Tesis: Universitas Sumatera Utara
Tesis: Universitas Sumatera Utara
Tesis: Universitas Sumatera Utara
TESIS
Oleh
ZURAIDAH
177046019/ADMINISTRASI KEPERAWATAN
THESIS
By
ZURAIDAH
177046019/NURSING ADMINISTRASION
TESIS
Oleh
ZURAIDAH
177046019/ADMINISTRASI KEPERAWATAN
ABSTRAK
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Thesis of Title : Experience of Nurses in Implementing Patient
Safety Culture at USU Hospital
Name of Student : Zuraidah
Student’s Id Number : 177046019
Study Program : Master of Nursing Science
Major in : Nursing Administration
Year : 2020
ABSTRACT
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari penyusunan tesis ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk kesempurnaa tesis ini.
Besar harapan penulis, jika penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Zuraidah
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR SKEMA ...........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Landasan Teori Keperawatan ................................................................ 41
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
Tabel 2.1 Tingkat maturitas budaya keselamatan pasien ..................35
Tabel 4.1 Karakteristik demografi partisipan ....................................66
Tabel 4.2 Matriks Tema .....................................................................87
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
Gambar 2.1 Kerangka konseptual; sistem interaksi dinamis.......... 42
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema
Skema 2.1 Relevansi Teori .............................................................. 45
Skema 4.1 Skema Tema ................................................................... 89
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
pasien menjadi bagian integral pelayanan yang berkualitas. Berbagai inisiatif dan
menerus, disamping itu mutu pelayanan harus ditingkatkan karena semakin baik
kualitas layanan maka keselamatan pasien akan semakin baik (Turkmen et al.,
mengarah kepada hasil pasien yang negatif, sehingga rumah sakit sebagai institusi
merupakan tindakan bebas dari kecelakaan atau bahaya yang mempunyai salah
Permenkes No.11 Tahun 2017 Insiden Keselamatan Pasien (IKP) adalah suatu
kejadian atau kondisi yang tidak disengaja yang dapat mengakibatkan cedera pada
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
pasien yang dapat dicegah. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) meliputi kejadian
yang tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera, dan kejadian
dan keluarga pasien karena tidak jarang insiden ini berakhir dengan tuntutan
hukum.
dapat terjadi disemua tahapan dimulai dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan
yang dapat berupa kesalahan medis atau bukan kesalahan (National Patient Safety
terjadi karena kelalaian petugas kesehatan seperti salah melakukan tindakan, lupa
bagi pasien dan keluarga yaitu biaya perawatan menjadi lebih besar, resistensi
terobosan Institute of Medicine (2000) berdasarkan laporan yang berjudul “To Err
kematian dalam setahun. Menurut National Patient Safety Agency tahun 2017
2016 dari negara Inggris sebanyak 1.879.822 kejadian, Malaysia sebanyak 2.769
2017).
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) tahun 2012 sebanyak 145
insiden yang terdiri dari KTD 46%, KNC 48% dan lain- lain 6%, dan lokasi
tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI Yogyakarta 13,8%, Jawa
Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Sulawesi
belum dapat memenuhinya. Bagi perawat masalah nya penuh dengan tantangan,
pasien pada perawat yang terlibat dalam pemberian pelayanan perawatan adalah
sangat penting.
informasi bagi pelayanan kesehatan. Sejalan dengan hasil penelitian Yoo dan Kim
(2017) bahwa pelaporan insiden dipengaruhi oleh lingkungan kerja maka persepsi
komitmen dan manajemen dalam pelayanan kesehatan yang berasal dari sikap,
keselamatan pasien dipengaruhi oleh area kerja, posisi, tingkat partisipan dalam
rumah sakit. Selain itu terdapat faktor untuk meningkatkan budaya keselamatan
adalah salah satu poin penting dalam melakukan pelayanan kesehatan di rumah
sakit dan juga bagian dari akreditasi rumah sakit. Budaya keselamatan pasien
harus menjadi perhatian bagi perawat karena itu adalah tanggung jawab profesi
(Choi et al., 2019) dan penerapan budaya keselamatan pasien yang adekuat akan
(2018) penerapan dimensi pada budaya keselamatan seperti kerja tim dalam unit,
perawat baik dari aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat dalam
kerugian bagi pasien dan keluarga, mengurangi masa rawatan dan meringankan
Rumah Sakit USU adalah rumah sakit pendidikan yang dijadikan sebagai
lahan praktik bagi mahasiswa kesehatan USU dan sekolah kesehatan lain, yang
terdiri mahasiswa kedokteran, keperawatan dan kebidanan. Selain itu rumah sakit
banyak akan tenaga kesehatan termasuk dokter, perawat, bidan dan lainnya.
Angka Bed Occupancy Ratio (BOR) dalam satu tahun terakhir meningkat dimana
pada bulan Januari sampai dengan April 2018 dengan rerata 70-72 % pada setiap
ruangannya.
lainnya, karena berdasarkan informasi dari Komite Mutu Rumah Sakit USU
kejadian, dan KPC 7 kejadian. KTD diantara nya adalah perawat melakukan
kesalahan dalam menginput obat, salah prosedur dalam pemberian obat yang
terjadi di ruang perawatan anak dimana pelakunya adalah mahasiswa perawat dan
memberikan obat, walaupun obat tersebut tidak jadi masuk ketubuh pasien karena
ada hambatan, sedangkan di ruang rawat inap kelas tiga pernah terjadi pasien
selain itu kejadian flebitis tinggi (informasi dari perawat PPI angka flebitis diatas
standar nasional) dan pasien dengan memakai identitas gelang yang salah warna,
dimana kesalahan tersebut berasal dari perawat IGD. Angka insiden diatas adalah
insiden yang dilaporkan dan insiden itu bisa lebih banyak lagi kalau petugas
komite mutu keselamatan pasien rumah sakit USU insiden report di Rumah Sakit
USU masih rendah karena belum ada kesadaran dari peugas kesehatan untuk
melaporkannya.
keselamatan pasien di rumah sakit USU belum optimal karena angka insiden
masih tinggi, insiden report perawat masih rendah dan sampai saat ini Rumah
merupakan salah satu strategi upaya untuk menekan angka insiden keselamatan
pasien di Rumah Sakit USU. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin menggali
dengan tujuan peneliti akan memperoleh informasi lebih banyak dan baru terkait
Rumusan Masalah
dilakukan oleh perawat dan mahasiswa yang sedang berpraktik yang lepas dari
pengawasan perawat. Dari laporan perawat PPI dan Komite Mutu Keselamatan
pelaporan insiden kepada semua perawat, tetapi kenyataannya insiden report dari
perawat masih minim dengan alasan belum sadar untuk melaporkan insiden dan
takut untuk melaporkan karena akan disalahkan. Berdasarkan angka kejadian dan
Tujuan penelitian
dalam menerapkan budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit USU Kota Medan
Manfaat Penelitian
maksimal
penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
pencegahan bahaya pada pasien yang dapat disebabkan karena error yang terdiri
keselamatan pasien adalah bebas dari cedera fisik dan psikologis yang menjamin
kesalahan, mengurangi rasa tidak aman pasien dalam sistem perawatan kesehatan
dan meningkatkan pelayanan yang optimal. Sejalan dengan pendapat Emanuel et.
kesehatan.
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang yang disebabkan oleh
tindakan yang buruk atau injury yang berasal dari proses pelayan kesehatan.
keselamatan pasien adalah pasien aman (terhindar dari cidera), pelayanan menjadi
lebih efektif dengan adanya bukti yang kuat terhadap terapi yang perlu atau tidak
perlu diberikan kepada pasien, berfokus pada nilai dan kebutuhan pasien,
pengurangan waktu tunggu pasien dalam menerima pelayanan dan efisien dalam
sakit terdiri dari yaitu: 1) Hak pasien; pasien dan keluarganya mempunyai hak
untuk mendapatkan informasi, 2) Mendidik pasien dan keluarga; runah sakit harus
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan koordinasi antar tenaga dan
keselamatan pasien rumah sakit, dan 7) Komunikasi sebagai kunci bagi staf untuk
kesehatan. tujuh langkah terebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak
Dengan menciptakan budaya adil dan terbuka, 2) Memimpin dan mendukung staf,
yang dapat dicegah pada pasien. Berdasarkan Permenkes RI No. 11 Tahun 2017
(KTD); suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada
pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
diambil seharusnya diambil, 2) Kejadian tidak cedera; suatu insiden yang sudah
cedera; kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden, 5) Kejadian sentinel; adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan
yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Biasanya dipakai untuk
kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi
faktor organisasi dan manajemen, faktor lingkungan kerja, faktor tim, faktor
petugas dan kinerja, faktor tugas, faktor pasien dan faktor komunikasi. Menurut
Agency Health Research and Quality (AHRQ) faktor yang menimbulkan insiden
masalah sumber daya manusia (SDM), hal-hal yang berhubungan dengan pasien,
transfer pengetahuan dirumah sakit, alur kerja , kegagalan teknis, kebijakan dan
kejadian yang sama terulang kembali. Sistem pelaporan insiden dirumah sakit
penting pelaporan insiden adalah pelapor insiden harus aman; staf tidak boleh
data kejadian yang tidak diharapkan dan analisanya, analisa yang baik dan proses
insiden keselamatan pasien menemukan ada enam tema yaitu; Ketakutan terhadap
kecelakaan, Menyalahkan orang lain dan keadaan, Merasa bersalah dan menyesal
dalam melakukan tugas keperawatan dan setia pada prinsip-prinsip (Lee et al.,
2014)
perawat dalam keselamatan pasien dan hal yang meningkatkan rasa kekhawatiran
memaparkan apa yang didapatkannya dari perilaku perawat yang kurang baik
mahasiswa perawat merasa rentan untuk menantang perawat dan 4) budaya tim,
menakuti sumber daya manusia dalam suatu sistem di mana keselamatan pasien
tidak dianggap sebagai prioritas utama, kekurangan sumber daya: staf yang tidak
obatan yang harus diwaspadai/high-alert; agar memastikan obat tetap aman untuk
yang benar, pembedahan pada pasien yang benar; agar pasien tercatat dengan
sesuai dengan pedomannya dan 6) mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh;
untuk memastikan pasien tidak mengalami risiko jatuh. Semua langkah akan
job for safety, menyerderhanakan proses, dan membuat standar proses. Prinsip 3
mengembangkan tim yang efektif, Prinsip 4 antisipasi pada kejadian yang tak
terduga. Pada prinsip Antisipasi pada kejadian yang tak terduga dilakukan
karena mereka kontak langsung dengan pasien dan karena itu kemungkinan
perawat memiliki informasi yang penting mengenai perasaan dan kondisi fisik
pasien, informasi yang dibutuhkan oleh anggota tim lainnya. Perawat berada
dalam peran yang sulit secara unik karena mereka harus mengkoordinasikan
kegiatan mereka dengan dokter dan administrator yang lebih bertenaga dan
memiliki status lebih dalam sistem medis. Pada saat yang sama mereka harus
berkoordinasi dengan rekan kerja mereka saat pasien dipekerjakan saat tinggal
dirumah sakit dengan berbagai anggota lainnya seperti apoteker, terapi fisik,
pencatat catatan pasien, pekerjaan sosial dan berbagai teknisi. Selain itu mereka
berada dalam hierarki departemen keperawatan mereka sendiri dan harus belajar
satu tujuan utama paling prioritas dalam menjamin keselamatan pasien adalah
pasien, ANA telah memperkenalkan kepada perawat tentang peran penting untuk
pengembangan lingkup praktik dan standar, kode etik untuk perawat, advokasi
credentialing
keselamatan pasien.
Budaya Organisasi
bersama oleh anggota organisasi. Tujuan budaya adalah untuk memberikan ikatan
bersama sehingga anggota tahu bagaimana berhubungan satu sama lain dan untuk
menunjukkan apa yang dihargai kepada orang lain yang berada di luar organisasi.
