Kti DHF Riska Cantik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS DHF


(DENGUE HEMORAGIC FEVER) GRADE 3 DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN HIPERTERMI DIRUANG ASOKA RSUD BANGIL PASURUAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Keperawatan

Dosen pembimbing : Ns.Apriyani Puji H,M.Kep

Nunung Ernawati, M.Kep

Disusun oleh :

Riska mar’atus sholeha (191105)

2B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

ITSK RS dr. SOEPRAOEN

MALANG

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................i
BAB I Pendahuluan................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................................3
1.4 Manfaat.......................................................................................................................................4
BAB II Tinjauan Pustaka.........................................................................................................................5
2.1 Konsep Dasar DHF (Dengue Haemoragic Fever)..........................................................................5
2.1.1 Pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever)........................................................................5
2.1.2 Etiologi..................................................................................................................................5
2.1.3 Anatomi Fisiologi..................................................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................................................8
2.1.5 Patofisiologi..........................................................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis................................................................................................................10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................11
2.1.8 Penatalaksanaan.................................................................................................................12
2.1.9 Komplikasi...........................................................................................................................14
2.1.10 Pathway DHF....................................................................................................................15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF......................................................................15
2.2.1 Pengkajian..........................................................................................................................15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................................................18
2.2.3 Intervensi Keperawatan.....................................................................................................26
2.2.4 Implementasi Keperawatan.........................................................................................33
2.2.5 Evaluasi Keperawatan........................................................................................................33
BAB III Metode Penelitian....................................................................................................................34
3.1 Pendekatan/Desain Penelitian...................................................................................................34
3.2 Subyek Penelitian......................................................................................................................34
3.3 Definisi Operasional..................................................................................................................34
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................................................35
3.5 Prosedur Penelitian...................................................................................................................35
3.6 Metode dan Instrument Pengumpulan Data............................................................................35
3.7 Keabsahan Data........................................................................................................................36
3.8 Analisis Data.............................................................................................................................36

i
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue haemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh


nyamuk Aedes Eegypty.Penyakit ini yang ditandai dengan demam tinggi
mendadak,tanpa sebab yang jelas,berlangsung terus menerus selama 2-7 hari,disertai
manifestasi perdarahan (sekurang- kurangnya uji tourniquet positif) dan / atau
trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/μL). Penyakit ini nyaris di temukan
diseluruh belahan dunia terutama di negara tropik dan subtropik baik secara endemik
maupun epidemik dengan outbreak yang berkaitan dengan datangnya musim
penghujan.
Penyakit ini banyak menimbulkan kematian didaerah tropis dan subtropis serta
merupakan ancaman kesehatan bagi dunia karena lebih dari 100 negara terjangkit
penyakit ini (Ranjit,2011). Dalam 30 tahun terakhir, sebanyak >5 juta kasus demam
berdarah terjadi di Amerika ( Branco, et al., 2014). Wabah hebat terjadi saat penyakit
menyebar ke daerah baru dengan angka serangan tinggi pada orang-orang yang
rentan. Demam berdarah dengue ini merupakan infeksi yang berhubungan dengan
berpergian, yang sering terjadi pada turis dari negara non endemik. Penyakit ini
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty yang terutama memiliki habitat perkotaan dan
mendapat virus sewaktu menghisap darah manusia yang terinfeksi (Infektif setelah 8-
10 hari).
Menurut Word Health Organization (WHO 1995) populasi di dunia
diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang
tinggal di daerah perkotaan di Negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan
ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan
untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus
DHF yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-
anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF
mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012). Data
dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di
Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun
2016 kejadian kasus DBD menyebar ke 7 provinsi di Indonesia, termasuk provinsi
Jawa Timur khususnya kabupaten Sidoarjo yang mengalami peningkatan jumlah
1
kasus DBD sejak bulan Januari 2016. Kasus DBD di Indonesia sulit diberantas karena
curah hujan yang cukup tinggi dan system sanitasi yang kurang mendukung sehingga
menyebabkan laju perkem-bangbiakan nyamuk Aedes Aegypti cukup cepat.

