Laporan Kasus Uretritis Gonokokus
Laporan Kasus Uretritis Gonokokus
Laporan Kasus Uretritis Gonokokus
URETRITIS GONOKOKUS
Disusun oleh:
Brillyant Sabatino Raintama
00000013938
Pembimbing:
dr. Hannah K Damar, SpKK
1.2 Anamnesis
Anamnesis pasien dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik
Kulit dan Kelamin di Siloam Hospital Lippo Village pada hari Kamis, 14
Februari 2019 pada pukul 16.00.
Keluhan Utama :
Pasien datang mengeluhkan adanya rasa nyeri ketika buang air
kecil (BAK) sejak 2 hari yang lalu
2
Pasien juga mengatakan bahwa celana dalamnya terdapat bercak –
bercak berwarna kekuningan yang mulai muncul bersamaan dengan
mulainya nyeri BAK. Seiring berjalannya waktu, bercak – bercak tersebut
menjadi lebih sering muncul dan semakin bertambah banyak. Namun,
pasien tidak memperhatikan adanya cairan, nanah, atau darah yang keluar
dari lubang kencingnya.
Pasien mengaku bahwa 1 minggu yang lalu dia sempat melakukan
hubungan seksual dengan seorang teman perempuannya secara oro-
genital. Pasien menyangkal adanya peningkatan frekuensi maupun urgensi
BAK. Juga tidak terdapat perubahan pada warna, konsistensi, dan volume
urine pasien. Pasien menyangkal adanya gejala demam dan nyeri saat
menelan.
3
Pasien mengaku bahwa 1 minggu yang lalu dia sempat melakukan
hubungan seksual dengan seorang teman perempuannya secara oro-
genital, yakni genital pasien dengan oral pasangannya. Pasien menyangkal
pemakaian kondom ketika berhubungan seksual pada waktu itu. Menurut
pasien, pasangan seksualnya tidak sedang menderita gejala yang serupa
atau penyakit infeksi menular seksual tertentu dan juga tidak memiliki
pasangan seksual yang lain. Selain aktifitas seksual yang dilakukannya 1
minggu sebelumnya, pasien menyangkal adanya riwayat aktifitas seksual
lainnya, termasuk riwayat hubungan seksual dengan pekerja seks, berganti
– ganti pasangan seksual, dan male-sex-male.
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, baik terhadap makanan,
cuaca, obat - obatan, debu dan lainnya. Pasien juga menyangkal adanya
riwayat alergi/iritasi terhadap bahan-bahan yang dipakainya sehari - hari
(sabun, lotion, detergen). Pasien juga menyangkal adanya riwayat asma.
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah menggunakan obat apapun untuk keluhannya
saat ini. Pasien juga menyangkal adanya penggunaan obat tertentu secara
rutin.
4
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos Mentis (GCS=15)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Pernapasan : 16 x/menit
Suhu : 37.2°C
Status Generalis
Kepala dan wajah:
o Bentuk kepala simetris
o Rambut hitam tersebar merata
o Kulit kepala normal
o Luka atau scar bekas operasi (-), massa (-), deformitas (-)
Mata:
o Mata normal, tidak cekung
o Pupil bulat dan isokor (3mm/3mm)
o Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
+/+
o Konjungtiva anemis (-),
o Sklera ikterik (-)
THT:
Telinga:
o Telinga kanan dan kiri simetris
o Bekas luka (-), deformitas (-), nyeri (-)
o Tidak ada sekret
Hidung:
o Bentuk normal dan septum di tengah
5
o Bekas luka (-), deformitas (-), massa (-), darah (-)
o Mukosa tidak hiperemis
o Tidak ada pernapasan cuping hidung
Tenggorokan:
o Faring tidak hiperemis
o Uvula di tengah
o Tonsil: T1/ T1 tidak hiperemis
Mulut:
o Mukosa mulut normal, massa (-)
o Lidah normal, defiasi (-)
o Tidak ada luka di bibir, lidah, dan pallatum
Leher:
o Leher simetris, luka (-), bekas operasi (-), luka (-),
kemerahan (-)