Budaya adalah fenomena yang beragam, sulit dipahami dan diuraikan. Rumah
paling kompleks dalam lingkungan sosial kita saat ini. Hubungan perawatan
kesehatan di rumah sakit tergantung pada komunikasi dan kolaborasi antara dan di
internal, diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang utuk memahami,
berpikir, dan merasa masalah tersebut. Schien membagi berbagai aspek budaya
yang paling luar, kasat mata dan konkret yang mecerminkan nilai-nilai dan asumsi
dasar. Contohnya karakteristik yang terlihat seperti tata ruang kamar pasien,
mendasari: keyakinan dan perasaan yang tidak disadari tetapi kuat, seperti
keperawatan dan hasil pasien. Mempunyai makna bersama, praktik yang diterima
begitu saja dan asumsi kelompok unit kerja, dapat memberikan efek signifikan
pada kinerja dan hasil yang dapat memberikan efek yang kuat pada karyawan dan
perilaku orang, terutama tanggapan mereka satu sama lain, yang merupakan faktor
keselamatan pasien dan menjadi fondasi utama dalam menuju keselamatan pasien.
Budaya keselamatan pasien adalah hasil dari interaksi antara sikap, nilai,
tempat kerja (Nieva & Sorra, 2003). Oleh karena itu budaya keselamatan adalah
Budaya keselamatan suatu organisasi adalah produk dari nilai-nilai individu dan
komitmen untuk, gaya dan kecakapan dari manajemen kesehatan dan keselamatan
langkah-langkah pencegahan.
lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis memperlakukan satu sama lain
Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerjasama antar tim yang
pada pasien.
percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan
mendukung kerja sama dan rasa hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan
dengan ras, agama, suku dan gender, dan 4) pelecehan seksual (KARS, 2017).
penting dan suatu cara untuk mewujudkan keselamatan pasien secara keseluruhan.
Hal tersebut karena didalam budaya keselamatan pasien terkandung nilai dan
oleh anggota organisasi untuk mengetahui apa yang benar dan salah dan
keyakinan yang mengacu pada sikap tentang cara bekerja yang benar. Fokus pada
budaya keselamatan pasien akan lebih berhasil apabila dibandingkan fokus pada
kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau jika kesalahan telah
terjadi, 2) Meningkatkan laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan
yang terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian yang sama akan berulang
keselamatan pasien yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan jika ada
kesalahan yang telah dibuat, 5) Berkurangnya turn over pasien, karena pasien
hari perawatan dan pengobatan yang diberikan lebih dari pengobatan yang
dan penambahan terapi, dan 7) Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk
mengatasi keluhan.
dengan adanya komunikasi yang saling percaya, saling berbagi persepsi tentang
berbagai sifat budaya keselamatan yang disusun dalam tujuh subkultur meliputi:
sumber daya fiskal dan manusia dari ruang rapat ke garis depan. Intinya seorang
sama ada di antara eksekutif, staf, dan praktisi independen. Hubungan terbuka,
kesempatan.
Rumah sakit perlu belajar dari kesalahan dan mencari peluang baru untuk
daripada kegagalan individu dan, pada saat yang sama, tidak menyusut dari
pasien; Perawatan pasien dipusatkan pada pasien dan keluarga. Pasien bukan
hanya partisipan aktif dalam perawatannya sendiri, tetapi juga bertindak sebagai
1. Subdimensi Pribadi;
Terdiri dari dua bagian yaitu komitmen pribadi dan kompetensi pribadi.
keselamatan pasien dan upaya apa yang dilakukan perawat untuk menjaga
dan pengalaman.
2. Subdimensi Sistem
Terdiri dari dua hal penting: integritas sistem dan dukungan manajemen.
Keputusan sadar yang dibuat oleh sistem untuk mengurangi risiko akan mencakup
prosedur lainnya. Misalnya, secara rutin tidak memiliki staf yang cukup dapat
berhubungan dengan tugas, jadi jika tugas itu sendiri dianggap berisiko tinggi
terhadap kehidupan pasien, perawat akan lebih mungkin terlibat dalam perilaku
perawat
4. Subdimensi interaksi
Berfokus pada interaksi yang terjadi di antara perawat, pasien, dan sistem
perawatan kesehatan. Dua hal utama dalam subdimensi ini adalah komunikasi dan
tanpa takut disalahkan. Selain itu, perawat dan lainnya harus dapat belajar dari
antara perawat dan pasien (dan keluarga), dan memperlakukan pasien sebagai
mitra dalam perawatan kesehatan, yang dikenal sebagai perawatan yang berpusat
pribadi; memberikan informasi yang tidak bias dan lengkap; dan mendorong
(2005) terdapat tujuh elemen dalam budaya keselamatan pasien yang meliputi; 1)
Pasien
Pada langkah ini keselamatan pasien harus menjadi prioritas strategis dari
rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya, untuk itu setiap staf yang
bekerja di rumah sakit harus memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien
pelayanan.
kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
Pengembangan hanya bisa terjadi jik ada sistem pendukung yang adekuat. Staf
juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan
dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan keselamatan pasien tidak
diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di rumah sakit, maka
terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif walaupun saat ini masih kecil
komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien).
staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang
bisa tercapai dalam semalam, diperlukan kepemimpinan ynag kuat, tim yang
kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
Keselamatan Pasien
sebagai berikut;
berisikan perwakilan dari bagian kualitas, manajemen risiko dan staf klinis.
mereka memahami proses survei, sumber daya yang dibutuhkan dan potensi
pengumpulan survei yang diadopsi dapat memiliki dampak respon yang besar.
pasien dapat dengan mudah menghasilkan informasi yang lebih dan data yang
dalam survei.
sakit yaitu :
pasien (Permenkes No.11 Tahun 2017) yaitu pada langkah bangun kesadaran akan
nilai keselamatan pasien; ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan
adil. Pada langkah ini pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan
apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-
langkah pengumpulan fakta yang harus dilakukan dan dukungan apa yang yang
harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga. Pastikan rumah sakit memiliki
insiden. Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang telah terjadi
keselamatan pasien.
Bagi unit atau tim untuk memastikan rekan kerja merasa mampu untuk
sakit untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses
sesuatu yang dapat berdampak negatif pada pasien dan merasa bebas untuk
menanyai mereka yang memiliki otoritas lebih. 2) Umpan balik dan komunikasi
tentang kesalahan; Staf diberitahu tentang kesalahan yang terjadi, diberi umpan
penting ditransfer di seluruh unit rumah sakit dan selama perubahan shift, 5)
kejadian mereka tidak ditahan pada mereka dan kesalahan itu tidak disimpan
keselamatan pasien; Prosedur dan sistem yang baik dalam mencegah kesalahan
untuk menangani beban kerja dan jam kerja yang tepat untuk memberikan
perawatan terbaik bagi pasien, 10) Harapan pengawas/ manajer dan tindakan
Kerja Tim di Seluruh Unit; Unit rumah sakit bekerja sama dan berkoordinasi satu
sama lain untuk memberikan perawatan terbaik bagi pasien, 12) Kerja tim dalam
unit; Staf saling mendukung satu sama lain, memperlakukan satu sama lain
Pada survey budaya keselamatan pasien yang terdiri dari enam elemen
keselamatan pasien utama: iklim kerja tim, iklim keselamatan, kepuasan kerja,
persepsi manajemen, kondisi kerja dan pengakuan stres (Boundevik et all, 2014)
Pada survey budaya keselamatan pasien yang terdiri dari tiga elemen yang
atau lebih dimensi budaya keselamatan pada suatu waktu. Langkah - langkah
membangun kemitraan kepemimpinan senior dengan unit, belajar dari satu cacat
analisis, dan penyebaran informasi terkait keselamatan pasien kepada staf dan
pasien.
Konsep Fenomenologi
yang memiliki akar disipilin ilmu filsafat maupun psikologi yang berfokus pada
fenomenologi yang didukung oleh Edmen Husserl pada tahun 1859-1938. Husserl
individu yang diteliti. Pengalaman individu dapat berupa persepsi individu tentang
seluruh manusia terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Polit & Beck, 2012)
dari pengalaman tersebut dan dibentuk dalam bentuk cerita, narasi, dan bahasa
Fenomenologi Deskriptif
tahun 1962, dimana pada penelitian ini menekankan pada deskripsi pengalaman
fenomena yang diteliti. Tahap ini bertujuan untuk memperoleh data yang benar-
benar alamiah dari partisipan tanpa dipengaruhi oleh asumsi, pengetahuan dan
keyakinan peneliti.
Fenomenologi Interpretative
1962. Filosofi yang dianut oleh Heidegger berbeda dengan Husserl. Inti
suatu proses interpretatif dan pemahaman yang merupakan ciri dasar keberadaan
yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana
adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha
untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012).
pertanyaan terbuka yang telah disiapkan oleh peneliti. Panduan wawancara akan
mendalam.
groups discusion (FGD) sedangkan alat pengumpulan data utama adalah peneliti
sendiri, dan alat bantu lainnya seperti panduan wawancara, panduan observasi,
analisis data. Fenomenologist dalam proses analisis data yang terkenal adalah
Colaizzi, Giorgi dan Van Kaam. Ketiga tokoh tersebut berpedoman pada filosofi
fenomena (Polit & Beck, 2012). Colaizzi (1978, dalam Polit & Beck, 2012)
menyatakan bahwa ada tujuh langkah yang harus dilalui untuk menganalisa data.
data. Menurut Lincoln & Guba (1985, dalam Polit & Beck, 2012) untuk
dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya
oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
partisipan yang sedang ditelitinya, dalam hal ini kesadaran peneliti merupakan
suatu hal yang esensial. Kredibilitas dapat dicapai dengan prolonged engagement,
catatan lapangan yang komprehensif, hasil rekaman dan transkrip, triangulasi data
penelitian ini dapat dilakukan pada situasi dan di tempat yang berbeda. Seorang
peneliti harus dapat menyediakan deskripsi data yang baik pada laporan
yang berbeda.
untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah
proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik adalah audit trail
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability merupakan
kenyataan yang terjadi. Keaslian muncul dalam laporan ketika laporan tersebut
Attainment)” dengan kerangka konsep sebagai sistem terbuka dan teori sebagai
tujuan yang dicapai (Alligood, 2017). Pada teori ini King menjelaskan hubungan
menggunakan hubungan interaksi sistem terbuka yang terdiri dari sistem personal,
Sistem Sosial
Sistem Interpersonal
Sistem Personal
1. Sistem Personal
citra diri, ruang dan waktu. 1) Persepsi menggambarkan suatu objek atau kejadian
dan dapat berbeda antara satu orang dengan yang lainnya memiliki karakteristik
yang universal dan bersifat subjektif. 2) Diri (self). Diri adalah individu (aku)
perkembangan (growth and development). Yang meliputi fisik dan mental yang
dipengaruhi oleh faktor genetik dan pengalaman dan akan mencapai aktualisasi
dirinya. 4) Citra diri (body image). Bersifat personal dan dinamis yang merupakan
persepsi dari seseorang bagaimana memandang tubuh dan reaksi pada dirinya. 5)
Ruang (space). Ruang bergantung pada persepsi setiap individu, bersifat subjektif
yang menggambarkan jarak atau situasi yang dialami seseorang. 6) Waktu (time).
Bersifat subjektif yang merupakan masa bagian dari kehidupan individu dari masa
2. Sistem Interpersonal
Proses penyampaian informasi dari satu orang ke orang lainnya dapat dilakukan
secara langsung dan tidak langsung. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal
dan non verbal yaitu secara lisan maupun tertulis dalam menyampaikan. 3)
Peran. Peran adalah yang dilakukan pada kehidupan nya kadang memberi atu
3. Sistem Sosial
aktif, hubungan timbal balik yang memperangaruhi posisi dalam organisasi yang
Keputusan. Yang mengatur anggota dalam organisasi dalam setiap aktivitas yang
terjadi sehingga tujuan tercapai. 3) Status. Adalah suatu posisi yang berganti,
menetap dan berubah dalam suatu organisasi yang memiliki hak-hak dan
dinamis dipengaruhi oleh perilaku perawat dan klien dan lingkungan mereka
Relevansi Teori
sebagai sistem personal yang memilki sikap, nilai, keterampilan dan bahkan
merupakan salah faktor yang dapat mendukung budaya keselamatan pasien rumah
di rumah sakit baik dengan sesama perawat dan tim perawatan kesehatan lainnya.
kepada pasien dan keluarga dan perawat juga dapat mengkomunikasi bahaya atau
laporan kejadian yang tak diinginkan yaang terjadi pada pasien kepada tim
berdampak negatif bagi pasien dan perawat yang dapat dimanifestasikan dalam
peningkatan tingkat infeksi atau tingkat kematian pasien (Yoo and Kim, 2017).
keselamatan pasien yang kuat dipengaruhi dengan kinerja organisasi yang baik,
pasien sehingga dapat mencapai tujuan yaitu insiden kejadian yang tidak
diharapkan dirumah sakit pada nilai zerro defect (tingkat insidensi 0 %) yang
Perawat
Perawat
Tim kesehatan lain
pelaksana
Pasien/keluarga pasien
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
secara maksimal terhadap fenomena yang diteliti (Polit & Beck, 2012).
yang disadari oleh individu yang terdiri dari dari beberapa hal yang ada dalam
Tahapan kedua yaitu intuiting. Tahap ini peneliti secara total memahami
cara wawancara dan menggunakan field note. Peneliti berusaha menyimak setiap
respon non verbal perawat berupa ekspresi wajah, bahasa tubuh dan reaksi
keselamatan pasien ini peneliti tuangkan dalam bentuk laporan hasil penelitian
Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara di pilih sebagai lokasi penelitian dengan
pertimbangan; Rumah Sakit USU adalah rumah sakit pendidikan yang sudah
beroperasional dari tahun 2016 dan telah melalui proses akreditasi rumah sakit.