Penyakit ini di sebabkan oleh virus Dengue (Arbovirus ) yang mengakibatkan


demam selama 2-7 hari dengan di tandai nyeri kepala, mual muntah, tidak nafsu
makan, diare, ruam pada kulit, uji tourniquet positif, adanya petekie, penurunan
kesadaran atau gelisah, nadi cepat atau lemah, hipotensi, tekanan darah turun, perfusi
perifer turun dan kulit dingin atau lembab. Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD
antara lain yaitu: Gagal ginjal, Efusi pleura, Hepatomegali, Gagal jantung, Syok,
Penurunan kesadaran.Hipertermi adalah bentuk mekanisme tubuh terhadap serangan
penyakit, apabila ada suatu kuman atau virus penyakit yang masuk kedalam tubuh,
secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan terhadap kuman penyakit itu
dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi yang lebih banyak dari
biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin berat penyakit yang
menyerang, semakin banyak pula antiboodi yag dikeluarkan, dan akhirnya semakin
tinggi pula suhu tubuh yang terjadi. Hipertermi yang tidak segera diatasi dan
berkepanjangan akan berakibat sangat serius diantaranya bisa menyebabkan kejang
demam pada anak,dehidrasi, bahkan terjadi syok.Angka kejadian kasus DHF di Jawa
Timur per tanggal 27 Januari 2015, telah dilaporkan oleh DINKES Provinsi Jawa
Timur bahwa ada peningkatan kasus DHF sebesar 46% bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yaitu 980 kasus. Dan hingga bulan februari 2015 telah dilaporkan
oleh DINKES Provinsi Jawa Timur sebanyak 92 orang meninggal dunia. Dinas
Kesehatan Kota Pasuruan mencatat angka kejadian DHF Di Kota Pasuruan meningkat
dibanding tahun sebelumnya, di tahun 2013 terdapat 114 kasus, dan pada tahun 2014
terdapat 198 kasus, sedangkan awal tahun 2015 sudah ada 25 kasus dengan rincian
pada bulan Januari terdapat 7 kasus dan bulan februari terdapat 18 kasus.

Sebagian besar pasien yang terkena DBD/DHF yang telah mengalami demam
lebih dari 3 hari harus di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan perwatan yang
intensif. Perawat dapat meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang
penyakit DBD/DHF dengan memberikan penyuluhan tentang sebab dan akibat dari
Demam berdarah.DBD/DHF dapat di cegah dengan melakukan 3M yaitu Mengubur
(mengubur barang-barang yang sudah tidak di pakai lagi contohnya sampah kaleng
atau plastik), Menguras (menguras bak mandi atau tempat penyimpanan air yang ada
di rumah. Dalam 1 minggu tempat penyimpanan air dapat di kuras 2 kali atau 3kali),

2
Menutupi tempat 10 Penyimpanan air ; jangan sampai terkena gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan bila perlu gunakan lotion (mengusir nyamuk), karena nyamuk ini
biasanya aktif di pagi atau siang hari terutama tempat yang gelap atau kotor ;
menggunakan bubuk Abate pada selokan dan penampungan air agar tidak menjadi
tempat bersarangnya nyamuk ; jaga agar kondisi tetap sehat dan badan yang kuat
untuk menangkal virus yang masuk sehingga walau terkena gigitan nyamuk, virus
tidak akan berkembang.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka


penulis akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan
keperawatan pada anak dengan diagnosa medis DHF dengan membuat
rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada
Anak dengan diagnosa DHF Grade 3 dengan masalah keperawatan Hipertermi
di Ruang Asoka RSUD Bangil Pasuruan?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum:


Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa
DHF Grade 3 dengan masalah keperawatan Hipertermi diRuang Asoka RSUD
Bangil Pasuruan.

1.3.2 Tujuan Khusus:


1.3.2.1 Mengkaji Anak dengan diagnosa DHF Grade 3 dengan masalah
keperawatan Hipertermi di Ruang Asoka RSUD Bangil Pasuruan
1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada Anak dengan diagnosa DHF
Grade 3 dengan masalah keperawatan Hipertermi diRuang Asoka
RSUD Bangil Pasuruan
1.3.2.3 Merencanakan asuhan keperawatan pada Anak dengan diagnosa DHF
Grade 3 dengan masalah keperawatan Hipertermi diRuang Asoka
RSUD Bangil Pasuruan

3
1.3.2.4 Melaksanakan asuhan keperawatan pada Anak dengan diagnosa DHF
Grade 3 dengan masalah keperawatan Hipertermi diRuang Asoka
RSUD Bangil Pasuruan
1.3.2.5 Mengevaluasi anak dengan diagnosa DHF Grade 3 dengan masalah
keperawatan Hipertermi di ruang Asoka RSUD Bangil Pasuruan
1.3.2.6 Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Anak dengan diagnosa
DHF Grade 3 dengan masalah keperawatan Hipertermi di Ruang Asoka
RSUD Bangil Pasuruan

1.4 Manfaat

Terkait dengan tujuan, ini diharapkan dapat bermanfaat :

1.4.1 Akademis,hasil tindakan kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu


pengetahuan khusunya dalam asuhan keperawatan pada anak DHF .

1.4.2 Secara praktis,bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit.


Hasil studi ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan diRS agar dapat
melakukan asuhan keperawatan anak dengan DHF dengan baik.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar DHF (Dengue Haemoragic Fever)

2.1.1 Pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever)

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan
orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod
Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes
Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian
utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang
masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup
tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).

2.1.2 Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4


serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody
yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).

5
2.1.3 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1

Anatomi Sistem Hematologi

Sumber gambar : (Tedi Mulyadi 2015)

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi


transportasi oksigen, karbohidrat dan metabolit, mengatur keseimbangan asam dan
basa, mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi atau hantaran, membawa panas
tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh
tubuh, pengaturan hormon dengan membawa dan menghantarkan dari kelenjar ke
sasaran (Syaifuddin, 2016).

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang warnanya merah.


Warna merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada banyaknya oksigen dan
karbon dioksida di dalamnya. Darah berada dalam tubuh karena adanya kerja
pompa jantung. Selama darah berada dalam pembuluh, darah akan tetap encer.
Tetapi bila berada di luar pembuluh darah akan membeku. Fungsi darah
(Syaifuddin, 2016) :

a. Sebagai sistem transpor dari tubuh, yaitu menghantarkan bahan kimia,


oksigen, dan nutrien ke seluruh tubuh.
b. Mengangkut sisa metabolit ke organ pembuangan.
c. Menghantarkan hormon-hormon ke organ sasaran.
d. Mengangkut enzim, zat bufer, elektrolit ke seluruh tubuh.
e. Mengatur keseimbangan suhu.

6
Pada orang dewasa dan anak-anak sel darah merah, sel darah putih, dan sel
pembeku darah dibentuk dalam sumsum tulang. Sumsum seluler yang aktif
dinamakan sumsum merah dan sumsum yang tidak aktif dinamakan sumsum
kuning. Sumsum tulang merupakan salah satu organ yang terbesar dalam tubuh,
ukuran dan beratnya hampir sama dengan hati. Darah terdiri dari dua komponen
yaitu komponen padat yang terdiri dari sel darah (sel darah merah atau eritrosit, sel
darah putih atau leukosit, dan sel pembeku darah atau trombosit) dan komponen
cair yaitu plasma darah, Sel-sel darah ada 3 macam yaitu:

a. Eritrosit (sel darah merah)


Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan
mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Oleh karena di
dalamnya mengandung hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen,
eritrosit membawa oksigen dari paru ke jaringan dan karbon dioksida
dibawa dari jaringan ke paru untuk dikeluarkan melalui jalan pernapasan.
Sel darah merah : Kekurangan eritrosit, Hb, dan Fe akan mengakibatkan
anemia.

b. Leukosit (sel darah putih)


Sel darah putih : Berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan
penyakit dengan cara memakan atau fagositosis penyakit tersebut. Itulah
sebabnya leukosit disebut juga fagosit. Sel darah putih yang mengandung
inti, banyaknya antara 6.000-9.000/mm³.

c. Trombosit (sel pembeku darah)


Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang dalam
peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya dapat bevariasi antara 200.000-
300.000 keping/mm³. Trombosit dibuat di sumsum tulang, paru, dan limpa
dengan ukuran kira-kira 2-4 mikron. Fungsinya memegang peranan penting
dalam proses pembekuan darah dan hemostasis atau menghentikan aliran
darah. Bila terjadi kerusakan dinding pembuluh darah, trombosit akan
berkumpul di situ dan menutup lubang bocoran dengan cara saling melekat,
berkelompok, dan menggumpal atau hemostasis. Selanjutnya terjadi proses
bekuan darah. Struktur sel dalam darah adalah :

a. Membran sel (selaput sel)

7
Membran struktur elastik yang sangat tipis, tebalnya hanya 7,5-
10nm. Hampir seluruhnya terdiri dari keping-keping halus gabungan
protein lemak yang merupakan lewatnya berbagai zat yang keluar masuk
sel. Membran ini bertugas untuk mengatur hidup sel dan menerima segala
untuk rangsangan yang datang.

b. Plasma
Terdiri dari beberapa komponen yaitu :

1) Air membentuk 90 % volume plasma


2) Protein plasma, berfungsi untuk menjaga volume dan tekanan darah
serta melawan bibit penyakit (immunoglobulin).
3) Garam dan mineral plasma dan gas terdiri atas O2 dan CO2 berfungsi
untuk menjaga tekanan osmotik dan pH darah sehingga fungsi normal
jaringan tubuh.
4) Zat-zat makanan sebagai makanan sel.
5) Zat-zat lain seperti hormon, vitamin, dan enzim yang berfungsi untuk
membantu metabolisme.
6) Antibodi dan antitoksin melindungi badan dari infeksi bakteri

2.1.4 Klasifikasi

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :

a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya


manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada
kulit atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi
disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak
tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

2.1.5 Patofisiologi

8
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran
pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma
dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia
dapat terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit


seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka
akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau
bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali
(Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus


antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi
C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran
plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler
mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk
patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan


ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
9
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik (Murwani 2018).

2.1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma
2015) :

a. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah
di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

b. Demam berdarah dengue


Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua
hal dibawah ini dipenuhi :

1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena

10
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura

c. Sindrom syok dengue


Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu:
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun < 20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin lembab

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara

lain adalah (Wijayaningsih 2017) :

a. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar


hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit
yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya
perembesan plasma.

1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,
SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

11
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah
infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang
dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak
dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan
dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif,
atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer
dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi,
flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi
sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.

c. Uji hambatan hemaglutinasi


Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).

d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)


Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang
jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.

e. Uji ELISA anti dengue


Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam
serum penderita.

f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian
besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

2.1.8 Penatalaksanaan

12
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga
diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :

a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok


Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan
untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak
mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka
anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang
dirawat di rumah sakit meliputi :

1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

13
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah
atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue
yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue
(SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai
dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun
menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau
sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari,
hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria
(Pangaribuan 2017).

14
2.1.10 Pathway DHF

Bagan 2.1 Pathway DHF

Sumber: (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF

2.2.1 Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama


dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).

a. Identitas pasien
15
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah

c. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil


dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi
(grade III. IV), melena atau hematemesis.

d. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.

e. Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan


akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.

f. Riwayat Gizi

Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.

g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar).

16
h. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan
menurun.
2) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami diare
atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk Aedes aegypty.
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak
adalah sebagai berikut :
1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
j. Sistem Integumen
1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab.
2) Kuku sianosis atau tidak.
3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau
epitaksis pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa
mulut kering , terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara

17
tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan
ditelinga (pada grade II,III,IV).
4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak
terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),
rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly
dan asites.
6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
k. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

1) HB dan PVC meningkat (≥20%)


2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig. D dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
8) SGOT /SGPT mungkin meningkat.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons


klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas


b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
18
e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
i. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
j. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan

Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi pasien dengue
hemorrhagic fever menurut (Erdin 2018). Dengan menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI DPP PPNI 2017).

a. Pola napas tidak efektif (D.0005)


1) Pengertian
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

2) Penyebab
a) Penurunan energi
b) Sindrom hipoventilasi
c) Kecemasan
3) Kriteria Mayor dan Minor
 Kriteria Mayor
a) Subjektif
(1) Dispnea
b) Objektif
(1) Penggunaan otot bantu pernapasan
(2) Fase ekspirasi memanjang
(3) Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)

 Kriteria Minor

a) Subjektif
(1) Ortopnea
b) Objektif
(1) Pernapasan pursed-lip
(2) Pernapasan cuping hidung

19
(3) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
(4) Ventilasi semenit menurun
(5) Kapasitas vital menurun
(6) Tekanan ekspirasi menurun
(7) Tekanan inspirasi menurun
(8) Ekskursi dada berubah

b. Hipertermia (D.0130)

1) Pengertian
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

2) Penyebab
a) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
3) Kriteria Mayor dan Minor
 Kriteria Mayor
a) Subjektif : (tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Suhu tubuh diatas nilai normal
 Kriteria Minor
a) Subjektif : (tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Kulit merah
(2) Kejang
(3) Takikardi
(4) Takipnea
(5) Kulit terasa hangat
c. Nyeri akut (D.0077)

1) Pengertian
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan.

2) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi)

20
3) Kriteria Mayor dan Minor
 Kriteria Mayor
a) Subjektif
(1) Mengeluh nyeri
b) Objektif
(1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
 Kriteria Minor
a) Subjektif : (tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir terganggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) Diaforesis

d. Defisit nutrisi (D.0019)

1) Pengertian
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.

2) Penyebab
a) Kurangnya asupan makanan
b) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
c) Peningkatan kebutuhan metabolism
d) Factor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)

3) Kriteria Mayor dan Minor


 Kriteria Mayor
21
a) Subjektif : (tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
 Kriteria Minor
a) Subjektif
(1) Cepat kenyang setelah makan
(2) Kram/nyeri abdomen
(3) Nafsu makan menurun
b) Objektif
(1) Bising usus hiperaktif
(2) Otot pengunyah lemah
(3) Otot menelan lemah
(4) Membrane mukosa pucat
(5) Sariawan
(6) Serum albumin turun
(7) Rambut rontok berlebihan
(8) Diare

e. Hipovolemia (D.0023)

1) Pengertian
Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atau
intraseluler.

2) Penyebab
a) Kehilangan cairan aktif
b) Peningkatan permeabilitas kapiler
c) Kekurangan intake cairan

3) Kriteria Mayor dan Minor


 Kriteria Mayor
a) Subjektif : (tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Frekuensi nadi meningkat
(2) Nadi terasa lemah
(3) Tekanan darah menurun

22
(4) Tekanan nadi menyempit
(5) Turgor kulit menurun
(6) Membrane mukosa kering
(7) Volume urin menurun
(8) Hematokrit meningkat
 Kriteria Minor
a) Subjektif
(1) Merasa lemah
(2) Mengeluh haus
b) Objektif
(1) Pengisian vena menurun
(2) Status mental berubah
(3) Suhu tubuh meningkat
(4) Konsentrasi urin meningkat
(5) Berat badan turun tiba-tiba

f. Intoleransi aktivitas (D.0056)


1) Pengertian
Ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

2) Penyebab
a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b) Kelemahan
3) Kriteria Mayor dan Minor
 Kriteria Mayor
a) Subjektif
(1) Mengeluh lelah
b) Objektif
(1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
 Kriteria Minor
a) Subjektif
(1) Dispnea saat atau setelah aktivitas
(2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
(3) Merasa lemah
b) Objektif
(1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
23
(2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
(3) Gambaran EKG menunjukkan iskemia
(4) Sianosis

g. Defisit pengetahuan (D.0111)


1) Pengertian
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu.

2) Penyebab
a) Kurang terpapar informasi
b) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
3) Kriteria Mayor dan Minor
 Kriteria Mayor
a) Subjektif
(1) Menanyakan masalah yang dihadapi
b) Objektif
(1) Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
(2) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
 Kriteria Minor
a) Subjektif : (tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
(2) Menunjukkan perilaku berlebihan (mis. Apatis,
bermusuhan, agitasi, histeria)

h. Ansietas (D.0080)
1) Pengertian
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.

