Sepsis Dan Shock Sepsis
Sepsis Dan Shock Sepsis
Sepsis Dan Shock Sepsis
SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
TAHUN 2019
KONSEP SHOCK
Shock adalah kondisi di mana tekanan darah turun secara drastis, sehingga terjadi gangguan
aliran darah dalam tubuh. Aliran darah yang terganggu membuat pasokan nutrisi dan oksigen
yang berperan pada sel dan organ tubuh agar berfungsi secara normal, menjadi terhambat. Shock
dapat memburuk dengan cepat, maka penanganannya harus segera dilakukan. Jika tidak, shock
Penyebab Shock
Penyebab Shock dapat berbeda-beda. Berikut adalah penyebab shock berdasarkan tipenya:
Shock kardiogenik. Disebabkan oleh gangguan pada jantung, seperti serangan jantung
Shock neurogeni. Disebabkan oleh cedera saraf tulang belakang, akibat kecelakan atau
Shock sepsis. Disebabkan oleh infeksi yang masuk ke aliran darah, sehingga tubuh
Shock hipovolemik. Disebabkan oleh hilangnya cairan atau darah dalam jumlah banyak,
Gejala Shock
Pasokan nutrisi dan oksigen yang turun akibat Shock dapat mengakibatkan gejala, antara lain:
Sesak napas.
Pusing.
Kelelahan.
berupa:
Shock kardiogenik: Denyut jantung melemah, urin yang keluar hanya sedikit atau tidak
Shock neurogenik: Nyeri dada, irama jantung melambat, suhu tubuh menurun
(hipotermia).
Shock anafilaktik: Kesulitan menelan dan bernapas, sakit pada perut, hidung berair dan
bersin-bersin, bengkak pada lidah atau bibir, kesemutan pada tangan, kaki, mulut, atau
kulit kepala.
Diagnosis Shock
Shock merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan diagnosis cepat agar
penanganannya dapat segera dilakukan. Shock dapat didiagnosis dengan melihat gejala yang
muncul, serta melihat tanda-tanda klinis, seperti denyut jantung yang cepat dan lemah, serta
Setelah aliran oksigen kembali normal dan pasien sudah stabil, pemeriksaan lanjutan akan
dilakukan untuk mendeteksi penyebab dan tipe syok yang diderita pasien. Dokter dapat
Tes darah
Foto Rontgen
Elektrokardiografi
Endoskopi
CT scan
MRI
Pengobatan Shock
Shock merupakan kondisi yang berbahaya. Segera lakukan pertolongan pertama dan hubungi
rumah sakit terdekat ketika melihat seseorang diduga mengalami syok. Jika tidak segera
Berikut adalah pertolongan pertama yang dapat dilakukan saat melihat penderita yang dicurigai
mengalami Shock
Jika penderita tidak bernapas atau tidak ada denyut nadi, lakukan resusitasi jantung-paru
(CPR).
Untuk menghindari ketakutan yang dapat memperburuk kondisi, berikan pasien selimut.
Jika Shock disebabkan oleh alergi (shock anafilaktik), segera berikan epinephrine dalam
bentuk autoinjector, jika ada. Penderita alergi parah biasanya selalu membawa suntikan
ini.
Jika pasien mengalami perdarahan, tutupi dan sumbat area yang berdarah dengan handuk
atau kain.
Jika pasien mengalami muntah dan mulai mengeluarkan darah dari mulut, ubah posisinya
Pengobatan Shock
Shock merupakan kondisi yang berbahaya. Segera lakukan pertolongan pertama dan hubungi
rumah sakit terdekat ketika melihat seseorang diduga mengalami syok. Jika tidak segera
Berikut adalah pertolongan pertama yang dapat dilakukan saat melihat penderita yang dicurigai
mengalami Shock
Jika penderita tidak bernapas atau tidak ada denyut nadi, lakukan resusitasi jantung-paru
(CPR).
Untuk menghindari ketakutan yang dapat memperburuk kondisi, berikan pasien selimut.
Jika syok disebabkan oleh alergi (Shock anafilaktik), segera berikan epinephrine dalam
bentuk autoinjector, jika ada. Penderita alergi parah biasanya selalu membawa suntikan
ini.
Jika pasien mengalami perdarahan, tutupi dan sumbat area yang berdarah dengan handuk
atau kain.
Jika pasien mengalami muntah dan mulai mengeluarkan darah dari mulut, ubah posisinya
Ketika pasien sudah ditangani petugas medis, pasien akan diberikan infus cairan agar tekanan
darah yang ada kembali normal. Beberapa penanganan yang akan berbeda, tergantung dari tipe
Shock hipovolemik. Dalam mengatasi penyebab syok hipovolemik, tindakan medis yang
dapat dilakukan dapat berupa transfusi darah, baik sel darah merah mau pun faktor-faktor
Shock kardiogenik. Syok ini akan ditangani dengan menggunakan obat-obatan yang
epinephrine suntik yang berfungsi untuk meredakan syok akibat reaksi alergi.
Shock neurogenik. Syok tipe ini juga akan ditangani dengan memberikan obat-obat
Jika pasien mengalami penurunan denyut jantung, dokter akan memberikan atropin.
Shock sepsis. Dalam mengatasi syok sepsis, dokter akan memberikan obat golongan
tergantung jenis infeksinya. Operasi juga dapat dilakukan untuk mengatasi sumber
infeksi.
Pencegahan Shock
Untuk mencegah terjadinya syok, penyakit tertentu perlu segera ditangani, misalnya penyakit
Penderita alergi yang pernah mengalami syok anafilaktik, perlu menghindari hal-hal yang dapat
memicu alergi, misalnya makanan atau minuman tertentu. Penderita juga dianjurkan untuk selalu
membawa epinephrine dalam bentuk autoinjector (berbentuk seperti pen), sebagai pertolongan
pertama saat terpapar alergen yang dapat menimbulkan syok anafilaktik. Konsultasikan dengan
Komplikasi Shock
Shock dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian. Beberapa kondisi yang dapat muncul
Gangguan ginjal
Henti jantung
Aritmia
Defenisi
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang
menjadi sepsis berat dan syok septik.5 Sepsis berat dan syok septik adalah masalah kesehatan
utama dan menyebabkan kematian terhadap jutaan orang setiap tahunnya.Syok Septik
didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan darah sistolik <90
mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari ambang dasar
tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan kristaloid sebesar 20 sampai
40 mL/kg). Kriteria untuk diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun
1991 oleh American College of Chest Physician and Society of Critical Care Medicine
Consensus.
Tabel 1. Kriteria untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok septik berdasarkan Konsensus
Istilah Kriteria
2 dari 4 kriteria: SIRS
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa
yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Dan septik syok didefinisikan
sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat
menyebabkan kematian secara signifikan. Kriteria klinis untuk mengidentifikasi septik syok
adalah adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga
mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah
Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari respon pro-
inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan kondisi ini, abnormalitas sirkular seperti
penurunan volume intravaskular, vasodilatasi pembuluh darah perifer, depresi miokardial, dan
sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia jaringan sistemik atau
syok. Presentasi pasien dengan syok dapat berupa penurunan kesadaran, takikardia, penurunan
kesadaran, anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis yang mendasari.
Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang cermat dibutuhkan untuk mengidentifikasi
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan memicu
respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan antiinflamasi, dimulai dengan
aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon
tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan
disrupsi endotelial.
Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase,
protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet
activating factor, dan eikosanoid. Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α,
fibrinolisis.
Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi dan
inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan
inflamasi. Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut.
Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan sebagai
hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal ini
akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang peranan
Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh SCCM dan ESICM yaitu
“Surviving Sepsis Guidelines”. Surviving Sepsis Guidelines pertama kali dipublikasi pada tahun
2004, dengan revisi pada tahun 2008 dan 2012. Pada bulan Januari 2017, revisi keempat dari
Surviving Sepsis Guidelines dipresentasikan pada pertemuan tahunan SCCM dan dipublikasikan
di Critical Care Medicine dan Intensive Care Medicine dimana didapatkan banyak
perkembangan baru pada revisi yang terbaru. Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok
antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi), tata
Early Goal-Directed Therapy (EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers et al pada tahun 2001
dari EGDT pada 263 pasien dengan infeksi dan hipotensi atau kadar serum laktat ≥ 4 mmol/L
yang dilakukan randomisasi dan diberikan resusitasi standar atau EGDT (133 kontrol dengan 130
EGDT) di ruang IGD sebelum dipindahkan ke ruang ICU. Selama 6 jam di ruang IGD, pasien
dengan terapi EGDT mendapatkan terapi cairan, transfusi darah, dan inotropik lebih banyak
dibandingkan grup kontrol. Kemudian, selama 6 – 72 jam di ruang ICU setelah mendapatkan
terapi EGDT,kelompok pasien ini memiliki tingkat ScvO2 dan pH yang lebih tinggi dengan
kadar laktat dan defisit basa yang lebih rendah. Skor disfungsi organ lebih baik secara signifikan
pada kelompok pasien EGDT. Hal ini juga berhubungan dengan masa inap rumah sakit yang
lebih singkat dan penurunan komplikasi kardiovaskular seperti henti jantung, hipotensi, dan
gagal nafas akut. Pada tahun 2014, protokol EGDT ini dibandingkan dengan 3 protokol lain
Management in Sepsis), dan ProCESS (Protocolized Care for Early Septic Shock) dan hal ini
mengubah rangkaian 6 jam dalam Surviving Sepsis Guideline dimana pengukuran tekanan vena
sentral dan saturasi oksigen vena sentral tidak dilakukan lagi. Dalam protokol yang dikeluarkan
pada tahun 2016, target resusitasi EGDT telah dihilangkan, dan merekomendasikan keadaan
sepsis diberikan terapi cairan kristaloid minimal sebesar 30 ml/kgBB dalam 3 jam atau kurang.
Dengan dihilangkannya target EGDT yang statik (tekanan vena sentral), protokol ini
menekankan pemeriksaan ulang klinis sesering mungkin dan pemeriksaan kecukupan cairan
Hal ini merupakan perubahan yang signifikan, karena pada protokol sebelumnya
merekomendasikan bahwa klinisi harus menentukan angka tekanan vena sentral secara spesifik
dan ternyata tekanan vena sentral memiliki manfaat terbatas untuk menentukan respon tubuh
Protokol inimenekankan bahwa klinisi harus melakukan teknik “fluid challenge” untuk
mengevaluasi efektivitas dan keamanan dari pemberian cairan. Ketika status hemodinamik
membaik dengan pemberian cairan, pemberian cairan lebih lanjut dapat dipertimbangkan.
Namun pemberian carian harus dihentikan apabila respon terhadap pemberian cairan tidak
memberikan efek lebih lanjut. Maka dari itu, protokol ini telah berubah dari strategi resusitasi
kuantitatif ke arah terapi resusitasi yang fokus terhadap kondisi pasien tersebut dengan dipandu
pemeriksaan dinamis untuk mengevaluasi respon dari terapi tersebut.13 Pemeriksaan lain yang
dapat digunakan seperti carotid doppler peak velocity, passive leg raising, ekokardiografi.2
Karena infeksi menyebabkan sepsis, penanganan infeksi merupakan komponen penting dalam
penanganan sepsis. Tingkat kematian akan meningkat dengan adanya penundaan penggunaan
berspektrum luas sebaiknya disertai dengan kultur dan identifikasi sumber penularan kuman.14
Dan hal ini dilakukan sesegera mungkin. Protokol terbaru merekomendasikan bahwa
penggunaan antibiotik harus diberikan maksimal dalam waktu 1 jam. Rekomendasi ini
kristaloid dengan dosis 30 ml/kgBB dan diberikan dengan melakukan fluid challenge selama
nadi, variasi volum sekuncup) atau statik (tekanan nadi, laju nadi). Pada suatu penelitian yang
menurunkan tingkat kematian pada pasien dengan sepsis. Protein C yang teraktivasi akan
menghambat pembentukan thrombin dengan menginaktifasi factor Va, VIIIa dan akan
Sepsis adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa dikarenakan respon tubuh terhadap
infeksi yang mengalami disregulasi. Sepsis adalah masalah kesehatan utama di dunia yang
menyerang jutaan orang di dunia setiap tahunnya dan menyebabkan kematian pada 1 dari 4
orang.7 Pengenalan dan penanganan awal untuk sepsis dan septik syok akan meningkatkan
prognosis yang baik. Pengawasan terus menerus terhadap tanda vital, saturasi oksigen, dan
jumlah urin yang dihasilkan termasuk pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaaan akan
adanya laktat asidosis, disfungsi ginjal dan hepar, abnormalitas koagulasi, gagal nafas akut harus
dilakukan sesegera mungkin pada pasien yang dicurigai menderita sepsis. Pengenalan tanda dan
sumber infeksi harus dilakukan secara bersamaan. Dan pemberian antibiotik harus diberikan
hal baru dalam penanganan sepsis. Berbagai penelinitian klinis menunjukkan hubungan tidak
langsung antara keseimbangan cairan positif dengan angka kematian yang meningkat pada
pasien dengan sepsis. Konsep pemberian cairan dengan pengawasan kecukupan cairan dengan
penggunaan alat-alat seperti carotid doppler peak velocity, passive leg raising, dan
ekokardiografi makin diterima. Perkembangan metode molekular untuk deteksi infeksi dan target
Mello, et al. (2004). Shock Overview. Seminars in Respiratory and Critical Care Medicine,
Bonanno, FG. (2011). Physiopathology of shock. Journal of Emergencies, Trauma and Shock,
http://www.who.int/bulletin/volumes/88/11/10-077073/en/.
2. Mehta Y, Kochar G. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS. 2017;
1(1): 3-5.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset kesehatan
4. World Health Organization. Indonesia: WHO statistical profile. [Internet]. 2015. [cited 2018
5. Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence. 2013; 5(1): 4-11
6. Vincent JL, Moreno R, Takala J, Willatts S, De Mendonca A, Bruining H, et al.The SOFA
(sepsis-related organ failure assessment) score to describe organ dysfunction/ failure. Intensive
8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al. Efficacy
and safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N Eng J Med. 2001; 344
(10): 699-709.
9. Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al. Severe
sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department management
10. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Hari MS, Annane D, Bauer M, et al. The third
international concensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA. 2016: 315 (8):
801-10.
11. Rivers, E, Nguyent B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, et al. Early goal directed
therapy in the treatmenr of severe sepsis and septic shock. N Eng J Med. 2001; 345 (19): 1368-
77.
12. Dries JD, editors. Fundamental Critical Care Support. 5nd ed. Mount Prospect: Third
Printing; 2014.
13. Backer D, Dorman T. Surviving sepsis guidelines: a continuous move toward better care of