Waktu Penelitian
Proses pengumpulan data dan proses analisa data dilakukan dari bulan
Partisipan
adalah orang yang berpengetahuan luas, pandai berbicara, reflektif, dan bersedia
PICU/NICU, Instalasi Bedah Pusat (IBP), Ruang Hemodialisa dan ICU. Dalam
penelitian kualitatif pada umumnya tidak ditentukan pada tahap usulan penelitian
disebabkan karena ukuran sampel yang diperlukan pada suatu studi kualitatif
atau dengan kata lain telah tercapai kejenuhan (saturated) data atau tidak terdapat
dapat 10 orang atau lebih sedikit (Polit & Beck, 2012). Partisipan yang terlibat
sudah terjadi saturasi data saat partisipan ke 15 yaitu informasi yang ditemukan
telah mengalami pengulangan dan mempunyai makna yang sama dengan partisipan
sebelumnya, sehingga tidak ada informasi yang baru maka pengambilan data
(Polit & Beck, 2012). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini berdasarkan
kriteria inklusi adalah: 1) perawat yang sudah bekerja di Rumah Sakit USU
yang dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu sehingga memberikan data
yang diperlukan. Pada penelitian ini peneliti memilih partisipan sesuai dengan
kriteria inklusi dan yang dapat menceritakan pengalaman dengan baik dengan cara
menanyakan kepada kepala ruang atau ketua tim yang mengenal lebih dekat
peneliti sendiri selama 50-60 menit dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
membantu peneliti dalam mewawancarai agar lebih fokus dan mendalam untuk
peneliti sebisa mungkin tidak hanya fokus pada pedoman wawancara tetapi lebih
demografi, panduan wawancara, catatan lapangan (field note) dan perekam suara
(voice recorder) Samsung Galaxy G5. Peneliti sebagai alat pengumpulan data
yang utama atau sebagai instrumen penelitian dalam penelitian ini. Peneliti
yang intensif.
pemahaman peneliti tentang fenomena yang digali dari partisipan dengan tujuan
(probing) yang diajukan kepada partisipan untuk menggali lebih banyak informasi
dari partisipan.
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status menikah, dan lama bekerja di
rumah sakit dan rungan/unit bekerja di Rumah Sakit USU. Data demografi ini
proses pengumpulan data dalam bentuk pertanyaan terbuka dan berbentuk semi
struktur. Pertanyaan pada penelitian ini sebanyak lima butir yang dibuat oleh
3 orang yang expert dengan tujuan untuk menilai relevansi dari setiap item dengan
ukuran yang diinginkan. Hasil content validity index (CVI) untuk panduan
wawancara pada penelitian ini bernilai 0.88 (nilai CVI > 0.8 ini bermakna bahwa
validasi lima pertanyaan yang dibuat peneliti telah clear, simplicity, ambiguity dan
juga menggunakan catatan lapangan (field note). Catatan lapangan adalah catatan
tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dipikirkan dalam rangka
pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam peneltian kualitatif. Catatan
berlangsung. Alat pengumpulan data yang lain adalah alat perekam suara (voice
izin lulus uji etik (ethical clearence) dari Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Surat tersebut diserahkan kepada Rumah Sakit USU bagian
pendidkan dan pelatihan. Setelah mendapat izin dari Rumah Sakit USU
melakukan pilot study yang bertujuan sebagai latihan dalam melakukan teknik
dilakukan untuk menguji apakah peneliti sebagai instrumen sudah cukup baik
melakukan satu kali wawancara kepada seorang partisipan dan hasil wawancara
dari pilot study dibuat dalam bentuk transkrip dan dilakukan analisa data dan
yang baik dengan partisipan. Adapun dalam tahap ini yang peneliti lakukan adalah
data dari partisipan. Pada saat melakukan pendekatan kepada partisipan peneliti
tidak mendapatkan hambatan dan difasilitasi oleh kepala ruang dan ketua tim
memperkenalkan diri, maksud dan tujuan bagi partisipan dan penelti serta cara
dan memahami persepsi dan kondisi partisipan terkait fenomena yang diteliti, dan
langsung saat peneliti keruangan perawat dan melalui via media sosial. Lokasi
wawancara yang dilakukan dengan kondisi tenang, nyaman dan menjaga privasi
partisipan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan rungan perawat, ners stasiun
dan ruangan pasien yang kosong untuk dilakukan wawancara dengan tujuan untuk
adalah salah satu cara pengumpulan data melalui percakapan dan proses tanya
menit pada wawancara pertama dan selama 20-30 menit pada wawancara yang
atau saturasi data. Setiap selesai wawancara pada partisipan peneliti membuat
transkrip wawancara dan melakukan analisa data, dan selanjut nya melakukan
sampai peneliti tidak memperoleh lagi informasi yang lain dari partisipan.
Saturasi data pada penelitian ini yaitu pada partisipan yang ke 15 dimana peneliti
sudah merasa yakin bahwa semua pertanyaan sudah dijawab oleh partisipan, maka
wawancara.
lagi jika ada informasi yang kurang atau sebaliknya partisipan ingin
jawaban partisipan.
yang berisikan hal-hal yang diamati dan sesuatu yang dianggap penting oleh
wawancara seperti apa yang didengar, dialami, dipikirkan oleh peneliti sebagai
refleksi dari data yang didapat. Peneliti memerlukan catatan lapangan untuk
mengetahui ekspresi wajah, bahasa tubuh dan reaksi partisipan ketika berbicara.
sebagai penambah data dan pelengkap pernyataan signifikan partisipan yang akan
Data hasil wawancara dan catatan lapangan (field note) dari partisipan
yang sudah lengkap kemudian peneliti membuat transkrip hasil wawancara setiap
didapat dari partisipan yaitu peneliti mengelompokan data dan menguraikan data
kedalam bentuk narasi kedalam bentuk tema, sub tema dan kategori yang utama
data yang diperlukan peneliti dan proses pengambilan data dihentikan bila sudah
tercapai saturasi data pada data yang diperlukan atau tidak mendapat informasi
baru dari partisipan. Selanjutnya peneliti melakukan validasi tema atau sub tema
meluruskan tema yang didapat, setelah itu peneliti melakukan terminasi akhir
Definisi operasional dari variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah
Rumah Sakit USU yaitu tindakan yang dilakukan oleh perawat pelaksana yang
ketika terjadi kejadian insiden keselamatan pasien, keadilan antara perawat ketika
Pada penelitian kualitatif analisis data dan pengumpulan data terjadi pada
pencarian akan tema dan konsep yang penting terjadi begitu data diperoleh (Polit
& Beck, 2012). Tiga metode yang sering digunakan untuk fenomenologi
deskriptif adalah metode Colaizzi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1966).
(1978). Pendekatan Colaizzi adalah salah satu metode yang umum untuk analisa
data dalam pendekatan fenemonelogi selain itu metode ini memiliki langkah-
langkah yang sederhana, jelas dan rinci. Metode Colaizzi merupakan satu-satunya
yang melakukan validasi hasil kepada partisipan dibandingan metode Giorgi dan
Van Kaam. Menurut Colaizzi tahap-tahap analisis data secara sistematis yang
partisipan. Pada tahap ini peneliti membaca semua transkrip dan juga
makna ekspresi dan untuk kepekaan peneliti terhadap cara setiap partisipan
di rumah sakit. Peneliti membuat penomoran tiap baris pada transkrip wawancara
pernyataan signifikan dari traskrip wawancara dengan cara memberikan garis bawah
sesuai dengan penelitian diuraikan kembali sehingga diperoleh makna yang lebih
tema. Dalam tahap ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna yang
dari semua tema, sub tema dan kategori atau sebuah deskripsi yang lengkap
dikembangkan melalui sintesis dari semua kelompok tema yang diperoleh. Dalam
budaya keselamatan pasien di rumah sakit yang telah diperoleh dari partisipan.
dari proses analisis data dan menuliskan dalam sebuah deskripsi. Deskripsi hasil
validasi akhir. Dalam tahap ini peneliti memvalidasi hasil matriks tema yang
partisipan tersebut. Pada tahap ini peneliti melakukan member checking kepada 14
peneliti telah susun dengan tujuan untuk memastikan data yang peneliti peroleh
adalah data yang sebenarnya dari partisipan tersebut. Peneliti tidak melakukan
member checking kepada satu partisipan yang lain dikarenakan partisipan tersebut
Lincoln dan Guba (1994, dalam Polit & Beck, 2012) mengemukakan
dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya
oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
partisipan yang sedang ditelitinya, dalam hal ini kesadaran peneliti merupakan
data dan member checking. Pada penelitian ini peneliti melakukan prolonged
engagement kepada partisipan selama dua minggu dengan 2-3 kali pertemuan.
Peneliti meminta ijin dan masukan kepada kepala ruang untuk melakukan
dijadikan sebagai informan dalam penelitian. Selain itu peneliti membuat field
yang peneliti peroleh saat wawancara. Field note (catatan lapangan) digunakan
untuk menambah informasi selain dari hasil wawancara. Pada penelitian ini
peneliti memperoleh data selain melalui wawancara juga dengan field note
(catatan lapangan).
tematik, laporan akhir atau deskripsi tema yang telah dianalisa peneliti dan
tema yang diperoleh dengan persepsi partisipan. Partisipan diberi hak untuk
merubah, menambah atau mengurangi kata kunci atau tema yang sudah
ditentukan..
untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah
konvensional disebut reliabilitas atau syarat bagi validitas. Pada penelitian ini
mendiskusikan kategori, sub tema dan tema-tema yang sesuai dengan penelitian.
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability merupakan
dengan audit trail yaitu meminta dependen atau independen auditor untuk
memeriksa aktifitas peneliti. Pada penelitian ini peneliti melaporkan semua proses
analisa data yang terdiri dari kategori, sub tema dan tema dan juga catatan
penelitian ini dapat dilakukan pada situasi dan di tempat yang berbeda. Pada
semua arsip dan materi dalam proses penelitian dan menyediakan deskripsi data
yang baik pada laporan penelitian sehingga orang lain dapat mengaplikasikannya
Pertimbangan Etik
clearance, peneliti mengajukan surat izin penelitian ke Rumah Sakit USU untuk
dalam penelitian.
penelitian. Setelah terbentuk rasa saling percaya antara peneliti dan partisipan,
dalam penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan maka peneliti
tidak mencantumkan nama dari partisipan (anonymity), tetapi hanya diberi nomor
partisipan.
hanya informasi yang diperlukan saja yang akan dituliskan dan dicantumkan
Memberikan lingkungan yang nyaman dan aman pada saat wawancara dilakukan.
partisipan mendapatkan memperlakukan dan hak yang sama baik partisipan laki-
BAB 4
rekomendasi atau dukungan dari mentri kesehatan untuk mendirikan rumah sakit
operasional penuh baru dapat terlaksana pada tanggal 28 Maret 2016. Rumah
Sakit USU berlokasi di Jl. Dr. T Mansur No.66 Medan yang bertepatan terletak
IPTEKDOK 2025 di wilayah Indonesia Barat dan misi Rumah Sakit USU adalah
meningkatkan mutu dokter, dokter spesialis dan tenaga kesehatan serta mutu
menganut nilai-nilai kesehatan pasien adalah hukum yang utama (Salus aegroti
suprema lex); dan pertama adalah tidak membahayakan pasien (Primum non
nocere).
membahayakan pasien (Primum non nocere) pada tahun 2016 Rumah Sakit USU
pasien, melakukan program tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit
pasien rumah sakit dengan mengadakan pelatihan in house tranning dan esktra
rumah sakit dan melakukan analisa kejadian pada insiden yang terjadi di rumah
sakit walaupun sampai saat ini kegiatan tersebut masih belum optimal.
ruangan intensive care unit. Salah satu dari 15 orang perawat pelaksana terdapat
satu orang perawat yang merangkap sebagai IPCLN. Karakteristik partisipan pada
penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, status
partisipan yang sudah menikah sebanyak 10 orang (66,7%) dan partisipan yang
banyak dari ruang rawat inap (internist, bedah dan anak) sebanyak 8 orang
(53,3%). Adapun rincian data demografi partisipan terdapat dalam tabel 4.1
1 Usia
25-29 tahun 8 53,3
30-34 tahun 4 26,7
>34 tahun 3 20
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 4 26,7
Perempuan 11 73,3
3 Pendidikan
D3 Keperawatan 10 66,7
Ners 5 33,3
4 Lama Bekerja
1 tahun 5 33,3
2 tahun 1 6,7
3 tahun 9 60
5 Status Menikah
Belum Menikah 5 33,3
Menikah 10 66,7
6 Ruangan
Rawat Inap (internist, bedah,
Anak) 8 53,3
ICU 2 13,3
IGD 2 13,3
PICU/NICU 1 6,7
IBP 1 6,7
Hemodialisa 1 6,7
kategori. Untuk tema 1 terdiri dari 2 sub tema dan 8 kategori, tema 2 terdiri dari 3
sub tema dan 5 kategori, tema 3 terdiri dari 3 sub tema dan 5 kategori, tema 4
terdiri dari 3 sub tema dan 4 kategori dan tema 5 terdiri dari 2 sub tema dan 6
Berdasarkan hasil analisis data pada tema ini didapatkan dua sub tema, sub
tema yang pertama yaitu melaksanakan sasaran keselamatan pasien dan kategori
yang didapatkan dalam tema ini adalah 1) mengidentifikasi pasien dengan tepat,
pasien jatuh, 6) penandaan tepat lokasi operasi, tepat prosedur dan tepat pasien.
Sedangkan sub tema kedua adalah manajemen rumah sakit memfasilitasi perawat
pasien oleh perawat pelaksana sudah cukup optimal dan berdasarkan SOP apalagi
saat ini rumah sakit lagi persiapan akreditasi rumah sakit. Manajemen rumah sakit
sebagai berikut :
menggunakan minimal dua identitas pasien yang ada pada gelang pasien misalnya
nama pasien dan tanggal lahir. Perawat menganjurkan pasien untuk menyebutkan
melakukan tindakan kepada pasien. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan
sebagai berikut:
“Jadi terlebih dahulu dilihat dulu gelang pasien sudah sesuai atau tidak
sembari kita menanyakan nama bapak siapa, tanggal lahirnya berapa
sambil kita melihat gelang pasien sudah sesuai atau belum..”(perawat
memperagakan mengecek identitas pasien dengan gelang pasien)
(P2, L 19-22)
orang lain. Meningkatkan komunikasi yang efektif merupakan kunci bagi staf
lakukan kepada sesama perawat, para pemberi asuhan (dokter, bagian gizi,
laboran dan farmasi), dan kepada pasien dan keluarga. Perawat memberikan
informasi dengan jelas, singkat, akurat, lengkap, dan mudah dimengerti oleh
komunikasi efektif kepada pasien dan keluarga dalam bentuk edukasi, sedangkan
komunikasi efektif perawat dengan sesama perawat dan PPA mengenai informasi
yang berhubungan dengan kondisi pasien dan tercatat dilembar terintegrasi. Hal
“Ya.. komunikasi nya seputar tentang penyakit, dan edukasi..”( P8, L148)
“Kalau komunikasi efektif dengan dokter, laboran itu ditulis CPPT, jadi
kalau ada instruksi dari dokter itu ada readbac knya, antar apoteker
kominukasinya seperti KOP, cek kembali obatkan.. jadi semua komunikasi
para PPA ada disini namanya lembar terintegrasi..” (”(P11, L289-292)
elektrolit yang pekat dan obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi tidak
disimpan diruangan tetapi disimpan di Depo Farmasi. Setiap pasien memiliki box
obat tersendiri tidak bercampur dengan obat pasien yang lainnya, sebelum
memberi obat perawat selalu melakukan kroscek kepada sesama perawat dan
melaksanakan prinsip benar dalam pemberian obat. Hal ini sesuai dengan
“Selamat siang ibu.. Ini RM dan tanggal lahirnya sekian... Saya akan
memberikan obat kepada ibu antibiotik namanya cepriaxon..saya akan
berikan per 12 jam ya bu.. kemudian saya suntikkan..”(P1, L52-54)
“Kalau obatpun double cek..kalau kita ragu kek obat-obat tertentu kek
golongan narkotik, seumpamanya ragu lah atau label nya istilah ini
cobalah tengok lagi pas gak obat nya...”.(perawat mengarahkan wajahnya
keperawat yang lain untuk menjelaskan melakukan double cek obat
dengan perawat lain). ((P13, L220-222)
(site marking)
Pada sasaran ini pasien yang akan dilakukan tindakan operasi sebelumnya
harus dilakukan penandaan lokasi operasi (site marking). Perawat, dokter dan
dengan memastikan lokasi operasi, tindakan operasi dan tepat pasien. Pada
dengan mengecek form site marking yang telah ditulis oleh dokter, pada ruangan
rawat inap tertentu perawat tidak dapat mendampingi dokter untuk melakukan site
marking karena saat bersamaan perawat lagi melakukan asuhan kepada pasien
yang lain, tetapi perawat akan melakukan validasi dengan melihat form site
perawat dengan melakukan hand hygiene dan menggunakan alat pelindung diri
(APD). Mayoritas perawat sudah melaksanakan hand hygiene pada five moment
dan memakai APD sesuai dengan kebutuhan perawat pada saat melakukan
tindakan kepada pasien. Perawat juga melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga untuk melakukan hand hygiene. Hal ini sesuai dengan ungkapan
“Pakai five moment dua sebelum dan tiga sesudah kontak dengan
pasien.”(perawat meyakinkan peneliti tentang five moment dengan
menunjukkan jarinya dua dan tiga ). (P4, L93-94)
“Kita tak boleh memakai handscon yang sama kepada pasien yang lain..
Itu sudah SPO kita.. Jadi cuci tangan pakai handscon yang baru satu
pasien satu handscon..” (P8, L59-60)
“Safety dari kebersihan kita dulu.. APD.. Jadi itu kan ada five moment 5
langkah cuci tangan itu.. Itu harus dilakukan dulu sebelum dan sesudah
kepasien itu wajib...” (P14, L61-62)
jatuh pada pasien yang berusia diatas 70 tahun dan pada pasien yang mengalami
memasang penanda atau stiker ditempat tidur pasien dan digelang pasien. Pada
ruang rawat inap tertentu penanda pasien risiko jatuh di depan pintu ruang pasien
dirawat. Memperhatikan side rail tempat tidur pasien. Selain pemberian penanda
risiko jatuh perawat melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk
mencegah terjadinya pasien jatuh. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan
sebagai berikut :
“Mau kekamar mandi..o..gak bisa bu.. Ini hati-hati gak boleh kekamar
mandi pakai pispot itu untuk risiko jatuhnya..” (P8, L154-156)
“Palangnya itu kurang bagus kita ganti.. Kadangpun misalnya gak ada
sama sekali tempat tidur kita pastikan keluarga betul jaga pasien ini kalau
memang dia risiko jatuh..tapi kalau dia tidak risiko jatuh kita pastikan
keluarga ada disamping pasien itu..” (P15, L79-81)
keselamatan pasien
Pada sub tema kedua ini terdapat dua kategori yaitu perawat difasilitasi
bimbingan dari rumah sakit. Pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit
mendapatkan pelatihan dari PPI rumah sakit berupa pelatihan pencegahan infeksi
yaitu hand hygiene, memasang APD, komunikasi efektif, transfer pasien dan dari
pasien belum optimal dilaksanakan oleh managemen rumah sakit. Hal ini sesuai
“..kalau gak salah kemaren pas ada kejadian itu kami dikasi sosialisasi
tentang pemberian obat..” (P2, L162-163)
“..Cuci tangan, APD itu udah.. cara menyiapkan obat diruangan kemaren,
transfer pasien.. menjemput pasien dari ruangan lain, mengantar pasien
dari ruagan lain...” (perawat mencoba mengingat-ingat pelatihan yang
diikutinya dengan menghitung pakai jari). (P3, L177-178)
“....jika ada hal yang tidak bisa dipecahkan disini konsultasi kepada
kepala ruangan, ke PPI nya atau bagian komite yang lain..” (P6, L307-
308)
keselamatan pasien.
Berdasarkan hasil analisis data pada tema ini didapatkan tiga sub tema
perawat dalam ruangan/unit dan perawat antar ruangan. Interaksi perawat dengan
perawat antar ruangan dilakukan pada saat transfer pasien keruangan dan perawat
lainnya. Begitu juga interaksi perawat dengan perawat dalam unit memberikan
informasi mengenai asuhan pasien saat pertukaran shift dan selama bekerja.
Informasi disampaikan dalam bentuk lisan dan tulisan. Melalui tulisan perawat
sesuatu mengenai pasien dicatat dalam catatan perkembangan pasien dan semua
“..Serah terima nya nanti perawat igd ngantar pasien keruangan setelah
itu operan di ners stasiun nanti dikasi tau diagnosa pasien, obat apa yang
sudah diberikan, tindakan yang udah dilakukan apa aja...” (P2, L281-283)
tema ini terdapat dua kategori yaitu meminimalkan konflik dan saling berkerja
Meminimalkan konflik
Kerjasama dalam tim perawat yang perawat lakukan salah satunya adalah
meminimalkan konflik. Konflik dapat terjadi mungkin faktor dari emosi perawat
masalah yang muncul supaya dapat bekerja dengan baik dan tidak mengganggu
pasien dan kadang-kadang meminta bantuan kepala ruang jika masalah tidak
dapat diselesaikan oleh sesama perawat pelaksana. Hal ini sesuai dengan
“ ..Sampai sekarang bagus sih.. Gak ada berantam nya.. Kami kalau ada
masalah kami selesaikan bagusin satu sama lainnya..” (P1, L289--290)
“..Cuman kami bisa menetralisirnya kami perjelas saja tapi tak sampai
yang kek mana-mana gitu.... gak ada sampai merugikan pasien..”
..”(perawat berusaha meyakinkan informasi yang disampaikannya dengan
menatap wajah peneliti). (P3, L211--212)
oleh perawat sendiri kadang-kadang dibantu oleh perawat yang lain. Misalnya ada
pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan pada saat berakhir waktu shiftnya,
perawat tidak akan sungkan meminta perawat shift berikutnya untuk melanjutkan
pekerjaannya. Bentuk kerjasama antar perawat yang lain misalnya saling kroscek
kesalahan dalam memberikan obat. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan
sebagai berikut :
“Sepri bang coba kau baik lagi kau tengok dulu sudah dibuang belum
vialnya.. coba tengok dulu itu kayak cepo.. Soalnya itu kuning kali.. balik
lah dia.. oh iya bang cepo.. soalnya diletakkan di box sepri.. mungkin dia
lagi khilaf.. tapi kebetulan tu yang kami lihat..”(perawat menjelasksn
informasi kepada peneliti dengan memperagakan seolah-olah perawat
berbicara dengan perawat lain). (P14, L198-200)
Perawat bukan hanya bekerja sama dengan sesama perawat, tetapi bekerja
sama dengan tim kesehatan lainnya atau kepada Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) seperti dokter, farmasi, laboran dan bagian gizi. Bentuk kerjasama perawat
dengan tim kesehatan dapat berupa kolaborasi dan mengingatkan karena kelalaian
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pasien. Hal ini sesuai dengan
“..Jadi kalau mereka kami kasi saran mereka terima.. Mereka kasi kami
saran kami terima dengan baik...” (P14, L303-304)
dikarenakan lupa atau banyak tugas yang harus dikerjakan pada waktu bersamaan.