2) Penyebab
a) Krisis situasional
b) Kekhawatiran mengalami kegagalan
c) Kurang terpapar informasi
24
3) Kriteria Mayor dan Minor
 Kriteria Mayor
a) Subjektif
(1) Merasa bingung
(2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
(3) Sulit berkonsentrasi
b) Objektif
(1) Tampak gelisah
(2) Tampak tegang
(3) Sulit tidur
 Kriteria Minor

a) Subjektif
(1) Mengeluh pusing
(2) Anoreksia
(3) Palpitasi
(4) Merasa tidak berdaya
b) Objektif
(1) Frekuensi napas meningkat
(2) Frekuensi nadi meningkat
(3) Tekanan darah meningkat
(4) Diaforesis
(5) Tremor
(6) Muka tampak pucat
(7) Suara bergetar
(8) Kontak mata buruk
(9) Sering berkemih
(10) Berorientasi pada masa lalu

i. Risiko perdarahan (D.0012)


1) Pengertian
Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi
di dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).

2) Faktor Risiko
a) Gangguan koagulasi (mis. Trombositopenia)

25
b) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan
c) Proses keganasan

j. Risiko syok (D.0039)


1) Pengertian
Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh, yang dapat mengakibatkan fungsi seluler yang mengancam
jiwa.

2) Faktor Risiko
a) Hipoksemia
b) Hipoksia
c) Hipotensi
d) Kekurangan volume cairan
e) Sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflamatory
response syndrome atau SIRS)

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh


perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

 Tujuan: Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif


 Kriteria Hasil :
(1) Kapasitas vital meningkat
(2) Dispneu menurun
(3) Frekuensi napas membaik
 Intervensi :
 Observasi

a) Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)


b) Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi basah)
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Terapeutik
26
a) posisi semi flowler atau fowler
b) berikan minum hangat
c) berikan oksigen,jika perlu
 Edukasi
a) anjurkan asupan cairan 2000ml/hari.jika tidak kontraindikasi
 Kolaborasi
a) kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran,mukolitik,jika perlu
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
 Tujuan: Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
 Kriteria Hasil:

1) Menggigil menurun
2) Kulit merah menurun
3) Suhu tubuh membaik
4) Tekanan darah membaik
 Intervensi :
 Observasi

a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar


lingkungan panas, penggunaan incubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor kadar elektrolit
d) Monitor haluaran urine
 Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d) Berikan cairan oral
e) Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
f) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
g) Berikan oksigen, jika perlu
- Edukasi

a) Anjurkan tirah baring


 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
27
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

• Tujuan: Diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang

• Kriteria Hasil

1) Keluhan nyeri menurun


2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) Pola napas membaik

 Intervensi :
 Observasi

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis, terapi musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Edukasi
a) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
b) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk


makan)
 Tujuan: Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
 Kriteria Hasil :

1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat


2) Frekuensi makan membaik
28
3) Nafsu makan membaik
 Intervensi
 Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Monitor asupan makan
e) Monitor berat badan
f) Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
 Terapeutik
g) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
h) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
i) Berikan suplemen makanan, jika perlu

 Edukasi
j) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
k) Ajarkan diet yang
diprogramkan
 Kolaborasi
l) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda
nyeri, antimietik), jika perlu
m) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler


 Tujuan: Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
 Kriteria Hasil:

1) Turgor kulit meningkat


2) Output urine meningkat
3) Tekanan darah dan nadi membaik
4) Kadar Hb membaik
 Intervensi:
 Observasi

29
a) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi
meningkat, nadi terasa lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus lemah)
b) Monitor intake dan output cairan
 Terapetik
c) Berikan asupan cairan oral
 Edukasi
d) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Kolaborasi
e) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL)
f) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
g) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin, plasmanate)
h) Kolaborasi pemberian produk darah

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

 Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.


 Kriteria Hasil:

1) Frekuensi nadi meningkat


2) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
3) Frekuensi napas membaik
 Intervensi
- Observasi
a) Monitor kelelahan fisik dan emosional
b) Monitor pola dan jam
tidur
- Terapeutik
c) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya,
suara, kunjungan)
d) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Edukasi
e) Anjurkan tirah baring
f) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

30
g) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang

- Kolaborasi

h) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan


makanan

g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


 Tujuan : Pengetahuan klien/ keluarga bertambah.
 Kriteria Hasil :

1) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik


meningkat
2) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
3) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
 Intervensi
- observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
- Edukasi
b) Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
c) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
d) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat

h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

 Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang


 Kriteria Hasil :

1) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun

2) Perilaku gelisah menurun


3) Konsentrasi membaik
 Intervensi :
 Observasi

31
a) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
nonverbal)
 Terapeutik
b) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
c) Dengarkan dengan penuh perhatian
d) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Edukasi
e) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
f) Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
 Kolaborasi
g) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

i. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)


 Tujuan : Perdarahan tidak terjadi.
 Kriteria Hasil :

1) Kelembapan kulit meningkat


2) Hemoglobin membaik
3) Hematokrit membaik
 Intervensi :
 Observasi

a) Monitor tanda dan gejala perdarahan


b) Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan
setelah kehilangan darah
c) Monitor tanda-tanda vital
d) Pertahankan bed rest selama perdarahan
 Edukasi
e) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
f) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
g) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
h) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

32
 Kolaborasi
i) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
j) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi


keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan


seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi
merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan/Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk review kasus untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada anak dengan DHF.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.

3.2 Subyek Penelitian

Pada penelitian ini, subyeknya ialah pasien anak dengan DHF.

Kriteria dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Subyek ialah klien anak yang di rawat inap di ruang anak


2. Subyek anak terdiri dari 2 orang anak, baik laki-laki maupun perempuan
3. Subyek anak dengan DHF derajat I s/d III
4. Subyek anak yang berusia 1 tahun s/d 18 tahun

3.3 Definisi Operasional

Menurut (Sugiyono 2016) definisi operasional adalah penentuan sifat


yang dipelajarin sehingga menjadi variable yang dapat diukur.

1. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)


Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti penyakit ini dapat menyerang semua orang terutama
pada anak karena anak belum dapat membentuk kekebalan tubuh
sendiri (Candra 2017).

2. Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan pada anak dengan DHF merupakan suatu


proses atau tahap tahap kegiatan dalam praktik keperawatan yang

34
diberikan langsung kepada pasien anak dengan DHF dalam berbagai
tatanan pelayanan kesehatan meliputi metode askep atau asuhan
keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus menerus serta
berkesinambungan dalam pemecahan masalah kesehatan pasien anak
dengan DHF.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian pada kasus ini yaitu klien 1 di RS Samarinda


Medika Citra dan klien 2 di RSUD Bangil Pasuruan. Waktu penelitian
pada klien 1 yaitu 22 April 2019 – 24 April 2019 dan klien 2 yaitu 27
Februari 2019 – 28 Februari 2019.

3.5 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan dengan metode case review


melalui tahap sebagai berikut :

1. Mahasiswa mengidentifikasi laporan asuhan keperawatan terdahulu


maupun melalui media internet.
2. Mahasiswa melapor ke pembimbing untuk konsultasi mengenai kasus
yang telah diperoleh.
3. Setelah disetujui oleh pembimbing, kemudian membuat review kasus
dari kedua klien.
3.6 Metode dan Instrument Pengumpulan Data

Metode dan Instrument yang digunakan pada peneliti adalah:

1. Teknik Pengumpulan Data


Adapun cara pengumpulan data pada penyusunan studi kasus ini antara
lain:

a. Wawancara
Wawancara yaitu hasil anamnesis berisi tentang identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit keluarga, dam lain-lain.
Sumber data bisa didapat dari klien, keluarga, perawat atau
lainnya.

35
b. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
mengukur tanda-tanda vital dan pendekatan inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi pada sistem tubuh klien.

2. Instrument Pengumpulan Data


Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format Asuhan
Keperawatan Anak sesuai ketentuan yang berlaku.

3.7 Keabsahan Data

Keabsahan data untuk membuktikan kualitas data atau informasi


yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan
validitas. Keabsahan data pada penelitian ini di tentukan oleh integritas
peneliti (karena peneliti menjadi instrument utama) yaitu dalam
melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien anak
dengan DHF, keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang waktu
pengamatan atau tindakan, sumber informasi tambahan menggunakan
triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien anak dengan DHF,
perawat dan orangtua atau keluarga klien anak yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti.

3.8 Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu


pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data
dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan
dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.
Teknik analisis data dapat dilakukan dapat dilakukan dengan cara dengan
mengumpulkan data-data dari penelitian yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah.

Kemudian dengan cara observasi oleh peneliti dan study


dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya dikumpulkan oleh
peneliti. Data yang dikumpulkan tersebut dapat berupa data subjektif dan

36
data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien berupa
suatu pendapat terhadap situasi atau kejadian. Sedangkan data objektif
adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, yang diperoleh
menggunakan panca indra (melihat, mendengar, mencium, dan meraba)
selama pemeriksaan fisik. Dari data tersebut, selanjutnya peneliti
menegakkan diagnosa keperawatan, kemudian peneliti menyusun intervensi
atau rencana keperawatan, melakukan implementasi atau pelaksanaan
tindakan keperawatan serta mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah
diberikan kepada klien.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Nor Vikri. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DENGAN
DENGUE HAEMORHAGIC FEVER ( DHF ) DI RUMAH SAKIT. Samarinda.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/283/1/Untitled.pdf.

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Asri, Khanitta Nuntaboot, and Pipit Festi Wiliyanarti. 2017. “Community Social Capital
on Fi Ghting Dengue Fever in Suburban Surabaya , Indonesia : A Qualitative Study.”
International Journal of Nursing Sciences 4(4): 374–77.

Candra, Aryu. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever : Epidemiology , Pathogenesis , and Its
Transmission Risk Factors.” 2(2): 110–19.

Dinas Kesehatan Kalimantan Timur. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.
Kalimantan Timur.

Dinkes Kota Balikpapan. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Balikpapan.
Dinkes Provinsi Kalimantan Timur. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.
Kalimantan Timur.

Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2016. ANATOMI FISIOLOGI. Jakarta. Erdin. 2018. Pathway
Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Ikhwani, Mochammad Khoirul. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. D DENGAN


DIAGNOSA MEDIS DHF ( DENGUE HEMORAGIC FEVER ) GRADE 3 DI RUANG
ASOKA RSUD BANGIL PASURUAN. Sidoarjo.
https://repository.kertacendekia.ac.id/media/296901-asuhan-keperawatanpada-an-d-
dengan-diag-d65b301a.pdf.

Jing & Ming. 2019. “Dengue Epidemiology.” Global Health Journal 3(2): 37–45.
https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.

Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. 2019. Laporan Nasional Dinas Kesehatan. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Info Datin. Jakarta

Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Pangaribuan, Anggy. 2017. “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.” 15(5).

Pare, Guillaume et al. 2020. “Genetic Risk for Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Fever
in Multiple Ancestries.” EBioMedicine 51: 102584.
https://doi.org/10.1016/j.ebiom.2019.11.045.

38
Rampengan. 2017. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Jakarta: Alfabeta.

Tedi Mulyadi. 2015. Komponen Sistem Peredaran Darah. Jakarta.

Wang, Wen-hung et al. 2019. “International Journal of Infectious Diseases A Clinical and
Epidemiological Survey of the Largest Dengue Outbreak in Southern Taiwan in 2015.”
International Journal of Infectious Diseases 88: 88–99.
https://doi.org/10.1016/j.ijid.2019.09.007.

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

WHO. 2018. Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta.

Widyorini, Prasti, Kintan Arifa Shafrin, Nur Endah Wahyuningsih, and Retno Murwani.
2017. “Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) Incidence Is Related to Air Temperature ,
Rainfall and Humidity of the Climate in Semarang City , Central Java , Indonesia.” (July
2018): 8–13.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM. Wowor,
Mariana S, Mario E Katuuk, and Vandri D Kallo. 2017. “Efektivitas Kompres Air Suhu
Hangat Dengan Kompres Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia
Pra-Sekolah Di Ruang Anak Rs Bethesda Gmim Tomohon.” e-Journel Kperawatan (eKp)
5(2): 8.

Yuliastati Nining. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai