Fundamental of Petroleum and Petrochemical Engineering
Fundamental of Petroleum and Petrochemical Engineering
Fundamental of Petroleum and Petrochemical Engineering
ENGINEERING
1) Domestic Fuel
1.1 Liquified Petroleum Gas
Liquified Petroleum Gas (LPG) adalah campuran propan dan butan dalam bentuk
cair pada tekanan sekitar 10-15 atm, bergantung pada proporsi komponen yang ada. Ini
merupakan produk pertama dari distilasi terhadap crude oil. Gas Raw Hydrocarbon
mengandung sulfurous hydrocarbon, yang bersifat berbau dan korosif. Oleh karena itu,
treatment terhadap gas ini dilakukan untuk menghilangkan impuritis yang tidak
diinginkan, seperti merkaptan, hidrogen sulfida yang berkaitan dengan gas dan
kelembapan.
LPG komersial bisa saja tidak memiliki komposisi seragam hanya propan dan
butan, tapi juga bisa mengandung sejumlah gas yang lebih ringan dan juga
mengandung beberapa gas olefenik yang diperoleh dari plant petrokimia. Adanya
merkaptan dan hidrogen sulfida menyebabkan korosi pada vessel, pipeline, dan joint,
yang akan semakin memburuk dengan adanya kelembapan.
1.2 Kerosin
Kerosin atau superior kerosene oil (KRO) adalah domestic fuel lainnya yang
banyak digunakan untuk pencahayaan atau lamp oil. Ini juga digunakan untuk minyak
kompor domestik. Ini adalah produk petroleum yang mendidih pada rentang 140 oC-280
o
C dan diperoleh dari crude petroleum oil. Ini lebih berat dari naphta atau petrol, tapi
lebih ringan dari diesel oil. Karakteristik utama dari kerosin yang menentukan kualitas
pembakaran adalah smoke point dan flash point.
Smoke point → ditentukan sebagai tinggi api (dalam milimeter) yang dihasilkan oleh
minyak ini pada sumbu kompor atau lampu tanpa pembentukan asap sedikitpun.
Semakin besar smoke point, semakin besar kualitas pembakaran. Kerosin domestik
harus memiliki smoke point 20 mm (minimum).
Flash point → didefinisikan sebagai suhu oil dimana mengalami flash seketika
dengan adanya udara dan sumber pengapian. Untuk domestik kerosin, nilai ini
harus dibawah suhu ambient.
Char point dan bloom → char point didefinisikan sebagai coke dan abu yang
tertinggal setelah sumbu terbakar lengkap. Untuk domestik kerosin, jumlah
maksimum char yang diperbolehkan adalah 20 mg/kg untuk pembakaran minyak.
Bloom adalah kepekatan yang dihasilkan oleh api dari oil ketika pembakaran dalam
standard glass. Bloom tidak boleh lebih pekat dari pada standar kecerahan yang
dinginkan pada lampu.
Pengujian distillasi → Distilasi ASTM pada kerosin dilakukan dibawah kondisi
atmosfir. Finished kerosene setidaknya harus 20% terdistilasi pada 200 oC atau
lebih rendah dan titik didih akhir (FBP) tidak lebih dari 300 oC. Kerosin yang terlalu
ringan berbahaya dalam penggunaan kompor domestik karena ledakan bisa terjadi
karena adanya titik didih fraksi yang terlalu ringan terutama pada rentang naphta.
Adanya titik didih fraksi yang terlalu berat akan menyebabkan pembakaran fuel
yang kurang baik.
Kandungan sulfur dan korosi → karena sulfur menghasilkan sulfur dioksida yang
berbahaya maka domestik kerosin tidak boleh mengandung sulfur >0.25% (berat).
2) Automotive Fuel
2.1 Motor Spirit
MS dikenal sebagai gasoline. Ini merupakan bahan bakar otomotif yang
digunakan untuk menjalankan motor mobil. Diesel merupakan bentuk bahan bakar
otomotif yang lain.
American Standar untuk pengujian material distilasi → MS mengandung campuran
hidrokarbon yang mendidih dari 30 oC sampai 40 oC dan sampai pada suhu sedikit
diatas 200 oC.
Octane number → performa mesin diukur melalui maksimum pengembangan daya
dan tingkat dimana ia berkembang pada kesepatan mesin berbeda. Jika tingkat
perkembangan daya tidak seragam dengan kecepatan (fluktuasi), maka jenis
situasi ini disebut knocking atau hammering pada mesin.
Beberapa eksperimen menemukan bahwa komposisi MS berpengaruh terhadap
knocking. Jika MS mengandung lebih banyak propan, butan (rantai hidrokarbon
pendek), iso-octane (rantai hidrokarbon bercabang, benzene, toulene, xylene, dan
aromatic (senyawa cincin pada rentang titik didih MS maka tingkat pengembangan
daya akan tenang tanpa knocking, sedangkan rantai karbon yang panjang
menyebabkan knocking yang parah jika ada dalam fuel dalam jumlah yang besar.
Karena, MS merupakan campuran dari berbagai jenis hidrokarbon mulai dari rantai
panjang, pendek, bercabang, dan cincin, ini menjadi praktik umum untuk
menggunakan iso-octane sebagai fingerprint untuk mengukur performa mesin relatif
dari campuran. Spesifikasi MS untuk performa mesin dilambangkan oleh octane
number. Octane number didefinisikan sebagai persen iso-octane dalam campuran
iso-octane dan n-heptane, yang mana memberikan performa mesin yang sama
sebagaimana yang bisa dicapai oleh actual fuel sample.
Jika mesin dijalankan dengan 100% pure iso-octane, tingkat daya adalah 100%
(bebas knock) dan didefinisikan sebagai 100 octane number.
Korosi → adanya merkaptan sulfur bisa menyebabkan korosi pada pipa fuel dan
engine cylinder dan menghasilkan sulfur dioksida selama pembakaran.