“Tetap kita ingatkan bagaimana prosedurnya dan kita ada form apa yang
harus dipakai mereka untuk melakukan tindakan.. Misalnya ini tindakan
steril nih ini tindakan non steril itu tetap ada pendampingan..prosedurnya
yang mau mereka kerjakan itu kita jelaskan..”(perawat menjelaskan
dengan menggunakan tangannya untuk memilah mana yang steril dan non
steril). (P12, L76-77)
“Sudah kita lengkapi status kita panggil dokter jaga untuk melengkapi
status nya lagi..” (P15, L92)
pelaporan akan dijadikan bahan pembelajaran bagi rumah sakit. Kejadian insiden
dirumah sakit ada yang dilaporkan dan juga ada yang merahasiakannya karena
Pada tema ini terdapat tiga sub tema yaitu: 1) pelaporan insiden pasien, 2)
keselamatan pasien
proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang lagi. Kejadian
insiden yang terjadi dalam pelayanan keperawatan tidak semua dilaporkan oleh
perawat disebabkan dengan berbagai alasan. Pada sub tema ini terdapat dua
dampaknya kalau tidak melaporkan bisa berakibat keperawat sendiri, pasien dan
rumah sakit dan tidak ada gunanya disembunyikan karena nanti akan ketahuan
juga.
“setiap ada masalah kasi tau kepada kepala ruangan termasuk pasien
jatuh itu..” (P1, L98-99)
tersebut karena dianggapnya tidak terjadi hal yang berbahaya bagi pasien, jika
timbul bahaya maka perawat tersebut mau melaporkannya. Alasan dari perawat
yang melakukan kesalahan takut akan dihukum oleh pihak rumah sakit,
dan tidak ada reward bagi perawat yang melaporkan kejadian. Hal ini sesuai
“Gak.. karena gak ada reaksinya kan.. Gitu. Kalau sempat ada reaksinya
baru dilaporkan..”(perawat mencontohkan adanya timbul reakasi obat
ditangannya dan tampak wajah perawat sedikit tegang). (P5, L108-109)
“Tidak.. Karena taulah.. Personal kita tau kan.. Makin ribet keatasnya..
Ini jujur aja nanti dipanggil diatas ditanya gimana terjadi..” (perawat
menunjukkan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan pada saat
memberikan informasi). (P8, L120-121)
Pada sub tema ini terdapat dua kategori yaitu tidak ada pembelajaran dari
mengetahui pembuatan insiden report oleh kepala ruang dan kepala ruang
tindakan dari kejadian insiden tersebut. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan
sebagai berikut :
“Kemudian dibuat insiden report nya.. tapi setelah itu tidak tau gimana
maksudnya itu kelanjutannya itu seperti apa setelah kami lakukan insiden
report..” (perawat menunjukkan sedikit ekspresi kecewa pada wajahnya
dengan mengangkat alisnya). (P1, L69-71)
dan ada yang mendapatkan feedback dari laporan tersebut dan bagian manajemen
dari insiden tersebut. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan sebagai berikut :
“Ya.. Ada, jadi mereka langsung kesini cari informasi yang nyata gimana
kejadiannya kok bisa terjadi dan disosialisasikan kembalilah bagaimana
penanganan risiko jatuh..” (P10, L187-189)
keselamatan pasien. pada sub tema ini terdapat kategori persepsi perawat tentang
keselamatan pasien.
untuk mencegah terjadi bahaya bagi pasien dan juga perawat karena dapat
merugikan pasien dan keluarga juga rumah sakit. Hal ini sesuai dengan ungkapan
“Keselamatan pasien diruang rawat inap adalah salah satu mutu rumah
sakit.. Mutu rawat inap, mutu pelayanan dirumah sakit lah.. prioritas
pasien.. jauh dari risiko cedera, risiko jatuh kesalahan dalam pemberian
obat dan lain-lain lah..” (P4, L15-17)
perawat, dan perilaku pasien dan keluarga. Pada tema ini terdapat tiga sub tema
yaitu hambatan dari perilaku perawat, hambatan dari terbatas fasilitas dan
tindakan dan kurang mematuhi dalam pemakaian APD. Pada sub tema ini terdapat
sepenuhnya sesuai standar atau SOP tindakan dan perawat juga masih belum
memakai APD yang lengkap dan memakai APD pada pasien yang sama. Hal ini
“Ya udah masuk tanpa menggunakan masker.. Yang kek gitu sih.. Jadi
menilai kadang masih kurang sih...kadang-kadang sepele kali
ya..”(perawat sedikit tersenyum karena merasa bersalah dengan
tindakannya). (P11, L251-252)
“Kayak pemberian obat.. Itukan biasanya kalau sop nya pakai bak
instrumen.. Itu kita karena pasien ini banyak biar cepat belum kita
lakukan sop nya..” (P12, L99-100)
adalah terbatas nya fasilitas seperti cairan sabun cuci tangan, alat perlindungan
Hambatan dari terbatas nya fasilitas seperti sabun cuci tangan, tissue yang
memenuhi perlengkapan aseptik diruangan. Selain itu sarana yang lain sering
habis adalah penanda pasien risiko jatuh seperti stiker atau label warna kuning.
“Semenjak aku kerja disini gak pernah nampak entah atau stiker kuning
atau gelang kuning gitu.. Tapi memang pasiennya risiko jatuh..”
..”(perawat berusaha meyakinkan informasi yang disampaikannya dengan
menatap wajah peneliti). (P2, L181-183)
Biasanya dari pihak PPI yang kami minta dukung karena sabun sering
tidak ada sama tissue ..”(P6, L286)
“Kendala ada sih... dari sarana dan prasarana sabunnya gak ada dan
tisunya gak ada jadi tangannya basah jadi dilapkannya ya ..”(perawat
menjelaskan kondisi diruangan yang kekurangan sabun dan mengangkat
sedikit bahun yang menunjukkan kekecewaan). (P8, L62-63)
“Sabun cair itu agak kurang kalau disini.. Kadang pun dari ruangan kita
beli sendiri..” (P15, L68)
rumah sakit adalah berasal dari pasien dan keluarga. Adapaun kategori pada sub
tema ini adalah kurang pemahaman dari keluarga dan kurang kepatuhan.
Kurang pemahaman
edukasi tetapi setelah diberikan edukasi keluarga pasien masih ada kurang patuh
dengan intruksi perawat mungkin disebabkan oleh pendidikan yang rendah dan
usia yang sudah tua. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan sebagai berikut :
“Kalau pasien keluarga tidak mau kita tempel stiker kuning label segitiga
risiko jatuh kita buat dilembar intregasi menolak di catatan edukasi juga
menolak..” (perawat memperagakan seolah-olah perawat menganjurkan
keluarga pasien untuk menandatangi pernyataan penolakan). (P4, L77-79)
Kurang kepatuhan
Perawat mengatakan masih ada pasien dan keluarga pasien yang tidak
terpasang restrain. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan sebagai berikut :
“Kadang pasien dengan risiko jatuh gelisah.. Kadang kita ikat.. Keluarga
bilang gak bisa begini begitu..Keluarga juga gak sanggup untuk jaga kita”
..”(perawat berusaha meyakinkan informasi yang disampaikannya dengan
menatap wajah peneliti). (P4, L154-155)
“Disini bisa dari pasang nya juga.. Pasiennya itu gak bisa menjaga
banyak pergerakan.. Terus kurang menjaga kebersihan diarea yang
diinfus..sering kadang basah..”(P7, L140-142)
baik dan bermanfaat baik bagi perawat, pasien dan rumah sakit. Pada tema ini
terdapat dua sub tema yaitu harapan perawat kepada manajemen rumah sakit dan
pelaksanaan program keselamatan pasien. Ada lima kategori dalam sub tema ini
sakit, harapan untuk di skrining dan pemberian vaksin, harapan untuk di supervisi,
dalam fasilitas seperti sabun cuci tangan, tissue dan alat APD yang lain sehingga
perawat menghawatirkan risiko yang akan terjadi pada dirinya dan pasien. Selain
itu perawat juga menginginkan pemenuhan prasarana yang sesuai seperti bed
transfer di ruang IGD karena jumlah bed transfer terbatas di ruang IGD. Hal ini
“Untuk transfer pasien itu tempat tidurnya betul-betul yang transfer untuk
pasien bukan tempat tidur seperti diruangan.. memang alatnya mahal..”
..”(perawat berusaha meyakinkan informasi yang disampaikannya dengan
menatap wajah peneliti). (P8, L222-223)
terbatas dan belum optimal dan ada perawat mengungkapkan tidak pernah
“Saya ingin mendapatkan pelatihan dari rumah sakit.. Selama ini belum
pernah dapat.. dan kalau bisa rata mendapatkan kesempatan untuk
pelatihan..”(ekspresi perawat memelas ingin diikut sertakan dalam
pelatihan (P9, L127-128)
menginginkan agar pihak rumah sakit mau melakukan skrinning dan vaksin
kepada mereka seperti ruang hemodialisa, IGD dan intensive bukan pasien saja
yang diskrinning tetapi perawat juga dilakukan skrinning dan pemberian vaksin.
“Safety pasien pasti safety kita juga kan.. Jadi harapan kami juga sebagai
perawat safety juga sama kami.. Seperti injeksi-injeksi anti hepatitis dan
lain-lain itu sangat perlu..” (P8, L232-234)
supervsi untuk melihat kondisi dilapangan, seperti fasilitas yang ada di rumah
sakit yang sudah habis atau kosong contohnya sabun cuci tangan, tissue, stiker
kuning untuk risiko pasien jatuh dan juga melihat kebutuhan perawat yang ada
“Misalnya ada nya supervisi dari atas jadi setiap ilmu baru, ada
penerapan yang terbaru minimal pengontrollah minimal dua hari sekali
datang keruangan.. Karena kadang kita kalau kerja kepasien itu apalagi
pasiennya banyak kita jaga cuma berdua udah lelah kadang sering
terabaikan masalah keselamatan apalagi kebersihan tindakan kita.” (P12,
L137-141)
terbatas sehingga mereka kadang kurang dapat menerapkan safety kepada pasien
karena terburu-buru dan harus melayani semua pasien dalam waktu bersamaan.
Pada sub tema ini terdapat satu kategori yaitu harapan perawat
harapan kepada sesama perawat dan tim kesehatan, karena untuk keselamatan
pasien bukan hanya tanggung perawat tetapi tanggung jawab semua atau profesi
yang lain.
“Pasien safety itu tanggung jawab semua tim kesehatan di rumah sakit..
