ners
4) Adanya Mahasiswa Program Ners yang melakukan praktek
manajemen di ruang Aster.
5) Perawat dapat meningkatkan karir dan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi
6) Adanya Nursing Day yang dilaksanakan setiap hari selasa yang
dapat meningkatkan keefektifan komunikasi antar perawat
d. Threat
1) Adanya tuntutan klien (pasien dan keluarga) akan pelayanan yang
ramah, sabar, profesional, dan cekatan khususnya dalam
menangani pasien anak/ bayi dalam memberikan asuhan
keperawatan secara bio-psiko-sosio-spritual.
2) Klien anak rawat inap rentan mengalami stress hospitalisasi
3) Banyak rumah sakit pesaing disekeliling RS. Pertamina
Balikpapan yang juga mulai meningkatkan mutu layanan dan juga
kelengkapan peralatan.
C. Perumusan Masalah
Belum adanya SOP Dari hasil wawancara dengan Belum adanya SOP
2
tentang Terapi tim penyusun SPO Rumah tentang Terapi Bermain
Bermain Sakit
D. Skor
1
Pelaksanaan Terapi Bermain
belum pernah dilakukan
4 4 4 4 5 1280 2
Keterangan :
Magnitude ( Mg ) :yaitu kecenderungan besar dan sering
masalah terjadi
Severity ( Sv ) : yaitu besarnya kerugian yang ditimbulkan
Manageability ( Mn ) : yaitu kemampuan penyelesaian masalah
Nurcing Concern ( Nc ) : yaitu fokus pada keperawatan
Affordability ( Af ) : yaitu ketersedian sumber daya
Rentang nilai :
Nilai 1 : sangat kurang sesuai
Nilai 2 : kurang sesuai
Nilai 3 : cukup sesuai
Nilai 4 : sesuai
Nilai 5 : sangat sesuai
Rentang nilai 1 – 5 :
(5 = sangat mampu, 4 = mampu, 3 = cukup, 2 = kurang mampu, 1 = tidak
mampu
Juli 2022
NO. URAIAN KEGIATAN
MINGG MINGG MING
UI U II GU III
3 Membuat Makalah √
4 Mengadakan Lokmin √
7 √