Fundamental of Petroleum and Petrochemical Engineering

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 51

FUNDAMENTAL OF PETROLEUM AND PETROCHEMICAL

ENGINEERING

CRUDE PETROLEUM OIL

1) Komposisi Crude Oil


Senyawa crude petroleum oil biasanya adalah hydrocarbon atau substitued
hydrocarbon yang mana elemen terbesarnya adalah karbon 85%-90% dan hidrogen
10%-14% dan sisanya elemen non-hidrokarbon yaitu sulfur (0.2%-3%), nitrogen (<0.1-
2%), oksigen (1%-1.5%), dan senyawa organo-metallic dari nikel, vanadium, arsenic,
lead, dan logam lainnya. Garam inorganik dari magnesium klorida, sodium klorida, dan
garam mineral lainnya juga diikuti crude oil dari well baik karena air dari pembentukan
dan bahan kimia yang diinjeksikan selama drilling dan produksi.
Hidrokarbon dikelompokkan menjadi parafin, naphtan, aromatik dan olefin. Crude oil
mengandung hidrokarbon tersebut, kecuali olefin yang dihasilkan selama proses.
a. Parafin → merupakan hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbon). Hidrokarbon
jenuh merupakan senyawa dimana empat ikatan atom karbon terikat dengan empat
atom yang terpisah. Contoh : metan, etan, propan, butan, pentan, heksan, dengan
rumus molekul umum CnH2n+2. Seri homolog dari hidrokarbon ini adalah alkana.
b. Olefin → merupakan hidrokarbon tidak jenuh (unsaturated hydrocarbon). Ada
ikatan rangkap antara dua atom karbon dalam formula. Rumus umumnya C nH2n.
Anggota paling rendah dalam homolog ini adalah etilen (C2H4). Seri ini dikenal
sebagai alkena.
c. Naphtan → merupakan cyclic saturated hydrocarbon dengan rumus umum seperti
olefin (CnH2n), dikenal sebagai cyclo-alkanes. Naphtan merupakan senyawa yang
diperlukan dalam produksi aromatik dan untuk menghasilkan lube oil yang
berkualitas baik.
d. Aromatic → sering disebut benzen, secara kimia sangat aktif dibandingkan
hidrokarbon lainnya. Rumus umumnya CnH2n-6. Hidrokarbon ini biasanya diserang
oleh oksigen untuk membentuk asam organik. Naphtan bisa di dehidrogenasi
menjadi aromatik dengan adanya katalis platinum. Aromatic yang paling rendah
seperti benzen, toluene, dan xylene merupakan pelarut yang baik dan prekursor di
banyak petrokimia. Aromatik dari produk petroleum bisa dipisahkan melalui
ekstraksi dengan pelarut seperti phenol, furfurol, dan dietilen glycol.
e. Complex hydrocarbon → crude oil juga mengandung sejumlah besar hidrokarbon
yang tidak termasuk ke dalam kategori parafin, naphtan, olefin atau aromatik, tapi
bisa terbentuk dari dua atau lebih kelompok parafin, naphtan, atau aromatik
hidrokarbon. Dengan menggabungkan 2 atau lebih cincin naphtan atau
mengkombinasikan naphtan dan cincin aromatik, rantai parafin dengan cincin
aromatik (alkil-aromatik), banyak complex hydrocarbon yang bisa terbentuk,
contohnya decalin, naphtalene, dan diphenyl.
f. Non-Hydrocarbon atau senyawa hetero-atomic → hetero atom yang umum
dalam hidrokarbon yaitu sulfur, oksigen, nitrogen, dan metallic atom.
Senyawa sulfur ada dalam crude oil sebagai merkaptan, mono-, dan disulfid
dengan rumus umum R-SH, R-S-R1, R-S-S-R1 dimana R dan R1 adalah alkyl
radical. Contoh senyawa siklik sulfur adalah thiophene dan benzothiophene. Gas
Hidrogen sulfida (H2S) bekaitan dengan crude oil dalam bentuk dissolved dan
dilepaskan ketika dipanaskan. Crude oil yang mengandung sejumlah besar H2S
disebut sour crude. Sulfur yang ada pada produk fuel membentuk berbagai oksida
sulfur (SOx) selama pembakaran, yang menjadi polutan lingkungan yang sangat
kuat. H2S bisa dihilangkan dari gas melalui absorpsi larutan amine.
Senyawa Nitrogen dalam hidrokarbon biasanya ditemukan dibagian paling berat
pada crude oil. Nitrogen dalam petroleum fuel menyebabkan pembentukan oksida
nitrogen (NOx), yang juga merupakan polutan kuat di atmosfir. Nitrogen bisa
dihilangkan dari produk petroleum melalui catalytic hydrogenation.
Senyawa oksigen, crude oil bisa mengandung oksigen dalam bentuk senyawa
seperti naphtenic acid, phenol, dan crescol, yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas korosif. Oksigen juga bertindak sebagai racum terhadap katalis. Senyawa
ini bisa dihilangkan melalui catalyst hydrogenation.
Metallic compound dari vanadium, nikel, timah, arsenik, dll juga ditemukan dalam
crude oil. Vanadium dan nikel ditemukan dalam bentuk senyawa organo-metallic
kebanyakan di fraksi yang paling berat dari crude oil dimana atom logam tersebar
dalam senyawa dalam bentuk kompleks yang disebut porphyrin.
2) Teknik Eksplorasi
Teknik ekslorasi moder menggunakan metoda geofisika, geokimia dan geoteknik.
Dalam metoda geofisika, studi gravimetri, magnetometrik, seismik, radioaktif, dan
stratigrafik terhadap permukaan dikumpulkan. Analisa kimia terhadap permukaan tanah
dan batuan dilakukan melalui metoda geokimia. Metoda geoteknik, seperti sifat mekanik
dari batuan dan permukaan diukur.
3) Estimasi Sumber Daya
Potensi deposit minyak bergantung pada tekanan dan suhu pembentukan, tegangan
permukaan, densitas, viskositas oil, porositas dan permeabilitas batuan, dan lainnya.
Jumlah oil dan/atau gas yang ada dalam lubang reservoir disebut oil dan/atau gas in
place. Jumlah oil hidrokarbon yang bisa diproduksi secara ekonomi dan dipasarkan
disebut reserve.
4) Well Logging
Well logging merupakan proses recording berkelanjutan terhadap aktivitas selama
drilling well development, dan produksi sampai penutupan well.

PRODUK PETROLEUM DAN METODA PENGUJIAN

1) Domestic Fuel
1.1 Liquified Petroleum Gas
Liquified Petroleum Gas (LPG) adalah campuran propan dan butan dalam bentuk
cair pada tekanan sekitar 10-15 atm, bergantung pada proporsi komponen yang ada. Ini
merupakan produk pertama dari distilasi terhadap crude oil. Gas Raw Hydrocarbon
mengandung sulfurous hydrocarbon, yang bersifat berbau dan korosif. Oleh karena itu,
treatment terhadap gas ini dilakukan untuk menghilangkan impuritis yang tidak
diinginkan, seperti merkaptan, hidrogen sulfida yang berkaitan dengan gas dan
kelembapan.
LPG komersial bisa saja tidak memiliki komposisi seragam hanya propan dan
butan, tapi juga bisa mengandung sejumlah gas yang lebih ringan dan juga
mengandung beberapa gas olefenik yang diperoleh dari plant petrokimia. Adanya
merkaptan dan hidrogen sulfida menyebabkan korosi pada vessel, pipeline, dan joint,
yang akan semakin memburuk dengan adanya kelembapan.
1.2 Kerosin
Kerosin atau superior kerosene oil (KRO) adalah domestic fuel lainnya yang
banyak digunakan untuk pencahayaan atau lamp oil. Ini juga digunakan untuk minyak
kompor domestik. Ini adalah produk petroleum yang mendidih pada rentang 140 oC-280
o
C dan diperoleh dari crude petroleum oil. Ini lebih berat dari naphta atau petrol, tapi
lebih ringan dari diesel oil. Karakteristik utama dari kerosin yang menentukan kualitas
pembakaran adalah smoke point dan flash point.
 Smoke point → ditentukan sebagai tinggi api (dalam milimeter) yang dihasilkan oleh
minyak ini pada sumbu kompor atau lampu tanpa pembentukan asap sedikitpun.
Semakin besar smoke point, semakin besar kualitas pembakaran. Kerosin domestik
harus memiliki smoke point 20 mm (minimum).
 Flash point → didefinisikan sebagai suhu oil dimana mengalami flash seketika
dengan adanya udara dan sumber pengapian. Untuk domestik kerosin, nilai ini
harus dibawah suhu ambient.
 Char point dan bloom → char point didefinisikan sebagai coke dan abu yang
tertinggal setelah sumbu terbakar lengkap. Untuk domestik kerosin, jumlah
maksimum char yang diperbolehkan adalah 20 mg/kg untuk pembakaran minyak.
Bloom adalah kepekatan yang dihasilkan oleh api dari oil ketika pembakaran dalam
standard glass. Bloom tidak boleh lebih pekat dari pada standar kecerahan yang
dinginkan pada lampu.
 Pengujian distillasi → Distilasi ASTM pada kerosin dilakukan dibawah kondisi
atmosfir. Finished kerosene setidaknya harus 20% terdistilasi pada 200 oC atau
lebih rendah dan titik didih akhir (FBP) tidak lebih dari 300 oC. Kerosin yang terlalu
ringan berbahaya dalam penggunaan kompor domestik karena ledakan bisa terjadi
karena adanya titik didih fraksi yang terlalu ringan terutama pada rentang naphta.
Adanya titik didih fraksi yang terlalu berat akan menyebabkan pembakaran fuel
yang kurang baik.
 Kandungan sulfur dan korosi → karena sulfur menghasilkan sulfur dioksida yang
berbahaya maka domestik kerosin tidak boleh mengandung sulfur >0.25% (berat).
2) Automotive Fuel
2.1 Motor Spirit
MS dikenal sebagai gasoline. Ini merupakan bahan bakar otomotif yang
digunakan untuk menjalankan motor mobil. Diesel merupakan bentuk bahan bakar
otomotif yang lain.
 American Standar untuk pengujian material distilasi → MS mengandung campuran
hidrokarbon yang mendidih dari 30 oC sampai 40 oC dan sampai pada suhu sedikit
diatas 200 oC.
 Octane number → performa mesin diukur melalui maksimum pengembangan daya
dan tingkat dimana ia berkembang pada kesepatan mesin berbeda. Jika tingkat
perkembangan daya tidak seragam dengan kecepatan (fluktuasi), maka jenis
situasi ini disebut knocking atau hammering pada mesin.
Beberapa eksperimen menemukan bahwa komposisi MS berpengaruh terhadap
knocking. Jika MS mengandung lebih banyak propan, butan (rantai hidrokarbon
pendek), iso-octane (rantai hidrokarbon bercabang, benzene, toulene, xylene, dan
aromatic (senyawa cincin pada rentang titik didih MS maka tingkat pengembangan
daya akan tenang tanpa knocking, sedangkan rantai karbon yang panjang
menyebabkan knocking yang parah jika ada dalam fuel dalam jumlah yang besar.
Karena, MS merupakan campuran dari berbagai jenis hidrokarbon mulai dari rantai
panjang, pendek, bercabang, dan cincin, ini menjadi praktik umum untuk
menggunakan iso-octane sebagai fingerprint untuk mengukur performa mesin relatif
dari campuran. Spesifikasi MS untuk performa mesin dilambangkan oleh octane
number. Octane number didefinisikan sebagai persen iso-octane dalam campuran
iso-octane dan n-heptane, yang mana memberikan performa mesin yang sama
sebagaimana yang bisa dicapai oleh actual fuel sample.
Jika mesin dijalankan dengan 100% pure iso-octane, tingkat daya adalah 100%
(bebas knock) dan didefinisikan sebagai 100 octane number.
 Korosi → adanya merkaptan sulfur bisa menyebabkan korosi pada pipa fuel dan
engine cylinder dan menghasilkan sulfur dioksida selama pembakaran.
 Reid vapour pressure → RVP pada MS tidak boleh lebih dari 0.7 kg/cm2 (gauge)
jka tidak akan ada kecenderungan vapour locking pada mesin dan vapour loss
selama penyimpanan. Vapour pressure yang terlalu rendah akan menyebabkan
masalah saat menjalankan mesin.
 Stabilitas oksidasi → MS merupakan campuran hidrokarbon yang diperoleh dari
berbagai unit pada refinery, contohnya reformate (diperoleh dari naphta reforming
plant), termal (viscosity breaking unit, coking unit, dll), catalytically cracked gasoline
component (dari fluidised bed catalytic cracking unit). Produk samping dari
petrochemical plant, seperti aromatik dan pyrolysis gasoline component juga
tercampur. Semua komponen tersebut mungkin mengandung banyak hidrokarbon
tak jenuh yang rentan terhadap mild polymerisation ketika kontak dengan oksigen
atau air. Produk polimerisasi ini membentuk lapisan yang mengurangi efektivitas
fuel ketika digunakan.
 Additives → berbagai jenis additive ditambahkan pada fuel, diantaranya colour
(untuk membedakan octane number), anti-icing (untuk mengurangi pembentukan
es), anti-static (untuk mendispersi pembentukan muatan listrik statis), anti-oksidan,
anti-korosif, dan octane boosting agent.
2.2 High Speed Diesel
Diesel merupakan campuran senyawa hidrokarbon yang mendidih pada rentang
250 C-360 oC. Tidak seperti MS, diesel oil tidak mudak menguap pada suhu ambient
o

namun memerlukan pemanasan.


 Cetane number → diketahui bahwa hidrokarbon parafin memiliki suhu autoignition
yang lebih rendah daripada aromatik. Sebab itu, jika diesel oil kaya akan
hidrikarbon aromatik daripada parafin, kebanyakan oil tidak akan terbakar pada
awalnya dan akan secara bersamaan akan terbakar tiba-tiba ketika suhu meningkat
akibat pembakaran parafin hidrokarbon. Jenis situasi ini akan menyebabkan
tekanan yang tidak seragam (shock wave atau knocking) pada mesin.
Kualitas knocking pada diesel oil diukur dengan cetane number, yang didefinisikan
sebagi persen normal cetane (rantai hidrokarbon lurus) dalam campuran n-cetane
dan α-methyl naphtalene (hidrokarbon aromatik), yang memberikan performa mesin
yang sama seperti sampel diesel.
 Diesel index → adanya hidrokarbon parafin pada diesel berkaitan dengan aniline
point, yang merupakan suhu dimana aniline melarutkan fuel dalam jumlah yang
sama dan hasil campuran homogen. Semakin besar kandungan parafin, semakin
tinggi aniline point.
 Sulfur → dengan maksud untuk mengurangi polusi, kandungan sulfur pada diesel
oil tidak boleh besar. Kandungan sulfur tidak boleh lebih dari 0.25% dari berat oil.
 Flash point → flash point pada diesel minimum adalah 33 oC untuk automobile.
Semakin rendah flash point, semakin besar kemungkinan autoignition.
 Flame length → pada combustion chamber di mesin, api yang panjang bisa
merusak chamber. Sebab itu, diinginkan api yang pendek. Diesel oil tidak boleh
menghasilkan api dengan panjang lebih dari 18 mm. Pada refinery, kadang kerosin
dan hidrokarbon lain, seperti naphta, akan menyebabkan meningkatnya panjang
api. Untuk itu reduced crude oil (RCU) di injeksikan untuk mengatur panjang api
agar sesuai dengan nilai yang diinginkan.
 Pour point → didefinisikan sebagai suhu dimana oil akan berhenti mengalir akibat
pembentukan kristal lilin.
 Viskositas → dalam aliran proses, fluida mengalami semacam gesekan yang
melawan aliran. Friksi ini disebut friksi fluida, yang didefinisikan sebagai resistive
force (geser) yang diberikan antara dua sliding layer paralel dari fluida yang
bergerak pada arah aliran.
3) Aviation Fuel
Fuel yang digunakan pada pesawat terbang disebut aviation fuel. Bergantung pada
jenis aircraft, seperti jet plane atau turbin plane, maka jenis aviation fuel yang digunakan
juga berbeda. Gasoline based untuk jet plane atau kerosene based untuk turbin based.
Aviation gasoline biasanya polymer gasoline atau alkylated gasoline yang memiliki
octane number lebih besar dari 100, biasanya menunjukkan nomor performa.
Kerosene-based aviation fuel diketahui sebagai aviation turbine fuel (ATF) dan
kebanyakan digunakan oleh pesawat penumpang. Fuel ini adalah fraksi hidrokarbon
dengan rentang titik didih 150-250 oC dan mirip dengan fraksi kerosin.
4) Furnace Fuel
4.1 Gaseous Fuel
Furnace di industri kebanyakan adalah fuel-fired furnace dan menggunakan
gaseous dan liquid hydrocarbon. Off-gases dan gas produk samping biasanya
dihasilkan pada refinery dan petrochemical plant yang terdiri dari metan, etan, propan,
butan, dan homolog olefiniknya.
4.2 Liquid Fuel
Light Diesel Oil atau LDO (lebih berat dari HSD) merupakan liquid fuel. Ini
biasanya merupakan campuran vaccum gas oil, coker gas oil, deasphalted oil, waxy
distilate, dll dan dimasukan pada kategori black oil.
5) Lubricating Oil
Lubricant merupakan material solid, semi-solid, atau liquid yang digunakan untuk
mengurangi friksi antara dua permukaan padatan. Contoh lubricant adalah grafit, sulfur,
wax, sabun, dan mineral. Lubricating oil merupakan lubricant liquid yang utamanya
terbuat dari petroleum oil (lube oil base stocks) yang dicampur dengan sabun dari asam
lemak dan additive lainnya.
Lubricating oil yang ada pada permukaan dua permukaan padatan akan mengurangi
friksi ketika bergerak dan juga membantu menurunkan panas dari friksi.
Bahan utamanya adalah petroleum base stock yang diperoleh dari distilasi vakum
terhadap crude oil.
6) Produk Miscellaneous
6.1 Jute Batching Oil
Jute batching oil (JBO) merupakan straight run product yang dihasilkan dari
atmospheric crude distillation unit. Ada dua grade dari oil ini, yaitu JBO(p) dan JBO(c).
Kedua jenis oil ini digunakan di jute industry untuk pengolahan dan bailing jute fibre.
6.2 Mineral Turpentine Oil
Mineral turpentine oil banyak digunakan di industri cat sebagai pelarut atau
thinner dan karena itu sifat yang diinginkan berdasarkan persyaratan di industri cat.
6.3 Carbon Black Feed Stock
Carbn black feed stock (CBFS) merupakan produk petroleum yang kaya aromatik,
sesuai untuk menghasilkan partikel karbon atau coke untuk industri battery dan
metalurgi. Ini merupakan produk samping dari lube extraction plant dimana hidrokarbon
aromatik dari distilate oil dihilangkan sebagai extract. Hasil dari aromatic rich oil setelah
recovery pelarut dihasilkan CBFS.
6.4 Bitumen
Aspal atau bitumendihasilkan dari short residue (masa tersisa dari bagian bawah
unit distilasi vakum) setelah ekstraksi valuable oil (diketahui sebagai bright stock) oleh
propan.
Aspal sangat lengket, semi-solid, viscous petroleum, mengandung berbagai jenis
senyawa hidrokarbon hetero-atomic diperkaya dengan metallik, sulfur, nitrogen, dan
senyawa oksigen.
Ini banyak digunakan untuk meterial trotoar, cat, water-proofing agent, dll.
6.5 Petroleum Coke
Petroleum residue mengandung hidrokarbon berat yang mengalami crack pada
suhu tinggi dengan tidak adanyagas udara yang dihasilkan, light hydrocarbon, dan black
solid carbon rich residue atau coke.
Semakin besar jumlah heavy hydrocarbon aromatik di feed stock, semakin besar
coke yang dihasilkan.
Thermal cracking pada petroleum melibatkan berbagai jenis reaksi, seperti
dekomposisi, dehidrogenasi, isomerisasi, polimerisasi, dll. Reaksi dekomposisi
mengambil pperan penting dalam reaksi dan coke yang dihasilkan akan meningkat
dengan menigkatnya waktu untuk cracking.
Petroleum coke terdapat dalam berbagai bentuk, seperti graphitic soft coke,
needle coke, dan fluid coke. Kualitas coke ditentukan oleh tingginya kandungan karbon
(biasanya dari 88% sampai 95% persen berat); dan minimum impurities seperti
komponen metalik, kelembapan, masalah volatile (hidokarbon), dan sulfur yang rendah.
6.6 Wax
Wax dihasilkan dari refinery sebagai produk samping dari unit de-waxing. Ini
didefinisikan sebagai petroleum hidrokarbon yang akan menjadi padat pada suhu diatas
-20 oC. Berat molekul normal parafin hidrokarbon yang tinggi merupakan unsur utama
pada wax, yang akan menyebabkan pemadatan bahkan ada kondisi suhu atmosfir.
Distilasi vakum biasanya terdiri dar iwax dan dihilangkan melalui pendinginan
pada suhu rendah.
PROSES PEMURNIAN PETROLEUM (PETROLEUM REFINERY)

1) Crude Oil Receiving


Pada proses refinery, crude oil diterima dan disimpan dalam floating roof tank. Roof
terbuat dari compartemented deck dan pontoon yang mengapung diatas oil untuk
mencegah hilangnya uap hidrokarbon dari gas hidrokarbon terlarut dan low boiling
fraction yang ada pada crude oil.
Crude oil diterima dari tank cars, pipeline atau dari tanker (ship) yang mungkin
mengandung lebih banyak air. Air ini harus mengendap dalam receiving tank sebelum
perhitungan minyak dilakukan. Suhu, oil cut, water cut, dan masa jenis sample crude
merupakan parameter penting dalam menentukan jumlah minyak yang diterima. Setelah
kuantitas dan penilaian terhadap minyak dilakukan, air dalam tank harus dibuang.
Steam coil dan side mixer biasanya disediakan di dekat bagian bawah receiving tank
untuk menghomogenkan lapisan crude sebelum diproses. Bagaimanapun, air dan
garam, yang tidak mengendap dalam tank, hanya dapat dihilangkan melalui proses
desalting yang terletak di battery limit dari crude distillation unit.
2) Desalting Crude Oil
Crude oil yang diterima dalam refinery mengandung banyak air, garam, lumpur, dan
tanah, yang tidak mengendap dalam tank dan pada desalter pada awal proses refinery.
Metode modern dari electrical desalting akan menghilagkan air dan garam terlarut
secara bersamaan dari crude oil.
Crude yang mengandung garam dan air dicampurkan dengan fresh demineralised
water (DM water) untuk melarutkan garam terlarut pada fase aqueous. Suhu optimum
untuk melarutkan garam pada aqueous phase adalah 120-130 oC, oleh karena itu crude
harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum masuk ke desalter. Crude, water dan garam
akan terbawa keatas sebagai emulsified mixture dan terbawa untuk kontak dengan flat
electrodes. Tetesan air akan terionisasi oleh muatan listrik dan menyatu untuk
membentuk tetesan air yang lebih besar, yang kemudian akan jatuh akibat gravitasi ke
dasar vessel. Praktik electric desalting ini bisa mengurangi kandungan garam sampai
90-98%. Pada suhu desalting, low boiling hydrocarbon bisa mengalami penguapan dan
akan mempengaruhi proses desalting. Untuk mencegah penguapan, maka tekanan
dalam drum biasanya dijaga pada tekanan sedikit diatas tekanan uap dari mixed
hydrocarbon gases, biasanya 8-10 g/cm2.
3) Distilasi dan Stripping
Distilasi terhadap crude oil dilakukan pada tekanan atmosfir dan vakum. Low boiling
fraction akan menguap pada tekanan atmosfir sampai pada suhu dibawah 400 oC tanpa
cracking senyawa hidrokarbon. High boiling fraction diuapkan dibawah kondisi vakum
pada suhu dibawah 400 oC dan cracking dihindari. Dengan demikian, low dan high boilig
fraction dari crude oil dipisahkan melalui distilasi atmosfir diikuti distilasi vakum tanpa
cracking atau degradasi hidrokarbon yang ada dalam crude oil.
Setelah penghilangan fraksi oil, vaccum residue yang tersisa memerlukan solvent
extraction (diketahui sebagai deasphalting) untuk me-recover fraksi petroleum yang
valuable.
Distilasi atmosfir merupakan sumber utama petroleum fuel dn distilasi vakum
merupakan sumber dari fuel, wax, lubricating bas oil stock, bitumen, petroleum coke, dll,
utamanya melalui secondary treatment seperti ekstraksi, thermal dan catalytc treatment.
Distilasi Atmosfir
Crude oil dari desalter dipanaskan dalam heat exchanger sampai pada suhu 250-260
o
C dan selanjutnya oleh tube-still heater (juga diketahui sebagai pipe-still furnace)
sampai pada suhu 350-360 oC. Hot crude kemudian di-flash-kan kedalam kolom
distilasi, yang tinggi, multiplated cylindrical vessel yang memisahkan fraksi petroleum
berdasarkan volatilitas.
Tekanan Top dijaga pada 1.2-1.5 atm sehingga proses distilasi bisa dilakukan pada
tekanan mendekati tekanan atmosfir dan untuk alasan tersebut kolom ini disebut kolom
distilasi atmosfir.
 Uap dari bagian Top kolom mengandung gas hidrokarbon dan naphta, yang
muncul pada suhu 120 oC-130 oC.
 Aliran vapour berkaitan dengan steam yang digunakan dalam bagian bottom
kolom dan sisi strippers didinginkan oleh water cooler dan liquid dikumpulkan
dalam vessel (dikenal sebagai reflux drum) yang ditempatkan pada bagian top
kolom.
 Sebagian overhead liquid (fase oil saja) dikembalikan ke top plate dari kolom
sebagai overhead reflux dan sisa liquidnya dikirim ke kolom stabiliser untuk
pemisahan gas dari liquid naphta.
 Beberapa plate dibawah top plate, fraksi kerosene muncul pada suhu 190 oC-
200 oC. Sebagian fraksi ini dikembalikan ke kolom setelah didinginkan oleh heat
exchanger. Returned stream yang telah didinginkan ini disebut sebagai
circulating reflux dan diperlukan untuk mengendalikan beban panas pada kolom.
Sisanya dilewatkan pada stripper dimana steam digunakan untuk
menghilangkan fraksi low boiling point yang tidak diinginkan untuk menjaga flash
point yang diinginkan dari fraksi kerosin, yang kemudian didinginkan dan dikirim
ke storage tank sebagai fraksi raw kerosene, yang diketahui sebagai straight run
kerosene, yang mendidih pada rentang 140 oC-270 oC.
 Beberapa plate dibawah kerosene plate, fraksi diesel (diketahui sebagai
atmospheric gas oil atau straight run diesel atau gas oil) muncul pada suhu 280
o
C-300 oC. Setelah pendinginan, sebagian dikembalikan ke kolom sebagai
circulating reflux dan sisanya mengalami steam stripped pada stripper, seperti
kerosene, untuk menyesuaikan flash point. Fraksi diesel ini, dengan rentang
pendidihan 270 oC-340 oC, dari stripper kemudian didinginkan dan dikirim ke
penyimpanan.
 Residual oil pada bagian bottom dari kolom diketahui sebagai reduced crude oil
(RCO), topped crude, atau long residue. Suhu aliran pada bagian bottom
mencapai 340 oC-350 oC, jauh dibawah suhu cracking oil. RCO merupakan
aliran yang berwarna coklat sampai coklat gelap yang mengandung high boiling
fraction yang tidak bisa diuapkan pada suhu yang berlaku dan tekanan atmosfir
dari kolom tanpa cracking.
4) Stabilisasi
Top product dari kolom distilasi atmosfir merupakan campuran dari gas hidrokarbon
seperti methane, ethane, propane, butane dan naphta vapour. Naphta vapour akan
mencair pada suhu ambien dan tekanan atmosfir.
Oleh karena itu, jika overhead product berada pada tekanan atmosfir, liquifiable fuel
gases yang berharga ini akan hilang ke atmosfir. Hidrokarbon gas ini bisa dengan
mudah dipisahkan dari naphta melalui multiplated column dimana top product
merupakan campuran gas yang mengandung methane sampai buthane dan bottom
product adalah naphta yang terstabilisasi.
5) Absorpsi Amine
Gas dari stabiliser menuju gas plant dimana hydrogen sulfide yang ada pada
hidrokarbon dihilangkan melalui solvent extraction, biasanya dengan larutan diethyl
amine (DEA).

6) De-Ethanizer
Campuran gas dari amine wash column masuk ke de-ethanizer column dimana
methane dan ethane dipisahkan dari propane dan buthane melalui distilasi.
Top product dari kolom ini dikirim ke fuel gas system untuk furnace yang digunakan
pada refinery. Top gases juga bisa digunakan sebagai sumber pada petrochemical dan
hydrogen. Bottom product merupakan campuran dari propane dan buthane yang dikirim
ke meroxing unit untuk menghilangkan merkaptan.
7) Meroxing dan Caustic Wash
Merox merupakan kependekan dari “Mercaptan Oxidation”, yang dilakukan secara
katalis pada packed bed reactor. Merkaptan merupakan senyawa sulfur pada
hidrokarbon dan disebut sebagai RSH, dimana “R” adalah alkyl radical, “S” adalah atom
sulfur, dan “H” adalah atom hidrogen. Merkaptan sangat korosif, oleh karena itu
keberadaanya pada produk petroleum tidak diinginkan. Merkaptan bisa diekstrak
menggunakan larutan kaustik, prosesnya dikenal sebagai extractive merox.

Merkaptan juga bisa dikonversi secara katalis menjadi disulfide (cobalt salt dalam
bentuk senyawa chelate sebagai katalis yang terkandung dalam charcoal packed bed).
Disulfide (RS)2 tidak sekorosif merkaptan dan tetap berada dalam produk. Jenis
treatment ini disebut sweetening merox.

Tahap ini juga meregenerasi sodium hidroksida. Meroxing biasanya dilakukan untuk
liquified petroleum gas (LPG), kerosene, dan gasoline. Sodium mercaptide dari low
molecullar weight mercaptan yang ada pada LPG dipisahkan dari campuran gas dan
diekstrak dari produk, prosesnya disebut extractive merox. Untuk gasoline dan
kerosene, sodium mercaptan yang lebih berat tersisa pada fase oil dan dikonversi
menjadi disulfide melalui reaksi sweetening merox.
Meskipun meroxing merupakan metoda yang sesuai untuk mengurangi korosifitas
pada produk, baik merkaptan dan disulfida menghasilkan senyawa sulfur oksigen (SO x),
yang merupakan polutan bagi lingkungan, untuk itu meroxing diganti oleh catalytic
hydrodesulfurisation pada refinery modern.
8) LPG Splitter
Liquified petroleum gas (LPG) umumnya mengandung campuran propane dan butane
dengan sedikit metane dan ethane yang masih tertinggal setelah de-ethanisation.
Propane dan butane bisa dipisahkan dari LPG melalui distilasi pada plated tower, top
product kaya akan propane dan bottom product kaya akan butane. Pada refinery yang
menggunakan propane sebagai solvent untuk propane deasphalting unit atau sebagai
refrigerant, propane bisa diperoleh dari distillation column tersebut yang biasa disebut
LPG splitter. Butane kemudian direcycle ke LPg atau dicampurkan dalam gasoline
untuk menyesuaikan Reid Vapour pressure (RVP).
9) Naphta Redistillation
Aliran naphta diperoleh dari bottom stabiliser, yang biasanya liquid mendidih pada
rentang C5-140 oC, yang berarti hidrokarbon memiliki karbon nomor lima dan
hidrokarbon yang mendidih diatas 140 oC ada pada campuran. Ini selanjutnya
dipisahkan menjadi dua fraksi pada kolom dimana top merupakan fraksi yang lebih
ringan,C5-90 oC, dan bottom adalah 90 oC-140 oC.
Fraksi yang lebih ringan ini cocok untuk petrochemical plants dalam produksi olefin
dan hidrogen karena adanya hidrokarbon parafinik, sementara naphta yang lebih berat
cocok untuk produksi high octane gasoline dan valuable petrochemical seperti
benzene, toluene, dan xylene.
10) Naphta Pretreatment
Catalytic reforming unit menggunakan platinum sebagai katalis untuk mengkonversi
naphta menjadi high octane gasoline atau aromatik. Karena platinum catalyst sangat
mudah teracuni oleh adanya sulfur, oksigen, nitrogen dan komponen metalik, diperlukan
adanya pretreat terhadap naphta sebelum dilakukan reforming. Faktanya, ini dilakukan
secara bersamaan pada hydrogen pretreatment reactor.
Aliran naphta, contohnya fraksi 90 oC-140 oC, dari naphta redistillation column
biasanya di desulfurisasi pada catalytic hydrogenation unit dan kemudian di kirim ke
platinum reforming unit dimana high octane gasoline atau aromatik (BTX) dihasilkan.
Pada unit ini, naphta mengalami preheated melalui train heat exchanger dan
selanjutnya dipanaskan dalam pipe-still heater sampai pada suhu 350 oC dengan
adanya hydrogen dibawah tekanan 20-25 kg/cm2 sepanjang katalis (CO-Mo sulfida
didukung pada alumina) packed bed reactor. Berikut ini jenis reaksi yang terjadi dalam
reaktor.

*MH mengindikasikan logam terserap pada permukaan katalis


Umpan naphta di premixed dengan hydrogen dan dipanaskan dengan preheater dan
tube still heater untuk meningkatkan suhu sampai 350 oC pada tekanan 20-25 kg/cm2.
Campuran produk dari reaktor didinginkan sampai pada suhu 50 oC dan di flash dalam
separator vessel untuk melepaskan hidrogen yang tidak bereaksi, ini kemudian di
recycle kembali ke reaktor. Campuran produk yang mengandung gas hidrokarbon (C1-
C4), hidrogen sulfida, amonia, kelembapan, dll merupakan aliran yang di strip dalam
plated column. Desulfurised naphta muncul sebagai bottom product yang selanjutnya
didinginkan sebelum dikirim ke storage.
11) Naphta Platinum Reforming
Desulfurised naphta merupakan konversi secara katalis menjadi high octane
gasoline melalui reaksi katalis platinum (platinum-rhenium) dalam reaktor dengan
lingkungan hidrogen. Jenis treatment ini juga disebut platforming. Reaksi utama yang
terlibat selama platforming adalah dehidrogenasi, isomerisasi, dan dehidrosiklisasi
bersamaan dengan sejumlah kecil reaksi hidrocracking dan hidrogenasi. Berikut ini
contohnya.

Desulfurised naphta dan hidrogen dicampur dan di preheat dengan heat exchanger
diikuti pemanasan dalam tube still furnace untuk meningkatkan suhu campuran vapour
sampai pada suhu 500 oC. Suhu reaksi adalah 470 oC pada saat awal dimulai,
contohnya saat katalis masih fresh atau sudah di regenerasi. Traditional reformer
catalyst mengandung platinum 0.3-0.35% berat. Karena selama reaksi, pembentukan
coke terjadi di sepanjang permukaan katalis, reaktivitas katalis menjadi turun dan suhu
harus ditingkatkana untuk menjaga keseragaman reaktivitas. Ketika katalis sudah
digunakan selama kira-kira setahun, suhu harus dijaga mendekati 520 oC. Suhu tidak
ditingkatkan secara terus-menerus untuk menghindari kerusakan permanen terhadap
katalis. Bagaimanapun, deaktivasi akibat adanya coke berlangsung sementara dan
dapat dihilangkan melalui pembakaran coke dengan adanya udara selama regenerasi.
Bagaimanapun, kerusakan akibat suhu tinggi diatas 600 oC adalah permanen karena
sintering pada katalis, oleh karena itu suhu diakhir proses tidak diperbolehkan melebihi
520 oC.
Adanya sulfur, nitrogen, dan oksigen pada umpan naphta secara permanen
menyebabkan deaktivasi katalis dan itulah kenapa pretreatment terhadap naphta
dilakukan sebelum proses reforming. Untuk mengurangi pembentukan coke, diperlukan
untuk menjaga sirkulasi hidrogen pada tekanan parsial yang diinginkan. Biasanya
minimum 5 mol hidrogen per mol umpan naphta harus dijaga selama reaksi. Total
tekanan pada sistem adalah sekitar 25-30 kg/cm2.
Karena reaksi keseluruhan berlangsung secara endotermik di alam, suhu produk
pada keluaran reaktor akan turun dan akan dipanaskan kembali melalui intermediate
furnace sebelum memasuki reaktor selanjutnya. Akhirnya, campuran produk didinginkan
dan dipisahkan dari hidrogen melalui flashing dalam vessel pada suhu 50 oC. Hidrogen
dari vessel ini sebagian di recycle kembali ke reaktor dan sebagian dikirim ke hydrogen
consuming unit di refinery. Produk dari bottom separator vessel dikirim ke plated column
untuk pemisahan butane dan hidrokarbon yang lebih ringan dari produk akhir, dikenal
sebagai debutanised reformer, yang didinginkan dulu sebelum disimpan.
12) Kerosene Hydrodesulfurisation
Fraksi straight run kerosene (SKO, ATF, MTO, RTF) dari atmospheric unit
mengandung sulfur sebagai senyawa hidrokarbon. Sulfur ini secara katalis di
hidrogenasi menjadi hydrogen sulfida sehingga bisa dipisahkan dari fraksi kerosene.
Disini, umpan kerosene dicampur dengan hidrogen dan di preheated sampai suu 250
o
C-260 oC diikuti pemanasan dalam tube still furnace untuk meningkatkan suhu sampai
sekitar 350 oC. Hot mixture ini kemudian memasuki fixed bed reactor yang mengandung
bed dari katalis cobalt atau nickel-molybdenum. Produknya adalah hidrogen sulfida,
amonia, dan kelembapan, yang terbentuk akibat reaksi antara hidrogen dan sulfur,
nitrogen, hidrokarbon yang mengandung oksigen. Sejumlah kecil gas hidrokarbon C1-C5
juga bisa terbentuk akibat adanya reaksi cracking.
Kelebihan hidrogen selalu digunakan untuk mencukupi tekanan parsial hidrogen
untuk reaksi dan juga untuk menekan pembentukan coke. Kelebihan hidrogen
dipisahkan dari produk yang sudah didinginkan dalam high-pressure separator drum
dan di recycle.
Desulfurised liquid kerosene, mengandung dissolved hydrogen sulfida, kelembapan,
amonia, dan gas hidrokarbon, kemudian di strip off dalam stabiliser column.
13) Diesel Hydrodesulfurisation
Bahan utama dari diesel oil adalah straight run atmospheric gas oil, contoh fraksi
straight run diesel. Bagaimanapun ada banyak fraksi, seperti distilat dari unit distilasi
vakum (vaccum gas oil – VGO), fraksi spindle oil (SO), produk samping dari unit vis-
breaking (VB gas oil), light cyle oil dari unit fluid catalytic cracking (FCC), fraksi heavy
naphta, digabungkan dalam diesel pool. Sehingga, diesel mengandung banyak sulfur
yang dihilangkan dalam unit hidrogenasi katalis mirip dengan unit kerosene
desulfurisasi. Perbedaannya hanya pada tekanan hidrogen yang lebih tinggi (sekitar 40-
50 kg/cm2) yang diperlukan untuk menghilangkan sulfur dari hidrokarbon yang
mengandung sulfur yang lebih berat yang ada pada diesel oil. Karena hal tersebut, mild
hydrocracking reaction bisa terjadi dan menghasilkan cracking gas hidrokarbon C 1-C5.
Pemisahan tekanan tinggi dari hidrogen dan stabilisasi produk akhir juga mirip dengan
proses kerosene desulfurisasi.

14) Distilasi Vakum


Vakum distilasi terhadap residu atmosferik dan valuable distillate, yang jika tidak
akan mengalami kerusakan secara thermal jika distilasi lanjut diupayakan pada tekanan
atmosfir atau diatasnya. Hot RCO dipompa ke preheater (heat exchanger train) diikuti
denan pemanasan dalam pipe-still heater untuk meningkatkan suhu sampai 360 oC-370
o
C. Hot stream ini kemudian di flash dalam multiplated distillation column dimana vakum
dijaga melalui steam ejector dengan superheated steam tekanan medium sebagai fluida
pendorong yang menaikkan top hydrocarbon vapour, yang didinginkan oleh water
cooler.
Biasanya ada tiga ejektor yang digunakan, stage pertama mengirim uncondensed
vapour ke stage kedua diikuti kondensasi. Uncondensed vapour kemudian memasuki
stage ketiga diikuti kondensasi dan uncondensed vapour dari stage ketiga dibuang
melalui flare atau stack. Kondensat dari ejektor ini dikumpulkan dalam drum, disebut
sebagai hot well. Lapisan oily kemudian dikirim ke oil-water separator vessel dimana
minyak diambil sebagai vaccum gas oil (VGO), sebagian dikirim ke kolom sebagai reflux
dan sisanya ke storage. Kondensat dari hot well dan separator drum dibuang ke sewer
atau water collection system. Beberapa plate dibawah top plate dari kolom, additional
VGO diambil dan dikirim ke diesel/gas oil pool.
SO merupakan vaccum distilate selanjutnya, yang diambil dari beberapa plate
dibawah gas oil draw plate. Sama halnya, vaccum distillate lainnya yang diambil dari
plate bawahnya adalah light oil (LO), intermediate oil (IO), dan heavy oil (HO). LO
dikirim ke vis-breaking unit untuk memproduksi low viscous fuel oil, sementara distilat
SO, IO, HO selanjutnya di strip pada stripper oleh steam untuk menghilangkan
komponen yang lebih ringan untuk menyesuaikan flash point. Bottom residue dari tower
disebut short residue (SR), yang di strip oleh bottom steam diikuti pendinginan melalui
steam generator dan dikirim untuk penyimpanan pada deasphalting unit.
Sebagian hot vaccum distillate diambil dari kolom dan dikembalikan setelah
pendinginan untuk mengendalikan beban panas pada kolom. Aliran ini disebut pump
around.
Untuk membantu mencuci fraksi HO, 4%-5% umpan RCO di overflashed. Perlu
disebutkan bahwa SO, IO, dan HO merupakan lube oil base stock (LOBS), yang
merupakan bahan utama di pasar lubricating oil. Valuable lue oil stock, disebut sebagai
bright stock, dihasilkan dari SR melalui solvent deasphalting.
15) Ekstraksi Solven
Vaccum distillate (SO, IO, HO) dan juga deasphalted oil dari residue (bright stock)
cocok untuk produksi LOBS, yang merupakan bahan utama dari finished lube
(dihasilkan dengan mencampurkan metallic soap dan additive bersamaan dengan
LOBS). Untuk memperoleh kualitas lube yang diinginkan, properties yang tepat, seperti
viskositas, viskositas index, pour point, flash point, carbon residue, kecenderungan
foaming, kandungan sulfur, dan warna, harus disesuaikan melalui secondary processing
setelah distilasi vakum. Ekstraksi solvent merupakan proses tradisional untuk
menentukan indeks viskositas dari oil biasanya dengan menghilangkan sebagian
hidrokarbon aromatik, yang merupakan komponen dengan indeks viskisitas yang tinggi
dan rendah. Solvent/pelarut, seperti phenol, furfural, dan nitro methyl pyrolodine (NMP),
umumnya digunakan di refinery. Solvent ini memiliki afinitas tinggi terhadap hidrokarbon
aromatik, hidrokarbon aromatik akan terlarut dan mementuk lapisan atau fase yang
berbeda yang disebut ekstrak.
Sisa minyak dengan aromatik dipisahkan sebagai raffinate. Jumlah pemisahan
hidrokarbon aromatik oleh solvent bergantung pada parameter operasi, seperti rasio
solvent terhadap oil, suhu, kelarutan parsial dengan senyawa aromatik yang terdapat
dalam oil, atau selektivitas. Solvent dan oil dikontakkan dalam plated column biasanya
rotating disc contactor (RDC) jenis gentle agitator yang disediakan diatas plate melalui
common rotating shaft. Aliran yang turun kaya akan aromatik dan akhirnya diambil dari
bottom kolom sebagai ekstrak. Aliran yang naik bertumpuk dengan aromatik dan kaya
akan parafin dan non-aromatik lainnya dan akhirnya muncul sebagai aliran raffinate.
Faktanya, penghilangan lengkap dari aromatik tidak diinginkan karena aromatik
merupakan kontributor utama terhadap penentuan viskositas dan indeks viskositas
pada oil. Oleh karena itu, penghilangan aromatik dilakukan secara hati-hati berdasarkan
pada penentuan yang diperlukan terhadap viskositas dan indeks viskositas pada produk
akhir.
Solvent dari fase ekstrak maupun raffinate di recovery melalui steam stripper dan
dikembalikan ke kolom ekstraksi.
16) Propane Deasphalting
Liquid propan merupakan pelarut yang baik untuk hydrocarbon oil dan umumya
menolak heavy hydrocarbon (asphaltenes) dan non-hidrokarbon yang ada sebagai
asphalt dalam vaccum residue. Oleh karena itu, propan digunakan sebagai pelarut
untuk ekstraksi oil dari vaccum residue atau SR. Ekstrak oil disebut sebagai
deasphalted oil, yang sesuai LOBS (Lube Oil Base Stock) untuk membuat high viscous
lubricants, indeks viskositas kemudian diperbaiki dengan pemilihan pelarut ekstraksi
dari aromatik. Deasphalting column juga merupakan plated tower dimana aliran yang
turun menjadi kaya dengan asphalt dan muncul dari bottom sebagai raffinate dan aliran
yang naik menjadi kaya akan deasphalted oil dan akhirnya muncul sebagai ekstrak.
Propane dipisahkan melalui penguapan dari aliran ektrak dan raffinate dalam steam
stripper yang terpisah.

17) Solvent Dewaxing


Solvent-treated vaccum distillate dan deasphalted oil, selanjutnya di treatment untuk
menyesuaikan pour point dari oil. Normal parafinic hydrocarbon yang ada pada oil
memiliki suhu pemadatan yang tinggi dan membentuk wax sebagai masa hidrokarbon
yang solid atau semi-solid. Ada molekul parafin yang dapat memadat pada suhu ruang.
Karena lubricating oil digunakan pada suhu yang bervariasi, dari rentang suhu yang
sangat rendah sampai sangat tinggi, diperlukan lubricating oil yang tidak memadat
dalam rentang suhu tersebut. Oleh karena itu, pour point (beberapa derajat diatas suhu
pemadatan) dari lube oil harus rendah.
Meskipun parafin berperan dalam pembentukan wax, wax didefinisikan sebagai
materi hidrokarbon yang memadat pada suhu dibawah -20 oC. Wax-forming
hydrocarbon secara selektif dihilangkan dengan pembekuan suhu rendah dan
pemisahan. Ini biasanya dilakukan dengan mencampurkan feed oil dengan solvent,
seperti methyl ethyl ketone, benzene, atau toluene, dicampurkan dalam berbagai
proporsi untuk mencegah kristalisasi dari molekul wax-forming dalam precooler dan
chiller, sampai dipisahkan dari solvent bersamaan dengan komponen oil yang
diinginkan melalui filter.

18) Hydrofinishing
Dewaxed oil dari dewaxing unit mengandung sulfur, oksigen, nitrogen, dan senyawa
organometalik, yang harus dihilangkan untuk mem[erbaiki kualitas LOBS. Sulfur ada
sebagai merkaptan dan sebagai hidrokarbon heteroatomik dalam oil dan memberikan
efek korosif. Nitrogen berperan pada warna lube. Senyawa metalik berperan pada
deposisi yang tidak diinginkan dan bisa menyebabkan degradasi permukaan metalik
ketika kontak dengan lube. Korosifitas akibat adanya senyawa oksigen untuk
pembentukan asam bisa terjadi. Berat molekul olefin atau senyawa unsaturated,
terutama diolefin, bisa menyebabkan stabilitas oksidasi menjadi kurang baik.
Dalam unit hidrofinishing, catalytic hydrogenation dilakukan dalam fixed bed reactor.
Nickel-molybdenum atau katalis tungsten digunakan pada tekanan parsial hidrogen
yang tinggi. Suhu dan tekanan dijaga pada 350 oC dan 50-80 kg/cm2, bergantung pada
feedstock yang akan di treatment.
19) Catalytic Process untuk Lube Oil Base Stock Manufacture
Dearomatisasi selektif dan dewaxing terhadap vaccum distillates menggunakan
proses solvent extraction, diganti dengan proses catalytic hydrogen. Hidrogenasi
unsaturates dan aromatik dilakukan secara selektif untuk menyesuaikan viskositas dan
indeks viskositas, diikuti catalytic dewaxing dan proses hydrofinishing. Semua proses ini
dilakukan menggunakan katalis dan kondisi operasi yang berbeda dengan adanya
hidrogen. Dalam proses ini, penghilangan molekul hidrokarbon aromatik dan paraffin
wax tidak selalu terjadi, tapi bisa juga dikonversi ke kondisi jenuh dan iso-paraffin
sebagai bagian dari komponen lube oil.
Bagaimanapun, nitrogen, sulfur, oksigen, dan logam yang tidak diinginkan harus
dihilangkan. Sejumlah kecil gas dan fraksi ringan bisa terbentuk sebagai produk
samping. Oleh karena itu, yield dari lube stock per ton dari umpan distilat yang diproses
lebih banyak dari yang dihasilkan dari proses solvent.
Semua proses katalis ini terbagi kedalam tahap-tahap berikut.
a. Deasphalting terhadap residual feed oleh solvent, contoh propan, untuk
menghindari deaktivasi katalis dalam proses katalis.
b. Hydrotreatment untuk menghilangkan sulfur, nitrogen, oksigen, dan metallic
impurities dari feedstock.
c. Hidrogenasi untuk menjenuhkan aromatik dalam dearomatising unit.
d. Hidroisomerisasi dari normal paraffin menjadi iso-paraffin dengan atau tanpa
selective mild hydrocracking dari hidrokarbon paraffin sesuai kebutuhan untuk
mengurangi pour point.
e. Reaksi hydrofinishing untuk menyesuaikan warna minor, sulfur, dll.
20) Hydrocracking
Catalytic cracking dengan adanya hidrogen disebut sebagai hydrocracking. Proses
ini melibatkan tekanan dan suhu tinggi cracking dari heavy petroleum stock, seperti
vaccum distillate, atmosferik dan vaccum residue. Reaksi ini melibatkan pemisahan diri
molekul hidrokarbon, hidrogenasi tak jenuh, bersamaan dengan desulfurisasi,
denitrifikasi, deoksigenasi, demetallation, menghasilkan distilat dengan kualitas yang
light dan middle, good lube distillate, fuel oil, dll.
Ada berbagai jenis reaktor hydrocracking dan kondisi operasi yang digunakan,
bergantung pada jenis feedstock yang di treatment. Meskipun ada banyak proses
hydrocracking, utamanya proses tersebut dibedakan oleh jenis feedstock, bentuk
produk, katalis, tapi suhu operasi bervariasi dari 400 oC sampai 500 oC dan tekanan
diatas 10 MPa menggunakan kelebihan laju sirkulasi hidrogen. Adanya nitrogen dan
logam dalam feedstock menjadi perhatian utama untuk hydrocracking catalyst. Nitrogen
menghasilkan ammonia, yang akan menghancurkan acidic cracking site dari katalis,
dan logam mengendap pada katalis, meracuni bagian logam dan menyumbat poros
katalis.
Heavy aromatic yang ada pada feedstock berpotensi menghasilkan polynuclear
aromatic (PNA) selama reaksi hydrocracking yang perlu dipisahkan dengan vaccum
distillation.
21) Mild Hydrocracking
Istilah “mild hydrocracking” menunjukkan hydrocracking pada kondisi operasi yang
ringan. Ini dilakukan utamanya untuk menghasilkan middle distillate dan fuel oil dari
vaccum distllate, catalytic dewaxing untuk lube base stock pada tekanan dibawah 10
Mpa dan rentang suhu bervariasi dari 350 oC sampai 450 oC.
22) Hydrogen Generation
Hidrogen diperlukan untuk berbagai unit proses pada refinery modern, contoh proses
catalytic hydrogen-aided, seperti desulfurisasi, denitrogenisasi, demetallation,
hidrogenasi untuk aromatik dan unsaturates, hidroisomerisasi, dan hydrocracking.
Bergantung pada jenis umpan yang digunakan, proses hidrogen komersial, yaitu:
 Gas-based plant → menggunakan metan sebagai raw material, yang bereaksi
dengan steam dengan adanya katalis untuk menghasilkan hidrogen.
 Naphta-based plant → menggunakan naphta dengan kandungan aromatik yang
rendah sebagai raw material, yang menghasilkan hidrogen dengan adanya steam
dan katalis. Proses ini umumnya dikembangkan untuk memproduksi synthesis gas
(campuran hidrogen dan nitrogen) diperlukan pada produksi amonia pada plant
pupuk.
 Coal-based plant → kebanyakan digunakan untuk memproduksi water gas,
producer gas, dan synthesis gas.
Hydrogen yield adalah maksimum metan dan menurun dengan feedstock yang lebih
berat (peningkatan rasio C:H). Karena heavier petroleum menghasilkan coke, katalis
akan dengan cepat mengalami deaktivasi, oleh karena itu metan disukai di kebanyakan
proses komersial. Secara alternatif, karbon monoksida dari sebagian proses oksidasi
heavy petroleum digunakan untuk menghasilkan hidrogen dengan adanya steam. Oleh
karena itu, pemilihan rute proses manufatur hidrogen bergantung pada adanya raw
material, kemurnian dan yield hidrogen, biaya pemisahan produk samping dan nilainya.
Katalis umumnya adalah nickel based, biasanya didukung pada alumina. Karena
sulfur, arsenik, dan beberapa elemen ditemukan sebagai racun terhadap katalis ini, raw
material harus di desulfurisasi dan di treatment untuk menghilangkan racun sebelum
reforming. Steam reforming plant terdiri dari feed desulfurisation unit, primary reformer,
secondary reformer, shift converter, carbon dioxide absorber, methanator, dan
hydrogen purification unit.
a. Feed desulfurisation
Ketika umpan adalah metan atau gas hidrokarbon, senyawa sulfur umumnya
ada dalam bentuk hidrogen sulfida dan merkaptan, oleh karena itu gas harus di
treatment dengan larutan amine untuk menyerap hidrogen sulfida diikuti oleh
catallytic desulfurisation menggunakan katalis cobalt-molybdenum oxide dengan
adanya hidrogen.
b. Primary reforming
Desulfurisasi gas atau naphta di preheat dan dicampur dengan steam melalui
catalyst-packed (nickel) tube-still furnace dimana hidrogen dihasilkan akibat reaksi
berikut.
dimana n<5 untuk gas selain metan dan n>4 untuk naphta dan hidrokarbon yang
lebih berat. Setiap reaksi dehidrogenasi adalah endotermik dan di proses pada
suhu sekitar 850 oC. Reaksi diatas juga berkaitan dengan pembentukan coke dan
kondensasi dari aromatik dan unsaturates. Penekanan pembentukan coke dan
unsaturates dilakukan melalui tekanan parsial hidrogen yang tinggi. Produk
samping aromatik dan cracked hydrocarbon selalu terbentuk dan di reformasi
lebih lanjut di secondary reformer.
c. Secondary reforming
Pada tahap ini, metan yang tidak terkonversi atau hidrokarbon dioksidasi
sebagian menjadi karbon monoksida dan hidrogen. Pada plant pupuk, amonia
dihasilkan dari nitrogen dan hidrogen (rasio 1:3) sebagai campuran gas umpan,
dikenal sebagai gas sintesis. Nitrogen, hidrogen, karbon monoksida dan karbon
dioksida dihasilkan dari reaksi steam reforming dengan hidrokarbon. Sementara
oksigen dikonsumsi untuk mengoksidasi hidrokarbon menjadikarbon monoksida
dan nitrogen sebagai inert. Reaksi berupa reaksi pembakaran tidak sempurna
yang sederhana dan merupakan eksotermik yang sangat tinggi dengan adanya
steam berlebih. Suhu reaksi dijaga diatas 1000 oC tanpa katalis.

d. Shift reactor
Karbon monoksida yang terbentuk pada secondary reformer dikonversi
menjadi addtional hydrogen pada tahap ini dengan mereaksikannya dengan
steam. Ini merupakan reaksi eksotermik dan untuk menghilangkan panas, reaksi
ini dilakukan pada dua rentang suhu, satu pada suhu tinggi (HT) antara 400 oC
dan 450 oC dan lainnya pada suhu rendah (LT) antara 200 oC dan 300 oC. Pada
HT reaktor, digunakan katalis iron oxide-chromium oxide dan pada LT reaktor,
digunakan katalis copper-zinc.
e. Hydrogen purification
Campuran gas yang datang dari LT shift reactor mengandung banyak steam,
karbon monoksida, karbon dioksida, hidrokarbon yang tidak terkonversi, nitrogen,
dan hidrogen. Pendinginan campuran gas akan memisahkan steam sebagai air
dan campuran gas yang terdehidrasi kemudian dilewatkan ke adsorber yang
beroperasi secara siklus untuk menyerap gas, kecuali hidrogen, pada unit
pressure swing adsorption.

23) Fluid Catalytic Cracking


Fluidised catalytic cracking adalah proses dimana lighter boiling fraction bisa
dihasilkan dari heavy petroleum stock mulai dari VGO sampai residu. Zeolite, silika, dan
alumina bertindak sebagai cracking catalyst. Suhu reaksi cracking adalah pada rentang
500 oC – 600 oC.
Feedstock yang kaya akan hidrokarbon paraffin lebih disukai, bagaimanapun
cracking dari naphtene dan cincin aromatik juga terjadi. Reaksi serentak, seperti
dehidrogenasi hidrokarbon jenuh, siklisasi senyawa rantai lurus, isomerisasi,
dekomposisi heavy hydrocarbon, dan polikondensasi aromatik untuk membentuk
polynuclear aromatic (PNA), bisa terjadi selama reaksi. Banyak coke akan dihasilkan
akibat breakdown dari aromatik dan heavier hydrocarbon dan pembentukan dan
kondensasi plynuclear aromatic (PNA), sehingga akan mengurangi aktifitas katalis.
Kebanyakan reaksi dimulai pada bagian asam dari katalis yang memberikan ion H+.
Bubuk katalis terfluidisasi pada bagian tall tubular (disebut riser) dari reaktor dengan
bantuan steam dan light vaporiseable hydrocarbon, seperti naphta, yang mengurangi
viskositas dari feed oil. Heavy feed oil diatomisasi oleh steam dalam riser. Produk
kemudian dilepaskan dari katalis melalui multistage cyclone. Hydrocarbon vapour
kemudian memasuki kolom distilasi side stripper untuk me-recover berbagai fraksi. Sisa
katalis yang mengandung coke dipindahkan ke fluidised bed reactor untuk
meregenerasi katalis dari deaktivasi sementara dengan membakar coke pada katalis.
Katalis yang telah di regenerasi kemudian dikembalikan ke reaktor untuk melanjutkan
proses cracking. Udara digunakan sebagai medium fluidisasi pada regenarator dan
panas pembakaran digunakan untuk menjaga suhu reaksi. Sejumlah kecil coke selalu
masih tersisa pada permukaan katalis dan penambahan fresh catalyst dilakukan untuk
mengganti hilangnya aktifitas.
Organometallic pada endapan umpan logam pada permukaan katalis, menyebabkan
deaktivasi permanen pada katalis. Biasanya, vanadium, nickel dan sodium ditemukan
pada feedstock dan menyebabkan deaktivasi. Adanya nitrogen dalam umpan juga
menghancurkan sisi asam pada katalis.
Gas, gasoline, light cycle oil, heavy cycle oil, dan residual oil yang terkontaminasi
dihasilkan dari kolom distilasi. Light cycle oil dipindahkan ke diesel pool, heavy cycle oil
ke fuel oil pool, residual oil ke unit dekantasi katalis sebelum di recycle di reaktor. Gas
dan gasoline dari kolom distilasi harus di treatment untuk menghilangkan sulfur. Karena
adanya olefinic hydrocarbon dalam gasoline, hidrogenasi mungkin diperlukan untuk
memperbaiki stabilitas oksidasi.
Keberhasilan FCC unit bergantung pada kualitas feedstock. Feedstock yang kaya
paraffin baik untuk cracking, sementara umpan yang kaya aromatik menghasilkan lebih
banyak coke dibanding fraksi ringan.

(a) Catalytic cracking unit modern – reaktor dan regenaror dikombinasikan, (b) modern catalytic
cracking reactor unit dengan reaktor dan regenrator terpisah.
24) Bitumen Blowing
Bitumen adalah nama lain dari aspal. Raw asphalt dari deasphalting unit ditiup
dengan hot air dalam furnace untuk menyesuikan softening point dan indeks penetrasi
untuk memproduksi paving grade bitumen. Bergantung pada suhu permukaan dan
lingkungan penerapan, suhu softening dan indeks penetrasi disesuaikan melalui variasi
rasio udara/umpan, suhu, dan blowing time dalam furnace.

25) Vis-Breaking
Vis-breaking atau viscosity breaking adalah mild thermal cracking unit yang
menghasilkan low viscosity fuel oil dari high viscosity oil stock. Pada metode ini,
feedstock biasanya adalah campuran high vaccum distillates dan residues, bahkan
aspal, dipanaskan dalam furnace pada suhu cracking (sedikit diatas 400 oC) pada
tekanan diatas atmosfir untuk waktu yang pendek dan di qunche dengan cepat dan di
flash dalam plated column. Steam yang mencukupi digunakan untuk memisahkan
cracked light hydrocarbon. Karena produk dari unit ini mengandung merkaptan dan
unsaturated hydrocarbon, maka meroxing atau desulfurisasi diperlukan.

26) Coking
Coking unit pada refinery menghasilkan petroleum coke, yang merupakan heavily
condensed hydrocarbon dengan karbon lebih dari 90%. High carbon stock ini digunakan
dalam industri metalurgi dan grafit untuk ekstraksi logam dari bijih dan juga sebagai
clean fuel. Non-lube bearing crude oil menghasilkan masa residu yang besar dan aspal
dengan kandungan sulfur dan logam yang kecil, yang cocok untuk memproduksi
petroleum coke.
Coking unit menggunakan berbagai metode bergantung pada properties yang
diperlukan oleh user. Delayed coking dan fluid coking plant merupaka metoda yang
umum diterapkan di refinery.
Dalam delayed coking unit, feedstock dipanaskan dalam furnace sampai pada suhu
sekitar 480 oC-500 oC pada kecepatan tinggi sebelum dikirim ke coking drum dimana
residence time yang panjang akan membiarkan reaksi coking menjadi sempurna,
sehingga memaksimalkan pembentukan coking. Pada fluid coking method, fluidised bed
dari coke digunakan melalui atomisasi feedstock dengan steam dan suhu tinggi dijaga
melalui pembakaran sebagian partikel coke dalam fluidised bed burner.
Delayed coking unit

PETROCHEMICAL

1) Definisi Petrochemical
Petrochemical (petrokimia) adalah turunan kimia dari produk petroleum. Contoh
petrokimia adalah plastik, karet, fiber, cat, pelarut, dan deterjen. Faktanya, produk
petroleum adalah campuran hidrokarbon, sedangkan raw material untuk petrokimia
adalah hidrokarbon murni yang dipisahkan dan dikonversi menjadi produk yang
diinginkan, seperti polimer, pelarut, dan surfaktan, biasanya dalam beberapa tahap dan
dikelompokkan menjadi, (1) feedstock (generasi pertama petrokimia), (2) intermediate
(generasi kedua petrokimia), dan (3) produk akhir (generasi ketiga petrokimia). Produk
yang mirip dengan turunan petrokimia yang tidak berasal dari petroleum bukan
petrokimia. Contohnya, selulosa, karet alami, resin alami, nilon 11, dan etanol.
Coal distillation juga sumber variasi coal chemical seperti benzena, toluena, xylene,
dan naphtalene. Faktanya, sebelum sumber petroleum diketahui, coal chemical
digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis produk. Kebanyakan bahan kimia dari
sumber non-petroleum diproses dengan petrokimia untuk produk akhir. Non-
hidrokarbon dihasilkan dari petroleum, contohnya hidrogen, karbon monoksida, karbon
dioksida, sulfur, dan karbon, secara longgar disebut petrokimia. Hidrogen, nitrogen dan
oksida karbon di manufaktur dari steam reforming dan sebagian oksidasi naphta juga
merupakan petrokimia. Ini digunakan untuk produksi amonia, urea, melamin, pupuk,
dan lain-lain.
a. Feedstock
Feedstock merupakan raw hydrocarbon yang dihasilkan dari crude oil refining
melalui distilasi dan proses thermal dan katalis. Misalnya, gas hidrokarbon dan
naphta tersedia dari distilasi atmosferik terhadap crude oil; sama halnya, benzene,
toluene, dan xylene dihasilkan dari catalytic reforming dan catalytic cracking
processes, yang merupakan bahan baku utama untuk pembuatan petrokimia
generasi kedua. Benzene, toluene, xylene dan heavier aromatic juga dihasilkan
sebagai produk samping dari plant petrokimia. Dengan demikian, feedstock untuk
plant petrokimia dihasilkan secara langsung dari proses refinery atau dari proses
lanjut untuk menghasilkan bahan tersebut di plant petrokimia itu sendiri.
Natural gas dan produk refinery merupakan sumber utama feedstock untuk
petrokimia. Berikut adalah list dari petrokimia utama.

b. Intermediate
Thermal cracking dari etan, propan, butan, dan naphta menghasilkan cracked
gases atau olefin (etilen, propilen, butylen, acetylen, dll) dan liquid (benzene,
toluene, xylene, dll). olefin merupakan starting material (monomer) untuk plant
polyolefin. Olefin juga bereaksi dengan hidrokarbon lainnya atau bahan kimia non-
hidrokarbon untuk menghasilkan vinyl chloride, ethylene glycol, ethylene oxide, dll
dan zat-zat tersebut digunakan sebagai starting material (monomer) untuk
manufaktur berbagai jenis polymer.
c. Finished Product
Dengan menggunakan intermediate diatas, jenis plastik, karet, fiber, pelarut,
cat dll bisa dibuat. Reaksi polimerisasi dilakukan untuk monomer ini atau
intermediate untuk berbagai jenis polimer, resin dan produk liquid. Plastik tersedia
dalam bentuk extrudate, granule, serbuk, dan beads, dll dari unit manufaktur
sebagai prroduk akhir. Ini dikonversi menjadi komoditas plastik, seperti tas, film,
furniture, dan produk dalam berbagai bentuk dan ukuran menggunakan mesin
casting, moulding, atau blowing, sebagai produk yang bisa dipasarkan.
Plastik diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu thermoplastic dan
thermosetting. Thermoplastic biasanya linear dengan struktur molekul, bisa
dicairkan melalui pemanasan dan dipadatkan dengan pendinginan. Siklus
pendinginan dan pemanasan ini bisa dilakukan secara berulang tanpa terjadinya
hilang sifat aslinya. Sedangkan termoset akan bertransformasi mengalami cross
linked secara kimia atau struktur non-linear secara permanen dan tidak bisa
dikembalikan ke sifat aslinya selama siklus pemanasan dan pendinginan.
Plastik juga dikenal sebagai plastomer dengan modulus elastisitas yang
tinggi. Fiber sintetik terbuat dari polimer yang memiliki modulus elastisitas tinggi
dibandingkan karet dan plastik. Polimer ini juga tersedia dalam bentuk extrudate,
serbuk, dan beads, yang dikonversi menjadi fiber dalam drawing mechanism dan
dikumpulkan dalam bales.
Rubber atau elastomer merupakan polimer dengan modulus elastisitas yang
rendah. Bahan baku rubber tersedia dari unit polimerisasi dalam bentuk sheet, yang
dipotong dan dicampur dengan berbagai bahan kimia bersamaan dengan sulfur
(disebut sebagai vulkanisasi) untuk mencapai kualitas yang diinginkan untuk
pembuatan ban dan produk lainnya.
Berbagai jenis reaksi kimia terlibat dalam proses manufaktur petrokimia.
Kebanyakan reaksinya adalah katalis dengan efek panas. Contoh, disosiasi,
dehidrogenasi, hidrogenasi, adisi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi disosiasi
terjadi selama proses termal dan catalytic cracking. Dehidrogenasi juga terjadi
secara katalis atau termal selama cracking. Reaksi adisi, seperti oksidasi, klorinasi,
flourinasi, dan sulfonasi terhadap induk olefin atau hidrokarbon aromatik diperlukan
untuk membuat intermediate atau monomer. Polimerisasi terjadi kebanyakan
dengan adanya inisiator atau katalisator dengan evolusi panas. Dua jenis
polimerisasi adalah polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.
Polimerisasi adisi → melibatkan reaksi rantai dimana molekul monomer bergabung
dalam rantai. Contoh, olefin atau diolefin dipolimerisasi dengan adanya inisiator
seperti free radical, senyawa ionik, atau complexes.
Polimerisasi kondensasi → melibatkan dua monomer, sama atau berbeda, yang
dikombinasikan untuk membentuk polimer dengan menghilangkan sebagian kecil
berat molekul dari produk samping seperti air.
Sejumlah besar unit operasi dan proses terlibat dalam plant petrokimia.
Karena katalis memainkan peran besar dalam sintesis petrokimia, penelitian dan
pengembangan terhadap katalis baru merupakan upaya yang terus dilakukan oleh
produsen.

2) Naphta Cracking
Plastik utama dibuat dari olefin, yang tersedia melalui cracking gas (gas-based
petrochemical), seperti metan, etan, propan dan butan, atau dari naphta (naphta-based
petrochemical). Ketersediaan naphta yang besar dan kebutuhan energi yang kecil untuk
cracking dibandingkan dengan gas, naphta cracking sangat diterima untuk pembuatan
olefin. Naphta merupakan campuran hidrokarbon yang mendidih pada rentang suhu
didih komponen yang paling kecil yaitu 150 oC, yang mengandung parafin, naphtene,
dan aromatik dalam proporsi yang bervariasi.
Ditemukan bahwa parafin, contohnya rantai lurus hidrokarbon, menghasilkan olefin
ketika dipanaskan pada suhu tinggi. Rantai cabang dan hidrokarbon aromatik, disisi lain
menjadi lebih berat atau terdekomposisi menjadi karbon. Hal ini juga fakta bahwa hasil
dari olefin berkurang dengan meningkatnya berat molekul (titik didih) dari hidrokarbon.
Oleh karena itu, feedstock naphta yang diinginkan harus memiliki kandungan parafin
yang sangat tinggi dan memiliki titik didih yang rendah. Rentang didih yang sesuai untuk
feedstock naphta untuk produksi olefin adalah dibawah 100 oC dan harus memiliki
kandungan parafin lebih dari 75%.
Naphta cracking dilakukan dalam tube-still furnace pada suhu diatas 800 oC. Light
hydrocarbon dihasilkan dari reaksi awal cracking yang kemudian mengalami crack
menjadi olefin yang lebih ringan dan menyebar sampai suhu reaksi turun. Jika reaksi
dilanjutkan, heavy hydrocarbon yang bercabang dan siklik akan terbentuk dan coke
akan dihasilkan sebagai produk akhir. Untuk itu, reaksi cracking dilakukan dalam
residence time yang sangat pendek, misalnya umpan naphta melewati heater tube
dengan kecepatan yang sangat tinggi untuk menghindari heavy product yang tidak
diinginkan dan coke. Karena lapisan coke terbentuk di dalam permukaan tube, laju heat
transfer akan berkurang, menyebabkan berkurangnya cracking dan hasil olefin yang
kurang baik. Steam dimasukkan bersama dengan impan untuk menghilangkan lapisan
coke pada permukaan tube dengan mengkonversi coke menjadi karbon monoksida dan
hidrogen melalui reaksi water gas.
Bagaimanapun, coke tidak bisa dihilangkan sepenuhnya oleh steam dan thickness
akan terus bertambah selama periode operasi furnace. Ketika lapisan coke mencapai
titik dimana operasi cracking menunjukan hasil yang kurang baik, furnace dilakukan
service dan dilakukan decoking dengan udara dan steam untuk menghilangkan coke.
Steam yang berlebih sebagian bisa mengkonversi beberapa hidrokarbon atau
komponen naphta menjadi karbon monoksida dan hidrogen dan akan mengurangi hasil
olefin.
Produk samping dari cracking adalah propilen, butilen, butadin, dan aromatik seperti
benzene, toluene, xylene, isomerik parafin, komponen naphtenic dan polynuclear
aromatic. Produk dari cracking furnace di semprot oleh hot oil dan didinginkan sebelum
dikirim ke unit separasi. Campuran produk kemudian dialirkan melalui serangkaian
separator, contohnya demethaniser, de-ethaniser, depropaniser, dan debutaniser, yang
merupakan kolom distilasi multiplated.
2.1 Primary Fractionator atau Stabiliser
Cracked liquid dan gas dipisahkan dalam kolom fraksionasi dengan bottom
product berupa heavy cracked oil yang kaya akan aromatik bertitik didih tinggi.
Heavy oil ini juga sebagian digunakan untuk medium quenching untuk produk dari
furnace dan sebagian dijual sebagai carbon black feedstock (CBFS) karena adanya
kandungan heavy aromatic.
Cracked gases yang mengandung hidrokarbon, saturated dan unsaturated,
dari metan sampai hidrokarbon C7 masuk dari bagian top kolom, yang kemudian di
kompresi dan dilakukan pencucian amine (atau kaustik) untuk menghilangkan
hidrogen sulfida dan gas karbon dioksida.
2.2 Hydrogen Separator
Gas yang sudah dicuci oleh amine dan kaustik kemudian dilewatkan pada
flash separator vessel, dimana liquid hydrocarbon gas dipisahkan dari hidrogen pada
tekanan tinggi dan suhu rendah. Hidrogen dari vessel ini digunakan dalam unit
hidrogenasi, seperti pyrolysis gasoline dan butadiene hydrogenation atau sebagai
fuel.
 Demethaniser → liquified gases dari hydrogen separator kemudian dipisahkan
dari methane dalam kolom distilasi dimana methane (C1) masuk dari bagian top
dan digunakan sebagai fuel untuk cracking furnace. Bagian bottom dari kolom
kemudian dilewatkan ke de-ethaniser.
 De-ethaniser → kolom distilasi juga digunakan untuk memisahkan ethane dan
ethylene mixture sebagai tip product dari sisa liquified gases yang mengandung
propane, propylene, butane, butylene, dll.
 Ethane-ethylene separator → campuran C2 dari bagian top kolom de-ethaniser
kemudian dilewatkan ke kolom distilasi lain yang memisahkan etilen sebagai top
product dan ethane sebagai bottom product. Ethylene dikirim ke storage dan
digunakan dalam polyethylene (PE) synthesis plant. Ethane dari kolom ini di
recycle ke small cracking furnace untuk menghasilkan additional ethylene.
 Depropaniser → liquified gas mixture dari bagian bottom de-ethaniser dipisahkan
dari propane dan propylene (campuran C3), yang muncul dari bagian top kolom
dan memasuki propane-propylene fractionator. Bottom product mengandung
butane, butene, butadiene, dan komponen yang lebih berat, yang kemudian
dipisahkan dari butane-butene mixture (campuran C4).
 Propane-propylene separator → pada kolom ini, propylene di recovery sebagai
top product dan propane sebagai bottom product. Propylene disimpan dan
digunakan untuk pembuatan polypropylene, dan propane dijual sebagai
domestic fuel-liquified petroleum gas (LPG).
 Debutaniser → butane, butene, dan butadiene (campuran C4) di recovery
sebagai top product dan komponen yang lebih berat dari campuran C4 seperti
C5 dan yang lebih berat di recovery sebagai pyrolysis gasoline (bottom product).
Pyrolysis gasoline di hidrosulfurisasi secara katalis sebelum dijual atau dicampur
dengan komponen gasoline. Gasoline hydrosulfurisation unit mirip dengan
naphta pretreatment unit.
3) Proses Konversi Beberapa Petrochemical
3.1 Polyethylene
Polyethylene (PE) telah berkembang sebagai major plastic dan dihasilkan
dari polimerisasi ethylene. Tiga jenis utama plastik PE adalah low density
polyethylene (LDPE), linear low density polyethylene (LLDPE), dan high density
polyethylene (HDPE), bergantung pada jenis proses polimerisasi.
PE merupakan polymer (poly + monomer) dari molekul etilen. Produk ini
digunakan untuk membuat berbagai jenis plastik. Polimerisasi molekul etilen
menjadi heavy molecular weight PE adalah reaksi dimana rantai makro molekul
dihasilkan melalui kombinasi molekul etilen. Etilen merupakan monomer yang
sangat reaktif yang mulai berkombinasi dengan molekul etilen lainnya dengan
adanya katalis (Ziegler-Nutta catalyst) pada kondisi tekanan dan suhu tertentu. Ada
tiga tahap reaksi, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi.
 Molekul radikal terbentuk dengan adanya katalis pada tahap inisiasi.
 Radikal kemudian mulai berkombinasi dengan monomer secara berkali-kali
pada tahap propagasi.
 Proses tersebut berlangsung secara terus menerus sepanjang molekul
monomer masih tersedia selama reaksi sampai di quenching pada tahap
terminasi.
Sifat polimer berbeda bergantung pada tekanan operasi, suhu, dan waktu
reaksi. Reaksi yang terjadi adalah eksotermik dan oleh karena itu diperlukan sistem
heat removal yang tepat. Tiga kelas dari PE, yaitu LDPE, HDPE, dan LLDPE
dihasilkan dari proses yang berbeda. LDPE dihasilkan dalam proses dengan
tekanan yang sangat tinggi, sedangkan HDPE dan LLDPE dihasilkan pada proses
dengan tekanan yang cukup rendah.

(a) Low Density Polyethylene (LDPE)


Dalam tubular reactor, pure liquid ethylene (99.99%) dicampurkan dengan
hidrogen peroksida dan dilewatkan pada tubular reactor pada tekanan sangat
tinggi (3500 atm), dikelilingi oleh cooling medium untuk mengekstrak panas dari
reaksi polimerisasi. Oksigen digunakan dengan hidrogen peroksida sebagai
inisiator.
Suhu dalam reaktor dikendalikan diatas 200 oC untuk mencegah kristalisasi
LDPE, yang jika tidak akan merusak reactor tube. Effluent dari reaktor yang
mengandung produk dan monomer yang tidak terkonversi, dipisahkan dalam
high and low separator vessel. Ethylene di recycle ke reaktor. Akhirnya LDPE
cair yang terpisahkan dari low pressure separator dan diekstrusi, kemudian
diikuti dengan pendinginan, pengeringan dan pilling. Karena tubular reactor
rentan terhadap plugging dan masalah heat transfer yang kurang baik, maka
digunakan thick-walled dan stirred tank vessel reactor. Pengadukan kecepatan
tinggi membantu heat transfer dengan baik.
LDPE digunakan untuk membuat film, sheet, tube, block, insulasi, hoses, dll.
tapi tidak bisa digunakan pada suhu diatas 80 oC karena akan mengalami
deformasi. LDPE memiliki sifat dielektrik yang baik, elastisitas yang baik sampai
pada suhu -60 oC dan anti-korosif. LDPE lembut dan lunak.

(b) High Density Polyethylene (HDPE)


HDPE dibuat dengan metoda polimerisasi suspensi. Dalam metoda ini,
ethylene dengan kemurnia tinggi dimasukkan ke dalam reaktor vessel dimana
katalis (Ziegler-Nutta catalyst. TiCl4 dalam alkyl aluminium) di suspensi dalam
benzene pada tekanan 20-35 atm dan suhu 60 oC-80 oC. Rasio alkyl aluminium
dan titanium klorida menetukan ukuran polimer. Semakin besar rasio maka
semakin besar berat molekul polimer. Setelah reaksi, campuran polimer
dipisahkan dari etilen dan inert dalam flash drum. Polimer dicuci dengan air dan
di filter untuk me-recover katalis (larut dalam air) dan digunakan kembali.
Konsumsi katalis adalah sekitar 1 gr titanium (Ti) per 1500 kg polimer. Hal ini
dikarenakan adanya sisa katalis yang tinggi dalam polimer. Adanya impurity
tersebut membatasi penggunaan HDPE. Katalis moder telah dikembangkan
yang dapat menghasilkan 6000 kg polimer per gram Ti, dimana kontaminasi
logam Ti dalam polimer adalah beberapa bagian per juta.
HDPE memiliki sifat yang kaku dan transparan, cocok untuk pembuatan
peralatan elektrik, botol, tali, dll. Keuntungan ekonomis yang utama dari HDPE
adalah dapat di manufaktur pada tekanan yang rendah dibandingkan LDPE.
HDPE memiliki suhu leleh yang lebih tinggi daripada LDPE
(c) Linear Low Density Polyethylene (LLDPE)
LLDPE adalah copolymer dari etilen dan I-butene yang memiliki struktur
linear. Sekarang ini, LLDPE dihasilkan melalui proses fluidised bed tekanan
rendah dimana suhu adalah 100 oC dan tekanan 7-20 atm (0.7-2 Mpa).
Monomer gas digunakan untuk mem-fluidisasi butiran polimer. Selama
polimerisasi, additional polymer dihasilkan dari ukuran spesifik bergantung pada
biji polimer yang ada. Monomer yang tidak bereaksi dipisahkan dari effluent dan
di recycle ke reaktor. Residence time yang panjang dalam rentang 3-5 jam
diperlukan untuk reaksi. Pada plant modern, HDPE juga dihasilkan melalui
metoda fluidisasi yang serupa.

3.2 Polypropylene
Polypropylene merupakan valuable polymer dan digunakan sebagai plastik
untuk membuat pipa, tali, fiber, dll. Polypropylene dibuat melalui reaksi katalitik
dalam stirred tank reactor, dimana Ti dan aluminium halida digunakan sebagai
katalis pada suhu 60 oC-70 oC dan tekanan 1-2 Mpa. Monomer yang tidak bereaksi
di recycle setelah dipisahkan dari katalis dan campuran polymer dalam flash
chamber dibawah kondisi pengadukan kuat. Campuran polymer dan katalis
kemudian dilewatkan ke centrifugal separator dimana katalis dan polypropylene
polymer di recovery. Proses lanjutan terhadap katalis yang sudah terpakai pada
kondisi adanya alkohol dilakukan untuk me-recover komponen aktif dari katalis
untuk digunakan kembali.

3.3 Polyethylene Terephtalate


Polyethylene terephthalate (PET) juga dikenal sebagai polyester. Ini
dihasilkan melalui reaksi esterifikasi antara etilen glikol dan asam terepthalat. Ini
merupakan dua tahap proses polimerisasi. Pada tahap pertama, monomer-ester
dihasilkan dan pada tahap kedua, terjadi polimerisasi.

(a) Terephthalic Acid


Ini merupakan salah satu bahan baku yang digunakan dalam produksi PET.
Dalam proses ini, p-xylene digunakan sebagai umpan, yang kemudian di
oksidasi dengan adanya katalis cobalt-sulfate yang di supply sebagai larutan
asam asetat ke reaktor dimana udara atau oksigen murni ditiup menggunakan
penyemprot. Campuran produk kemudian dilewatkan ke vapour-liquid separator.
Liquid yang mengandung terephtalic acid dan catalyst slurry kemudian
dipisahkan melalui centrifugal separator.
Setelah pengeringan, dimethyl terephthalate (DMT) ester diperoleh sebagai
produk akhir, yang dapat dikonversi menjadi bentuk asam dengan adanya air
dalam PET plant. Terephtalate acid baik dalam bentuk DMT atau terephthalate
acid pada kondisi tidak ada air dan asam asetat disebut sebagai purified
terephthalic acid (PTA). Suhu reaksi bervariasi dengan sumber oksigen, contoh
baik dari udara atau oksigen murni. Biasanya udara digunakan sebagai sumber
oksigen yang paling murah dan suhu 200 oC pada tekanan 2-3 MPa digunakan
dalam reaktor. Filtrat mengandung terephthalate acid yang di esterifikasi dengan
metanol digunakan untuk menghilangkan asam asetat dari DMT. Reaksi yang
berlangsung adalah sebagai berikut:

(b) Ethylene Glycol


Ethylene glycol dibuat melalui oksidasi katalis dari etilen diikuti dengan hidrasi
pada glikol. Etilen dengan kemurnian tinggi dikonversi menjadi etilen oksida
dengan adanya silver oxide sebagai katalis dalam reaktor tubular pada 250 oC-
300 oC dan tekanan 1 atm. Udara atau oksigen murni bisa dgunakan untuk
reaksi. Etilen diklorida dimasukkan ke dalam reaktor dalam jumlah kecil untuk
menghindari pembakaran etilen. Rasio sekitar 1 mol etilen terhadap 10 mol
udara dijaga dalam reaktor. Sekitar 60%-70% konversi terjadi dalam waktu
reaksi hanya 1 detik. Etilen oksida dan etilen yang tidak terkonversi di scrubbing
dengan air dan etilen yang tidak terkonversi di recycle. Polyglycol terbentuk
sebagai produk samping. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Reaktor tubular dengan sirkulasi air dalam shell side digunakan untuk
menghilangkan panas dari reaksi generating steam. Campuran produk dari
reaktor adalah air yang di scrubbing untuk menyerap etilen oksida, yang
membentuk glikol. Etilen yang tidak terkonversi dan oksigen kemudian
dilewatkan ke reaktor lain untuk additional conversion. Aqueous solution dari
glikol kemudian dipisahkan melalui kolom distilasi vakum.

3.4 Polyvinyl Chloride


Polyvinyl chloride (PVC) adalah polimer dari vinyl chloride. PVC merupakan
termoplastis, banyak digunakan di banyak aplikasi, dan biasanya dibuat melalui
metoda polimerisasi emulsi. Aqueous emulsion dihasilkan dalam mixer dengan
garam amonium dari asam lemak dan monomer vinyl chloride dan reaksi
selanjutnya terjadi dalam stirred tank reactor. pH yang sangat rendah dijaga selama
reaksi. Produk yang mengandung getah polimer dan monomer yang tidak bereaksi
dipisahkan dalam gas-liquid separator. Uap monomer yang sudah dipisahkan di
recycl setelah di scrubbing dengan larutan kaustik untuk menetralisir uap asam.
Polimer dari separator kemudian dikeringkan untuk membuat bubuk polimer.
3.5 Polystyrene
Polimerisasi dari styrene dapat dilakukan melalui metoda polimerisasi suspensi,
massa, larutan, atau emulsi.
 Dalam metode polimerisasi masa, styrene dipanaskan pada 80 oC-85 oC dalam
reaktor batch dibawah tekanan nitrogen. Konversi adalah 30%-40% dalam
residence time yang panjang, pada rentang 40-50 jam. Ini cocok untuk unit
produksi kecil. Karena tidak ada katalis atau inisiator yang digunakan, polimer
ini sesuai untuk insulasi elektrik.
 Dalam metode polimerisasi larutan, styrene dan solvent dicampur dalam stirred
tank blender diikuti pemompaan melalui serangkaian reaktor dengan fasilitas
pemanasan.
 Dalam proses polimerisasi suspensi batc, tetesan styrene terdispersi dalam air
dengan adanya benzoyl peroxide initiator.
 Dalam metoda polimerisasi emulsi, digunakan stirred tank autoclave, dimana
styrene dan air teremulsi dengan inisiator. Produk kemudian dipisahkan dari
monomer yang tidak bereaksi, yang kemudian akan di recycle.
3.6 Polybutadiene
Butadiene (rumus molekul CH2 = CH – CH = CH2) dihasilkan sebagai produk
samping dari NCU. Melalui polimerisasi katalis (Ziegler-Nutta) terhadap butadiene,
produk yang menyerupai karet alami dihasilkan. Solvent digunakan untuk menjaga
katalis dan monomer dalam larutan selama reaksi. Produk dipisahkan dari monomer
yang tidak terkonversi, kemudian di recycle. Solvent kemudian diuapkan, di stripping
dan di recycle. Polimer dari evaporator kemudian dikeringkan untuk mendapatkan
produk akhir.
3.7 Acrylonitrile Butadiene Styrene
Plastik Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS) dihasilkan dari polimerisasi
styrene, acrylonitrile, dan polybutadiene dalam stirred tank reactor pada suhu sekitar
50 oC-60 oC dengan adanya potassium persulfate sebagai katalis dalam emulsi
sodium stearate.
3.8 Styrene–Butadiene Rubber
Styrene dapat di kopolimerisasi dengan butadiene untuk menghasilkan
styrene-butadiene rubber (SBR). Polimerisasi dilakukan dalam stirred tank reactor
pada suhu 50 oC dengan adanya free radical initiator, contoh potassium sulfate,
dalam larutan ammoniacal aqueous.
3.9 Poly Methyl Metha Acrylate
Ini merupakan polimer dari methyl metha acrylate monomer, yang dihasilkan
dari acrylonitrile (CH2CHCN) dan sulfuric acid pada suhu dibawah 90 oC untuk
menghasilkan methyl acrylate (CH2CONH2) diikuti dengan mereaksikannya dengan
methanol untuk mengkonversi methyl acrylate menjadi methyl metha acrylate
(CH2CHCOOCH3). Methyl metha acrylate monomer ini kemudian di polimerisasi
dalam stirred tank autoclave dibawah tekanan nitrogen. Salah satu metode
polimerisasi larutan, emulsi, masa dan suspensi digunakan.
3.10 Polytetrafluoroethylene
Polytetrafluoroethylene (PTFE) atau teflon adalah polimer dari
tetraflouroethylene (C2F4). Monomer ini dibuat dari klorinasi metanol diikuti flourinasi.
Reaksi dilakukan dalam tiga reaktor.
 Trichloromethane yang dihasilkan dalam klorinator direaksikan dengan
hydrofluoric acid dalam reaktor pertama pada suhu 65 oC dengan adanya SbCl5
sebagai katalis,
 Kemudian dikonversi menghasilkan mono-chloro-diflouromethane (CHF2Cl)
dengan adanya AlCl3 sebagai katalis pada reaktor kedua.
 Dalam reaktor ketiga, CHF2Cl kemudian dikonversi ke C2F4 dengan katalis
pyrolysis pada suhu 650 oC – 800 oC dengan adanya platinum (Pt) sebagai
katalis.
 Polimerisasi C2F4 kemudian dilakukan dalam batch reaktor dengan metode
polimerisasi suspensi pada suhu 200 oC dan tekanan 1000 psi. Waktu reaksi
sekitar 1 jam.
3.11 Nylons
Polimer amine atau polyamides adalah yang paling baik untuk membuat fiber.
Ini disebut sebagai nylon. Polimerisasi kondensasi dilakukan dengan monomer
dalam autoclave atau stirred tank batch reactor.

 Nylon 6,6 → dihasilkan melalui adipic acid [(CH2)4(COOH)2] dan hexamethylene


diamine [(CH2)6(NH2)2] dalam autoclave dan dalam larutan aqueous pada suhu
200 oC dan tekanan 250 psi dengan waktu reaksi 1-2 jam.
 Nylon 6 → ini dihasilkan dari caprolactam [(CH2)5(CO)(NH)], yang dipolimerisasi
dalam larutan air pada suhu 250 oC dibawah tekanan nitrogen dalam batch
autoclave. Waktu reaksi adalah 8-12 jam.
 Nylon 6,10 → ini dihasilkan dari sebacic acid [(CH2)8(COOH)2] dan
hexamethylene diamine [(CH2)6(NH2)2], yang dipolimerisasi dalam batch reactor
dimana kondensasi terjadi selama reaksi.
 Nylon 11 → ini dihasilkan dari 11-amino-undecanoic-acid [(NH2)
(CH2)10(COOH)], yang dihasilkan dari castor oil melalui polimerisasi dalam
aqueous medium pada suhu 220 oC dalam autoclave.
 Nylon 12 → nylon ini adalah produk dari polimerisasi laurolactam [(CH 2)11(CO)
(NH)] pada suhu sekitar 260 oC dalam autoclave.
Monomer yang diperlukan untuk membuat berbagai jenis nylon diperoleh baik
dari membeli maupun diproduksi di masing-masing plant. Berikut ini adalah proses
manufaktur untuk monomer nylon:
 Adipic acid → adipic acid komersil dibuat dari benzene.
 Benzene secara katalitik di hidrogenasi menjadi cyclohexane (C6H12)
dengan Raney Nickel sebagai katalis pada suhu 200 oC-300 oC dibawah
tekanan hidrogen 3-4 MPa. Reaksi yang terjadi dalam stirred tank
reactor.
 Cyclohexane kemudian di oksidasi dengan campuran cyclohexanol
(C6H11OH) dan cyclohexanone (C6H10O) dengan cobalt naphtenate
sebagai katalis pada suhu 145 oC-175 oC dan tekanan 0.8-1 MPa dalam
atmosfir oksigen.
 Baik cyclohexanol dan cyclohexanone kemudian di oksidasi dengan
adipic acid dengan adanya copper dan ammonium metavandate
sebagai katalis dan adanya nitric acid. Oksidasi dilakukan dalam stirred
tank reactor pada suhu 60 oC-80 oC dan tekanan atmosfir. Waktu reaksi
adalah sekitar 5-7 menit.
 Produk adipic acid [(CH2)4(COOH)2] kemudian dimurnikan melalui
distilasi steam.
 Hexamethylene diamine → ini dihasilkan dari adipic acid dalam dua tahap.
 Tahap pertama, adipic acid dikonversi menjadi adiponitrile [(CH2)4(CN)2]
melalui reaksi dengan gas amonia dengan adanya katalis boron
phospate, dan pada suhu sekitar 340 oC dalam fixed bed reactor.
 Produk adiponitrile kemudian di hidrogenasi secara katalis menjadi
hexamethylene diamine [(CH2)6(NH2)2] dengan cobalt sebagai katalis
pada suhu 100 oC-135 oC dan tekanan hidrogen 60-65 MPa dalam fixed
bed reactor.
 Sebacic acid → asam ini secara komersil diproduksi dari saponifikasi castor oil
dengan larutan kaustik pada suhu sekitar 250 oC.
 Dalam reaktor, castor oil (gliserida) dipisah menjadi ricinoleic acid
[CH3(CH2)13CHOH(CH)2COOH] dan gliserin [(CH2OH)2CHOH].
 Ricinoleic acid dipisahkan dari gliserin dan selanjutnya dipanaskan
dalam reaktor terpisah untuk menghasilkan sebacic acid
[(CH2)8(COOH)2].
 11-amino-undecanoic acid → ini juga dihasilkan dari castor oil.
 Oil awalnya di esterifikasi dengan etanol untuk menghasilkan methyl
ester dari recinolic acid, diikuti pyrolysis pada suhu 500 oC. Campuran
produk heptyl alcohol, ester dari undecylenic acid, heptaldehyda, dll
dihasilkan.
 Hidrolisis menghasilkan undecylenic acid [CH(CH2)9COOH], yang
kemudian di brominasi dengan hydrobromic acid menjadi bromo-
undecanoic acid [CHBr(CH2)10COOH].
 Perlakuan terhadap bromo-undecanoic acid akan menghasilkan 11-
amino-undecanoic acid [NH2(CH2)10COOH].
 Caprolactam →
 Benzene di konversi menjadi cyclohexane diikuti oleh oksidasi menjadi
cyclohexanol dan cyclohexanone.
 Cyclohexanol dari campuran selanjutnya di dehidrogenasi secara
katalis menjadi cyclohexanone dengan adanya zinc pada suhu 400 oC
dan tekanan 1 atm.
 Cyclohexanone kemudian di konversi menjadi cyclohexanone oxime
[C6H10NOH] melalui reaksi dengan hydroxylamine sulfate
o o
[(NH2OH)2H2SO4] pada suhu 18 C-25 C.
 Cyclohexanone oxime kemudian diproses dengan sulfur trioxide
dengan adanya sulfuric acid untuk menghasilkan caprolactum
[(CH2)5(CO)(NH)] melalui mekanisme reaksi yang disebut Beckmann
rearrangement. Suhu reaksi dijaga mendekati 140 oC-150 oC.
 Laurolactum atau dodecyl lactam →
 Butadiene pertama di trimerisasi secara katalis dalam reaksi fasa liquid
dengan Ziegler (TiCl4) sebagai katalis dalam strirred tank reactor.
 Aliran produk mengandung trimer yang diinginkan dan 1,5,9-cyclo-
dodecatriene yang dipisahkan dari produk samping polybutadiene,
cyclo-octadiene, dan vynil cyclohexene melalui distilasi.
 Trimer ini kemudian di hidrogenasi secara katalis menggunakan katalis
nikel pada suhu 200 oC dan tekanan hidrogen 1.4 MPa. Reaksi
dilakukan dalam fasa liquid pada stirred tank autoclave. Produk
hidrogenasi adalah cyclododecane [(CH2)12].
 Cyclododecane kemudian di oksidasi dalam fasa liquid pada suhu 150
oC dalam jacketed stirred tank reactor dengan adanya boric acid
sebagai katalis.
 Aliran produk yang teroksidasi, mengandung cyclododecanol
[(CH2)11OH] dan cyclododecanone [CH2)10O], kemudian di pisahkan
melalui distilasi.
 Cyclododecanol selanjutnya di dehidrogenasi untuk menghasilkan
cyclododecanone dalam reaktor yang terpisah pada suhu 200 oC dalam
fasa liquid dan dengan adanya katalis copper didukung pada alumina.
 Akhirnya, cyclododecanone di oximate dengan hydroxylamine hydrogen
sulfate [(NH2OH)2H2SO4] pada suhu 100 oC dan dikonversi menjadi
laurolactam [(CH2)11(CO)(NH)] ammonium sulfate dan sulfuric acid
pekat. Beckmann rearrangement terjadi selama pembentukan
laurolactam.
3.12 Phenol Formaldehyde
Phenol (C6H5OH) dan formaldehyde (HCHO) dengan adanya aqueous
ammonical medium akan terkondensasi menjadi resin phenol-formadehyde. Reaksi
dilakukan dalam kettle-type reactor pada suhu 160 oC dan tekanan atmosfir. Waktu
reaksi kurang dari 1 jam. Produk dari reaktor biasanya dicampur dengan
hexamethylene triamine dan filler lainnya untuk membuat resin akhir yang siap
untuk diproses moulding. Bergantung pada rasio phenol terhadap formaldehyde,
berbagai jenis grade dari resin ini bisa dibuat. Ini merupakan resin jenis
thermosetting.
3.13 Urea Formaldehyde
Urea (CONH2)2 dan formaldehyde (HCHO) dengan cepat bereaksi mengalami
polimerisasi menjadi resin urea-formaldehyde. Polimerisasi dilakukan dalam glass-
lined (stainless steel) stirred tank reactor dalam medium alkaline lemah atau
ammoniacal. Reaksi polimerisasi terjadi pada suhu ruang dan tekanan atmosfir.
Resin ini juga merupakan resin thermosetting.
3.14 Melamine Formaldehyde
Kombinasi melamine [C3N3(NH2)3] dan formaldehyde (HCHO) dengan cepat
membentuk resin melamine-formaldehyde, yang juga merupakan resin
thermosetting. Suhu reaksi adalah 100 oC dan medium netral contoh pH 7 dalam
medium aqueous pada tekanan atmosfir.

Tahap pembuatan monomer untuk resin formaldehyde:


 Formaldehyde → ini dihasilkan dari methanol melalui oksidasi katalitis terhadap
perak pada suhu 620 oC dan tekanan 30-70 kPa. Dua reaksi, oksidasi dan
dehidrogenasi, terjadi secara bersamaan menghasilkan formaldehyde pada
kedua reaksinya. Pada oksidasi katalitik, dihasilkan panas dan terbentuk
formaldehyde. Akibat pemansan, terjadi reaksi dehidrogenasi endotermik.
Dengan demikian, reaksi menjadi autothermal, keduanya menghasilkan
formaldehyde. Reaktor merupakan water jacketed stainless steel vessel yang
mengandung katalis.
 Methanol → metanol secara komersil dihasilkan dari sintesis gas, contoh
karbon monoksida dan hidrogen. Hidrogenasi katalitik dari karbon monoksida
dilakukan terhadap copper-based catalyst pada suhu 300 oC dan tekanan
2000-3000 MPa untuk menghasilkan konversi 50%-60%. Metanol biasanya
dihasilkan di plant pupuk dimana sintesis gas juga digunakan untuk pembuatan
amonia dan urea.
 Urea → ini dibuat melalui sintesis karbon dioksida dan amonia dalam tubular
reactor pada suhu 180 oC dan 14 MPa tanpa katalis (proses Starmicarbon).
 Melamine → melamin komersil dihasilkan dari urea melalui sintesis tekanan
tinggi. Urea dengan adanya tekanan amonia sementara undergoing dehidrasi
menghasilkan melamine [C3N3(NH2)3]. Faktanya, metanol, urea, dan melamine
ada diperoleh dari plant pupuk.
 Phenol → phenol dapat dibuat melalui berbagai metode, seperti sulfonasi
benzene dengan adanya soda kaustik, klorinasi benzene diikuti konversi
katalitik menjadi phenol, oksidasi toluene, dan oksidasi cumene.
 Cumene → [C6H5CH(CH3)2] adalah yang pertama dibuat dari benzene dan
propylene dengan adanya phosphoric acid dalam fixed bed reactor.
 Phosphoric acid mengendap pada kieselguhr pada suhu 190 oC-200 oC
dan tekanan 3-4 MPa.
 Cumene kemudian di oksidasi menjadi cumyl hydroperoxide dan aseton
(produk samping). Reaksi dilakukan dalam kolom cylindrical steel yang
diaduk dengan blowing air melalui cumene dalam larutan alkaline
sebagai emulsi yang mengandung garam terlarut dari heavy metal seperti
Mn, Co, atau Cu. Suhu reaksi adalah 80 oC-120 oC dan tekanan udara
0.5-0.8 MPa. Waktu reaksi adalah 1-2 jam.
 Aliran produk mengandung cumyl hydroperoxide yang dipisahkan dari
cumene yang tidak terkonversi untuk di recycle. Cumyl hydroperoxide
kemudian dipisahkan menjadi phenol dan aseton dengan adanya katalis
seperti sulfonic acid kuat atau resin ion exchange, dalam stirred tank
reactor pada suhu 70 oC-80 oC dan tekanan 0.1-0.2 MPa.
 Phenol kemudian dimurnikan dari produk samping seperti aseton dan
methylstyrene melalui distilasi.
3.15 Polyurethane
Resin thermosetting ini dihasilkan melalui polimerisasi kondensasi dari polyol
(diol atau triol) dan diisocyanate. Contoh monomernya adalah toluene diisocyanate
[(CH3)(C6H4)(NCO)2] dan dihydric alcohol atau glycol [(CH2OH)2]. Polimerisasi
dilakukan dalam stirred tank autoclave reactor pada suhu sekitar 200 oC dibawah
tekanan nitrogen. Polymer cair kemudian diambil ke fibre spinning unit.
Toluene Diisocyanate
Ini dihasilkan dari toluene dalam tiga tahap.
1) Toluene di nitrasi menjadi dinitrotoluene. Toluene di treatment dengan
campuran sulfuric acid pekat dan nitric acid dalam serangkaian reaktor
berpengaduk pada suhu 50 oC-65 oC.
2) Dinitrotoluene di reduksi melalui hidrogenasi katalitik menjadi toluene diamine.
Nikel digunakan sebagai katalis untuk menghidrogenasi dinitrotoluene menjadi
diamine dalam serangkaian stirred tank reactor pada suhu 170 oC dan tekanan
hidrogen 8-9 MPa.
3) Toluene diamine dikonversi menjadi toluene diidocyanate. Phosgene (COCl2)
di treatment dengan toluene diamine untuk menghasilkan toluene diisocyanate.
Phospogene dihasilkan melalui klorinasi terhadap activated charcoal pada
suhu 50 oC.
3.16 Silicone
Ini adalah polimer siloxane (R3SiO)3. Secara industri, ini dihasilkan melalui
alkilasi dengan organik halida, CH3Cl, atau C6H5Cl dengan elemental silicon dan
adanya katalis (campuran Cu dan CuO) pada suhu 200 oC-300 oC dan tekanan 100-
200 kPa untuk waktu reaksi selama 48 jam. Reaktor merupakan cylindrical column
fitted dengan screw-type agitator dan jacket. Di [(CH3)2SiCl2] dan tri silanes
[(CH3)3SiCl] yang dihasilkan kemudian dipisahkan dan di hidrolisa secara terpisah,
masing-masing pada suhu 30 oC-50 oC untuk menghasilkan silicone polymer
[(CH3)2SiO]n. Polimer dengan berat molekul paling kecil adalah oil, sementara
polimer dengan berat molekul paling tinggi adalah solid. Silicon (Si) dihasilkan dari
silicon dioxide melalui reaksi reduksi dengan karbon pada suhu 1300 oC dalam arc
furnace.
4) Pemrosesan Plastik, Rubber, dan Fiber
Plastik, fiber, dan karet merupakan polimer sintetis yang utama. Plastik dikenal juga
sebagai plastomer yang ditandai dengan modul elastisitas yang kecil sekitar 700-7000
kPa. Bagaimanapun, elastisitas bervariasi terhadap suhu. Plastik akan melunak dengan
meningkatnya suhu dan karena sifatnya, plastik digunakan untuk membuat furniture,
tali, film, pipa, dan berbagai peralatan domestik dan industri, yang digunakan pada suhu
rendah.
Karet merupakan polimer yang memiliki elastisitas paling rendah dengan rentang
moduli elastisitas dari 70 sampai 700 kPa. Karet juga disebut elastomer. Hard rubber
kebanyakan digunakan dalam pembuatan ban untuk automobile, pesawat, traktor,
sepeda, dll. soft rubber digunakan untuk lining furniture, sheet, tas, sepatu, dll.
Fiber merupakan polimer dengan moduli elastisitas paling tinggi, rentang dari 7000
sampai 70000 kPa. Fiber utamanya digunakan sebagai staple fiber untuk membuat
pakaian.
Thermoplastic adalah polimer yang dapat mencair melalui pemanasan dan memadat
setelah pendinginan tanpa ada perubahan sifat plastik. Plastik akan melunak ketika
dipanaskan, tapi ada suhu dimana massa cairan kental menjadi seperti glass dan rapuh
ketika didinginkan dari kondisi cair. Suhu ini disebut suhu transisi gelas. Semakin tinggi
suhu transisi gelas, semakin sesuai plastik untuk digunakan karena akan menjadi rapuh
jika dibawah suhu transisi gelas. Oleh karena itu, additive yang dikenal sebagai
placticiser dicampurkan selama pemrosesan plastik untuk meningkatkan suhu transisi
ini.
Titik pelelehan atau pelunakan dan masa jenis merupakan sifat penting lain yang
menentukan penggunaan akhir plastik. Elastisitas ditentukan melalui persentase
elongasi dari plastik padat untuk berat molekul dan bentuk yang berbeda.
Thermosetting plastic melunak ketika dipanaskan, dan ketika didinginkan tidak
kembali ke kelunakan pada kondisi aslinya, tapi mengeras dan tidak bisa kembali
dilelehkan tanpa merusak sifat aslinya. Contohnya adalah phenol formaldehyde, urea
formaldehyde, dan melamine formaldehyde. Bakelite, yang digunakan untuk membuat
electrical switch dan asesoris, termasuk dalam kategori ini. Thermosetting plastic lebih
keras tapi lebih rapuh daripada thermoplastic. Ini merupakan cross-linked polymer dan
biasanya memerlukan penguat dengan material lain, seperti glass fiber, synthetic fiber,
cotton, dan kertas untuk menghasilkan kekuatan yang diperlukan sebagai engineering
plastics. Phenol formaldehyde dan urea formaldehyde merupakan thermosetting plastic
yang umum. Bahan baku dasar material polimer contohnya powder atau pellet plastik,
yang dihasilkan dari proses moulding, yang kemudian dicampurkan dengan additive lain
dan diproses pada tekanan tinggi, hot compression, blowing, dll untuk menghasilkan
sifat mekanik yang diinginkan, ukuran, dan bentuk, bergantung pada jenis penggunaan
akhir.
Rubber merupakan material yang paling lunak dibandingkan dengan plastik dengan
elastisitas yang paling kecil dan bisa di stretching dengan mudah secara longitudinal
dan bisa kembali ke bentuk aslinya tanpa distorsi. Energi mekanik yang sangat rendah
diperlukan untuk stretching dikarenakan elastisitas yang rendah. Sifat ini membuat
rubber sesuai untuk membuat ban tekanan tinggi dan tube, pipe, ballon, membran, bola,
dll. Ban kualitas tinggi terbuat dari polimer dasar, seperti polyisoprene, neoprene, dan
polybutadiene dengan additive, yang mampu menahan kompresi dan ekspansi
berulang. Rubber juga merupakan insulator panas dan elektrik yang baik.
Pengoperasian mekanik seperti proses mixing yang disebut sebagai pencampuran
rubber diperlukan untuk sifat yang diinginkan untuk material akhir. Natural rubber dari
beberapa plant aslinya, yang tidak memiliki kekuatan mekanik yang diperlukan,
dicampurkan dengan synthetic rubber dalam proses pencampuran.
4.1 Moulding of Plastics
Lelehan dapat dituangkan ke dalam cavitie dari cetakan atau mould dari
objek yang diinginkan dan didinginkan menjadi bentuk yang diinginkan. Proses ini
disebut moulding, yang dilakukan dalam cara yang berbeda, contoh ekstrusi,
injeksi, blowing, dan kompresi, untuk membuat berbagai objek dengan bentuk yang
berbeda seperti botol, sheet, billet, fibre, kursi, meja, tangki, pintu, jendela, dan
banyak produk lainnya untuk keperluan domestic dan industri.
4.2 Extrusion Moulding
Extruder adalah mesin dengan horizontal cylindrical barrel yang melalui shaft
dengan helical groove wound over. Electrical heating oil berada di sekitar barrel
untuk pemanasan. Plastic powder dituangkan ke feed entry hooper di salah satu
ujung screw dan ini kemudian akan dibawa ke helical groove dan annulus dari shaft
dan barrel. Material powder melunak akibat pemanasan dan di dorong ke ujung
extruder. Pada akhirnya, plastik yang sudah melunak di dorong untuk melalui die
dari objek yang diinginkan.

Kebanyakan polimer terdekomposisi akibat pamanasan yang tidak seragam


atau terlalu lama. Oleh karena itu, pemanasan yang seragam dan tidak terlalu lama
harus dilakukan selama proses ekstrusi. Ekstrusi kebanyakan digunakan untuk
pencampuran thermoplstic dengan additives. Colouring agent dan pigment juga
digunakan selama pencampuran.
4.3 Blow Moulding
Pada metode ini, objek yang berongga seperti botol, pipa, dan drum
dihasilkan. Pada awalnya, preformed plastik melalui ekstrusi atau injeksi dibuat dan
hot preform kemudian ditiup kedalam mould berongga dan bentuk yang diinginkan
dibuat. Botol PE, polypropylene, dan PET dibuat menggunakan metode ini.

4.4 Compression Moulding


Pada metode ini, dua potongan mould digunakan untuk membuat objek yang
diinginkan. Salah satu bagian mengandung raw plastic powder, sementara bagian
lain ditekan pada tekanan yang sangat tinggi untuk menutup mould dibawah kondisi
panas. Biasanya, thermosetting plastic material dari bentuk yang rumit dibuat
dengan metoda ini.

4.5 Thermal Moulding


Thermal moulding adalah proses dimana preform dari plastic sheet dengan
ketebalan dan berat yang diinginkan ditempatkan pada mould yang sudah
dipersiapkan secara khusus atau die dengan ketentuan vaccum suction dan sistem
tekanan udara. Pada awalnya, sheet dipanaskan sampai pada suhu tertentu dan
vaccum diaplikasikan sampai sheet membentuk kontur dari bagian dalam die. Ini
diikuti dengan pendinginan dan produk dikeluarkan dengan mendorongnya
menggunakan tekanan udara dari vaccum suction dan sistem tekanan udara.
4.6 Injection Moulding
Pada metode ini, plunger (batang silinder yang padat dan tebal) mendorong
plastik dalam heated groove dari die dan membawa kembali preform dalam return
stroke dengan pergerakan reciprocating. Keseluruhan proses berlangsung dalam
waktu sedikit, namun sejumlah besar preform dihasilkan dengan single machine.
Plant yang besar menggunakan sejumlah mesin injection moulding untuk preform
diikuti blow moulding untuk membuat botol dengan berbagai bentuk dan desain.
Plant ini juga mensuplai preform yang diperlukan oleh plant kecil yang tidak
memiliki fasilitas injection moulding untuk menghasilkan botol dan material lain.

4.7 Rubber Compounding


Rubber digunakan untuk membuat ban, belt, dan produk domestik dan
industri lainnya. Finished rubber adalah campuran polymer dengan additive, seperti
graphitic carbon, sulfur, lubricants, dan oksida logam tertentu, untuk memberikan
elastisitas, kekuatan mekanik, abrasive resistance, dan sifat lainnya yang harus
bertahan untuk waktu penggunaan yang panjang khususnya untuk membuat ban.
Struktur polimer dari rubber bisa berubah melalui reaksi dengan sulfur selama
vulkanisasi dan sifat rubber bisa berubah sesuai yang diinginkan pembuat. Proses
perlakuan rubber polimer dengan sulfur disebut vulkanisasi.
Rubber diaplikasikan untuk membuat coated (calendering) material, yang di
moulding atau di ekstrusi untuk membuat berbagai produk. Rubber yang dihasilkan
atau terdapat sebagai barang sisa juga bisa digunakan kembali dengan
pemrosesan kembali dan dikonversi lagi menjadi finished rubber, disebut sebagai
reclaimed rubber.
Pengadukan tekanan tinggi dan kecepatan tinggi, seperti two-roll mill atau
Banbury mixer, merupakan yang umum digunakan untuk pencampuran komponen
rubber. Jarak ruang antara roll (atau stator-rotor pada Banbury mixer) sangat kecil
sehingga sangat membantu pengadukan pada tekanan tinggi.

FASILITAS OFFSITE, POWER DAN UTILITAS

1) Layout Plant Petroleum dan Petrochemical


2) Unit Proses
3) Fasilitas Offsite
3.1 Floating Roof Tank
3.2 Fixed Roof Tank
3.3 Pressure Vessel
3.4 Horton Sphere
3.5 Accessories
3.6 Blending Operation
3.7 Filling, Loading, and Despatch Operations
3.8 Pipeline Operation
3.9 Effluent Water Treatment
3.10 Off Gas Treatment
3.11 Internal Fuel Oil Circulation
4) Power and Steam Generating Plant
5) Cooling Tower
6) Water Conditioning Plant

NERACA MASSA DAN NERACA ENERGI

1) Pengukuran Kuantitas Crude Oil dan Produk


1.1 Tank Dipping
1.2 Volume Correction
1.3 Density Correction
2) Pengukuran Gas dalam Closed Vessel
3) Neraca Massa
3.1 Flow Meter Reading
3.2 Fuel Consumption
3.3 Steam Consumption
3.4 Overall Material Balance
4) Neraca Energi
4.1 Neraca Panas
4.2 Neraca Energi pada Heat Exchanger
4.3 Neraca Energi pada Furnace
4.4 Neraca Energi pada Kolom Distilasi
4.5 Overall Energy Balance

HEAT EXCHANGER DAN PIPE-STILL FURNACES

1) Heat Exchanger
2) Teori Heat Exchanger
3) Fouling
4) Plate Type Heat Exchanger
5) Extended Surface Exchanger
6) Scraped Surface Exchanger
7) Heat Exchanger Train
8) Pipe-Still Furnace
9) Pipe-Still Furnace Element
10) Operation of Furnace
11) Konsep Furnace
12) Desain Furnace dengan Metode Wilson, Lobo, dan Hottel

DISTILASI DAN STRIPPING

1) Proses Distilasi dan Stripping


2) Distilasi Batch
3) Titik Didih dan Diagram Equilibrium
4) Teori Distilasi
5) Continuous Distillation
6) Metode McCabe-Thiele
7) Metode Entalphy Balance
8) Gap and Overlap
9) Korelasi Packie

EKSTRAKSI

1) Prinsip Ekstrasi
2) Proses Ekstrasi
3) Definisi Istilah Berkaitan dengan Ekstrasi
4) Fase Equilibrium dalam Proses Ektrasi
5) Ekstrasi Batch
6) Continuous Ekstrasi

PERHITUNGAN REAKTOR
ELEMEN FASILITAS PIPELINE TRANSFER

1) Pipe dan Tube


2) Fitting dan Support
3) Crude Oil Transfer
4) Product Transfer
5) Gas Transfer
6) Pompa dan Kompressor
7) Perhitungan Daya untuk Pemompaan dan Kompresi

INSTRUMENTASI DAN PENGENDALIAN DI REFINERY

MISCELLANEOUS

PLANT MANAGEMENT AND ECONOMICS

Anda mungkin juga menyukai