o Tidak ada pembesaran KGB
o Trakea intak di tengah
Thorax:
Jantung:
o Inspeksi:
- Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi:
- Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi
- Batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi:
- S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru:
o Inspeksi:
6
- Bentuk dada normal
- Pergerakan dada statis dan dinamis simetris
- Tidak ada retraksi paru
- Tidak ada barrel chest
o Palpasi:
- Tactile fremitus kedua lapang paru simetris
o Perkusi:
- Batas paru hati normal
- Sonor pada kedua paru
o Auskultasi:
- Suara napas vesikular
- Tidak ada rhonchi dan wheezing
Abdomen
o Inspeksi:
- Perut datar
- Massa (-), deformitas (-), bekas operasi (-), bekas luka
(-), luka (-), distensi striae (-)
o Auskultasi:
- Bising usus normal
- Tidak terdengar metallic sound
o Perkusi:
- Perkusi 4 regio abdomen normal (timpani)
- Tidak ada shifting dullness
- Batas hepar normal, hepatomegali (-)
o Palpasi:
- Nyeri tekan (-), massa (-)
- Hepatomegali (-), splenomegali (-), kidney
ballottement (-)
Ekstremitas :
7
- Ekstremitas simetris
- Akral hangat
- CRT normal <2 detik
- Edema (-)
- Sianosis (-)
- Onikolisis (-)
Genitalia
Penis:
o Telah disirkumsisi, nyeri tekan (+), deformitas (-), erosi (-),
ekskoriasi (-), ulkus (-)
o Orifisium uretra eksternum eritema (+), edema (+), duh
tubuh mukopurulen (+), darah (-), gatal (-), ektropion (-),
erosi (-). Teknik milking dilakukan untuk memastikan
keberadaan duh tubuh.
Skrotum:
o Bentuk dan ukuran normal, nyeri (-), erosi (-), ekskoriasi (-)
KGB:
o Tidak ada pembesaran KGB inguinal medial
unilateral/bilateral
Perianal
o Perineum normal, tumor (-), nyeri (-), erosi (-), abses (-)
o Anus normal, nyeri (-), erosi (-), abses (-)
8
Status Venerologis
Ad regio orifisium uretra eksternum: eritematosa, edematosa, disertai
keluarnya duh tubuh mukopurulen berwarna putih kekuningan, darah
(-), ektropion (-).
9
1.5 Resume
Pasien Tn. M, laki – laki berusia 29 tahun memiliki keluhan nyeri
berkemih yang dimulai sejak 2 hari yang lalu, dirasakan di dalam penis,
terasa seperti terbakar, dan terjadi setiap kali berkemih dengan skala nyeri
7/10. Rasa nyeri memberat ketika penis ditekan dan ereksi. Bersamaan
dengan mulainya nyeri berkemih, pasien juga mengeluhkan adanya bercak
– bercak kekuningan pada celana dalamnya, yang semakin sering muncul
dan bertambah banyak seiring berjalannya waktu. Pasien mengaku bahwa
1 minggu yang lalu dia sempat melakukan hubungan seksual tanpa
10
menggunakan kondom dengan seorang teman perempuannya secara oro-
genital, yakni genital pasien dengan oral pasangannya. Adapun pasien
sering merasa kelelahan fisik akibat bekerja lembur di media televisi
setelah pulang dari kuliahnya.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit ringan dan terdapat
nyeri tekan pada penis. Dari status venerologis, ad regio orifisium uretra
eksternum tampak eritematosa, edematosa, disertai keluarnya duh tubuh
mukopurulen. Hasil pemeriksaan pewarnaan gram pada duh tubuh pasien
menunjukkan adanya diplokokus gram negatif intrasel.
1.6 Diagnosis
Diagnosis Kerja : Uretritis gonokokus
Diagnosis Banding : Uretritis nongonokokus, Trikomoniasis,
Balanitis Kandida
1.7 Tatalaksana
Non-medikamentosa
Tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara waktu. Bila
tidak memungkinkan, gunakan kondom.
Konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi, dan
pentingnya keteraturan berobat.
