3.pengolahan Lahan Buah
3.pengolahan Lahan Buah
3.pengolahan Lahan Buah
1) Pembersihan lahan
Lahan yang banyak sisa-sisa tanaman dari kegiatan produksi sebelumnya atau
rerumputan dan semak yang tumbuh pada lahan tersebut, pertama kali haruslah
dibersihkan untuk memudahkan kegiatan pengolahan tanah. Pembersihan lahan ini
dapat dilakukan dengan pembabatan, penggunaan herbisida , dan pencabutan. Cara
pembersihan lahan yang paling cepat untuk dilakukan adalah dengan cara membabat
sisa tanaman, lalu tanaman tersebut dikumpulkan disuatu tempat untuk dijadikan
kompos, dan kompos tersebut bisa dikembalikan ke lahan tersebut dalam bentuk
pupuk. Kompos yang diberikan akan meningkatkan mutu tanah dengan meningkatnya
kandungan bahan organik, maka bahaya kerusakan tanah dapat ditekan.
2) Pengukuran Lahan
Kegiatan pengukuran lahan ini bisa dilakukan sebelum kegiatan pembersihan lahan
maupun sesudahnya. Tujuan dari kegiatan lahan ini adalah untuk memastikan seberapa
luas lahan yang digunakan dalam kegiatan agribisnis tersebut. Dengan luas yang sudah
diketahui maka dapat dibuat perencanaan sesuai peruntukannya antara lain: tempat
gudang sarana produksi tanaman (Saprotan), tempat untuk keamanan, tempat
pembibitan, yang lebih penting berapa luasan tanaman yang akan ditanam dapat segera
diketahui sehingga perencanaan kebutuhan tenaga dan saprotannyadapat ditentukan.
3) Pembentukan Bedengan
Tanaman semangka membutuhkan bedengan supaya air yang terkandung didalam
tanah mudah mengalir keluar melalui saluran drainase yang dibuat. Pembentukan
bedengan dalam budidaya tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: sistem
irigasi, kelembaban tanah, musim tanam, ketahanan akar tanaman terhadap kondisi
jenuh air serta sifat tanah.
Untuk tanaman yang memiliki perakaran dangkal seperti semangka, timun suri, blewah
pada tanah dengan tingkat atau laju perkolasi yang tinggi (tanah dengan tekstur
berpasir) dan sistem irigasi leb (penggenangan) atau sistem irigasi alur (penggenangan
pada parit), dimana air merembes pada ke daerah perakaran berdasarkan gravitasi dan
penyebaran air secara horizontal maka tinggi bedengan yang dibuat perlu
dipertimbangkan agar tanaman dapat memperoleh air yang cukup serta biaya
pengairan dapat efisien.
Berikut ini kriteria bedengan menurut tipe pertanamannya :
a. Bedengan dengan penanaman tunggal
Bentuk penanaman tunggal artinya penanaman satu baris tanaman pada bedengan
penanaman menuju ke satu arah. Ukuran bedengan sistem penanaman tunggal
sebagai berikut:
Panjang bedengan maksimum 12 – 15 m
Tinggi bedengan 30 – 50 cm
Lebar parit 50 cm
Kedalaman parit 20 – 25 cm
Tinggi bedengan 30 – 50 cm
Lebar parit 50 cm
Kedalaman parit 20 – 25 cm
4) Pengapuran
Kegiatan yang tidak kalah penting sebelum dilakukan penanaman adalah mengukur
pH calon tanah yang akan ditanami. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan dua cara yaitu: colorimetris dan electrometris. Alat yang sering
digunakan secara praktis adalah pH tester dan universal indikator/kertas lakmus.
Tujuan dari kegiatan ini adalah dapat menentukan apakah tanah yang akan ditanami
tersebut bersifat alkalis, netral, atau masam. Untuk pertumbuhan tanaman semangka
membutuhkan pH tanah netral, namun tidak sedikit tanah-tanah dalam kondisi alkalis
seperti pada lahan-lahan yang sering tergenang dan kemudian digunakan sebagai lahan
pertanian, tetapi pada umumnya tanah yang sering digunakan untuk budidaya tanaman
relatif kecil kemungkinannya kekurangan belerang. Yang sering menjadi masalah
adalah tingkat kemasaman yang rendah sehingga kita harus perlakukan khusus dengan
penambahan kapur.
Pengapuran bertujuan untuk menaikkan pH tanah yang semula masam menjadi
mendekati netral. selain itu, pengapuran juga menambah unsur hara kalsium (Ca)
maupun unsur magnesium (Mg) yang sangat diperlukan tanaman. Kapur pertanian
yang beredar di Indonesia pada dasarnya terdiri dari kapur kalsit/kaptan (CaCO3) dan
dolomit (CaCO3/ MgCO3). Pemilihan kedua jenis kapur pertanian tersebut tergantung
keperluan dan ketersediannya di suatu daerah. Apabila pH tanah sangat rendah maka
pengapuran sebaiknya menggunakan kalsit/kaptan. Apabila pH tanah mendekati netral
maka dapat dipakai dolomite. Brikut ini disajikan hubungan antara pH tanah, reaksi
tanah, dosis penggunaan kapur karbonat/kalsit/kaptan, dan dolomit.
Tabel 1. Penggunaan Kapur (kg/Ha)
Kapur Carbonat/ Dolomit
Derajat Keasaman (pH) Reaksi Tanah
Kalsit/ Kaptan
4.0 Paling asam 1640 1610
6.5 Netral - -
Sumber : Oisca