Kadang kesannya karena perawat yang 24 jam di pasien jadi patient
safety itu tanggung jawabnya..” ..”(perawat berusaha meyakinkan
informasi yang disampaikannya dengan menatap wajah peneliti). (P4,
L192-194)
Skema 4.1 Tema Pengalaman perawat pelaksana dalam menerapkan budaya keselamatan Pasien di Rumah Sakit USU
Pengalaman perawat pelaksana dalam menerapkan budaya keselamatan Pasien di Rumah Sakit USU
Sub Tema Sub Tema Sub Tema Sub Sub Tema Sub Tema Sub Tema Sub Sub Tema Sub Tema
Melaksana Tema Tema Harapan Harapan
kan sasaran Manajemen rumah Memberikan Pelapo Pembelaja Hambatan Hambatan kepada kepada
keselamatan sakit memfasilitasi informasi tentang Kerjasama ran insiden ran insiden dari perilaku dari manajemen perawat dan
pasien perawat dengan asuhan pasien antar kes.pasien keselamatan perawat fasilitas rumah sakit tim
pelatihan pasien perawat pasien kesehatan
keselamatan pasien
Sub Tema Sub Tem
Sub Tema
Kerjasama dengan Hambatan
Persepsi perawat
Kategori tim kesehatan tentang dari keluarga Kategori
Mengidentifikasi pasien keselamatan dan pasien Melengkapi
dengan tepat Kategori pasien fasilitas
Meningkatkan Memini Mengikuti
komunikasi efektif, Kategori malkan Kategori
Kategori Kategori Kategori pelatihan
Mewaspadai obat (high- konflik Kesadar Tidak ada Terbatas Harapan
Memberi Kategori
alert) dan memberi obat Difasilitasi Saling an pembelajar Kurang pemenuhan menambah SDM
kan melapor
dengan benar pelatihan/ in memban an dari kepatuhan dari di skrining dan
informasi
Penandaan tepat lokasi house tu kan insiden perawat fasilitas pemberian vaksin
saat operan insiden
sesama
operasi, tepat prosedur tranning
perawat pasien
Mendapatk disupervisi
dan tepat pasien Mendapat an fedbeck Kategori
Mengurangi risiko kan Merahasia pembelajar Kurang pemahaman
Kategori
infeks kan an dari Menerapkan
bimbingan Kurang kepatuhan
Mengurangi risiko Kategori insiden insiden budaya
pasien jatuh Berkolaborasi dengan pasien keselamatan
tim kesehatan pasien
Memberikan Kategori
pengarahan kepada Pemahaman perawat tentang
tim kesehatan bahaya pada pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
Pembahasan
tema, 13 sub tema dan 28 kategori. Adapun lima tema yang didapatkan dari
alert) dan memberi obat dengan benar, 4) penandaan tepat lokasi operasi, tepat
pasien jatuh dan dukungan dari manajemen rumah sakit yang perawat dapatkan
bimbingan.
kesehatan dan pelayanan keperawatan dan menjadi suatu yang harus diterapkan.
membuat pelayanan kepada pasien lebih aman selama dalam proses perawatan
karena dengan penerapan sasaran keselamatan pasien yang baik akan tercipta
pelayanan yang paripurna. Hal ini sejalan dengan pendapat Mc Fadden et al.
manfaatnya fokus pada budaya keselamatan pasien akan lebih berhasil apabila
mewaspadai obat (high-alert) dan memberi obat dengan benar, 4) penandaan tepat
lokasi operasi, tepat prosedur dan tepat pasien (site marking), 5) mengurangi
risiko infeksi, dan 6) mengurangi risiko pasien jatuh. Sejalan dengan penelitian
dua identitas pasien yaitu nama pasien sesuai tanda pengenal dan tanggal lahir
operasi aman, selama ini tidak pernah terjadi kesalahan dalam operasi, 94%
hygiene dengan benar dan 81% perawat mengurangi risiko pasien yang cedera
akibat jatuh. Hal ini sesuai dengan permenkes RI No. 11 tahun 2017 bahwa salah
pasien dengan baik karena dukungan dari manajemen rumah sakit dengan
dan kognitif sehingga akan diperoleh suatu peningkatan hasil yang baik. Adapun
pelatihan keselamatan pasien in house training yang perawat dapatkan antara lain
benar dan banyak pelatihan yang lainnya dan sesuai dengan hasil penelitian
Sejalan dengan penelitian oleh Sithi dan Widiastuti (2016) menjelaskan bahwa
mencapai 97%.
pelatihan cuci tangan untuk mencegah risiko infeksi dan mayoritas perawat
melaksanakan cuci tangan dengan sabun dan handrub. Sejalan dengan penelitian
kebersihan tangan.
dengan memfasilitasi perawat dengan pelatihan secara reguler dan rutin kepada
semua perawat untuk itu perlu dukungan dari manajemen rumah sakit untuk
adalah langkah pertama dan langkah kelima. Langkah pertama yaitu kembali
fokus pada keselamatan pasien. Pada langkah ini manejemen rumah sakit
tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pada langkah ini manajemen
budaya keselamatan pada suatu waktu. Salah satunya adalah dengan memberikan
baik. Penelitian tersebut menjelaskan persepsi perawat baik karena sebagian besar
program sasaran keselamatan pasien dengan baik karena manajemen rumah sakit
rumah sakit dapat diberikan dengan aman dan berkualitas kepada pasien dan
keluarga.
Keselamatan Pasien
saat operan, dilakukan dengan bekerjasama dengan antar perawat dan kerjasama
saran yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerjasama. Komunikasi
sangat penting untuk efisiensi kerja dan untuk koordinasi antara pelaksana, tim
dan manajer. Komunikasi saat operan adalah pemberian informasi secara lisan
dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dengan tujuan untuk mencegah
perawat) baik dari dalam unit ataupun diluar unit rawatan pasien (Hadi, 2018).
rinci, singkat dan jelas. Adapun informasi yang diberikan itu pengkajian yang
IGD keruangan rawat inap, hampir semua perawat rawat inap dikelas dua dan tiga
perawat penerima yang ada di Ners Stasiun, kemudian perawat yang ada di ners
akan diberikan kepada pasien. jika semua informasi telah diterima dan tidak ada
Selama proses serah terima informasi ini tidak pernah terjadi kesalahan
dan jika ada data yang tidak tepat segera untuk diperbaiki. Pelaksanaan operan
saat dalam unit atau antar shift jika pada pagi hari dilakukan diners stasiun di
setelah itu dilakukan operan antar bed pasien. Semua pasien dikunjungi oleh
perawat yang bekerja di shift pagi dan malam. Tetapi operan antar shift siang dan
dalam pelaksanaan timbang terima, dapat menghemat waktu dan informasi yang
satu penyedia layanan ke penyedia layanan lain dalam Abdurrahman dan Garcia,
tanggung jawab antar pemberi layanan. Operan dapat dilakukan seperti: operan
terima antar shift, operan antar unit keperawatan, operan antar unit rawatan
operan antar fasilitas kesehatan. Jadi operan merupakan transfer informasi dan
tanggung jawab antar pemberi layanan, antar profesi dan antar unit layanan.
Operan bila dilakukan dengan baik akan memberi manfaat baik bagi
perawat dan juga bagi pasien sendiri. Menurut Simamora (2018) dalam bukunya
masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap, sedangkan manfaat bagi
hubungan kerjasama dan tanggung jawab antar perawat dan pelaksanaan asuhan
Kerjasama tim dapat berupa kerjasama tim sesama perawat didalam ruangan/ unit
atau diluar unit dan kerjasama tim dengan antar profesi. Kerjasama tim
merupakan bentuk perilaku perawat dalam bekerja didalam tim dan membuat
yang dibentuk untuk mencapai tujuan bersama. Interaksi yang terjadi antar
individu dalam tim akan lebih erat daripada anggota lain diluar organisasi (Hadi,
2018).
melakukannya dengan baik dan butuh bantuan dari tim nya atau perawat yang
Disamping itu terkadang emosi perawat tidak stabil mungkin karena beban kerja
yang meningkat atau masalah pribadi perawat dan perawat tidak dapat
meminimalkan nya dan bersabar dengan tujuan tidak mengganggu kerja dan
tim kerja dapat menyebabkan kesalahan medis dalam perawatan pasien. Sejalan
dengan penelitin oleh Cho dan Choi menemukan kerja tim dalam unit dapat
dengan tujuan untuk meminimalkan risiko bahaya bagi pasien diunit mereka.
asuhan kepada pasien. Berdasarkan hasil penelitian Pidada dan Darma (2018)
kerja sama tim perawat dalam meningkatkan keselamatan pasien berbasis Tri Hita
Kerja tim yang baik adalah salah satu perilaku membentuk budaya
keselamatan yang positif yaitu dengan mendukung kerja sama dan rasa hormat
terhadap sesama tanpa melihat jabatan mereka dalam rumah sakit dengan
yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau bahasa tubah yang
lain, 3) perilaku yang melecehkan terkait dengan ras, agama, suku dan gender, dan
4) pelecehan seksual.
untuk menciptakan budaya keselamatan pasien yaitu dengan perawat yang saling
mendukung satu sama lain, memperlakukan dengan rasa hormat dan bekerjasama
dan meningkatkan keselamatan pasien. Tim yang berfungsi baik berupaya untuk
dan pengarahan yang dilakukan perawat kepda tim kesehatan yang lain berupa
mengingatkan dalam melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan SOP atau
mengingatkan hal-hal yang harus dikerjakan oleh dokter untuk memenuhi asuhan
pasien.
Perawat dan dokter adalah dua penyedia layanan kesehatan paling penting
berbeda dan berbeda dalam praktik klinis, namun diharapkan berkolaborasi secara
dokter telah didefinisikan sebagai perawat dan dokter bekerja sama, berbagi
komprehensif, efisien dan berkualitas tinggi dan memiliki peran penting dalam
yang baik akan memberikan manfaat diantaranya adalah perawatan pasien yang
berkualitas seperti lebih sedikit infeksi yang didapat di rumah sakit (Boev & Xia,
2015), masa rawatan yang lebih pendek (Tschannen & Kalisch, 2009), dan tingkat
kematian menurun (De Meester, Verspuy, Monsieurs, & Van Bogaert, 2013).
Selain itu, semakin banyak bukti telah mengidentifikasi peran persepsi penyedia
layanan kesehatan kolaborasi dalam otonomi kerja staf, kepuasan kerja dan retensi
(Karanikola et al., 2014; Zhang et al., 2016). Sebaliknya akibat kolaborasi dokter
dan perawat yang buruk akan berdampak pada dapat menyebabkan risiko
Berdasarkan hasil penelitian kolaborasi perawat dan dokter baik dan tidak
ada hambatan, semua kebutuhan pasien dapat dipenuhi dengan baik. Sejalan
hormat yang dirasakan memiliki kekuatan penjelas yang lebih besar di antara
pelayanan yang baik dan aman kepada pasien dengan melakukan kerja sama dan
kolaborasi yang baik kepada tim perawat dan tim kesehatan. Untuk memenuhi
bahwa insiden keselamatan pasien yang terjadi di rumah sakit dilakukan dengan
ada pembelajaran dari insiden dan mendapatkan feedback dari pembelajaran dari
disengaja yang mengakibatkan cedera pada pasien atau merupakan akibat dari
melakukan tindakan. Setiap insiden yang terjadi harus membuat pelaporan insiden
(incident report) baik bagi perawat yang terlibat atau yang menemukan insiden
Pelaporan kejadian insiden bermanfaat bagi rumah sakit dan perawat karena
insiden akan melaporkan insiden tersebut dengan kesadaran sendiri kepada kepala
ruangan atau ketua tim dengan alasan akan merugikan pasien, dan keluarga,
perawat tersebut belum pernah terlibat dalam kejadian insiden dan apabila terlibat
kepada kepala ruangan atau ke ketua tim. Kejadian insiden yang terjadi diruangan
mereka bukan karena kesalahan mereka tetapi dari pasien dan keluarga atau dari
bagian lain. Contohnya pasien jatuh karena keluarga yang lalai untuk mengontrol
keluarganya dan kesalahan orederan obat dari pihak farmasi tetapi perawat
melaporkan kembali obat yang salah tersebut kepada farmasi sebelum diberikan
sebanyak 19,5 % (selama periode tiga bulan) dan tingkat pelaporan kesalahan
terkait erat dengan lingkungan tempat kerja dan peraturan internal termasuk
pada perawat dan pasien dan lingkungan kerja yang sehat dapat meningkatkan
keselamatan pasien yang positif akan berkolerasi positif dengan sikap pelaporan
insiden.
kepada pasien. Pada saat memberikan asuhan kepada pasien perawat tidak luput
satu perawat melakukan kesalahan memberikan obat antibiotik dan perawat yang
lain mendapati pasien jatuh walapun sebenarnya bukan kesalahan perawat tersebut
tetapi kerena kelalaian dari keluarga untuk mengawasi pasien tersebut. Pada saat
itu perawat melakukan tindakan kepada perawat yang lain dalam kondisi darurat.
laporan kejadian dengan alasan tidak terjadi bahaya atau efek yang merugikan
pada pasien, jika terjadi efek yang merugikan pada pasien kedua perawat tersebut
tindakan tersebut tidak membuat laporan kejadian dan bersama dengan perawat
satu shift lain mendiamkan kejadian tersebut tetapi dokter yang mengetahui
kejadian tersebut dan melaporkan kepada bagian manajemen. Sebagai sanksi atas
perawatan yang lain, tetapi alasan manajemen rumah sakit memutasikan perawat
terdapat pada perawat tersebut. Alasan dari dua perawat yang terlibat dalam
insiden merahasiakan kejadian tersebut adalah tidak mau berurusan dengan bagian
kejadian, takut disalahkan dan tidak mendapat perlindungan. Sikap perawat yang
sistem keselamatan pasien. Menurut Akins dan Cole (2005) salah satu
dukungan manajemen. Perawat juga takut terlihat tidak kompeten dan diadili oleh
rekan-rekan mereka, dan tidak ada dukungan dari manajemen dan rekan kerja.
Selain itu alasan takut dari tindakan disilpiner, kemungkinan litigasi, dan
menemukan ada enam tema yaitu; Ketakutan terhadap kondisi pasien yang
orang lain dan keadaan, Merasa bersalah dan menyesal karena kondisi pasien
melaporkan kejadian insiden atau kejadian yang tidak diinginkan adalah 1) takut
khusus tentang cara melaporkan kesalahan telah menjadi salah satu hambatan
apa yang didapatkannya dari perilaku perawat yang kurang baik dalam
merasa rentan untuk menantang perawat dan budaya tim, bahwasanya tim sangat
keselamatan pasien
langkah menuju sistem pelaporan kejadian insiden yaitu: 1) beri umpan balik pada
tentang kejadian dengan akar masalah, pelatihan tentang pelaporan insiden dan
lomba pelaporan internal. Lima langkah berikutnya yaitu: membuat alat yang
budaya menyalahkan.
menjelaskan prinsip penting pelaporan insiden adalah pelapor insiden harus aman;
staf tidak boleh dihukum karena melapor, pelaporan insiden hanya akan
umpan balik tentang data kejadian yang tidak diharapkan dan analisanya, analisa
yang baik dan proses pembelajaran yang berharga memerlukan keahlian, tim
Contoh umpan balik dari organisasasi atau manajemen dari insiden yang
pasien.
setiap kejadian insiden diruangan yang dilaporkan oleh kepala ruang tidak
perawat tidak mengetahui kelanjutan dari pelaporan tersebut. Tetapi terdapat dua
jatuh akibat kurang kontrol keluarga dan kesalahan pemberian obat. Adapun
didukung oleh feedback dan dukungan dari organisasi serta rekan satu tim rumah
sakit. Pembelajaran efektif untuk mencegah proses yang tidak aman dan
untuk berbagi ilmu yang didapat serta meningkatkan proses belajar (Summer et
al., 2009). Menurut Keliat dan Hariati (2019) dalam penelitiannya tentang budaya
laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang akan terjadi atau
kesalahan yang telah terjadi (Hadi, 2018). Sejalan dengan hasil penelitian
Ammaori et al. (2017) salah satu faktor yang menjadi prediktor budaya
keselamatan pasien adalah pembelajaran dan perbaikan terus menerus dan umpan
Perawat yang merasakan kerja tim lebih banyak dalam unit lebih banyak
pasien. tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Anggreini dan
sangat penting untuk semua rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan.
pasien itu sangat diperlukan untuk mencegah terjadi bahaya bagi pasien dan
perawat karena dapat merugikan pasien dan keluarga juga rumah sakit. Sejalan
dengan pendapat Feng et al. (2008) perawat yang memahami budaya keselamatan
pasien saat ini dengan berbagai faktor dan percaya bahwa banyak solusi berbeda
keselamatan pasien sangat penting. Untuk itu perlu membentuk suatu organisasi
dengan budaya yang positif. Menurut Colla et al. (2015) organisasi dengan budya
insiden tidak mau melaporkan karena persepsi untuk melaporkn kejadian insiden
jika menimbukan dampak negatif bagi pasien, belum adanya dukungan dari
manajemen rumah sakit seperti reward bagi perawat yang melaporkan insiden,
belum ada dukungan, persepsi perawat jika melakukan kesalahan, akan dihukum
hambatan dari perilaku pasien dan keluarga yang mana hal-hal tersebut dapat
dalam memakai alat pelindung diri seperti memakai sarung tangan. Terdapat satu
perawat pada saat melakukan tindakan kepada pasien tidak sesuai dengan SOP
misalnya memberi obat pasien tetapi tidak membawa instrumen kedekat pasien
Dua dari tiga perawat tersebut adalah perawat IGD yang mengungkapkan alasan
tidak mematuhi memakai sarung tangan karena pasien yang segera memerlukan
tindakan atau dalam kondisi darurat dan biasanya hanya memakai satu sarung
tangan untuk lebih satu pasien, tetapi jika kondisi tidak dalam darurat perawat
berusaha untuk memakai sarung tangan untuk satu pasien. Sedangkan satu
perawat yang lain mengungkapkan bahwa kadang enggan memakai masker pada
infeksi nosokomial. Salah satu yang dapat dilkakukan perawat adalah dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang telah
ditetapkan oleh rumah sakit pada saat memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien dan keluarga. APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
dari potensi bahaya ditempat kerja. Menurut Harrod et al. (2019) penggunaan
APD tergantung pada jenis tindakan pencegahan, APD yang diperlukan dapat
terdiri dari penggunaan gaun, sarung tangan, pelindung mata dan masker muka
atau respirator. APD digunakan oleh petugas perawatan kesehatan bertujuan untuk
namun berdasarkan hasil penelitian masih terdapat perawat yang tidak patuh
mata tergantung pada keberadaan patogen, tetapi dapat dipengaruhi oleh persepsi
risiko, faktor organisasi dan lingkungan. Faktor persepsi risiko petugas kesehatan
meliputi organisme tertentu, tugas dalam pekerjaan yang harus dilakukan menjadi
lingkungan seperti ruang bersih dan ruang yang terkontaminasi. Lingkungan fisik
penggunaan APD oleh petugas kesehatan tetapi juga sebagai tanggung jawab
hambatan dari terbatas nya fasilitas seperti sabun cuci tangan, tissue yang sering
memenuhi perlengkapan aseptik diruangan. Selain itu sarana yang lain sering
habis adalah penanda pasien risiko jatuh seperti stiker atau label warna kuning.
Sejalan dengan hasil penelitian Mandriani, Hardisman dan Yetti (2019) yang
budaya keselamatan pasien adalah perilaku dari petugas kesehatan dan dukungan
untuk hand hygiene di ruang rawat Inap tersedia dengan baik, namun tingkat
budaya keselamatan pasien adalah dari faktor sumber daya yang telah
mengungkapkan pasien dan keluarga pasien baru dilakukan edukasi tetapi setelah
diberikan edukasi keluarga pasien masih ada kurang patuh dengan instruksi
perawat mungkin disebabkan oleh pendidikan yang rendah dan usia yang sudah
tua. Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga diantaranya adalah
mencuci tangan memakai handrub dengan tujuan untuk mencegah infeksi atau
penularan infeksi. Selain itu pasien dan keluarga kurang mematuhi instruksi dari
adalah cara yang paling efektif untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial di
lingkungan rumah sakit. setiap orang yang berada di rumah sakit dihadapkan pada
oleh perawat tetapi semua tenaga kesehatan dan orang-orang yang terlibat dalam
global patient safety challenge dengan clean care is safe care, dengan
merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene dengan My five moments for
hand hygiene untuk petugas kesehatan yaitu melakukan cuci tangan sebelum
bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih dan steril, setelah
hygiene tetapi pasien dan keluarga belum menerapkan dengan optimal sedangkan
(2019) menunjukkan bahwa pasien merasa penting akan kebersihan tangan (hand
masuk rumah sakit. Beberapa pasien mempercayai bahwa hand hygiene petugas
kesehatan lebih penting daripada mereka walaupun fasilitas untuk hand hygiene
tersedia dan menganggap bahwa hand hygiene diberlakukan hanya untuk petugas
kesehatan.
yang melakukan kontak secara langsung dan berinteraksi selama 24 jam dengan
berkualitas dan menghindari cedera kepada pasien. Untuk mencapai hal tersebut
perawat tidak dapat melakukannya sendiri tetapi harus ada dukungan dan
keluarga dan pasien yang tidak menjalankan instruksi yang disampaikan oleh
perawat sehingga beresiko terjadi hal tidak diinginkan dan merugikan pada
pasien. sejalan dengan hasil penelitian Vonnes dan Wolf (2017) tentang program
pencegahan jatuh dan perjanjian pencegahan jatuh yang melibatkan pasien dan
menunjukkan sebelum dilakukan perjanjian rata-rata insiden jatuh 3,77 dan cedera
antara 1,52 hingga 3,32 yang merupakan penurunan 11,8% - 59,6%. Tingkat
penurunan jatuh rata-rata selama delapan kuartal terakhir adalah 2,37, mewakili
memberdayakan pasien dan keluarga dalam program pencegahan risiko jatuh dan
keselamatan komprehensif.
tentang pengalaman pasien dan keluarga dalam menemukan arti dalam budaya
keselamatan pasien, yaitu tentang pengalaman pasien dan keluarga ketika mereka
tiga tema yaitu: 1) dilewati, dimana pasien merasa terdapat kesenjangan dalam
yang benar-benar salah dengan kesehatan anggota keluarga mereka, tetapi mereka
merasa mereka tidak bisa mengatakan apa-apa karena mereka bukan profesional
medis, dan 3) orang di balik pasien, pasien dan keluarga merasakan bahwa
mungkin mengharapkan pasien untuk memainkan peran yang lebih besar dalam
dan motivasi dari manajemen rumah sakit untuk perawat. Perawat dapat
ketersediaan sarana dan prasana yang menunjung untuk menerapkan nya. Selain
itu perawat memerlukan dukungan dan kerjasama yang baik dengan pasien dan
keluarga agar tujuan yang diinginkan pasien dan perawat dapat tercapai dengan
optimal.
kepada manajemen rumah sakit dan harapan kepada tenaga kesehatan. Harapan
perawat kepada manajemen rumah sakit yaitu harapan untuk melengkapi fasilitas,
cuci tangan, tissu, penanda risiko jatuh. Empat perawat mempunyai harapan untuk
dilakukan skrining dan pemberian vaksin, tiga perawat mempunyai harapan untuk
dilakukan supervisi, satu perawat mempunyai harapan untuk menambah SDM dan
dan supervisor menjadi salah satu prediktor utama dalam menerapkan budaya
program keselamatan pasien dengan baik seperti sabun cuci tangan, tissue dan
tanda pengenal risiko jatuh untuk pasien. Sejalan dengan penelitian Mandriani et
al. (2019) pada dimensi budaya keselamatan yaitu dimensi dukungan manajemen
kategori cukup (58 %). Hasil penelitian tersebut menjelaskan petugas kesehatan
prasana.
budaya keselamtan atau belum. Sejalalan dengan penelitian Surahmat et al. (2018)
pasien di ruang rawat inap. Rumah sakit wajib perlu meningkatkan pelaksanaan
dengan baik jika staf terbatas dan dibandingkan dengan jumlah pasien yang
banyak apalagi pasien tersebut datang dalam waktu yang bersamaan. Sejalan
dengan penelitian Wang et al. (2014) dan penelitian lainnya (Ahmadi, 2010; El
Jardail et al., 2010) menemukan penerapan budaya keselamatan pada dimensi staf
perawat merasa tidak cukup staf untuk menangani beban kerja pada perawat yang
yang terbaik bagi pasien dapat dilakukan dengan tercukupinya staf untuk
dan tim kesehatan dimulai dari kesadaran akan pentingnya keselamatan pasien.
itu bukan hanya tanggung jawab perawat tetapi tanggung jawab bersama,
manajemen keselaamtan pasien apakah staf rumah sakit kontak dengan pasien saat
pasien bukan hanya tugas dan tanggung jawab dari rumah sakit tetapi semua staf
keselamatan pasien. Diperlukan kesadaran dan komitmen dari semua elemen yang
ada dirumah sakit untuk fokus pada budaya keselamatan pasien, karena dengan
Keterbatasan Penelitian
dikarenakan rumah sakit sedang proses persiapan akreditasi yang mana banyak
budaya keselamatan pasien di rumah sakit oleh perawat pelaksana masih bersifat
BAB 5
Kesimpulan
hasil penelitian peneliti mendapatkan lima tema, 13 sub tema dan 28 kategori.
Saran
untuk mengetahui persepsi atau perilaku staf seluruh anggota rumah sakit dalam
DAFTAR PUSTAKA
Agency for Healthcare Research and Quality. (2017). Hospital survey on patient
safety culture. Retrieved from
https://www.ahrq.gov/professionals/qualitypatient-
Agnew, C., Flin, R., & Mearns, K. (2013). Patient safety climate and worker
safety behaviours in acute hospitals in Scotland. Journal of safety
research, 45, 95-101.