Menganjurkan pasien untuk mengajak pasangannya berobat ke
dokter
Tes dan konseling mengenai penyakit HIV serta infeksi menular
seksual lain, termasuk Sifilis.
Medikamentosa
Seftriakson 250 mg diberikan secara injeksi intramuskular (IM)
dengan dosis tunggal
Azitromisin 1 g tablet per oral dengan dosis tunggal
Ibuprofen 200 mg tablet per oral sebanyak 2 kali sehari setelah
makan dengan interval waktu 4 sampai 6 jam. Obat digunakan
sesuai kebutuhan (jika merasa nyeri).
11
Flavoxate HCl 100 mg tablet per oral sebanyak 3 kali sehari
1.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Cosmeticum : Bonam
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gonore merupakan istilah yang digunakan pada seluruh infeksi
yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. Infeksi ini
merupakan infeksi menular seksual (IMS) yang dapat menimbulkan
penyakit pada berbagai organ tubuh, diantaranya termasuk Uretritis
Gonokokus.1
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun
2014, angka kejadian gonore di seluruh dunia mencapai 80 juta kasus.
Gonore umumnya ditemukan pada populasi individu yang tinggal di
perkotaan, berusia muda, bukan ras kulit putih, belum menikah, dan
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Di Kanada dan Amerika Serikat,
gonore sangat sering ditemukan pada orang dewasa muda, yakni dalam
rentang usia 15 – 24 tahun untuk perempuan dan 20 – 24 tahun untuk laki
– laki. Suatu survei di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa angka
kejadian gonore secara signifikan lebih tinggi pada laki – laki (202,5 kasus
per 100.000 orang laki – laki) dibandingkan perempuan (141,8 kasus per
100.000 orang perempuan).2
Insidensi gonore lebih tinggi pada negara berkembang
dibandingkan negara maju. Namun, insidensi penyakit IMS di negara
berkembang masih sulit untuk dipastikan oleh karena keterbatasan
pengawasan dan kriteria diagnosis yang berbeda.3
2.3 Etiologi
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, penyebab gonore adalah
bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini termasuk golongan diplokokus
berbentuk biji kopi, berukuran lebar 0,8 mikron dan panjang 1,6 mikron,
serta bersifat tahan asam. N. gonorrhoeae juga bersifat Gram-negatif pada
pewarnaan Gram, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam
13
keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39⁰ C, dan tidak tahan disinfektan.
Secara morfologik, gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak
mempunyai vili dan tidak virulen.1
Pada umumnya penularan terjadi melalui hubungan seksual secara
genito-genital, oro-genital, atau ano-genital. Tetapi, dapat juga terjadi
secara manual melalui alat – alat, pakaian, handuk, termometer, dan
sebagainya. Oleh karena itu secara garis besar dikenal gonore genital dan
gonore ekstra genital.1
2.4 Patogenesis
Adapun cara transmisi N. gonorrhoeae ialah melalui sekresi
mukosa. Dalam patogenesis terjadinya gonore, N. gonorrhoeae pada
awalnya akan melekat pada sel epitel kolumnar dengan menggunakan pili
atau fimbria. Lokasi penempelan N. gonorrhoeae yang paling sering yaitu
pada sel – sel mukosa traktus urogenitalis laki – laki maupun perempuan.
Kuman ini memiliki protein – protein tertentu (seperti PilC dan Opa) pada
membran luarnya yang membantu dalam proses perlekatan dan juga invasi
lokal. Invasi ini dimediasi oleh protein adesin dan enzim sfingomyelinase,
yang berperan dalam proses endositosis.4,5
Bakteri gonokokus ini juga menyebabkan peningkatan ekspresi
integrin pada sel target, yang kemudian mencegah terjadinya peluruhan sel
yang seharusnya terjadi sebagai mekanisme pertahanan. Terdapat jenis
gonokokus tertentu yang memiliki immunoglobulin (Ig) A protease, yang
berperan untuk memutus heavy chain imunoglobulin manusia, sehingga
respon imun bakterisidal tubuh menjadi terhambat. Ketika berada di dalam
sel, bakteri ini bereplikasi dan dapat bertumbuh dalam keadaan aerobik
maupun anaerobik. Setelah menginvasi sel, N. gonorrhoeae terus
bereplikasi dan berproliferasi secara lokal, yang kemudian menimbulkan
respon inflamasi.4,5
Di luar sel, bakteri ini rentan terhadap perubahan suhu, sinar
ultraviolet, kekeringan, dan faktor lingkungan lainnya. Membran luar dari
14
bakteri mengandung endotoksin lipooligosakarida, yang dihasilkan kuman
pada saat pertumbuhan cepat sedang berlangsung dan berkontribusi dalam
pathogenesis terjadinya infeksi diseminata. Keterlambatan pengobatan
antibiotic, perubahan fisiologis pada mekanisme pertahanan tubuh,
resistensi terhadap respon imun, dan jenis bakteri dengan tingkat virulen
tinggi semuanya berpartisipasi dalam terjadinya penyebaran hematogen
dan infeksi diseminata. Manusia merupakan satu – satunya host natural
dari N. gonorrhoeae.4,5
15
Gambar 14
Gambar 24
16
Dalam beberapa kasus, terdapat begitu banyak peradangan jaringan
lunak sehingga seluruh penis distal menjadi edema, yang disebut "bull
head clap" (Gambar 3).4
Gambar 34
2.7 Komplikasi
Sekuele permanen infeksi gonokokal pada wanita dapat berupa
infertilitas dan peningkatan risiko kehamilan ektopik akibat penyakit
peradangan pelvis (PID) yang tidak diobati. Infeksi gonokokus juga dapat
menjadi sistemik/diseminata (DGI), dimana ketika tidak diobati dapat
menyebabkan artritis septik, menghasilkan kerusakan sendi permanen.
Meningitis dan endokarditis adalah manifestasi jarang dari DGI, yang
dapat menyebabkan kematian atau cacat permanen yang disebabkan oleh
sistem saraf pusat atau kerusakan jantung. Infeksi neonatal dapat
17
menyebabkan retardasi pertumbuhan, berat badan lahir rendah, prematur,
kebutaan, dan kadang-kadang bahkan kematian bayi.8
2.8 Diagnosis
Karena spesifisitas tinggi (> 99%) dan sensitivitas (> 95%),
pewarnaan Gram pada spesimen uretra yang menunjukkan leukosit
polimorfonuklear dengan gram intraseluler dengan diplococci negatif
dapat dianggap diagnostik untuk infeksi N. gonorrhoeae pada pria
bergejala.9 Namun, karena sensitivitas yang lebih rendah, hasil pewarnaan
Gram negatif tidak dapat dianggap cukup untuk menyingkirkan infeksi
gonokokus pada pria asimptomatik yang berisiko tinggi untuk infeksi.
Berbeda dengan pewarnaan Gram uretra, sensitivitas pewarnaan Gram
pada swab endoserviks kurang dari 35% dan tidak boleh digunakan
sebagai alat skrining pada wanita.9 Spesimen vagina tidak pernah
direkomendasikan untuk tujuan diagnostik karena mukosa vagina menolak
invasi gonokokus.4
Kultur bakteri telah menjadi tes diagnostik "standar emas" selama
bertahun-tahun, meskipun tes yang lebih baru dan lebih spesifik sekarang
banyak digunakan. Kultur N. gonorrhoeae membutuhkan media yang
mengandung heme, nicotinamide adenine dinucleotide, ekstrak ragi,
karbon dioksida, dan suplemen lain yang diperlukan untuk isolasi. Budaya
dapat dilakukan pada media Thayer-Martin yang dimodifikasi. Pada pria,
biakan dilakukan pada sekresi atau usap uretra. Spesimen endoserviks dan
endouretral untuk kultur menghasilkan hasil yang akurat pada wanita.
Biakan pada usap faring dan rektum juga dapat dilakukan jika diduga ada
infeksi di daerah ini.4
Ada tren yang berkembang di antara departemen kesehatan dan
klinik IMS untuk menggunakan Nucleic Acid Amplification Tests (NAAT)
untuk memberikan diagnosis yang lebih cepat. Pengujian ini menggunakan
metode seperti Polymerase Chain Reaction (PCR); transcription-mediated
18
spesifik, serta mungkin dapat mendeteksi bahkan keberadaan satu
organisme. Namun, ada banyak variabilitas dalam biaya, sensitivitas, dan
situs tes anatomi yang diindikasikan, sehingga tes ini tunduk pada
kontroversi yang berkelanjutan. Selain itu, diagnosis melalui metode
nonkultur tidak memungkinkan untuk pengujian sensitivitas antibiotik.4
Untuk infeksi diseminata, kultur, dan jika tersedia, NAAT, harus
dilakukan pada darah, cairan sendi, dan lesi kulit. Cairan sinovial dari
sendi yang terkena harus dianalisis untuk jumlah sel, pewarnaan Gram,
dan kultur. Karena kebutuhan, diagnosis dapat mengandalkan kecurigaan
klinis dan temuan terkait karena tes untuk infeksi diseminata menunjukkan
hasil positif hanya dalam sejumlah kecil kasus.4
2.9 Tatalaksana
Tatalaksana gonore secara keseluruhan mencakup nonmedikamentosa
dna medikamentosa.
1. Nonmedikamentosa1
- Notifikasi pasangan. Bila memungkinkan, lakukan pemeriksaan
dan pengobatan pada pasangan tetap pasien.
- Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara
laboratoris, bila tidak memungkinkan anjurkan penggunakan
kondom.
- Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-3 dan hari ke-7
- Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat
terjadi, dan pentingnya keteraturan berobat.
- Lakukan Provider Initiated Testing and Counselling (PITC)
terhadap infeksi HIV dan kemungkinan mendapatkan infeksi
menular seksual lain.
- Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan penapisan untuk IMS
lainnya
19
2. Medikamentosa1
Kuman patogen penyebab utama duh tubuh uretra adalah N.
gonorrhoeae dan C. trachomatis. Oleh karena itu, pengobatan
pasien dengan duh tubuh uretra secara sindrom harus dilakukan
serentak terhadap kedua jenis kuman penyebab tersebut (Tabel 1).
Bila ada fasilitas laboratorium yang memadai, kedua kuman
penyebab tersebut dapat dibedakan, dan selanjutnya pengobatan
secara lebih spesifik dapat dilakukan. Etiologi uretritis non-
gonokokus terutama disebabkan oleh C. trachomatis, sehingga
dalam pengobatannya ditujukan untuk klamidiosis. Dibawah ini
adalah rejimen pengobatan untuk duh tubuh uretra secara sindrom
berdasarkan Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular
Seksual 2015 (Tabel 1).10
20
dosis 3,5 g dosis tunggal secara oral, namun pemakaiannya tidak
dianjurkan pada kehamilan.1
Reaksi alergi jarang terjadi pada sefalosporin generasi
ketiga. Penggunaan ceftriaxone atau cefixime dikontraindikasikan
pada orang dengan riwayat alergi penisilin yang dimediasi
imunoglobulin (Ig) E. Regimen lain termasuk pengobatan ganda
dengan dosis tunggal oral gemifloxacin 320 mg ditambah
azitromisin oral 2 g atau pengobatan ganda dengan dosis tunggal
gentamisin intramuskular 240 mg ditambah azitromisin oral 2 g.
Penyedia yang merawat orang dengan alergi sefalosporin atau yang
dimediasi IgE harus berkonsultasi dengan spesialis penyakit
menular.4
Eritromisin dapat diberikan untuk penderita yang tidak
tahan Tetrasiklin, ibu hamil, atau penderita berusia kurang dari 12
tahun, dengan dosis 4 x 500 mg sehari selama 2 minggu.