Reid vapour pressure → RVP pada MS tidak boleh lebih dari 0.7 kg/cm2 (gauge)
jka tidak akan ada kecenderungan vapour locking pada mesin dan vapour loss
selama penyimpanan. Vapour pressure yang terlalu rendah akan menyebabkan
masalah saat menjalankan mesin.
Stabilitas oksidasi → MS merupakan campuran hidrokarbon yang diperoleh dari
berbagai unit pada refinery, contohnya reformate (diperoleh dari naphta reforming
plant), termal (viscosity breaking unit, coking unit, dll), catalytically cracked gasoline
component (dari fluidised bed catalytic cracking unit). Produk samping dari
petrochemical plant, seperti aromatik dan pyrolysis gasoline component juga
tercampur. Semua komponen tersebut mungkin mengandung banyak hidrokarbon
tak jenuh yang rentan terhadap mild polymerisation ketika kontak dengan oksigen
atau air. Produk polimerisasi ini membentuk lapisan yang mengurangi efektivitas
fuel ketika digunakan.
Additives → berbagai jenis additive ditambahkan pada fuel, diantaranya colour
(untuk membedakan octane number), anti-icing (untuk mengurangi pembentukan
es), anti-static (untuk mendispersi pembentukan muatan listrik statis), anti-oksidan,
anti-korosif, dan octane boosting agent.
2.2 High Speed Diesel
Diesel merupakan campuran senyawa hidrokarbon yang mendidih pada rentang
250 C-360 oC. Tidak seperti MS, diesel oil tidak mudak menguap pada suhu ambient
o
6) De-Ethanizer
Campuran gas dari amine wash column masuk ke de-ethanizer column dimana
methane dan ethane dipisahkan dari propane dan buthane melalui distilasi.
Top product dari kolom ini dikirim ke fuel gas system untuk furnace yang digunakan
pada refinery. Top gases juga bisa digunakan sebagai sumber pada petrochemical dan
hydrogen. Bottom product merupakan campuran dari propane dan buthane yang dikirim
ke meroxing unit untuk menghilangkan merkaptan.
7) Meroxing dan Caustic Wash
Merox merupakan kependekan dari “Mercaptan Oxidation”, yang dilakukan secara
katalis pada packed bed reactor. Merkaptan merupakan senyawa sulfur pada
hidrokarbon dan disebut sebagai RSH, dimana “R” adalah alkyl radical, “S” adalah atom
sulfur, dan “H” adalah atom hidrogen. Merkaptan sangat korosif, oleh karena itu
keberadaanya pada produk petroleum tidak diinginkan. Merkaptan bisa diekstrak
menggunakan larutan kaustik, prosesnya dikenal sebagai extractive merox.
Merkaptan juga bisa dikonversi secara katalis menjadi disulfide (cobalt salt dalam
bentuk senyawa chelate sebagai katalis yang terkandung dalam charcoal packed bed).
Disulfide (RS)2 tidak sekorosif merkaptan dan tetap berada dalam produk. Jenis
treatment ini disebut sweetening merox.
Tahap ini juga meregenerasi sodium hidroksida. Meroxing biasanya dilakukan untuk
liquified petroleum gas (LPG), kerosene, dan gasoline. Sodium mercaptide dari low
molecullar weight mercaptan yang ada pada LPG dipisahkan dari campuran gas dan
diekstrak dari produk, prosesnya disebut extractive merox. Untuk gasoline dan
kerosene, sodium mercaptan yang lebih berat tersisa pada fase oil dan dikonversi
menjadi disulfide melalui reaksi sweetening merox.
Meskipun meroxing merupakan metoda yang sesuai untuk mengurangi korosifitas
pada produk, baik merkaptan dan disulfida menghasilkan senyawa sulfur oksigen (SO x),
yang merupakan polutan bagi lingkungan, untuk itu meroxing diganti oleh catalytic
hydrodesulfurisation pada refinery modern.
8) LPG Splitter
Liquified petroleum gas (LPG) umumnya mengandung campuran propane dan butane
dengan sedikit metane dan ethane yang masih tertinggal setelah de-ethanisation.
Propane dan butane bisa dipisahkan dari LPG melalui distilasi pada plated tower, top
product kaya akan propane dan bottom product kaya akan butane. Pada refinery yang
menggunakan propane sebagai solvent untuk propane deasphalting unit atau sebagai
refrigerant, propane bisa diperoleh dari distillation column tersebut yang biasa disebut
LPG splitter. Butane kemudian direcycle ke LPg atau dicampurkan dalam gasoline
untuk menyesuaikan Reid Vapour pressure (RVP).
9) Naphta Redistillation
Aliran naphta diperoleh dari bottom stabiliser, yang biasanya liquid mendidih pada
rentang C5-140 oC, yang berarti hidrokarbon memiliki karbon nomor lima dan
hidrokarbon yang mendidih diatas 140 oC ada pada campuran. Ini selanjutnya
dipisahkan menjadi dua fraksi pada kolom dimana top merupakan fraksi yang lebih
ringan,C5-90 oC, dan bottom adalah 90 oC-140 oC.
Fraksi yang lebih ringan ini cocok untuk petrochemical plants dalam produksi olefin
dan hidrogen karena adanya hidrokarbon parafinik, sementara naphta yang lebih berat
cocok untuk produksi high octane gasoline dan valuable petrochemical seperti
benzene, toluene, dan xylene.
10) Naphta Pretreatment
Catalytic reforming unit menggunakan platinum sebagai katalis untuk mengkonversi
naphta menjadi high octane gasoline atau aromatik. Karena platinum catalyst sangat
mudah teracuni oleh adanya sulfur, oksigen, nitrogen dan komponen metalik, diperlukan
adanya pretreat terhadap naphta sebelum dilakukan reforming. Faktanya, ini dilakukan
secara bersamaan pada hydrogen pretreatment reactor.
Aliran naphta, contohnya fraksi 90 oC-140 oC, dari naphta redistillation column
biasanya di desulfurisasi pada catalytic hydrogenation unit dan kemudian di kirim ke
platinum reforming unit dimana high octane gasoline atau aromatik (BTX) dihasilkan.
Pada unit ini, naphta mengalami preheated melalui train heat exchanger dan
selanjutnya dipanaskan dalam pipe-still heater sampai pada suhu 350 oC dengan
adanya hydrogen dibawah tekanan 20-25 kg/cm2 sepanjang katalis (CO-Mo sulfida
didukung pada alumina) packed bed reactor. Berikut ini jenis reaksi yang terjadi dalam
reaktor.
Desulfurised naphta dan hidrogen dicampur dan di preheat dengan heat exchanger
diikuti pemanasan dalam tube still furnace untuk meningkatkan suhu campuran vapour
sampai pada suhu 500 oC. Suhu reaksi adalah 470 oC pada saat awal dimulai,
contohnya saat katalis masih fresh atau sudah di regenerasi. Traditional reformer
catalyst mengandung platinum 0.3-0.35% berat. Karena selama reaksi, pembentukan
coke terjadi di sepanjang permukaan katalis, reaktivitas katalis menjadi turun dan suhu
harus ditingkatkana untuk menjaga keseragaman reaktivitas. Ketika katalis sudah
digunakan selama kira-kira setahun, suhu harus dijaga mendekati 520 oC. Suhu tidak
ditingkatkan secara terus-menerus untuk menghindari kerusakan permanen terhadap
katalis. Bagaimanapun, deaktivasi akibat adanya coke berlangsung sementara dan
dapat dihilangkan melalui pembakaran coke dengan adanya udara selama regenerasi.
Bagaimanapun, kerusakan akibat suhu tinggi diatas 600 oC adalah permanen karena
sintering pada katalis, oleh karena itu suhu diakhir proses tidak diperbolehkan melebihi
520 oC.
Adanya sulfur, nitrogen, dan oksigen pada umpan naphta secara permanen
menyebabkan deaktivasi katalis dan itulah kenapa pretreatment terhadap naphta
dilakukan sebelum proses reforming. Untuk mengurangi pembentukan coke, diperlukan
untuk menjaga sirkulasi hidrogen pada tekanan parsial yang diinginkan. Biasanya
minimum 5 mol hidrogen per mol umpan naphta harus dijaga selama reaksi. Total
tekanan pada sistem adalah sekitar 25-30 kg/cm2.
Karena reaksi keseluruhan berlangsung secara endotermik di alam, suhu produk
pada keluaran reaktor akan turun dan akan dipanaskan kembali melalui intermediate
furnace sebelum memasuki reaktor selanjutnya. Akhirnya, campuran produk didinginkan
dan dipisahkan dari hidrogen melalui flashing dalam vessel pada suhu 50 oC. Hidrogen
dari vessel ini sebagian di recycle kembali ke reaktor dan sebagian dikirim ke hydrogen
consuming unit di refinery. Produk dari bottom separator vessel dikirim ke plated column
untuk pemisahan butane dan hidrokarbon yang lebih ringan dari produk akhir, dikenal
sebagai debutanised reformer, yang didinginkan dulu sebelum disimpan.
12) Kerosene Hydrodesulfurisation
Fraksi straight run kerosene (SKO, ATF, MTO, RTF) dari atmospheric unit
mengandung sulfur sebagai senyawa hidrokarbon. Sulfur ini secara katalis di
hidrogenasi menjadi hydrogen sulfida sehingga bisa dipisahkan dari fraksi kerosene.
Disini, umpan kerosene dicampur dengan hidrogen dan di preheated sampai suu 250
o
C-260 oC diikuti pemanasan dalam tube still furnace untuk meningkatkan suhu sampai
sekitar 350 oC. Hot mixture ini kemudian memasuki fixed bed reactor yang mengandung
bed dari katalis cobalt atau nickel-molybdenum. Produknya adalah hidrogen sulfida,
amonia, dan kelembapan, yang terbentuk akibat reaksi antara hidrogen dan sulfur,
nitrogen, hidrokarbon yang mengandung oksigen. Sejumlah kecil gas hidrokarbon C1-C5
juga bisa terbentuk akibat adanya reaksi cracking.
Kelebihan hidrogen selalu digunakan untuk mencukupi tekanan parsial hidrogen
untuk reaksi dan juga untuk menekan pembentukan coke. Kelebihan hidrogen
dipisahkan dari produk yang sudah didinginkan dalam high-pressure separator drum
dan di recycle.
Desulfurised liquid kerosene, mengandung dissolved hydrogen sulfida, kelembapan,
amonia, dan gas hidrokarbon, kemudian di strip off dalam stabiliser column.
13) Diesel Hydrodesulfurisation
Bahan utama dari diesel oil adalah straight run atmospheric gas oil, contoh fraksi
straight run diesel. Bagaimanapun ada banyak fraksi, seperti distilat dari unit distilasi
vakum (vaccum gas oil – VGO), fraksi spindle oil (SO), produk samping dari unit vis-
breaking (VB gas oil), light cyle oil dari unit fluid catalytic cracking (FCC), fraksi heavy
naphta, digabungkan dalam diesel pool. Sehingga, diesel mengandung banyak sulfur
yang dihilangkan dalam unit hidrogenasi katalis mirip dengan unit kerosene
desulfurisasi. Perbedaannya hanya pada tekanan hidrogen yang lebih tinggi (sekitar 40-
50 kg/cm2) yang diperlukan untuk menghilangkan sulfur dari hidrokarbon yang
mengandung sulfur yang lebih berat yang ada pada diesel oil. Karena hal tersebut, mild
hydrocracking reaction bisa terjadi dan menghasilkan cracking gas hidrokarbon C 1-C5.
Pemisahan tekanan tinggi dari hidrogen dan stabilisasi produk akhir juga mirip dengan
proses kerosene desulfurisasi.
18) Hydrofinishing
Dewaxed oil dari dewaxing unit mengandung sulfur, oksigen, nitrogen, dan senyawa
organometalik, yang harus dihilangkan untuk mem[erbaiki kualitas LOBS. Sulfur ada
sebagai merkaptan dan sebagai hidrokarbon heteroatomik dalam oil dan memberikan
efek korosif. Nitrogen berperan pada warna lube. Senyawa metalik berperan pada
deposisi yang tidak diinginkan dan bisa menyebabkan degradasi permukaan metalik
ketika kontak dengan lube. Korosifitas akibat adanya senyawa oksigen untuk
pembentukan asam bisa terjadi. Berat molekul olefin atau senyawa unsaturated,
terutama diolefin, bisa menyebabkan stabilitas oksidasi menjadi kurang baik.
Dalam unit hidrofinishing, catalytic hydrogenation dilakukan dalam fixed bed reactor.
Nickel-molybdenum atau katalis tungsten digunakan pada tekanan parsial hidrogen
yang tinggi. Suhu dan tekanan dijaga pada 350 oC dan 50-80 kg/cm2, bergantung pada
feedstock yang akan di treatment.
19) Catalytic Process untuk Lube Oil Base Stock Manufacture
Dearomatisasi selektif dan dewaxing terhadap vaccum distillates menggunakan
proses solvent extraction, diganti dengan proses catalytic hydrogen. Hidrogenasi
unsaturates dan aromatik dilakukan secara selektif untuk menyesuaikan viskositas dan
indeks viskositas, diikuti catalytic dewaxing dan proses hydrofinishing. Semua proses ini
dilakukan menggunakan katalis dan kondisi operasi yang berbeda dengan adanya
hidrogen. Dalam proses ini, penghilangan molekul hidrokarbon aromatik dan paraffin
wax tidak selalu terjadi, tapi bisa juga dikonversi ke kondisi jenuh dan iso-paraffin
sebagai bagian dari komponen lube oil.
Bagaimanapun, nitrogen, sulfur, oksigen, dan logam yang tidak diinginkan harus
dihilangkan. Sejumlah kecil gas dan fraksi ringan bisa terbentuk sebagai produk
samping. Oleh karena itu, yield dari lube stock per ton dari umpan distilat yang diproses
lebih banyak dari yang dihasilkan dari proses solvent.
Semua proses katalis ini terbagi kedalam tahap-tahap berikut.
a. Deasphalting terhadap residual feed oleh solvent, contoh propan, untuk
menghindari deaktivasi katalis dalam proses katalis.
b. Hydrotreatment untuk menghilangkan sulfur, nitrogen, oksigen, dan metallic
impurities dari feedstock.
c. Hidrogenasi untuk menjenuhkan aromatik dalam dearomatising unit.
d. Hidroisomerisasi dari normal paraffin menjadi iso-paraffin dengan atau tanpa
selective mild hydrocracking dari hidrokarbon paraffin sesuai kebutuhan untuk
mengurangi pour point.
e. Reaksi hydrofinishing untuk menyesuaikan warna minor, sulfur, dll.
20) Hydrocracking
Catalytic cracking dengan adanya hidrogen disebut sebagai hydrocracking. Proses
ini melibatkan tekanan dan suhu tinggi cracking dari heavy petroleum stock, seperti
vaccum distillate, atmosferik dan vaccum residue. Reaksi ini melibatkan pemisahan diri
molekul hidrokarbon, hidrogenasi tak jenuh, bersamaan dengan desulfurisasi,
denitrifikasi, deoksigenasi, demetallation, menghasilkan distilat dengan kualitas yang
light dan middle, good lube distillate, fuel oil, dll.
Ada berbagai jenis reaktor hydrocracking dan kondisi operasi yang digunakan,
bergantung pada jenis feedstock yang di treatment. Meskipun ada banyak proses
hydrocracking, utamanya proses tersebut dibedakan oleh jenis feedstock, bentuk
produk, katalis, tapi suhu operasi bervariasi dari 400 oC sampai 500 oC dan tekanan
diatas 10 MPa menggunakan kelebihan laju sirkulasi hidrogen. Adanya nitrogen dan
logam dalam feedstock menjadi perhatian utama untuk hydrocracking catalyst. Nitrogen
menghasilkan ammonia, yang akan menghancurkan acidic cracking site dari katalis,
dan logam mengendap pada katalis, meracuni bagian logam dan menyumbat poros
katalis.
Heavy aromatic yang ada pada feedstock berpotensi menghasilkan polynuclear
aromatic (PNA) selama reaksi hydrocracking yang perlu dipisahkan dengan vaccum
distillation.
21) Mild Hydrocracking
Istilah “mild hydrocracking” menunjukkan hydrocracking pada kondisi operasi yang
ringan. Ini dilakukan utamanya untuk menghasilkan middle distillate dan fuel oil dari
vaccum distllate, catalytic dewaxing untuk lube base stock pada tekanan dibawah 10
Mpa dan rentang suhu bervariasi dari 350 oC sampai 450 oC.
22) Hydrogen Generation
Hidrogen diperlukan untuk berbagai unit proses pada refinery modern, contoh proses
catalytic hydrogen-aided, seperti desulfurisasi, denitrogenisasi, demetallation,
hidrogenasi untuk aromatik dan unsaturates, hidroisomerisasi, dan hydrocracking.
Bergantung pada jenis umpan yang digunakan, proses hidrogen komersial, yaitu:
Gas-based plant → menggunakan metan sebagai raw material, yang bereaksi
dengan steam dengan adanya katalis untuk menghasilkan hidrogen.
Naphta-based plant → menggunakan naphta dengan kandungan aromatik yang
rendah sebagai raw material, yang menghasilkan hidrogen dengan adanya steam
dan katalis. Proses ini umumnya dikembangkan untuk memproduksi synthesis gas
(campuran hidrogen dan nitrogen) diperlukan pada produksi amonia pada plant
pupuk.
Coal-based plant → kebanyakan digunakan untuk memproduksi water gas,
producer gas, dan synthesis gas.
Hydrogen yield adalah maksimum metan dan menurun dengan feedstock yang lebih
berat (peningkatan rasio C:H). Karena heavier petroleum menghasilkan coke, katalis
akan dengan cepat mengalami deaktivasi, oleh karena itu metan disukai di kebanyakan
proses komersial. Secara alternatif, karbon monoksida dari sebagian proses oksidasi
heavy petroleum digunakan untuk menghasilkan hidrogen dengan adanya steam. Oleh
karena itu, pemilihan rute proses manufatur hidrogen bergantung pada adanya raw
material, kemurnian dan yield hidrogen, biaya pemisahan produk samping dan nilainya.
Katalis umumnya adalah nickel based, biasanya didukung pada alumina. Karena
sulfur, arsenik, dan beberapa elemen ditemukan sebagai racun terhadap katalis ini, raw
material harus di desulfurisasi dan di treatment untuk menghilangkan racun sebelum
reforming. Steam reforming plant terdiri dari feed desulfurisation unit, primary reformer,
secondary reformer, shift converter, carbon dioxide absorber, methanator, dan
hydrogen purification unit.
a. Feed desulfurisation
Ketika umpan adalah metan atau gas hidrokarbon, senyawa sulfur umumnya
ada dalam bentuk hidrogen sulfida dan merkaptan, oleh karena itu gas harus di
treatment dengan larutan amine untuk menyerap hidrogen sulfida diikuti oleh
catallytic desulfurisation menggunakan katalis cobalt-molybdenum oxide dengan
adanya hidrogen.
b. Primary reforming
Desulfurisasi gas atau naphta di preheat dan dicampur dengan steam melalui
catalyst-packed (nickel) tube-still furnace dimana hidrogen dihasilkan akibat reaksi
berikut.
dimana n<5 untuk gas selain metan dan n>4 untuk naphta dan hidrokarbon yang
lebih berat. Setiap reaksi dehidrogenasi adalah endotermik dan di proses pada
suhu sekitar 850 oC. Reaksi diatas juga berkaitan dengan pembentukan coke dan
kondensasi dari aromatik dan unsaturates. Penekanan pembentukan coke dan
unsaturates dilakukan melalui tekanan parsial hidrogen yang tinggi. Produk
samping aromatik dan cracked hydrocarbon selalu terbentuk dan di reformasi
lebih lanjut di secondary reformer.
c. Secondary reforming
Pada tahap ini, metan yang tidak terkonversi atau hidrokarbon dioksidasi
sebagian menjadi karbon monoksida dan hidrogen. Pada plant pupuk, amonia
dihasilkan dari nitrogen dan hidrogen (rasio 1:3) sebagai campuran gas umpan,
dikenal sebagai gas sintesis. Nitrogen, hidrogen, karbon monoksida dan karbon
dioksida dihasilkan dari reaksi steam reforming dengan hidrokarbon. Sementara
oksigen dikonsumsi untuk mengoksidasi hidrokarbon menjadikarbon monoksida
dan nitrogen sebagai inert. Reaksi berupa reaksi pembakaran tidak sempurna
yang sederhana dan merupakan eksotermik yang sangat tinggi dengan adanya
steam berlebih. Suhu reaksi dijaga diatas 1000 oC tanpa katalis.
d. Shift reactor
Karbon monoksida yang terbentuk pada secondary reformer dikonversi
menjadi addtional hydrogen pada tahap ini dengan mereaksikannya dengan
steam. Ini merupakan reaksi eksotermik dan untuk menghilangkan panas, reaksi
ini dilakukan pada dua rentang suhu, satu pada suhu tinggi (HT) antara 400 oC
dan 450 oC dan lainnya pada suhu rendah (LT) antara 200 oC dan 300 oC. Pada
HT reaktor, digunakan katalis iron oxide-chromium oxide dan pada LT reaktor,
digunakan katalis copper-zinc.
e. Hydrogen purification
Campuran gas yang datang dari LT shift reactor mengandung banyak steam,
karbon monoksida, karbon dioksida, hidrokarbon yang tidak terkonversi, nitrogen,
dan hidrogen. Pendinginan campuran gas akan memisahkan steam sebagai air
dan campuran gas yang terdehidrasi kemudian dilewatkan ke adsorber yang
beroperasi secara siklus untuk menyerap gas, kecuali hidrogen, pada unit
pressure swing adsorption.
(a) Catalytic cracking unit modern – reaktor dan regenaror dikombinasikan, (b) modern catalytic
cracking reactor unit dengan reaktor dan regenrator terpisah.
24) Bitumen Blowing
Bitumen adalah nama lain dari aspal. Raw asphalt dari deasphalting unit ditiup
dengan hot air dalam furnace untuk menyesuikan softening point dan indeks penetrasi
untuk memproduksi paving grade bitumen. Bergantung pada suhu permukaan dan
lingkungan penerapan, suhu softening dan indeks penetrasi disesuaikan melalui variasi
rasio udara/umpan, suhu, dan blowing time dalam furnace.
25) Vis-Breaking
Vis-breaking atau viscosity breaking adalah mild thermal cracking unit yang
menghasilkan low viscosity fuel oil dari high viscosity oil stock. Pada metode ini,
feedstock biasanya adalah campuran high vaccum distillates dan residues, bahkan
aspal, dipanaskan dalam furnace pada suhu cracking (sedikit diatas 400 oC) pada
tekanan diatas atmosfir untuk waktu yang pendek dan di qunche dengan cepat dan di
flash dalam plated column. Steam yang mencukupi digunakan untuk memisahkan
cracked light hydrocarbon. Karena produk dari unit ini mengandung merkaptan dan
unsaturated hydrocarbon, maka meroxing atau desulfurisasi diperlukan.
26) Coking
Coking unit pada refinery menghasilkan petroleum coke, yang merupakan heavily
condensed hydrocarbon dengan karbon lebih dari 90%. High carbon stock ini digunakan
dalam industri metalurgi dan grafit untuk ekstraksi logam dari bijih dan juga sebagai
clean fuel. Non-lube bearing crude oil menghasilkan masa residu yang besar dan aspal
dengan kandungan sulfur dan logam yang kecil, yang cocok untuk memproduksi
petroleum coke.
Coking unit menggunakan berbagai metode bergantung pada properties yang
diperlukan oleh user. Delayed coking dan fluid coking plant merupaka metoda yang
umum diterapkan di refinery.
Dalam delayed coking unit, feedstock dipanaskan dalam furnace sampai pada suhu
sekitar 480 oC-500 oC pada kecepatan tinggi sebelum dikirim ke coking drum dimana
residence time yang panjang akan membiarkan reaksi coking menjadi sempurna,
sehingga memaksimalkan pembentukan coking. Pada fluid coking method, fluidised bed
dari coke digunakan melalui atomisasi feedstock dengan steam dan suhu tinggi dijaga
melalui pembakaran sebagian partikel coke dalam fluidised bed burner.
Delayed coking unit
PETROCHEMICAL
1) Definisi Petrochemical
Petrochemical (petrokimia) adalah turunan kimia dari produk petroleum. Contoh
petrokimia adalah plastik, karet, fiber, cat, pelarut, dan deterjen. Faktanya, produk
petroleum adalah campuran hidrokarbon, sedangkan raw material untuk petrokimia
adalah hidrokarbon murni yang dipisahkan dan dikonversi menjadi produk yang
diinginkan, seperti polimer, pelarut, dan surfaktan, biasanya dalam beberapa tahap dan
dikelompokkan menjadi, (1) feedstock (generasi pertama petrokimia), (2) intermediate
(generasi kedua petrokimia), dan (3) produk akhir (generasi ketiga petrokimia). Produk
yang mirip dengan turunan petrokimia yang tidak berasal dari petroleum bukan
petrokimia. Contohnya, selulosa, karet alami, resin alami, nilon 11, dan etanol.
Coal distillation juga sumber variasi coal chemical seperti benzena, toluena, xylene,
dan naphtalene. Faktanya, sebelum sumber petroleum diketahui, coal chemical
digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis produk. Kebanyakan bahan kimia dari
sumber non-petroleum diproses dengan petrokimia untuk produk akhir. Non-
hidrokarbon dihasilkan dari petroleum, contohnya hidrogen, karbon monoksida, karbon
dioksida, sulfur, dan karbon, secara longgar disebut petrokimia. Hidrogen, nitrogen dan
oksida karbon di manufaktur dari steam reforming dan sebagian oksidasi naphta juga
merupakan petrokimia. Ini digunakan untuk produksi amonia, urea, melamin, pupuk,
dan lain-lain.
a. Feedstock
Feedstock merupakan raw hydrocarbon yang dihasilkan dari crude oil refining
melalui distilasi dan proses thermal dan katalis. Misalnya, gas hidrokarbon dan
naphta tersedia dari distilasi atmosferik terhadap crude oil; sama halnya, benzene,
toluene, dan xylene dihasilkan dari catalytic reforming dan catalytic cracking
processes, yang merupakan bahan baku utama untuk pembuatan petrokimia
generasi kedua. Benzene, toluene, xylene dan heavier aromatic juga dihasilkan
sebagai produk samping dari plant petrokimia. Dengan demikian, feedstock untuk
plant petrokimia dihasilkan secara langsung dari proses refinery atau dari proses
lanjut untuk menghasilkan bahan tersebut di plant petrokimia itu sendiri.
Natural gas dan produk refinery merupakan sumber utama feedstock untuk
petrokimia. Berikut adalah list dari petrokimia utama.
b. Intermediate
Thermal cracking dari etan, propan, butan, dan naphta menghasilkan cracked
gases atau olefin (etilen, propilen, butylen, acetylen, dll) dan liquid (benzene,
toluene, xylene, dll). olefin merupakan starting material (monomer) untuk plant
polyolefin. Olefin juga bereaksi dengan hidrokarbon lainnya atau bahan kimia non-
hidrokarbon untuk menghasilkan vinyl chloride, ethylene glycol, ethylene oxide, dll
dan zat-zat tersebut digunakan sebagai starting material (monomer) untuk
manufaktur berbagai jenis polymer.
c. Finished Product
Dengan menggunakan intermediate diatas, jenis plastik, karet, fiber, pelarut,
cat dll bisa dibuat. Reaksi polimerisasi dilakukan untuk monomer ini atau
intermediate untuk berbagai jenis polimer, resin dan produk liquid. Plastik tersedia
dalam bentuk extrudate, granule, serbuk, dan beads, dll dari unit manufaktur
sebagai prroduk akhir. Ini dikonversi menjadi komoditas plastik, seperti tas, film,
furniture, dan produk dalam berbagai bentuk dan ukuran menggunakan mesin
casting, moulding, atau blowing, sebagai produk yang bisa dipasarkan.
Plastik diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu thermoplastic dan
thermosetting. Thermoplastic biasanya linear dengan struktur molekul, bisa
dicairkan melalui pemanasan dan dipadatkan dengan pendinginan. Siklus
pendinginan dan pemanasan ini bisa dilakukan secara berulang tanpa terjadinya
hilang sifat aslinya. Sedangkan termoset akan bertransformasi mengalami cross
linked secara kimia atau struktur non-linear secara permanen dan tidak bisa
dikembalikan ke sifat aslinya selama siklus pemanasan dan pendinginan.
Plastik juga dikenal sebagai plastomer dengan modulus elastisitas yang
tinggi. Fiber sintetik terbuat dari polimer yang memiliki modulus elastisitas tinggi
dibandingkan karet dan plastik. Polimer ini juga tersedia dalam bentuk extrudate,
serbuk, dan beads, yang dikonversi menjadi fiber dalam drawing mechanism dan
dikumpulkan dalam bales.
Rubber atau elastomer merupakan polimer dengan modulus elastisitas yang
rendah. Bahan baku rubber tersedia dari unit polimerisasi dalam bentuk sheet, yang
dipotong dan dicampur dengan berbagai bahan kimia bersamaan dengan sulfur
(disebut sebagai vulkanisasi) untuk mencapai kualitas yang diinginkan untuk
pembuatan ban dan produk lainnya.
Berbagai jenis reaksi kimia terlibat dalam proses manufaktur petrokimia.
Kebanyakan reaksinya adalah katalis dengan efek panas. Contoh, disosiasi,
dehidrogenasi, hidrogenasi, adisi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi disosiasi
terjadi selama proses termal dan catalytic cracking. Dehidrogenasi juga terjadi
secara katalis atau termal selama cracking. Reaksi adisi, seperti oksidasi, klorinasi,
flourinasi, dan sulfonasi terhadap induk olefin atau hidrokarbon aromatik diperlukan
untuk membuat intermediate atau monomer. Polimerisasi terjadi kebanyakan
dengan adanya inisiator atau katalisator dengan evolusi panas. Dua jenis
polimerisasi adalah polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.
Polimerisasi adisi → melibatkan reaksi rantai dimana molekul monomer bergabung
dalam rantai. Contoh, olefin atau diolefin dipolimerisasi dengan adanya inisiator
seperti free radical, senyawa ionik, atau complexes.
Polimerisasi kondensasi → melibatkan dua monomer, sama atau berbeda, yang
dikombinasikan untuk membentuk polimer dengan menghilangkan sebagian kecil
berat molekul dari produk samping seperti air.
Sejumlah besar unit operasi dan proses terlibat dalam plant petrokimia.
Karena katalis memainkan peran besar dalam sintesis petrokimia, penelitian dan
pengembangan terhadap katalis baru merupakan upaya yang terus dilakukan oleh
produsen.
2) Naphta Cracking
Plastik utama dibuat dari olefin, yang tersedia melalui cracking gas (gas-based
petrochemical), seperti metan, etan, propan dan butan, atau dari naphta (naphta-based
petrochemical). Ketersediaan naphta yang besar dan kebutuhan energi yang kecil untuk
cracking dibandingkan dengan gas, naphta cracking sangat diterima untuk pembuatan
olefin. Naphta merupakan campuran hidrokarbon yang mendidih pada rentang suhu
didih komponen yang paling kecil yaitu 150 oC, yang mengandung parafin, naphtene,
dan aromatik dalam proporsi yang bervariasi.
Ditemukan bahwa parafin, contohnya rantai lurus hidrokarbon, menghasilkan olefin
ketika dipanaskan pada suhu tinggi. Rantai cabang dan hidrokarbon aromatik, disisi lain
menjadi lebih berat atau terdekomposisi menjadi karbon. Hal ini juga fakta bahwa hasil
dari olefin berkurang dengan meningkatnya berat molekul (titik didih) dari hidrokarbon.
Oleh karena itu, feedstock naphta yang diinginkan harus memiliki kandungan parafin
yang sangat tinggi dan memiliki titik didih yang rendah. Rentang didih yang sesuai untuk
feedstock naphta untuk produksi olefin adalah dibawah 100 oC dan harus memiliki
kandungan parafin lebih dari 75%.
Naphta cracking dilakukan dalam tube-still furnace pada suhu diatas 800 oC. Light
hydrocarbon dihasilkan dari reaksi awal cracking yang kemudian mengalami crack
menjadi olefin yang lebih ringan dan menyebar sampai suhu reaksi turun. Jika reaksi
dilanjutkan, heavy hydrocarbon yang bercabang dan siklik akan terbentuk dan coke
akan dihasilkan sebagai produk akhir. Untuk itu, reaksi cracking dilakukan dalam
residence time yang sangat pendek, misalnya umpan naphta melewati heater tube
dengan kecepatan yang sangat tinggi untuk menghindari heavy product yang tidak
diinginkan dan coke. Karena lapisan coke terbentuk di dalam permukaan tube, laju heat
transfer akan berkurang, menyebabkan berkurangnya cracking dan hasil olefin yang
kurang baik. Steam dimasukkan bersama dengan impan untuk menghilangkan lapisan
coke pada permukaan tube dengan mengkonversi coke menjadi karbon monoksida dan
hidrogen melalui reaksi water gas.
Bagaimanapun, coke tidak bisa dihilangkan sepenuhnya oleh steam dan thickness
akan terus bertambah selama periode operasi furnace. Ketika lapisan coke mencapai
titik dimana operasi cracking menunjukan hasil yang kurang baik, furnace dilakukan
service dan dilakukan decoking dengan udara dan steam untuk menghilangkan coke.
Steam yang berlebih sebagian bisa mengkonversi beberapa hidrokarbon atau
komponen naphta menjadi karbon monoksida dan hidrogen dan akan mengurangi hasil
olefin.
Produk samping dari cracking adalah propilen, butilen, butadin, dan aromatik seperti
benzene, toluene, xylene, isomerik parafin, komponen naphtenic dan polynuclear
aromatic. Produk dari cracking furnace di semprot oleh hot oil dan didinginkan sebelum
dikirim ke unit separasi. Campuran produk kemudian dialirkan melalui serangkaian
separator, contohnya demethaniser, de-ethaniser, depropaniser, dan debutaniser, yang
merupakan kolom distilasi multiplated.
2.1 Primary Fractionator atau Stabiliser
Cracked liquid dan gas dipisahkan dalam kolom fraksionasi dengan bottom
product berupa heavy cracked oil yang kaya akan aromatik bertitik didih tinggi.
Heavy oil ini juga sebagian digunakan untuk medium quenching untuk produk dari
furnace dan sebagian dijual sebagai carbon black feedstock (CBFS) karena adanya
kandungan heavy aromatic.
Cracked gases yang mengandung hidrokarbon, saturated dan unsaturated,
dari metan sampai hidrokarbon C7 masuk dari bagian top kolom, yang kemudian di
kompresi dan dilakukan pencucian amine (atau kaustik) untuk menghilangkan
hidrogen sulfida dan gas karbon dioksida.
2.2 Hydrogen Separator
Gas yang sudah dicuci oleh amine dan kaustik kemudian dilewatkan pada
flash separator vessel, dimana liquid hydrocarbon gas dipisahkan dari hidrogen pada
tekanan tinggi dan suhu rendah. Hidrogen dari vessel ini digunakan dalam unit
hidrogenasi, seperti pyrolysis gasoline dan butadiene hydrogenation atau sebagai
fuel.
Demethaniser → liquified gases dari hydrogen separator kemudian dipisahkan
dari methane dalam kolom distilasi dimana methane (C1) masuk dari bagian top
dan digunakan sebagai fuel untuk cracking furnace. Bagian bottom dari kolom
kemudian dilewatkan ke de-ethaniser.
De-ethaniser → kolom distilasi juga digunakan untuk memisahkan ethane dan
ethylene mixture sebagai tip product dari sisa liquified gases yang mengandung
propane, propylene, butane, butylene, dll.
Ethane-ethylene separator → campuran C2 dari bagian top kolom de-ethaniser
kemudian dilewatkan ke kolom distilasi lain yang memisahkan etilen sebagai top
product dan ethane sebagai bottom product. Ethylene dikirim ke storage dan
digunakan dalam polyethylene (PE) synthesis plant. Ethane dari kolom ini di
recycle ke small cracking furnace untuk menghasilkan additional ethylene.
Depropaniser → liquified gas mixture dari bagian bottom de-ethaniser dipisahkan
dari propane dan propylene (campuran C3), yang muncul dari bagian top kolom
dan memasuki propane-propylene fractionator. Bottom product mengandung
butane, butene, butadiene, dan komponen yang lebih berat, yang kemudian
dipisahkan dari butane-butene mixture (campuran C4).
Propane-propylene separator → pada kolom ini, propylene di recovery sebagai
top product dan propane sebagai bottom product. Propylene disimpan dan
digunakan untuk pembuatan polypropylene, dan propane dijual sebagai
domestic fuel-liquified petroleum gas (LPG).
Debutaniser → butane, butene, dan butadiene (campuran C4) di recovery
sebagai top product dan komponen yang lebih berat dari campuran C4 seperti
C5 dan yang lebih berat di recovery sebagai pyrolysis gasoline (bottom product).
Pyrolysis gasoline di hidrosulfurisasi secara katalis sebelum dijual atau dicampur
dengan komponen gasoline. Gasoline hydrosulfurisation unit mirip dengan
naphta pretreatment unit.
3) Proses Konversi Beberapa Petrochemical
3.1 Polyethylene
Polyethylene (PE) telah berkembang sebagai major plastic dan dihasilkan
dari polimerisasi ethylene. Tiga jenis utama plastik PE adalah low density
polyethylene (LDPE), linear low density polyethylene (LLDPE), dan high density
polyethylene (HDPE), bergantung pada jenis proses polimerisasi.
PE merupakan polymer (poly + monomer) dari molekul etilen. Produk ini
digunakan untuk membuat berbagai jenis plastik. Polimerisasi molekul etilen
menjadi heavy molecular weight PE adalah reaksi dimana rantai makro molekul
dihasilkan melalui kombinasi molekul etilen. Etilen merupakan monomer yang
sangat reaktif yang mulai berkombinasi dengan molekul etilen lainnya dengan
adanya katalis (Ziegler-Nutta catalyst) pada kondisi tekanan dan suhu tertentu. Ada
tiga tahap reaksi, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi.
Molekul radikal terbentuk dengan adanya katalis pada tahap inisiasi.
Radikal kemudian mulai berkombinasi dengan monomer secara berkali-kali
pada tahap propagasi.
Proses tersebut berlangsung secara terus menerus sepanjang molekul
monomer masih tersedia selama reaksi sampai di quenching pada tahap
terminasi.
Sifat polimer berbeda bergantung pada tekanan operasi, suhu, dan waktu
reaksi. Reaksi yang terjadi adalah eksotermik dan oleh karena itu diperlukan sistem
heat removal yang tepat. Tiga kelas dari PE, yaitu LDPE, HDPE, dan LLDPE
dihasilkan dari proses yang berbeda. LDPE dihasilkan dalam proses dengan
tekanan yang sangat tinggi, sedangkan HDPE dan LLDPE dihasilkan pada proses
dengan tekanan yang cukup rendah.
3.2 Polypropylene
Polypropylene merupakan valuable polymer dan digunakan sebagai plastik
untuk membuat pipa, tali, fiber, dll. Polypropylene dibuat melalui reaksi katalitik
dalam stirred tank reactor, dimana Ti dan aluminium halida digunakan sebagai
katalis pada suhu 60 oC-70 oC dan tekanan 1-2 Mpa. Monomer yang tidak bereaksi
di recycle setelah dipisahkan dari katalis dan campuran polymer dalam flash
chamber dibawah kondisi pengadukan kuat. Campuran polymer dan katalis
kemudian dilewatkan ke centrifugal separator dimana katalis dan polypropylene
polymer di recovery. Proses lanjutan terhadap katalis yang sudah terpakai pada
kondisi adanya alkohol dilakukan untuk me-recover komponen aktif dari katalis
untuk digunakan kembali.
1) Heat Exchanger
2) Teori Heat Exchanger
3) Fouling
4) Plate Type Heat Exchanger
5) Extended Surface Exchanger
6) Scraped Surface Exchanger
7) Heat Exchanger Train
8) Pipe-Still Furnace
9) Pipe-Still Furnace Element
10) Operation of Furnace
11) Konsep Furnace
12) Desain Furnace dengan Metode Wilson, Lobo, dan Hottel
EKSTRAKSI
1) Prinsip Ekstrasi
2) Proses Ekstrasi
3) Definisi Istilah Berkaitan dengan Ekstrasi
4) Fase Equilibrium dalam Proses Ektrasi
5) Ekstrasi Batch
6) Continuous Ekstrasi
PERHITUNGAN REAKTOR
ELEMEN FASILITAS PIPELINE TRANSFER
MISCELLANEOUS