Kelompok 3 - Osteomielitis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

”OSTEOMIELITIS”

Dosen Pengampuh : Ns. Andro R. Runtu, S.Kep., M.Kep


Ns. Meillita Enggune, S.Kep., M.Kep
Ns. Mario E. Katuuk, M.Kep.,Sp.Kep.M.B

Disusun Oleh : KELOMPOK 3

Akhnal Sumampouw Angelika Kambong

Milano Matheos Nadiah Lumentah

Anjeli Undap Anisa Porajouw

Misela Saruan Tesalonika Lampa

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN BETHESDA TOMOHON

2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat
dan limahnya kami boleh menyelesaikan tugas Keperawatan Medikal Bedah I dengan materi
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL “OSTEOMIELITIS”. Dalam
penyusunan tugas ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa
kelancaran dan penyusunan materi ini, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat
teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjad

sumbangan bagi pembaca khususnya mahasiswa/i AKADEMI KEPERAWATAN BETHESDA

TOMOHON. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna bahkan banyak kekurangan. Untuk itu,

kepada dosen pengajar kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di

masa yang akan datang dan mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1 Latar belakang...................................................................................... 1


1.2 Rumusan masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3

2.1 Pengertian............................................................................................. 3
2.2 Etiologi................................................................................................. 4
2.3 Manifestasi Klinis................................................................................. 5
2.4 Klasifikasi............................................................................................. 5
2.5 Komplikasi ........................................................................................... 6
2.6 Patofisiologi.......................................................................................... 7
2.7 Pathway................................................................................................. 8
2.8 Faktor Risiko........................................................................................ 8
2.9 Pemeriksaan Diagnostik....................................................................... 9
3.1 Pentalaksanaan...................................................................................... 9
3.2 Asuhan keperawatan............................................................................. 10

BAB III PENUTUP......................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan........................................................................................... 21
3.2 Saran…………………………………………………………………. 21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Osteomielitis adalah penyakit infeksi yang mengenai tulang.
Osteomielitis berdasarkan temuan histopatologinya dapat dikategorikan menjadi
akut dan kronis. Osteomielitis akut sering diasosiasikan dengan perubahan
inflamasi pada tulang yang disebabkan oleh bakteri patogen dengan gejala
terjadi dalam waktu 2 minggu setelah infeksi. Pada oesteomielitis kronis,
nekrosis tulang dapat terjadi hingga 6 minggu pasca infeksi.
Klasifikasi osteomielitis yang banyak digunakan adalah berdasarkan
mekansime terjadinya infeksi, yaitu penyebaran infeksi secara hematogen
(osteomielitis hematogenous), inokulasi infeksi langsung ke tulang dari infeksi
jaringan lunak atau luka terbuka kronik sekitar tulang (osteomielitis contiguous),
dan osteomielitis terkait insufisiensi vaskuler. Osteomielitis hematogenous
banyak terjadi pada anak-anak dan biasanya mengenai tulang panjang. Pada
pasien muda dewasa, osteomielitis sering dihubungkandengan adanya trauma
atau pasca pembedahan. Sedangkan pada dewasa tua dan lansia, tersering adalah
osteomielitis setelah operasi arhtroplasty, osteomielitis ekstremitas bawah yang
berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus dan penyakit vaskuler, serta
osteomielitis yang berhubungan dengan ulkus dekubitus.
Anamnesis umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri pada tulang
pada saat diam dan bergerak, dapat disertai demam sistemik. Pada pemeriksaan
fisik lokal, osteomielitis akut akan menunjukkan adanya tanda peradangan di
area tulang yang terinfeksi, sedangkan pada osteomielitis kronis dapat
bermanifestasi eritema, bengkak, ulserasi, iskemik, maupun nekrosis tulang.
Diagnosis pasti osteomielitis memerlukan pemeriksaan penunjang yang adekuat,
yaitu pemeriksaan histopatologis, pencitraan, laboratorium darah, dan
pemeriksaan mikrobiologis.

