Lapres Fito
Lapres Fito
Lapres Fito
DISUSUN OLEH ;
NAMA : GITA SETYA NINGRUM
NIM : 1911102415127
KELAS : A
DOSEN PENGAMPU : PAULA MARIANA KUSTIAWAN, M.Sc.,Ph.D
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mampu melakukan pembuautan simplisia yang baik dan dapat menjaga
stabilitas, keamanan dan mempertahankan konsistensi kandungan senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia maupun ekstrak
3. LATAR BELAKANG
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan pembuatan obat yang
belum mengalami pengolahan apapun atau kecuali dinyatakan lain berupa bahan alamiah
yang telah mengalami pengeringan (Anonim,2018)
Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, hewani dan pelikan. Simplisia nabati
adalah simplisia yang dapat berupa tumbuhan utuh. Bagian tanaman atau eksudat dari
suatu tumbuhan. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaanya maka simplisia harus memenuhi persyaratan minima tersebut, ada beberapa
faktor yang berpengaruh, antara lain :
a. Bahan baku simplisia
b. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan abahan baku simplisia
c. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan maka ketiga faktor
tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan (Anonim,2015)
Proses atau tahapan pembuatan simplisia merupakan kelanjutan dari proses panen
terhadap suatu tanaman budidaya agar tidak mudah rusak dan memiliki kualitas baik serta
mudah di simpan untuk penggunaan selanjutnya. Secara umum proses pembuatan
simplisia adalah sebagai berikut :
a. Sortasi basah : dilakukan setelah panen selesai dengan tujuan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dan bahan yang muda atau
bahan yang ukurannya lebih besar atau kecil (Sembiring,2007)
Misalnya pada simplisia yang dibuat dari rimpang suatu tanaman obat, bahan-bahan
asing seperti tanah, kerikil rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor
lainnya harus dibuang (Anonim,1985)
b. Pencucian : bertujuan menghilangkan tanah dan mengurangi mikroba-mikroba yang
melekat pada bahan.
c. Perajangan : dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringam,
pengemasan, dan penyimpanan. Perajangan biasanya dilakukan hanya pada bahan
yang ukurannya agak besar dan tidak lnak seperti akar, rimpang, batang, buah dan
lain-lain. Dapat dilakukan secara manual menggunakan pisau yang tajam dan terbuat
dari steinless ataupun dengan mesin pemotong
d. Pengeringan : adalah suatu cara pengolahan pad bahan dengan cara mengurangi kadar
air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat. Dengan demikian dapat dihasilkan
simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama.
e. Sortasi kering : sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia dengan tujuan memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang
tidak di inginkan. Dilakukan sebelum simplisia di bungkus untuk kemudian disimpan.
Dapat dilakukan secara manual tangan dan mekanik.
f. Pengemasan dilakukan simplisia yang sudah dikeringkan dengan kemasan yang tidak
bereaksi dengan isi (Sembiring,2007)
4. PROSEDUR KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat
1. Pisau
2. Timbangan
3. Kain Hitam
4. Kertas saring
5. Timbangan
6. Pemanas (tara)
7. Krus silikat
8. Alat penumbuk/blender
9. Pengayak no.40
10. Eksikator
2. Bahan
- Rimpang temulawak
- H2SO4
B. Cara Kerja
1. Penyiapan Simplisia
Temulawak dipanen saat berumur 10-12 bulan, pada pertengahan musim kemarau
ditandai dengan mulai mengeringnya bagian tanaman yang berada di atas
permukaan tanah (daun dan batang).
Dipisahkan dari kotoran-kotoran dan bahan asing lainnya dari tanaman, seperti
tanah,kerikil,dll, lalu dicuci dengan air yang mengalir lalu ditimbang berat basah
bahan baku simplisia.
Setelah itu rimpang diiris dengan irisan membujur dengan ketebalan 3-4 mm
Dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditutup kain hitam, sambil dibalik
hingga bagian rimpang menjadi kering. Pengeringan berlangsung selama 5-6 hari,
rata-rata 3-4 jam.