2.10 Prognosis
Prognosisnya sangat baik jika infeksi diobati dini dengan antibiotik
yang sesuai. Adapun infeksi gonokokus yang diobati sebelumnya tidak
mengurangi risiko infeksi ulang. Infeksi gonokok diseminata memiliki
prognosis yang baik jika dirawat dengan tepat dan sebelum kerusakan
permanen pada sendi atau organ terjadi.4
21
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1 Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan adanya nyeri berkemih yang
dimulai sejak 2 hari yang lalu, dirasakan di dalam penis, terasa seperti terbakar,
dan terjadi setiap kali berkemih. Rasa nyeri memberat ketika penis ditekan dan
ereksi. Informasi ini menandakan bahwa kelainannya terdapat di dalam daerah
penis. Sehingga, berbagai penyakit pada permukaan kulit di daerah genital
(misalnya psoriasis atau dermatitis kontak) dapat dieliminasi. Tidak adanya rasa
nyeri pada testis, perineum, suprapubis, dan abdomen inferior dapat
mengeksklusi kemungkinan adanya penyebaran infeksi, seperti prostatitis,
cowperitis, epididimitis, dan funikulitis.1 Lalu, bersamaan dengan mulainya nyeri
berkemih, pasien juga mengeluhkan adanya bercak – bercak kekuningan pada
celana dalamnya, yang semakin sering muncul dan bertambah banyak seiring
berjalannya waktu. Namun, pasien tidak memperhatikan adanya cairan yang
keluar dari kemaluannya. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa hal
ini dapat merupakan sisa duh tubuh yang telah mengering pada celana dalam
pasien. Oleh karena itu, diagnosis banding pada saat ini sudah bisa diarahkan
pada Uretritis Gonokokus, Uretritis Nongonokokus, Trikomoniasis, dan
Balanitis Kandida.1 Namun, Trikomoniasis dan Balanitis Kandida agak kurang
memungkinkan sebagai diagnosis karena tidak adanya gejala gatal pada ujung
penis.
Pasien mengaku bahwa 1 minggu yang lalu dia sempat melakukan
hubungan seksual tanpa menggunakan kondom dengan seorang teman
perempuannya secara oro-genital, yakni genital pasien dengan oral pasangannya.
Dengan informasi ini, dapat diketahui bahwa masa inkubasi penyakit pada
22
pasien ini ialah 5 hari. Hal ini mendukung Uretritis Gonokokus sebagai
diagnosis, karena masa inkubasi infeksi gonokokus pada umumnya berkisar
antara 2 sampai 5 hari setelah pajanan.1 Di sisi lain, Uretritis Nongonokokus
menjadi kurang memungkinkan, karena umumnya gejala dialami 1 sampai 3
minggu setelah kontak seksual.1 Trikomoniasis masih mungkin sebagai
diagnosis, karena periode inkubasinya ialah 4 hari sampai 3 minggu. 1 Sementara
itu, masa inkubasi Balanitis Kandida dapat bervariasi. Adapun pasien sering
merasa kelelahan fisik akibat bekerja lembur di media televisi setelah pulang
dari kuliahnya. Hal ini membuat pasien rentan terhadap infeksi oleh karena daya
tahan tubuh yang sedang kurang baik, sehingga juga mendukung diagnosis –
diagnosis banding sebelumnya.
Tidak adanya rasa nyeri pada testis, perineum, suprapubis, dan abdomen
inferior dapat mengeksklusi kemungkinan adanya penyebaran infeksi, seperti
prostatitis, cowperitis, epididimitis, dan funikulitis. 1 Selain itu, tidak adanya
perubahan frekuensi dan urgensi urinasi juga menyingkirkan kemungkinan
infeksi saluran kemih lainnya, seperti sistitis. Tidak adanya demam juga
menyingkirkan infeksi diseminasi gonokokus maupun penyakit sistemik lainnya.
Tidak ditemukannya nyeri menelan mengeksklusi kemungkinan faringitis akibat
infeksi gonore.1
23
Uretritis Nongonokokus duh tubuh cenderung lebih seropurulen (Gambar 4),
sehingga diagnosis banding ini menjadi kurang mungkin.1
Gambar 412
24
Gambar 512
25
ditemukan pada pemeriksaan ini.1 Juga dengan tidak ditemukannya sel ragi,
blastospora, dan/atau hifa semu, diagnosis Balanitis Kandida dapat dieliminasi.1
3.2 Tatalaksana
26
adalah untuk mengobati uretritis gonokokus, sementara pemberian Azitromisin 1
g tablet per oral dengan dosis tunggal ditujukan untuk pengobatan uretritis
nongonokokus.10
Adapun uretritis nongonokokus lebih sering disebabkan oleh infeksi
Chlamydia trachomatis (sekitar 50% kasus), sehingga pengobatan uretritis
nongonokokus pun bertujuan untuk menatalaksana infeksi ini. 1 Namun,
pengobatan untuk C. trachomatis juga tetap dapat mencakup kuman penyebab
lainnya, seperti Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis. Adapun N.
gonorrhoeae sudah bersifat resisten terhadap obat golongan kuinolon tertentu,
seperti Siprofloksasin dan Ofloksasin,1 sehingga hal ini juga menjadi alasan untuk
mengedukasi pasien betapa pentingnya melakukan pengobatan teratur demi
mencegah resistensi antimikrobial.10
Pasien juga diberikan Ibuprofen 200 mg tablet, yang penggunaannya per
oral sebanyak 2 kali sehari setelah makan dengan interval waktu 4 sampai 6 jam.
Tujuan pemberiannya adalah untuk meredakan gejala rasa nyeri berkemih pasien,
sehingga cukup digunakan sesuai kebutuhan, yakni jika masih merasa nyeri.
Selain itu, pasien diberikan Flavoxate HCl 100 mg tablet, yang digunakan per oral
sebanyak 3 kali sehari. Obat ini bersifat spasmolitik pada traktus urinarius,
sehingga dapat merelaksasi otot – otot halus pada vesika urinaria dan uretra.
Akibatnya, frekuensi berkemih menjadi berkurang, dan sebagai gantinya, gejala
disuria dapat mereda. Lalu, dengan terelaksasinya otot pada uretra yang
mengalami peradangan, pasien juga dapat berkemih dengan lebih baik.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Daili SF, Nilasari H. Gonore. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually Transmitted Disease
Surveillance 2017. Gonorrhea. Atlanta: U.S. Department of Health and
Human Services; September 2018.
3. Ram, Sanjay, and Peter A. Rice.. "Gonococcal Infections." Harrison's
Principles of Internal Medicine, 20e Eds. J. Larry Jameson, et al. New York,
NY: McGraw-Hill, , http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=2129§ionid=192021881.
4. Strowd, Lindsay C., et al.. "Gonorrhea, Mycoplasma, and Vaginosis."
Fitzpatrick's Dermatology, 9e Eds. Sewon Kang, et al. New York, NY:
McGraw-Hill, , http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=2570§ionid=210440823.
5. Todar K. The pathogenic Neisseriae. In: Todarer Online Textbook of
Bacteriology. Madison, WI: University of Wisconsin-Madison Department of
Bacteriology; 2008.
6. Workowski KA, Bolan GA. Sexually transmitted diseases treatment
guidelines. MMWR Recommend Rep. 2015;64(RR3):1–137
7. Martin MC, Pérez F, Moreno A, et al. Neisseria gonorrhoeae meningitis in
pregnant adolescent. Emerg Infect Dis. 2008;14(10):1672–1674.
8. Herbst de Cortina S, Bristow CC, Joseph Davey D, et al. A systematic
review of point of care testing for Chlamydia trachomatis, Neisseria
gonorrhoeae, and Trichomonas vaginalis. Infect Dis Obstet Gynecol.
2016;2016:4386127. [PubMed: 27313440]
9. Darling EK, McDonald H. A meta-analysis of the efficacy of ocular
prophylactic agents used for the prevention of gonococcal and chlamydial
ophthalmia neonatorum. J Midwifery Womens Health. 2010;55:319.
28
10. Seksual, I. M. (2015). Pedoman Nasional Penanganan.
11. . "Chapter 215. Urethritis in Men." The Color Atlas of Family Medicine, 2e
Eds. Richard P. Usatine, et al. New York, NY: McGraw-Hill, 2013,
http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=685§ionid=45361291.
12. Usatine, Richard P.. "Candidiasis." The Color Atlas and Synopsis of Family
Medicine, 3e Eds. Richard P. Usatine, et al. New York, NY: McGraw-Hill, ,
http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=2547§ionid=206792282.
29