1
1.2 Manfaat
1) Bagi Institusi pendidikan
Dapat digunakan sebagai wacana dan pengetahuan tentang perkembangan
ilmu keperawatan, khususnya untuk Asuhan Keperawatan Sistem
Muskoloskeletal “Osteomielitis”
2) Bagi Perawat
Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan strategi bagi perawat
dalam memberikan Asuhan Keperawatan Sistem Muskoloskeletal
“Osteomielitis”
3) Bagi Keluarga Pasien
Dapat digunakan sebagai sarana informasi dan menambah pengetahuan
tentang penyakit Osteomielitis
4) Bagi Penulis
Sebagai pengalaman berharga dalam meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dalam bidang asuhan keperawatan serta menambah wawasan
penulis mengenai Sistem Muskuloskeletal.
1.3 Tujuan
1) Tujuan Umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan Sistem Muskoloskeletal “Osteomielitis”.
2) Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan tahapan pengkajian Asuhan Keperawatan Sistem
Muskoloskeletal “Osteomielitis”
b. Mampu merumuskan Asuhan Keperawatan Sistem Muskoloskeletal
“Osteomielitis”
c. Mampu menetapkan rencana intervensi pada pasien.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien.
e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan ”Osteomielitis”

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang bisa terjadi jika ada bakteri atau
jamur menyerang tulang. Pada anak-anak, osteomilitis paling sering terjadi pada
tulang panjang lengan dan tungkai. Pada orang dewasa, biasanya muncul
dipinggul, tulang belakang, dan tulang kaki (Brunner dan Suddarth, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah ( osteomyelitis hematogen ) atau yang lebih sering
terkontaminasi fraktur terbuka atau redukasi ( osteomyelitis eksogen ). Luka
tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau
penyuntikkan intramuskulus dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen
(Corwin, 2001). Osteomyelitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada tulang
dan struktur penyerta yang terjadi sebagai akibat sekunder dari infeksi bakteri
(Chang,2009).
Osteomilitis atau infeksi tulang ini bisa terjadi secara tiba-tiba atau
berkembang dalam jangka waktu yang panjang. Jika tidak diobati dengan benar,
infeksi tulang bisa membuat tulang rusak secara permanen.
Penyebab utama osteomielitis adalah organisme, paling sering bakteri
Staphylococcus aureus. Bakteri ini biasanya muncul pada kulit namun tidak
selalu menimbulkan kesehatan. Namun bakteri tersebut bisa mengalahkan
system kekebalan tubuh yang dilemahkan oleh penyakit dan penyakit. Bakteri
ini juga bisa menyebabkan infeksi pada daerah luka. Bakteri ini masuk melalui
aliran darah dan menyebabkan infeksi tulang. Infeksi bisa mulai dari satu area
tubuh dan menyerang ke tulang melalui aliran darah.
Organisme juga mungkin masuk melalui luka terbuka atau luka dalam
dan menyebabkan infeksi pada tulang terdekat. Bakteri juga mungkin masuk ke
dalam tubuh dan menyebabkan osteomielitis ketika pasien menjalani
pembedahan, misalnya pembedahan tulang, atau ketika tulang patah.

3
2.2 Etiologi
1. Bakteri. Sekitar 80% penyebab osteomielitis adalah bakteri staphylococcus
aureus. Selain itu, bakteri Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella, dan Proteus juga mungkin memicu osteomielitis.
2. Virus, jamur dan mikroorganisme lain.
3. Infeksi jaringan lunak terdekat. Osteomielitis dapat berhubungan dengan
penyebaran infeksi jaringan lunak sekitar tulang. Infeksi ini bisa menyebar
ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa
timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi
penyinaran, kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh buruknya
pasokan darah.
4. Asupan nutrisi buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus,
artritis rheumatoid, pernah menjalani pembedahan ortopedi, atau mengalami
infeksi luka.