Lalu simplisia rimpang temulawak ditumbuk atau diblender untuk memperoleh
serbuk simplisia temulawak
Setelah itu diayak dengan pengayak no.40
5. HASIL PRAKTIKUM
6. PEMBAHASAN
Simplisia yang digunakan kali ini oleh kelompok kami adalah rimpang temulawak.
Rimpang temulawak dengan nama latin curcuma xanthoriza roxb. Dengan kadar minyak
atsiri tidak kurang dari 6%, kandungan kurkominoid tidak kurang dari 17,2%.
Tumbuh baik pada jenis tanah latosal, andosal, pedsolik dan segosol. Tanah bebas dari
penyakit kayu bakteri, ketinggian tempat 100 – 1500 m dpl. Dengan curah hujan 1500-
4000 mm/th (Rahardjo dan Rostiana, 2005)
Pemerian rimpang temulawak yaitu : organoleptik, bau aromatik, rasa tajam, dan pahit,
mikroskopik, keping tipis, bentuk bundar/jorong, keras , rapuh, garis tengah tebal 56 cm.
Pengamatan secara mikroskopik rimpang temulawak dilakukan setelah simplisia serbuk
yang kemudian diamati fragmen-fragmen pengenalnya menggunakan mikroskop.
Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk
dibuat jamu godog. Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah pati sebesar 29-
30%, kurkuminoid 1-2%, dan minyak atsirinya antara 6- 10%. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan menyatakan bahwa di dalam temulawak mengandung senyawa-senyawa
kurkuminoid, senyawa-senyawa tersebut diketahui mempunyai potensi sebagai
antioksidan, antiinflamasi, anti kanker, antimutagen, obat sakit perut, diabetes,
aterosklerosis, hipokolesterolemik dan untuk penyembuhan penyakit hepatitis (Rohaeti
dkk., 2015), anti-acne dan sebagai agen pemutih (Muddathir & Batubara, 2016),
Dari hasil yang kita lihat di atas, untuk parameter uji susut pengeringan mendapatkan
hasil 15,65% dari syarat kadarnya adalah <13%. Kemudian untuk parameter uji kadar abu
total dengan syarat kadar <4,8% dan mendapatkan hasil sebesar 5,85%. Selanjutnya
untuk parameter uji kadar abu tidak larut dengan asam syarat uji kadarny adalah <0,7%
dan mendapatkan hasil 1,53%. Dapat dilihat bahwa hasil dari ke3 pengujian simplisia dan
ekstrak rimpang temulawak adalah tidak memenuhi, dikarenakan tidak mencapai syarat
uji kadar yang maksimal atau yang telah di tentukan. Kemudian perlu diperhatikan bahwa
dalam melakukan cara kerja atau prosedur kerja harus berhati-hati, karena akan
mempengaruhi hasil dan kinerja dalam mengidentifikasi simplisia ekstrak temulawak.
7. KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat diketahui bahwa untuk simplisia rimpang temulawak
memberikan hasil yang tidak memenuhi untuk ke3 uji yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Bogor (II) : Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Amerika
Anonim, 2019. Materia Medika Indonesia, Jilid III, hal XI. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta
Anonim, 2015. Cara Pembuatan Simplisia. Hal 54. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Muddathir, A.M. & Batubara, I.. 2016. Flower bracts of temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza) for skin care: Anti-acne and whitening agents. Procedia Chemistry. 14(
2015), 216-224.
Park, J.H., Mohamed, M.A.A., Jung, Y.J., Shrestha, S., Lee, T.H., Lee, C.H., Han, D.,
Kim,
J. & Baek, N.I. 2015. Germacrane sesquiterpenes isolated from the rhizome of
Curcuma
xanthorrhiza Roxb. Inhibit UVBinduced upregulation of MMP-1,-2, and-3 expression
in human keratinocytes. Archives of Pharmacal Research. 38(10), 1752-1760.