Ammouri, A.A., Tailakh, A.K., Muliira, J.K., Geethakrishnan, R., Phil, M., & Al
Kindi, S.N. (2015). Patient safety culture among nurses. International
Nursing Review 62, 102–110. doi.org/10.1111/inr.12159
Balamurugan, E., & Flower, J.L. (2015). A Study On Patient Safety Culture
among Nurse in a Tertiary Care Hospital of Puducherry, Intenational
Jurnal of Nursing Education. Vol. 7, No. 1. 174-178. doi:
10.5958/0974-9357.2015.00036.7
Bondevik, G.T., Hofoss, D., Hansen, E.H., & Deilkas, E.C.T. (2014). The safety
attitudes questionary-ambulatory version: psychometric properties of
the Norwegian transalated version for the primary care setting. BMC
Health services Research. doi.org/10.1186/1472-6963-14-139
Canadian Nurse Assosiation. (2004). Nurses and patient safety; discussion paper.
Canadian Nurse Assosiation and University of Toronto Faculty of
Nursing. http://www.cna-nurses.ca/CNA/practice/.
Cho,S.M., & Choi, J. (2018). Patient safety culture associated with patient safety
competencies among registered nurses. Journal of Nursing Scholarship,
2018; 0:0, 1–9. doi: 10.1111/jnu.12413
Choi, E. Y., Pyo, J., Ock, M., & Lee, S. I. (2019). Nurses' perceptions regarding
disclosure of patient safety incidents in Korea: a qualitative
study. Asian nursing research.
Colla, J.B., Bracken, A.C., & Weeks, W.B. (2005). Measuring patient safety
climate: A review surveys. Qual Saf Health Care, 14, 364-366. doi:
org/10.1136/qshc.2005.014217
De Meester, K., Verspuy, M., Monsieurs, K. G., & Van Bogaert, P. (2013). SBAR
improves nurse–physician communication and reduces unexpected
death: A pre and post intervention study. Resuscitation, 84(9), 1192-
1196.
Edgar, H.S. (2017). The role of the nurse in patient safet: moving to level ii
relationship. JOJ Nurse Health Care 1(3), 3-5
Emanuel, L., Berwick, D., Conway, J., Combes, J., Hatlie, M., Leape, L., &
Walton, M. (2008). What exactly is patient safety?. In Advances in
patient safety: new directions and alternative approaches (Vol. 1:
Assessment). Agency for Healthcare Research and Quality.
Feng, X., Bobay, K., & Weiss, M. (2008). Patient safety culture in nursing: a
dimensional concept analysis. Journal of advanced nursing, 63(3), 310-
319.
Fleming, M., & Wentzell, N. (2008). Patient safety culture improvement tool:
development and guidelines for use. Healthcare Quarterly, 11(Sp).
Harrod, M., Weston, L. E., Gregory, L., Petersen, L., Mayer, J., Drews, F. A., &
Krein, S. L. (2019). A qualitative study of factors affecting personal
Hastings, G. (2006). Service redesign. Eight steps to better patient safety. The
Health service journal, 116(6003), 28.
Joolaee, S., Hajibabaee, F., Peyrovi, H., Haghani, H., & Bahrani, N. (2011). The
relationship between incidence and report of medication errors and
working conditions. International nursing review, 58(1), 37-44.
Karanikola, M. N., Albarran, J. W., Drigo, E., Giannakopoulou, M., Kalafati, M.,
Mpouzika, M., ... & Papathanassoglou, E. D. (2014). Moral distress,
autonomy and nurse–physician collaboration among intensive care
unit nurses in Italy. Journal of nursing management, 22(4), 472-484.
Keliat, B. A., & Hariyati, R. T. S. (2019). Learning culture of nurse about patient
safety in hospital: A qualitative study. Enfermeria clinica, 29, 488-
494.
Kim, I. S., Park, M., Park, M. Y., Yoo, H., & Choi, J. (2013). Factors affecting the
perception of importance and practice of patient safety management
among hospital employees in Korea. Asian nursing research, 7(1), 26-
32.
Kim, K.J., Sook, M., & Seo, E.J (2018). Exploring the influence of nursing work
environment and patient safety culture on missed nursing care in
Korea. Asian Nursing Research. 121-126. doi:
org/10.1016/j.anr.2018.04.003
Kohn, L. T., Corrigan, J., & Donaldson, M. S. (2000). To err is human: building a
safer health system (Vol. 6). Washington, DC: National academy press.
Kreimer, S. (2010). 10 best practices for patient safety. AMN Healthcare, Inc
Lederman, R., Dreyfus, S., Matchan, J., Knott, J. C., & Milton, S. K. (2013).
Electronic error-reporting systems: A case study into the impact on
nurse reporting of medical errors. Nursing outlook, 61(6), 417-426.
Lee, J. Y. (2015). Effective communication for patient safety. Journal of the
Korean Medical Association, 58(2), 100-104.
Mansouri, S. F., Mohammadi, T. K., Adib, M., Lili, E. K., & Soodmand, M.
(2019). Barriers to nurses reporting errors and adverse events. British
Journal of Nursing, 28(11), 690-695.
Marquis, L.B.,& Huston J. C.(2008). Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan Teori dan Aplikasi (Edisi Empat). EGC: Jakarta
McFadden, K. L., Henagan, S. C., & Gowen III, C. R. (2009). The patient safety
chain: Transformational leadership's effect on patient safety culture,
initiatives, and outcomes. Journal of Operations Management, 27(5),
390-404.
Moosazadeh, A., Marzban, S., & Ahmadi Kashkoli, S. (2016). Survey: Reasons of
nurses‟s medication errors and perspectives of nurses on barriers of
error reporting. Pajoohandeh Journal, 21(2), 107-113.
Moumtzoglou, A. (2010). Factors impeding nurses from reporting adverse
events. Journal of nursing management, 18(5), 542-547.
Mwachofi, A., Walston, S. L., & Al‐ Omar, B. A. (2011). Factors affecting
nurses' perceptions of patient safety. International journal of health
care quality assurance.
Nieva, V. F., & Sorra, J. (2003). Safety culture assessment: a tool for improving
patient safety in healthcare organizations. BMJ Quality &
Safety, 12(suppl 2), ii17-ii23.
Nugroho, S. H. P., & Sujianto, U. (2017). Supervisi Kepala Ruang Model Proctor
untuk Meningkatkan Pelaksanaan Keselamatan Pasien. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 20(1), 56-64.
Pidada, I. A. D. U., & Darma, G. S. (2018). Kerja Sama Tim Perawat Dalam
Meningkatkan Keselamatan Pasien Berbasis Tri Hita Karana. Jurnal
Manajemen Bisnis, 15(2), 139-150.
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing research: generating and assesing
evidence for nursing practice. (9th ed). Philadelphia: Lippincott
Ramya. K.R. (2017). Patient safet culture in intensive care unit. Asian J Nur.Edu.
and Research 7(4): 509-514. doi: 10.5958/2349-2996.2017.00100.8
Sammer, C.E., Lykens, K., Singh, K.P., Mains, D.A., & Lackan, N.A. (2010).
What is patient safety culture? A review of the literature. Journal of
Nursing Scholarship; 42:2, 156–165. doi: 10.1111/j.1547-
5069.2009.01330.x
Schneider, M. A. (2012). Nurse-physician collaboration: Its time has
come. Nursing2018, 42(7), 50-53.
Seyedin, S. H., Ravaghi, H., & Nikmaram, M. (2016). Applying the theory of
planned behavior to evaluate the clinical errors reported by nurses in
general hospitals affiliated to Alborz University of Medical Sciences in
Karaj in 2015. Journal of Health Administration, 19(64), 56-64.
Simamora, R.H. (2018). Buku Ajar Keselamatan Pasien Melalui Timbang Terima
Pasien Berbasis Komunikasi Efektif: SBAR.
Sithi, D. N., & Widiastuti, A. (2018). Pelatihan keselamatan pasien bagi para
perawat di rs dr. Suyoto (RSDS) JAKARTA. In Seminar Nasional
Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat (Vol. 1, No. 1).
Sohi, D., Scotney, E., Sowerbutts, H., Barber, T., & Rao, V. (2011). Significantly
improving the efficiency of communication in paediatrics. Archives of
Disease in Childhood, 96(Suppl 1), A90-A91.
Solely, G., Handiyani, H., & Nuraini, T. (2015). Peningkatan pengetahuan dan
kepatuhan melakukan kebersihan tangan melalui pelatihan dengan
fluorescence lotion. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(2), 123-131.
Stavrianopoulos, T. (2012). The development of patient safety culture. Health
Science Journal. Vol. 6, 201-211
Surahmat, R., Neherta, M., & Nurariati, N. (2019, February). Hubungan supervisi
dengan implementasi sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang. In Seminar Nasional Keperawatan (No. 2,
pp. 173-178).
The American Organizations of Nurses Executive. (2007). Role of the nurse
executive in patient safety; Guiding principles. Publisher Juli 2007
Turkmen, E., Baykal, U., Intepeler, S.S., & Altuntas, S. (2013). Nurses‟
perceptions of and factors promoting patient safety culture in Turkey. J
Nurs Care Qual Vol. 28, No. 4, pp. 360–367. doi:
10.1097/NCQ.0b013e31828b1a81
Visnovsky, L. D., Zhang, Y., Leecaster, M. K., Safdar, N., Barko, L., Haroldsen,
C., ... & Drews, F. A. (2019). Effectiveness of a multisite personal
protective equipment (PPE)–free zone intervention in acute
care. Infection Control & Hospital Epidemiology, 40(7), 761-766.
Vonnes, C., & Wolf, D. (2017). Fall risk and prevention agreement: engaging
patients and families with a partnership for patient safety. BMJ Open
Qual, 6(2), e000038.
Wami, S.D., Demssie, A.F., Wassie, M.M., & Ahmed, A.N (2016). Patient safety
culture and associated factors: A quantitative and qualitative study of
healthcare workers‟ view in Jimma zone Hospitals, Southwest Ethopia.
BMC Health services Research. doi: 10.1186%2Fs12913-016-1757-z
Wang, X., Liu, K., You, L., Xiang, J., Hu, H., Zhang, L., & Zhu, X (2014). The
relationship between patient safety culture and adverse events: a
questionary survey. International Journal of Nursing Studies. 2333, No
of pages 9. Doi: 10.1016/j.ijnurstu.2013.12.007
Wang, Y., Wan, Q., Guo, J., Jin, X., Zhou, W., Feng, X., & Shang, S. (2018). The
influence of effective communication, perceived respect and
willingness to collaborate on nurses' perceptions of nurse–physician
collaboration in China. Applied Nursing Research, 41, 73-79.
Yoo, M.S., & Kim, K.J. (2017). Exploring influence of nurse work environment
and patient safety culture on attitudes toward incident reporting. The
Journal of Nursing Administration. Vol 00, 1-7. doi:
org/10.1097/NNA.0000000000000510
Zhang, L., Huang, L., Liu, M., Yan, H., & Li, X. (2016). Nurse–physician
collaboration impacts job satisfaction and turnover among nurses: A
hospital‐ based cross‐ sectional study in Beijing. International
journal of nursing practice, 22(3), 284-290.
Zhu, S., Kahsay, K. M., & Gui, L. (2019). Knowledge, Attitudes and Practices
related to standard precautions among nurses: a comparative
study. Journal of clinical nursing.
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN
PENJELASAN PENELITIAN
Judul penelitian :
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya.
Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar
manfaatnya bagi peningkatan pengetahuan saya sebagai perawat pelaksana dalam
Menerapkan Budaya Keselamatan Pasien di rumah sakit.
Medan, .....................................2019
Partisipan,
__________________________
Tanda tangan
Petunjuk Pengisian:
Dibawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas partisipan
penelitian. Isilah pertanyaan di bawah ini sesuai keadaan Bapak/Ibu yang
sebenarnya, dengan memberi tanda checklist (√) pada bagian yang telah
disediakan.
: ( ) S1 Keperawatan
PANDUAN WAWANCARA
sakit ?
dalam satu unit, antar unit dan dengan tim kesehatan lainnya dalam
Posisi :
Non-Verbal :
LAMPIRAN 2
BIODATA EXPERT
LAMPIRAN 3
IZIN PENELITIAN
LAMPIRAN 5
LEMBAR KONSULTASI