Tulang yang sehat dapat terinfeksi melalui 3 cara :

1. Aliran darah : Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh
yang lain ke tulang. Infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan
lengan pada anak-anak dan di tulang belakang pada dewasa. Infeksi juga bisa
terjadi jika sepotong logam telah ditempelkan pada tulang seperti yang
terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang lainnya.
2. Penyebaran langsung Organisme bisa memasuki tulang secara langsung
melalui patah tulang terbuka selama pembedahan tulang atau dari benda
tercemar yang menembus tulang. Infeksi ada sendi buatan biasanya dapat
dari pembedahan dan bisa menyebar ke tulang didekatnya.
3. Infeksi dari jaringan lunak didekatnya Infeksi dari jaringan lunak disekitar
tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi
jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena
cedera, terapi penyinaran atau kanker atau ulkus di kulit yang disebabkan

4
oleh jeleknya pasokan darah. Suatu infeksi pada rahang, sinus bisa menyebar
ke tulang tengkorak.

2.3 Manifestasi Klinis


1. Efek lokal
 Drainase dan ulserasi pada tempat yang terkena
 Pembengkakan, eritema dan hangat pada tempat yang terkena
 Nyeri tekan terlokalisasi
 Nyeri akut atau kronik dengan intensitas yang meningkat
2. Efek sistemik
 Keterlibatan nodus limfe, khususnya pada ekstremitas yang terkena
 Suhu tinggi disertai menggigil
 Malaise
 Takikardia
 Mual dan muntah
 Anoreksia
3. Fase akut. Fase sejak infeksi sampai 10-15 hari. Demam meninggi, nyeri
tulang dekat sendi, tidak dapat menggerakkan anggota tubuh.
4. Fase kronik. Rasa sakit sedang, anggota tubuh yang terinfeksi memerah dan
bengkak dengan pus terus mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
nyeri berulang, inflamasi dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat
terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

2.4 Klasifikasi
Osteomielitis dapat berdasarkan peyebarannya dan lama infeksinya (Henderson,
1997).
1. Berdasarkan penyebarannya, ostemielitis dibagi menjadi:
a. Osteomielitis Primer. Penyebaran bakteri terjadi secara hematogen,
artinya mikroorganisme berasal dari tempat lain beredar keseluruh tubuh
melalui sirkulasi darah.

5
b. Osteomielitis Sekunder. Terjadi akibat penyebaran bakteri dari
lingkungan akibat luka terbuka, bisul, luka fraktur, dsb.
2. Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis dibagi menjadi:
a. Osteomielitis akut. Osteomielitis terjadi dalam dua minggu sejak infeksi
pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut lebih
umum menyerang anak-anak daripada orang dewasa dan biasanya terjadi
sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah. Osteomielitis akut
terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Osteomielitis hematogen. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-
anak. Penyebaran infeksi bermula dari darah. Bakteri menyebar
melalui darah dari daerah yang jauh.
2) Osteomielitis direk. Osteomielitis ini disebabkan oleh kontak
langsung bakteri dengan jaringan akibat trauma atau pembedahan.
Osteomielitis direk adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi
bakteri yang menyebar dari titik infeksi (sepsis) setelah prosedur
pembedahan.
3) Osteomielitis sub-akut. Osteomielitis terjadi dalam 1-2 bulan sejak
infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
b. Osteomielitis kronis. Osteomielitis terjadi dalam dua bulan atau lebih
sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
Osteomielitis kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan diakibatkan
oleh luka atau trauma, misalnya pada tulang yang patah.

2.5 Komplikasi
1. Septicemia
2. Kematian tulang atau osteonekrosis. Infeksi pada tulang yang menghambat
sirkulasi darah di dalam tulang. Kondisi ini berujung pada kematian tulang.
3. Artritis septik. Infeksi di dalam tulang yang bisa menyebar ke sendi terdekat.
4. Artritis Supratif. Artritis supratif dapat terjadi pada bayi karena lempeng
epifis bayi yang bertindak sebagai barrier belum berfungsi dengan baik.

