Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 92

PENYAKIT YANG DAPAT

DICEGAH DENGAN IMUNISASI


(PD3I)

By: Nur Siyam


IKM-FIK-UNNES
PENYAKIT YANG DAPAT
DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)

Tujuan Pembelajaran:

Mengetahui dan Memahami:


1. Pengertian PD3I
2. Epidemiologi PD3I
3. Diagnosis PD3I
4. Cara Pencegahan dan Penanggulangan
PD3I
Definition
 PD3I  penyakit yang salah satu
pencegehannya dapat dilakukan dengan
Imunisasi.

 PD3I Meliputi:

 Tuberkulosis  Campak
 Difteri  Hepatitis virus
 Pertusis  Poliomyelitis
 Tetanus
Tuberculosis
Tuberculosis
 Definition:

 Penyakit yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis dan
Mycobacterium bovis.

 Tuberculosis paling sering mengenai paru-


paru  dapat mengenai organ-organ 
selaput otak, tulang dan kelenjar superfisialis,
dll.

Tuberculosis
Epidemiology of TB
 1/3 penduduk dunia terinfeksi

 8 juta orang di dunia menderita TB dan 2


juta meninggal karena TB

 Th 1997 WHO report on tuberculosis


epidemics memperkirakan terdapat
7.433.000 kasus TB di dunia dan terbanyak
di Asia Tenggara.

Tuberculosis
Epidemiology of TB

 Indonesia:
 (SKRT 1980 & 1986)  TB penyebab kematian
ke 4.
 SKRT th1992  TB penyebab kematian ke 2
sesudah penyakit kardiovaskular.
 Perkiraan WHO  Kematian akibat TB setiap
tahunnya 175.000 , kasus TB baru 450.000.

Tuberculosis
Epidemiology of TB

 Indonesia:

 ¾ kasus TB Usia 15-49 th, ½ tidak


terdiagnosis dan baru sebagian kasus
tercakup dalam program pemberantasan TB
pemerintah.

 Profil kesehatan Indonesia Th 2002 


% penderita TB terbesar usia 25-34 th
(23,67%)

Tuberculosis
Epidemiology of TB
 Angka kesakitan & kematian akibat TB
menetap dan meningkat di daerah prevalensi
HIV tinggi.

 Morbiditas tinggi pada kelompok masyarakat


sosial ekonomi rendah.

 Prevalensinya lebih tinggi pada daerah


perkotaan dari pada pedesaan

Tuberculosis
Epidemiology of TB

Tuberculosis
Epidemiology of TB

Tuberculosis
Epidemiology of TB
Dampak Bagi Kesehatan Masyarakat:

 Kasakitan & kematian


 hilangnya hari kerja/ produktivitas seseorang.

 Sekitar 75% pasien TB  usia paling produktif


secara ekonomis (15-50 tahun).

 1 pasien TB dewasa kehilangan rata2 waktu


kerjanya 3-4 bulan  kehilangan pendapatan

 Dampak Sosial: Stigma dikucilkan masyarakat.


Tuberculosis
Etiology of Tuberculosis

 Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium


africanum (dari manusia),
 M. bovis (dari sapi)

Morfology of Agent
 Ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-6 mikron
 batang tipis, lurus, atau agak bengkok, bergranuler,
tidak punya selubung, tapi punya lapisan luar tebal
(lipoid (terutama asam mikolat).
 Tahan asam (BTA)
 Tahan dlm keadaan kering dan dingin
 Bersifat dorman dan aerob

Tuberculosis
Epidemiology of TB

Gambar 1 Mycobacterium tuberculosis


Tuberculosis
Epidemiology of TB

Faktor Risiko Kejadian TB


Tuberculosis
Diagnosis
 Gejala Klinis:
 Batuk berdahak 2-3 minggu / lebih (Batuk berdahak
bercampur darah, batuk darah) Sesak nafas.
 Badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise.
 Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan.
 Prevalensi TB di Indonesia masih tinggi  setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut , dianggap
sebagai tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung
Tuberculosis
Alur Diagnosis TB Paru

Tuberculosis
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

 Temukan semua penderita TB dan berikan segera


pengobatan yang tepat. Sediakan fasilitas penemuan
dan pengobatan penderita.

 Sediakan fasilitas medis yang memadai seperti


laboratorium dan alat rontgen yang dapat melakukan
diagnosis dini terhadap penderita, kontak dan
tersangka.

 Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang


cara penularan dan cara pemberantasan serta
manfaat penegakan diagnosis dini.

Tuberculosis
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

 Mengurangi kondisi sosial yang mempertinggi risiko


terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.

 Program pemberantasan TB harus ada di seluruh


fasilitas kesehatan dan di fasilitas di mana penderita
HIV/ imunosupresi lainnya ditangani (seperti di RS,
tempat rehabilitasi pemakai Napza, panti asuhan anak
terlantar, dll.).

Tuberculosis
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

Pemberian Vaksin Tuberkulosis

 Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)

 diberikan pada umur <2 bulan, sebaiknya


pada anak dengan uji Mantoux negatif

 Efek proteksi 0-80%.

Tuberculosis
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

Program Pemberantasan TB Pengobatan strategi DOTS

Program  Kategori I: 2(HRZE)/


penanggulangan 4(H3R3)
TB secara nasional:  Kategori II: 2(HRZE)S/
(HRZE)/ 5(H3R3E3)
 Kategori III: 2(HRZ/4
Strategi DOTS H3R3)
(Directly Observed  Kategori Anak:
Treatment 2HRZ/4HR
 Sisipan (HRZE)
Shortcourse) Tuberculosis
Epidemiology of TB
DIPHTHERIA

Diphtheria
Definition of Diphtheria

 Penyakit akut: disebabkan toksin dari bakteri


Corynebacterium diphtheria.

 Menyerang tonsil, faring, laring, hidung, dan dapat


menyerang selaput lendir/ kulit, kadang-kadang
konjungtiva atau vagina.

 Penyakit ini bersifat toxin-mediated disease 


membentuk membran pada nosofaring
(pseudomembrane) dan toksin dapat menyebar ke
aliran darah  miokarditis, neuritis, trombositopenia,
dan proteinuria

Diphtheria
Epidemiology of Diphtheria

 Sebelum era vaksinasi, difteria  kematian

 Di AS Difteria menyerang remaja dan orang


dewasa. TH 1980-1996: 71% kasus menyerang
usia >14 th,
TH 1994: >39.000 kasus  CFR 2,82%,
sebagian besar menyerang usia >15 tahun.

 Di Ekuador, Amerika Selatan, terjadi KLB tahun


1993-1994 sebesar 200 kasus, 50% nya adalah
usia 15 th atau lebih.
Diphtheria
Epidemiology of Diphtheria

Indonesia:
 Sejak adanya program imunisasi DPT (1974)  kasus
berkurang sangat drastis.

 Angka mortalitas 5-10%, (laporan RS Jakarta (RSCM),


Bandung (RSHS), Makasar (RSWS), Semarang (RSK),
dan Palembang (RSMH) rata-rata 15%.

 KLB di Semarang th 2003  33 pasien: 46% berusia


(15-44 th), 30% berusia (5-14 th).

Diphtheria
Epidemiology of Diphtheria

 Setelah adanya imunisasi rutin pada anak,


kelompok yang berisiko tinggi adalah staf
perawat/ tenaga kesehatan dan pasien di rumah
yang cacat mental.

 Anak-anak yang telah diimunisasi mempunyai


perlindungan terhadap penyakit ini.

Diphtheria
Morfology of Agent

 Aerobic gram-positive bacillus

 Toxin production occurs only


when C. diphtheriae infected by virus (phage)
carrying tox gene

 If isolated, must be distinguished from normal


diphtheroid

Diphtheria
Corynebacterium diphtheriae

Diphtheria
Transmition of Diphtheria

Diphtheria
PERJALANAN PENYAKIT DIFTERIA
Tertular penyakit

masa inkubasi 1-5 hari


Gejala awal
● Gelisah, Panas >38oC
● Aktifitas menurun
● Bintik eksudat di pharynx
2–3 hari
Gejala akut
Hari-
● Membran tebal berwarna abu-abu di pharynx
bulan
● Pembengkaan dan pengerasan kelenjar limfe di leher
● Peradangan dan pembengkaan jaringan lunak di
sekitar pharynx nampak sebagai “bull-neck”
● Nadi cepat
7 hari
Membran menghilang, Komplikasi
gejala infeksi akut mereda
Kematian
pada 3,5–
Penyembuhan 12% kasus
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

Cara Pencegahan:

 bayi (0-1 th)  vaksin DPT: 3 kali, dimulai usia 2


bulan dgn selang waktu antar suntikan minimal 1
bln, diulangi dgn vaksin DT (Difteria, tetanus)
setelah berusia 6-7 thn melalui program BIAS di
SD.

 Penyuluhan kepada masyarakat  utama


kepada orang tua: bahaya difteria dan perlunya
imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan anak-
anak. Diphtheria
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

Cara Pencegahan:

 Upaya khusus bagi petugas kesehatan yang


terpajan  imunisasi dasar lengkap dan setiap
10 th sekali diberikan dosis booster Td.

 Anak-anak dan orang dewasa yang mengalami


immunocompromised atau mereka yg terinfeksi
HIV diberikan imunisasi seperti orang normal
walaupun ada risiko tidak memberikan respon
kekebalan yang optimal.
Diphtheria
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

Penanganan penderita, kontak dan lingkungan


sekitar:

 Laporan petugas puskesmas: Laporan W1 dan KDRS ke


dinkes kota/ kab sejak ditemukan/ dicurigai kasus difteria.
 Isolasi ketat difteria faringeal
 Desinfeksi serentak terhadap semua barang yang dipakai
oleh penderita dan yang tercemar dengan discharge
penderita.
 Karantina orang yang pekerjaannya sbg pengolah
makanan atau berhubungan dg anak-anak yang belum
diimunisasi.
Diphtheria
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

Penanganan penderita, kontak dan lingkungan


sekitar:

 Manajemen kontak: semua orang yang kontak


dengan penderita harus dilakukan kultur dari
sampel hidung dan tenggorokan, diawasi selama
7 hari.

 Pengobatan spesifik, jika diguga kuat seseorang


menderita difteria didasarkan pada gejala klinis

Diphtheria
PERTUSSIS

Diphtheria
Definition of Pertussis

 Pertusis  penyakit infeksi saluran napas akut


terutama menyerang anak.

 Pertusis  batuk intensif

 Sering disebut  batuk rejan, whooping cough,


tussi Quinta, violent cough, atau ‘batuk 100 hari’
karena sifat batuknya yang lama dan khas.

Pertusis
Epidemiology of Pertussis

 Awal pertengahan th1900-an, pertusis  salah


satu penyebab kematian anak di AS.

 Setelah ditemukan vaksinasi th1940-an, angka


kesakitan dan kematiannya menurun drastis.

 Estimasi WHO: sekitar 600.000 kematian akibat


pertusis.

Pertusis
Epidemiology of Pertussis

 Di Indonesia:
 Sejak th1991 kasus pertusis yang sering
dilaporkan diantara PD3I pada balita.
 Th 1996  7796 kasus pertusis terbesar sejak th
1976.
 40% kasus pertusis menyerang balita.
 Akhir-akhir ini dilaporkan kasus pertusis pada
orang dewasa dan KLB pada anak dan remaja
semakin meningkat.
 Provinsi Jabar: 4970 kasus pada th 1990 dg
tingkat kematian 0,2%.
Pertusis
Bordetella pertussis

Pertusis
Epidemiology of Pertussis

• Penularan melalui kontak penderita yang batuk


• Anak remaja dan dewasa sering menjadi reservoir bagi
bayi muda
Pertusis
Pertussis Clinical Features

 Incubation period 5-10 days (range 4-21 days)

 Insidious onset, similar to minor upper respiratory


infection with nonspecific cough

 Fever usually minimal throughout course of


illness

Pertusis
Pertussis Clinical Features

 Catarrhal stage 1-2 weeks

 Paroxysmal
cough stage 1-6 weeks

 Convalescence Weeks to months

Pertusis
Pertussis Clinical Features

Gambar: Batuk yang khas pada Pertusis Pertusis


Diagnosis of Pertussis

Kriteria Diagnosis pertusis:


 Kriteria menentukan (perdarahan subkonjungtiva
bukan karena trauma/luka pada anak dengan
anamnesis pertusis)

 Kriteria mayor (batuk diakhiri bunyi whoop (hup),


kemudian muntah menghebat pd malam hari)

 Kriteria minor (serangan batuk hebat tanpa


diakhiri bunyi whoop atau muntah. Terdapat
edema periorbital, keluar riak yang kental)
Pertusis
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

 Imunisasi 3 kali, mulai bayi usia 2 minggu dengan interval


4 minggu.
 Usia yang direkomendasikan di AS adalah 2, 4, dan 6
bulan.
 Imunisasi biasanya dikombinasikan dengan diphtheria
dan tetanus toxoid (vaksin absorbsi DPT, DTwP (whol cell)
atau DTaP (aseluler)).

 Penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada ibu,


meliputi pendidikan tentang bahaya penyakit pertusis, dan
manfaat imunisasi pertama pada anak usia kurang dari 2
bulan.

Pertusis
TETANUS

Tetanus
Definition of Tetanus

 Tetanus: penyakit akut yang disebabkan oleh


eksotoksin (tetanospasmin) yang dikeluarkan
oleh basil tetanus yang hidup secara anaerobic
pada luka.

 Ciri khas: adanya kontraksi otot disertai rasa


sakit, terutama otot leher kemudian diikuti dengan
otot-otot seluruh badan.

Tetanus
Epidemiology of Tetanus

 Tetanus menyerang di seluruh dunia dengan angka


kesakitan dan kematian yang masih tinggi di negara
berkembang

 Sporadic dan relatif jarang terjadi di AS dan negara-


negara industri.

 1995-1995  124 kasus yang dilaporkan dari 33 negara


bagian AS  60% terjadi pada usia 20-59 th, 35% pada
usia >60 th, dan 5% pada usia 20 th.

 CFR meningkat 2,3% pada mereka yang berusia 20-39 th


dan 18% pada usia >60 th.
Tetanus
Epidemiology of Tetanus

 Pecandu Napza suntik 11% dari 124 kasus tetanus


dibandingkan dengan 3,6% yang terjadi selama tahun
1991-1994.

 Tetanus umumnya terjadi di daerah pertanian masih


terbelakang, dimana orang lebih banyak kontak dengan
kotoran hewan dan program imunisasi tidak adekuat.

Tetanus
Epidemiology of Tetanus

Indonesia Tetanus
Epidemiology of Tetanus

Tetanus
Clostridium tetani

 Anaerobic gram-positive, spore-forming


bacteria
 Spores found in soil, animal feces; may
persist for months to years
 Multiple toxins produced with growth of
bacteria
 Tetanospasmin estimated human lethal
dose = 2.5 ng/kg
Tetanus
Clostridium tetani

Tetanus
Perjalanan penyakit Tetanus
Tertular penyakit
Masa inkubasi (pada umumnya
<14 hari)
Gejala awal
● Kelemahan umum
● Sakit leher
● Kekakuan (kejang) otot
● Neonatus sering menangis dan tidak mau mengisap

Masa onset (1–4 har)


1–2
bulan Kejang otot meningkat dan melibatkan
● Flexi sendi siku dan pergelangan tangan
● Extensi kaki

1–2 minggu

Gejala sisa kelemahan dan kekakuan Kematian

● Kematian pada bentuk ringan dan sedang 10%


● Pada dewasa yang berat kematian:> 50%
● Pada neonatus yang berat kematian: > 90%
Penyembuhan
Tetanus Clinical Features

 Incubation period; 8 days (range, 3-21 days)


 Three clinical forms: local (not common), cephalic
(rare), generalized (most common)
 Generalized tetanus: descending symptoms of
trismus (lockjaw), difficulty swallowing, muscle rigidity,
spasms
 Spasms continue for 3-4 weeks
 Complete recovery may take months

Tetanus
Tetanus Neonatorum

 50 % kematian perinatal, 20 % kematian bayi


 Insidens: 6-7/ 1.000 kelahiran hidup, 60.000
bayi/ tahun
 Inkubasi: 3-14 hari setelah lahir
 Lewat tali pusat, pertolongan yang tidak steril
 CFR : 25% and 90%, tergantung berat dan
kualitas perawatan intensif.

Tetanus
Tetanus Neonatorum

Tetanus
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

 Penyuluhan kepada masyarakat: pentingnya iminisasi


TT lengkap, penjelasan bahaya luka tertutup, dan
perlunya pemberian profilaksis aktif maupun pasif
setelah mendapatkan luka.
 Pada bayi imunisasi diberikan bersama imunisasi
DPT.
 Pemberian imunisasi aktif dengan TT kepada anggota
masyarakat  perlindungan 10 tahun.
 Pengobatan dan perawatan luka yang adekuat.

Tetanus
CAMPAK

Campak
Pendahuluan

 Penyakit menular akut, endemi, sporadik

 1970: lombok, kematian 330, bangka 65

 1981: serang CRF 15 %

 1988: Palembang, Lampung, Bengkulu

 Virus RNA, tidak stabil: suhu, formalin

 Penularan: droplet infection, 1-2 hari sebelum gejala


klinis sampai 4 hari setelah ruam.
Campak
Epidemiologi Campak
di Indonesia

 Salah satu masalah kesehatan masyarakat


 Insidens di beberapa daerah masih tinggi
 SKRT 1986 : 44/10.000 gol umur/bulan 528/10.000 dlm 1 th.
 KLB : CFR masih cukup tinggi tahun 1989 – 4,6%, 1993 – 7,2
%, 1994 – 4,5%
 CFR, di RS Indonesia bervariasi 2,4%-26%, rata-rata 10,9%

 Di negara maju CFR berkisar 1/10.000 dan 1/1000 kasus,


sedang di negara berkembang sekitar 1-6 %
 CFR tertinggi pada umur 6 – 11 thn.

Campak
Etiologi Campak

 Penyebab: virus golongan paramyxoviridae


 Cara penularan :
* Virus menular melalui jalan pernapasan
* Dari sekresi hidung dan tenggorokan
bersin, batuk, pernapasan  menular ke orang
lain
* Ditularkan 1-3 hari sebelum panas dan batuk
* Daya tular menurun secara cepat segera
timbulnya rash
 Masa inkubasi 8-13 hari (rata-rata: 10 hari)
Campak
Diagnosis

Gejala Klinis :

a. Tahap kataral/ prodomal (3-7 hari)


* mula-mula panas, lesu, batuk pilek, mata merah
* akhir stadium dijumpai Koplik’s spot  becak putih
seperti butir garam di selaput mukosa pipi.

b. Tahap erupsi :
 Saat demam masih tinggi, mulai dari belakang telinga,
muka, badan, lengan kaki timbul rush  bertahan 4-6
hari
 Bekas kehitaman, mengelupas
Tetanus
Campak
Diagnosis

Gejala Klinis :

c. Tahap konvalesens:

 bercak kemerahan berkurang


 hiperpigmentasi
 deskuamasi
 suhu turun menjadi normal, kecuali ada komplikasi
 batuk masih sering ada

Tetanus
Campak
Diagnosis

Tetanus
Campak
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

Pengobatan:
Suportif: antipiretik, ekspektoran, anti
konvulsan,, nutrisi, cairan, vitamin A
Tergantung penyulit: antibiotika

 Pencegahan:
Imunisasi: Campak/ MMR, vaksin hidup yang
dilemahkan  bayi berusia 9 bulan
(perlindungan 14 tahun)

Campak
Program pemberantasan:

 Program reduksi campak th 2000 kesepakatan The


World Summit for Children.

 Reduksi campak: menghilangkan wilayah kantung


campak daerah yang secara epidemiologi rawan
campak:

-Daerah reservoir: desa yang selama tiga tahun


berturut-turut terdapat kasus campak.

-Daerah kantung: desa dengan cakupan imunisasi


campak <80% selama tiga tahun terakhir.

Kegiatan reduksi campak: akselerasi reduksi campak 


imunisasi campak pada balita 9-59 bulan. Campak
HEPATITIS B VIRUS

Hepatitis B
Epidemiology of HBV
 Seluruh dunia diperkirakan melibatkan sekitar 2
trilliun orang

 Disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV)

 HBV ditularkan melalui atau cairan tubuh  darah

 Sebagian besar kasus tak dapat diobati

 Setiap tahun sekitar 1-2 juta orang meninggal terkait


dengan HBV

Hepatitis B
Risk of Chronic HBV Carriage
by Age of Infection

100
90
80
Carrier risk (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
Birth 1-6 mo 7-12 mo 1-4 yrs 5+ yrs
Age of infection
Global Patterns of
Chronic HBV Infection
 High (>8%): 45% of global population
 lifetime risk of infection >60%
 early childhood infections common

 Intermediate (2%-7%): 43% of global population


 lifetime risk of infection 20%-60%
 infections occur in all age groups

 Low (<2%): 12% of global population


 lifetime risk of infection <20%
 most infections occur in adult risk groups
Hepatitis B Perinatal Transmission*

 If mother positive for HBsAg and HBeAg


 70%-90% of infants infected
 90% of infected infants become chronically
infected
 If positive for HBsAg only
 5%-20% of infants infected
 90% of infected infants become chronically
infected

*in the absence of postexposure prophylaxis


Konsekuensi infeksi HBV
Infeksi

Inkubasi

Infeksi klinik (ikterik/ Infeksi Subklinik


anikterik) asimptomatik
simptomatik
Karier kronik Sembuh
Sembuh dan
dan kebal
kebal Hepatitis Reaktifasi Hepatitis
Kronik Kronik
persisten Aktif
Hepatitis
Fulminan
Karsinoma Serosis

Meninggal Meninggal
Perjalanan Hepatitis B

95% Sembuh
0.5% infeksi
Dewasa
INFEKSI DEWASA 5%
80% ASIMPTOMATIK KARIER Karsinoma
20% HEPATITIS AKUT KRONIK
1% FULMINAN dan
Hepato
95% Serosis Seluler
Sampai 40%
5% anak yang
INFEKSI ANAK Sembuh
95% ASIMTOMATIK
terinfeksi
4% HEPATITIS AKUT Laki > Peremp
1% FULMINAN
Perjalanan infeksi HBV kronik
Serosis
Resolusi Terkompensasi
(pulih) Stabil

Infeksi Hepatitis Karsinoma


akut Kronik serosis hepatosel Mati

Karier Progression Serosis


Kronik terkompensasi
(Mati)

Adapted from Feitelson, Lab Invest 1994


Strategy to Eliminate
Hepatitis B Virus Transmission
 Prevent perinatal HBV transmission
 Routine vaccination of all infants
 Penyuluhan kepada masyarakat
 Vaccination of children in high-risk groups
 Vaccination of adolescents
 Vaccination of adults in high-risk groups
Hepatitis B Vaccine

 Composition Recombinant HBsAg


 Efficacy 95% (Range, 80%-100%)
 Duration of
Immunity >15 years
 Schedule 3 Doses
 Booster doses not routinely recommended
POLIOMYELITIS

poliomyelitis
Epidemiology of Poliomyelitis
 Sebelum masa imunisasi, Poliomielitis
tersebar di seluruh dunia Asia Selatan, Asia
Tenggara, dan Afrika.
 Kasus terakhir virus polio 3  di Sri Lanka TH
1993,
 Jawa Tengah (1995): virus polio 1 & polio 3
 Thailand (1997): virus polio 1
 India menyebarkan Virus polio China dan
Syria (th 1999), ke Bulgaria (th 2001), 
Lebanon th 2003
poliomyelitis
Epidemiology of Poliomyelitis

 Indonesia:
 Virus polio liar th 2005 berasal dari Sudan/
Nigeria yang berada di Arab Saudi  melalui
jamaah haji, umroh, dan tenaga kerja lainnya.
 Kasus polio pertama kali di Cidahu (th 1995),
Sukabumi Jawa Barat  Provinsi Banten, DKI
Jakarta, Jatim, Jateng dan Lampung.
 Data terakhir melaporkan secara total terdapat
295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 provinsi
dan 22 kab/ kota di Indonesia.
poliomyelitis
Risk Factor of Poliomyelitis
 Bayi dan anak adalah usia yang sering
terserang polio.
 Kelompok yang paling rentan adalah anak
yang tidak diimunisasi, kelompok
minoritas, para pendatang musiman, dan
orang-orang yang bepergian ke daerah
endemis.

poliomyelitis
Poliovirus
 Enterovirus (RNA)
 Three serotypes: 1, 2, 3
 Minimal heterotypic immunity
between serotypes
 Rapidly inactivated by heat, formaldehyde,
chlorine, ultraviolet light
 Most poliovirus infections are asymptomatic

Poliomyelitis
Epidemiology

Poliomyelitis
Poliomyelitis Pathogenesis

 Entry into mouth


 Replication in pharynx, GI tract, local
lymphatics
 Hematologic spread to lymphatics and
central nervous system
 Viral spread along nerve fibers

 Destruction of motor neurons

Poliomyelitis
Outcomes of Poliovirus Infection

Asymptomatic Minor non-CNS illness


Aseptic menigitis Paralytic

0 20 40 60 80 100

Percent
Poliomyelitis
Poliovirus Epidemiology
 Reservoir Human

 Transmission Fecal-oral
Oral-oral possible
 Communicability 7-10 days before
onset
Virus present in stool
3-6 weeks

Poliomyelitis
Poliomyelitis
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

ERAPO
 Pemberantasan terhadap penyebab penyakit
polio (virus polio liar)  dunia bebas dari polio
 Tidak ditemukan virus polio liar regional
(minimal 3 tahun berturut-turut)
 dengan dukungan surveilans AFP yang
berkualitas tinggi.

Poliomyelitis
UPAYA PENCEGAHAN
& PENANGGULANGAN

STRATEGI ERAPO INDONESIA:

 Peningkatan cakupan imunisasi

 Surveilans AFP  Menemukan dan melaporkan kasus AFP


- Kelumpuhan flaccid,
- <14 hari
- Target 2/100.000 anak <15 tahun

 Sertifikasi bebas polio

 Pengamanan virus polio di laboratorium

Poliomyelitis
POLIOVACCINES

 There are two types of poliovaccine


 Live attenuated poliovaccine for oral administration
(oral poliovaccine - OPV)
 Inactivated poliovaccine (IPV), injectable

 Both vaccines contain the 3 types of vaccine virus


(1, 2, 3)

 Both vaccines are highly immunogenic and effective


(seroconversion rate: 99-100% after 3 doses)

Poliomyelitis
NUR SIYAM

Anda mungkin juga menyukai