LP DIABETES MELITUS Revisi 2
LP DIABETES MELITUS Revisi 2
LP DIABETES MELITUS Revisi 2
DIABETES MILETUS
SUKMA NURHAYATI
NIM. 2302032323
DIABETES MELITUS
B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu (Corwin, 2019) :
1. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula
darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olah Pengobatan pertama adalah dengan diit
dan olah raga, jika kenaikan kadar , jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi
paling sering pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada orang yang
obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
betes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang terjadi
pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggungjawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai contoh hasil
penyelid hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus ikan menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destruksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
a. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2018). Diabetes Melitus
tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
c. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
D. PATOFISIOLOGI
1. Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses. autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi dan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
2. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi iresistensi
insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadar glukosanya sangat tinggi).
E. PATWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien DM menurut Wijaya & Yessie
(2013) yaitu:
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body
Weight ( BBR = berat badan normal) dengan rumus :
a. Kurus (under weight ) BBR < 90 %
b. Normal (ideal) BBR 90% - 110% BBR 90% - 110%
c. Gemuk (overweight ) BBR > 110%
d. Obesitas apabila BBR > 120%
1) Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
2) Obesitas sedang BBR 130% - 140%
3) Obesitas berat BBR 140% - 201%
4) Morbid BBR >201 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah :
3. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin , apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karen pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
4. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, video senam
diabetik,perawatan kaki diabetik , pemantauan gula darah dan sebagainya.
I. KOMPLIKASI
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada diabetes melitus tipe 2 akan
menyebabkan berbagai berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus melitus tipe 2
terbagi dua berdasarkan nama terjadinya, yaitu : komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzer dan Bare, 2016).
a. Komplikasi Akut
a) Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), mg/dL), disertai
dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
b) Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion
gap (PERKENI, 2017).
c) Hiperosmolar non ketotik (HNK) Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa
darah sangat tinggi (600- 1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-),
anion gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2017).
d) Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah
mg/dL. Pasien diabetes melitus yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-
debar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran
menurun sampai koma (PERKENI, 2017).
b. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi akibat akteros
leorosis dari pembulu-pembulu darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plat
ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes mellitus namun dapat timbul
lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis
menunjukan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita
diabetes mellitus meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan control kadar gula darah
yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia
merupakan suatu factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar
insulin dapat menyebabkan terjadinya resiko kardiovaskular menjadi semakin
tinggi. Kadar insulin puasa >15 mU/mL akan meningkatkan resiko mortalitas
koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar
antara lain adalah pembulu darah jantung atau penyakit jantung koroner,
pembuluh darah otak atau strok, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia
juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam
timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2016).
2) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan neprovati
diabetik.Retinopati diabetic dibagi dalam dua kelompok, yaitu retinopati non-
proliveratif proliveratif dan retinopati pro-liveratif. Retinopati non-proliveratif
merupakan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneorisma, sedangkan
retinopati proliveratif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah
kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksiaretina. Seterusnya, neprovati diabetik
adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah.
Nefrovati diabetic ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam),
terdapat retinopati jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang
spesifik pada diabetes mellitus mengakibatkan perubahan fungsi penyaring,
sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk kedalam kemih
seperti protein dapat masuk kedalam kemih (albumino (albuminoria). Akibat dari
neprovatik diabetic tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan
upaya preventif pada nepropati nepropati adalah control metabolism dan control
tekanan darah (Smeltzer dan Bare, 2016).
3) Neuropati
Diabetes neurovatik adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius
akibat diabetes mellitus.Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati terifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki
terlebih dahulu, lalu kebagian tangan. Neuropati beresiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar
dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit dimalam hari.Setelah hari.Setelah
diagnosis diabetes mellitus ditegakan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya
polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan resiko
amputasi. Semua penyandang diabetes diabetes mellitus yang disertai neuropati
perifer harus diberikan diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi
resiko ulkus kaki (PERKENI, 2017).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES MELITUS
A. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian Diabetes Melitus menurut Smelltzer, (2011). Yaitu
sebagai berikut:
1. Anamnese
a. Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis Kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomer register, tanggal masuk Rumah Sakit,
dan Diagnosa Medis
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
Badan terasa panas, mual, lemas dan nafsu makan menurun.
c. Riwayat Kesehatan
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas, adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat
atau obat-obatan yang bisa digunakan oleh penderita
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita diabetes mellitus atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin missal hipertensi, jantung.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, emosi yang di alami oleh
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tanda-tanda vital Yang terdiri dari tekanan darah, pernafasan, dan suhu
badan meningkat. Tubuh tampak lemah, tekanan darah dan pernafasan pada
pasien DM bisa tinggi maupun normal nadi dalam batas normal, sedangkan
suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi
b. Kesadaran
Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentak dari cenderung tidur,
disorientasi/bingung, sampai koma
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiametik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk
menentuhkan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika
perlu
Terapeutik:
1. Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan
deficit yang dialami
2. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi danrentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan social
4. Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
5. Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
Edukasi:
1. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
2. Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan ko , dan
kognitif, dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
4. Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga
untuk member
penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan
terapi okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
5. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.
Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi
(Tarwoto & Wartonah, 2015).
6. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan
keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan
status keadaan kesehatan dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan (Tarwoto &
Wartonah, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA). 2018. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus.
Diabetes Care.
Gillani, S. W., Sulaiman S.A., Abdul, M.I.M., & Saad S.Y. 2018. Aqualitative study to Aqualitative
study to explore the explore the perception and behavior perception and behavior of
patients towards of patients towards diabetes management with physic diabetes
management with physical disability, al disability, Diabetology & Metabolic
Syndrome. Biomed Central.
Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. 2016. Buku Ajar Buku Ajar Keperawatan Medikal Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Bedah Brunner & Suddarth, Suddarth, edisi 8 . EGC : Jakarta
Price dan Wilson. 2017. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit . EGC. Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. Cetakan III. Jakarta Selatan:Dewan Pengu Edisi 1. Cetakan
III. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI
Wijaya, A dan Yessie M Putri. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperaatan Dewasa
Teori dan Catatan Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
BAB IV