6
Komplikasi terutama terjadi pada osteomyelitis hematogen akut diadaerah
metafisis yang bersifat intrakapsuler.
5. Kanker kulit. Kondisi ini dapat menyebabkan luka terbuka dan
mengeluarkan nanah. Kulit di sekitarnya beresiko lebih tingi terserang
kanker sel skuamosa.
6. Gangguan Pertumbuhan. Osteomielaitis hematogen akut pada bayi dapat
menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan tulang yang bersangkutan jadi lebih pendek. Pada anak yang
lebih besar akan terjadi hyperemia pada daerah metafisis yang merupakan
stimulus bagi tulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh
lebih cepat sehingga terjadi pemanjangan tulang.

2.6 Patofisiologi
Faktor – factor yang berperan dalam menimbulkan penyakit yaitu
viruensi organisme dan kerentanan hospes dengan status imun yang rendah.
Penyakit ini lebih terbatas pada metafisis tulang karena pembuluh darah
cenderung melingkari metafisis sehingga memungkinkan emboli terinfeksi
menyangkut di daerah itu dan lapisan epifisis dapat mencegah penyebaran
infeksi ke sendi sehingga infeksi terkoalisir di metafisis. Itulah sebabnya
mengapa infeksi terjadi pada lapisan metafisis tulang yang mengalami
perpertumbuhan pada anak-anak tetapi pada orang dewasa terjadi di diafisis.
Emboli yang terinfeksi menyangkut di dalam pembuluh darah
menyebabkan thrombosis sehingga mengakibatkan nekrosis avaskuler pada
bagian korteks tulang. Respon peradangan terhadap infeksi mengakibatkan suhu
tubuh meningkat dan terjadi oedem dan mengakibatkan terangkatnya periosteum
dari tulang sehingga memutuskan lebih banyak suplai darah. Pengangkatan
periosteum ini menimbulkan nyeri hebat apalagi dengan adabya tegangan
eksudat dibawahnya.
Infeksi dapat pecah ke subperiosteal kemudian menembus subkutis dan
menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiosteal ke
diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis akan memasuki

7
pembuluh darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Tulang
dimana periosteum terangkat melapisi tulang yang mati dikenal dengan
involukrum. Pus mencari jalan keluar dari lapisan tulang baru yang dikenal
dengan kloaka.

2.7 Pathway

2.8 Faktor Risiko


Faktro risiko Osteomielitis antara lain:
1. Riwayat trauma atau pembedahan (operasi tulang)
2. Mengidap diabetes anemia sel sabit, atau rheumatoid arthritis

8
3. Penggunaan oabt-obat terlarang
4. Vaskularisasi perifer yang buruk, dan neuropati perifer
5. Kecanduan alkohol
6. Menjalani terapi cuci darah
7. Pernah mengalami osteomielitis sebelumnya.

2.9 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan Darah : Sel darah putih meningkat sampai 30.000 gr/dl disertai
dengan peningkatan laju endap darah.
2. Pemeriksaan Titer Antibody dan Anti Staphylococcus : Pemeriksaan kultur
darah untuk menentukan bakteri dan diikuti uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan Feses : Pemeriksaan feses untuk kultus dilakukan apabila
terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsy Tulang : Proses pengambilan tissue tulang yang akan
digunakan untuk serangkaian tes.
5. Pemeriksaan Radiologis : Pada 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan
radiologic setelah 2 minggu terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat
difus dan kerusakan tulang dan pembetukan tulang yang baru.

3.1 Penatalaksanaan
1. Istirahat dan pemberian analgesic untuk menghilangkan nyeri
2. Istirahat local dengan bidai dan traksi
3. Pemberian cairan IV dan tranfusi darah ( jika perlu )
4. Pemberian antibiotic secepatnya seusai dengan penyebab utama
staphylococcus aureus yang diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat
keadaan umum dan tetap diberikan sampai 2 minggu setelah laju endap
darah normal
5. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan local dan
sistemikantibioti gagal. Pada drainase bedah pus dievakuasi untuk
mengurangi tekanan intra oseus dan untuk biakan kuman
6. Asupan nutrisi tinggi protein, vit. A, B,C,D dan K.
 Vitamin K : Diperlukan untuk pengerasan tulang karena vitamin K dapat
mengikat kalsium.

9
 Vitamin A,B dan C : Untuk dapat membantu pembentukan tulang.
 Vitamin D : Untuk membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur
untuk kalsium dan fosfor pada tubuh agar ada di dalam darah yang
kemudian diendapkan pada proses pengerasan tulang.

3.2 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien. Data diri pasien seperti nama, jenis kelamin, usia, dll
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan masa lalu. Identifikasi adanya trauma tulang,
fraktur terbuka, atau infeksi lainnya seperti pneumonia, sinusitis,
kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih.
2) Riwayat kesehatan sekarang. Identifikasi apakah pasien mengalami
pembengkakan disertai nyeri dan demam
c. Riwayat kesehatan keluarga. Kemungkinan pasien memiliki penyakit
hereditas
d. Riwayat psikososial. Kemungkinan pasien mengalami depresi,
kemarahan ataupun stres,
e. Gaya hidup. Anoreksia, mual, muntah, atau pola nutrisi lainnya.
Identifikasi kemungkinan pasien mengalami adakah retensi urin dan
kosntipasi.
f. Pemeriksaan fisik:
1) Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam,
dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri
2) Kaji adanya faktor risiko (misalnya lansia, diabetesm terapi
kortikosteroid jangka panjang) gdan cedera, infeksi atau bedah
ortopedi sebelumnya.
3) Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi
(pada osteomielitis akut)
4) Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya
cairan purulen.

10
5) Identifikasi peningkatan suhu tubuh
6) Kaji area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa
lembek bila di palpasi.
7) B1 ( Breathing ) : Pada inspeksi didapatkan bahawa klien
osteomyelitis tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi
toraks ditemukan taktil femitus seimbang kanan dan kiri. Pada
auskultasi tidak ditemukan suara napas tambahan
8) B2 ( Blood ) : Pada inpeksi tidak ditampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat dan iktus tidak teraba. Pada auskultasi
didapatkan suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
9) B3 ( Brain ) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
10) B4 ( Bladder ) : Pengkajian kadar urinemeliptui warna, jumlah,
karakteristik dan berat jenis. Biasana pada osteomyelitis tidak
mengalami kelainan pada system ini.
11) B5 ( Bowel ) : Inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia. Palpasi turgor kulit baik dan hepar tidak teraba. Perkusi suara
timpani dan nada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltic
usus normal.
12) B6 ( Bone ) : Akan ditemukan gangguan pergerakan sendi karena
pembekakan sendi akan menggangu fungsi motoric klien. Kerusakan
integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai dengan
pengeluaran pus yang berbau khas
13) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I : Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman
 Saraf II : Tes ketajaman penglihatan normal
 Saraf III, IV dan IV : Biasanya tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata dan pupil isokor
 Saraf V : Tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan reflex
kornea tidak ada kelainan
 Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris

11
 Saraf VIII : Tidak ditemukan tui konduktif dan persepsi
 Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik, tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera Fisiologis (Inflamasi)
2) Gangguan integritas kulit/Jaringan b.d penurunan mobilitas.
3) Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri
4) Hipertermia b.d proses penyakit
5) Risiko infeksi d.d peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan.
6) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan, peningkatan
kebutuhan metabolisme
3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosis Tujuan
Intervensi
Keperawatan

1 Nyeri akut b.d agen


Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
pencedera intervensi selama
Fisiologis/Inflamasi 3x24 jam, maka 1. Identifikasi lokasi,
Tingkat nyeri karakteristik, durasi,
menurun dengan frekuensi, kualitas, intensitas
kriteria hasil: nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non
menurun verbal
2. Merigis menurun 4. Identifikasi faktor yang
3. Sikap protektif memperberat dan
menurun memperingan nyeri
4. Gelisah dan 5. Identifikasi pengetahuan dan
kesulitan tidur keyakinan tentang nyeri
menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
5. Anoreksia, mual, terhadap respon nyeri
muntah menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri
6. Ketegangan otot pada kualitas hidup
dan pupil dilatasi 8. Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah

12
7. Pola napas dan diberikan
tekanan darah 9. Monitor efek samping
membaik penggunaan analgetik
10. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
14. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
16. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
18. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
19. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgetik

1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi

13
obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
6. Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
8. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
9. Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
10. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
11. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

2 Gangguan integritas
Setelah dilakukan Perawatan kulit
kulit intervensi selama

14
3x24 jam, maka 1. Identifikasi penyebab
Integritas kulit dan gangguan integritas kulit
jaringan meningkat (mis. Perubahan sirkulasi,
dengan kriteria hasil: perubahan status nutrisi,
penurunan kelembaban, suhu
1. Elastisitas, lingkungan ekstrem,
hidrasi, dan penurunan mobilitas)
perfusi jaringan 2. Ubah posisi setiap 2 jam jika
meningkat tirah baring
2. Kerusakan 3. Lakukan pemijatan pada area
jaringan menurun penonjolan tulang, jika perlu
3. Kerusakan 4. Bersihkan perineal dengan
lapisan kulit air hangat, terutama selama
menurun periode diare
4. Nyeri, 5. Gunakan produk berbahan
perdarahan, dan petrolium  atau minyak pada
kemerahan kulit kering
menurun 6. Gunakan produk berbahan
5. Hematoma, ringan/alami dan hipoalergik
pigmentasi pada kulit sensitif
abnormal, 7. Hindari produk berbahan
jaringan parut, dasar alkohol pada kulit
dan nekrosis kering
menurun 8. Anjurkan menggunakan
6. Suhu kulit, pelembab (mis. Lotin,
sensasi, tekstur, serum)
dan pertumbuhan 9. Anjurkan minum air yang
rambut membaik cukup
10. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
12. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
13. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah

3 Gangguan mobilitas
Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
fisik intervensi selama

15
3x24 jam, maka 1. Identifikasi adanya nyeri
Mobilitas Fisik atau keluhan fisik lainnya
meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil: melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung
1. Pergerakan dan tekanan darah sebelum
ekstremitas memulai ambulasi
meningkat 4. Monitor kondisi umum
2. Kekuatan Otot selama melakukan ambulasi
Meningkat 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi
3. Rentang Gerak dengan alat bantu Seperti
(ROM) tongkat, dan kruk.
meningkat 6. Fasilitasi melakukan
4. Gerakan tidak mobilisasi fisik, jika perlu
terkoordinasi 7. Libatkan keluarga untuk
menurun membantu pasien dalam
5. Gerakan Terbatas meningkatkan ambulasi
menurun 8. Jelaskan tujuan dan prosedur
6. Kelemahan Fisik ambulasi
Menurun 9. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
10. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan
Seperti  berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar
mandi, sesuai toleransi.

Hipertermia b.d
4 Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
proses penyakit intervensi selama
3x24 jam, maka Observasi
Termoregulasi
Membaik dengan 1. Identifikasi penyebab
kriteria hasil: hipertermia (mis. Dehidrasi)
2. Monitor suhu tubuh
1. Menggigil 3. Monitor kadar elektrolit
menurun 4. Monitor komplikasi akibat
2. Kulit merah hipertermia
menurun
3. Suhu tubuh Teraupetik

16
membaik 1. Sediakan lingkungan yang
4. Tekanan darah dingin
membaik 2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
7. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian cairan dan


elektrolit intravena, jika perlu.

Risiko infeksi d.d


5 Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
peningkatan intervensi selama3x24
paparan organisme jam, maka Tingkat Observasi
infeksi Menurun
patogen lingkungan.
dengan kriteria hasil: Monitor tanda infeksi local dan
sistemik
1. Kebersihan tangan
meningkat Teraupetik
2. Nafsu makan
meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
3. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit pada
4. Kemerahan daerah edema
menurun 3. Cuci tangan sebelum dan

17
5. Nyeri menurun sesudah kontak dengan pasien
6. Bengkak menurun dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien risiko tinggi

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
4. Anjurkan cara meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan cara meningkatkan
asupan cairan

Defisit nutrisi b.d


6 Status nutrisi Membaik Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan
menelan makanan, 1. Porsi makanan Observasi
peningkatan yang dihabiskan
kebutuhan 1. Identifikasi status nutrisi
meningkat
metabolisme 2. Identifikasi alergi dan
2. Sikap terhadap
intoleransi makanan
makanan/
3. Identifikasi makanan yang
minuman sesuai
disukai
dengan tujuan
4. Identifikasi kebutuhan
kesehatan
kalori dan jenis nutrien
meningkat
5. Monitor asupan makanan
3. Berat badan
6. Monitor berat badan
membaik
7. Monitor hasil pemeriksaan
4. Frekuensi makan

18
membaik laboratorium
5. Nafsu makan
Teraupetik
membaik

1. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan
2. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein

Edukasi

 Anjurkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri),
jika perlu.

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual,
kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis
keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan

19
komplikasi, penemuan perubahan system tubuh, pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman,
dan keselamatan medis.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawatan menangkut pengumpulan
data obyektif dan subyektif yang dapat menunjukkan masalah apa yang terselesaikan,
apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan
keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru.
Dari diagnosa yang sudah ditetapkan diatas maka evaluasi atau hasil dari tindakan
perawat maka tidak lagi merasakan nyeri, tidak mengalami peningkatan suhu tubuh,
asupan nutrisi tercukupi, sudah dapat melakukan mobilisasi, terhindar dari kerusakan
integritas kulit serta infeksi dan konsep diri sudah positif.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang bisa terjadi jika ada bakteri atau
jamur menyerang tulang. Pada anak-anak, osteomilitis paling sering terjadi pada
tulang panjang lengan dan tungkai. Pada orang dewasa, biasanya muncul
dipinggul, tulang belakang, dan tulang kaki (Brunner dan Suddarth, 2002).
Penyebab utama osteomielitis adalah organisme, paling sering bakteri
Staphylococcus aureus. Bakteri ini biasanya muncul pada kulit namun tidak
selalu menimbulkan kesehatan. Namun bakteri tersebut bisa mengalahkan
system kekebalan tubuh yang dilemahkan oleh penyakit dan penyakit. Bakteri
ini juga bisa menyebabkan infeksi pada daerah luka. Bakteri ini masuk melalui
aliran darah dan menyebabkan infeksi tulang. Infeksi bisa mulai dari satu area
tubuh dan menyerang ke tulang melalui aliran darah.

3.2 Saran
- Saran bagi pembaca, agar menjadi lebih baik dari sebelumnya dan lebih
memahami lagi tentang penyakit Sistemik Lupus Eritematosus.
- Berpikir positif, lebih dewasa dan berpikir kedepan untuk mendapatkan solusi
bagi setiap masalah

21
DAFTAR PUSTAKA

Ns. Umi Istianah, M.Kep., Sp.MB. 2018. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Sistem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/osteomyelitis

Ns. Yanti Anggraini, S.Kep., M.Kep Ns. Hasian Leniwita, M.Kep. 2019. Modul
Keperawatan Medikal Bedah II. http://repository.uki.ac.id/2750/ Jakarta: Universitas
Kristen Indonesia
PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

22
PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi (SIKI) 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
PPNI, 2019.  Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai