Kromatografi Lapis Tipis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. Pengertian Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT
merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan
kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung
oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini
dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) adalah metode kromatografi paling sederhana dan banyak digunakan. Peralatan dan bahan
yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup
sederhana yaitu sebuah bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan plat (lempeng) KLT.

Pengerjaan dengan KLT pada mulanya dilakukan dengan menotolkan sampel pada salah satu
ujung fase diam (lempeng KLT) sehingga membentuk noda (Spot). Setelah kering, lempeng dicelupkan ke
dalam chamber yang telah berisi fase gerak (pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat
pelarut murni) dengan posisi noda di bawah dan sejajar di permukaan datar. Pemilihan fase diam dan
fase yang tepat memvisualisasikan campuran komponen senyawa kimia pada sampel bermigrasi sesuai
pergerakan fasa gerak melalui fasa diam dengan kecepatan yang berbeda-beda sehingga memberikan
pemisahan yang sempurna.

Proses pergerakan (migrasi sampel) disebut dengan pengembangan kromatogram (elusi).


Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam
fase diam dan fase gerak. Berbagai mekanisme pemisahan terlibat dalam penentuan kecepatan migrasi.
Kecepatan migrasi komponen sampel tergantung pada sifat fisika kimia dari fase diam, fase gerak dan
komponen sampel. Retensi dan selektivitas kromatografi juga ditentukan oleh interaksi antara fase
diam, fase gerak dan komponen sampel yang berupa ikatan hidrogen, pasangan elektron donor atau
pasangan elektron-akseptor, ikatan ion- ion, ikatan ion-dipol, dan ikatan van der Waals.

Pengambilan sampel, pengawetan, dan pemurnian sampel adalah masalah umum untuk KLT dan
metode kromatografi lainnya. Sebagai contoh, pengembangan KLT biasanya tidak sepenuhnya
melarutkan kembali analit yang berada dalam lempeng kecuali dilakukan pemurnian sebelumnya (clean
up).

Metode clean up paling sering dilakukan pada ekstraksi selektif dan kromatografi kolom. Dalam
beberapa kasus zat/senyawa perlu dikonversi dahulu sebelum dianalisis dengan KLT. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan turunan senyawa yang lebih cocok untuk proses pemisahan, deteksi, dan / atau
kuantifikasi. KLT dapat mengatasi sampel yang terkontaminasi, seluruh kromatogram dapat dideteksi,
mempersingkat proses perlakuan sampel sehingga hemat waktu dan biaya. Kehadiran pengotor atau
partikel yang terjerap dalam sorben fase diam tidak menjadi masalah, karena lempeng hanya digunakan
sekali (habis pakai). Deteksi senyawa menjadi mudah ketika senyawa secara alami dapat berwarna atau
berberfluoresensi atau menyerap sinar UV. Namun, perlakuan penambahan pereaksi penampak noda
dengan penyemprotan atau pencelupan terkadang diperlukan untuk menghasilkan turunan senyawa
yang berwarna atau berfluoresensi. Pada umumnya senyawa aromatik terkonjugasi dan beberapa
senyawa tak jenuh dapat menyerap sinar UV.

Senyawa-senyawa ini dapat dianalisis dengan KLT dengan fase diam yang diimpregnasi indikator
fluoresensi dan deteksi dapat dilakukan hanya dengan pemeriksaan di bawah sinar UV 254 nm. Pada
KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf standar.

Nilai Rf umumnya tidak sama dari laboratorium ke laboratorium bahkan pada waktu analisis
yang berbeda dalam laboratorium yang sama, sehingga perlu dipertimbangkan penggunaan Rf relatif
yaitu nilai Rf noda senyawa dibandingan noda senyawa lain dalam lempeng yang sama. Faktor-faktor
yang menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah
aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode
persiapan sampel KLT sebelumnya.

 Fasa Diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel
antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata- rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran
fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling
sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT
adalah adsorpsi dan partisi. Beberapa fase diam yang umum digunakan disajikan pada tabel berikut.

 Fase Gerak (Eluen)


Pemilihan fase gerak umumnya berdasar pada studi pustaka dan coba-coba (trial and error). Sistem
eluen yang paling sederhana yaitu campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua
pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.

Cara memilih dan mengoptimasi fase gerak dapat dilakukan dengan beberapa panduan,
diantaranya: a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.

b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan.

c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak
akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan
pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil
benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

d. Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase
geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit
asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan
asam.

 Aplikasi (Penotolan)

Sampel Volume sampel yang ditotolkan ke lempeng KLT paling sedikit 0,5 µL dengan tujuan untuk
memperoleh roprodusibilitas. Volume sampel yang ditotolkan boleh lebih besar 2-10 µL namun harus
dilakukan secara bertahap yaitu dengan cara pengerringan antar totolan.

Teknik aplikasi sampel bisa dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

a. Cara manual Sebelum aplikasi sampel pada lempeng KLT, posisi awal penotolan diberi tanda
berupa titik dengan pensil dan akhir elusi ditandai berupa garis. Sedapat mungkin
penandaan tidak merusak sorben KLT. Alat aplikasi manual yang paling banyak digunakan
adalah pipet mikro kapiler (microcaps). Dengan cara mencelupkan pipet kapiler mikro,
larutan secara otomatis akan mengisi ruang dalam pipet mikro kapiler. Setelah terisi
tempelkan pipet pada permukaan lempeng KLT maka larutan sampel akan berpindah dari
pipet kapiler menuju sorben lempeng KLT.
Penggunaan syringe lebih dipilih dibandingkan pipet kapiler pada beberapa kondisi :

- Bila pelarut yang digunakan memiliki berat jenis tinggi, misalnya kloroform atau metilen
klorida, sehingga cairan cenderung keluar dari pipet kapiler ketika pipet kapiler dalam posisi
vertikal.

- Bila pelarut yang digunakan sangat mudah menguap (titik didih 40-60 ° C) misalnya nheksana,
petroleum eter atau dietil eter. Gaya kapiler tidak dapat mengisi ruang pipet kapiler secara
reprodusibel.

- Bila sampel mengandung surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan pipet kapiler
sehingga pengisian ruang dalam pipet kapiler tidak reprodusibel

- Bila sampel berupa cairan kental yang sulit mengalir dalam pipet kapiler. Pengeluaran larutan
dari pipet kapiler juga tidak bisa sempurna karena masih ada larutan yang menempel pada
dinding dalam pipet kapiler sehingga volume sampel yang dikeluarkan juga tidak reprodusibel.

- Bila pelarut yang digunakan sulit menguap (titik didih ≥ 100oC) misalnya air. Pengeluaran
larutan dari pipet kapiler juga tidak bisa sempurna karena masih ada larutan yang menempel
pada dinding dalam pipet kapiler sehingga volume sampel yang dikeluarkan juga tidak
reprodusibel.

b. Cara semiotomatis Cara semiotomatis dapat dilakukan pada sampel dengan ditotolkan pada
lapisan permukaan lempeng tepat sesuai dengan yang diinginkan, menggunakan dosis kecil dan
tidak merusak lapisan lempeng. Sebagai contoh alat untuk aplikasi penotolan dengan volume
yang konstan pada KLT adalah Nanomat 4 dengan pemegang kapiler. Dengan alat Nanomat,
ukuran noda yang dihasilkan pada lempeng KLT adalah sama. Pada pemegang kapiler (cappilary
holder) yang berperan adalah magnet permanen.

Cara menotolkan sampel yaitu kepala aplikator ditekan, pipet akan menyentuh lapisan
lempeng pada tekanan konstan kemudian pipet dibuang (sekali pakai). Volume bisa sampai 50-
230 nl untuk KLTKT. Ketinggian ujung jarum suntik pada Nanomat disesuaikan sedemikian rupa
sehingga tidak menyentuh lempeng KLT. Untuk aplikasi lempeng KLTKT, digunakan nano-pipet
(100 atau 200 nl). Pipet ini lebih akurat, namun, sorben rentan terhadap kerusakan. Peralatan
semi/otomatis yang lain yaitu Linomat (camag) dapat digunakan untuk menerapkan larutan
sampel dalam bentuk noda atau pita. Teknik ini direkomendasikan untuk analisis kuantitatif.
Meskipun tingkat akurasi yang mungkin dengan aplikasi manual (± 1- 2% standar deviasi relatif),
noda dan pita yang dihasilkan dari aplikasi teknik otomatis akan lebih baik dengan pemisahan
yang terukur. Alat tersebut dapat menotolkan sampel menggunakan syringe dengan kecepatan
yang konstan dan teknik spray.

Cara otomatis Untuk sistem yang sepenuhnya otomatis, mempunyai program yang dapat
menyimpan kondisi elusi dalam komputer. Aplikasi noda dan pita dapat diprogram, dengan
nomor aplikasi dan posisi ukuran yang detail. Noda dapat diaplikasikan baik dengan teknik ini
atau dengan cara kontak langsung. Sampel disiapkan dalam vial dengan septum segel. Menurut
program pra-set, lengan mesin ATS akan bergerak dari vial larutan sampel ke dalam syringe dan
ditransfer pada lempeng KLT, kemudian kromatografi akan melakukan pemisahan dan
menghasilkan noda. Pada aplikasi larutan sampel, lengan mesin ATS akan bergerak ke syringe
dan menuju vial dan dicuci menggunakan pelarut yang sesuai. Setelah itu syringe dibilas untuk
aplikasi berikutnya. Beberapa software memungkinkan digunakan untuk memvalidasi
instrument. Volume dosis dapat divalidasi menggunakan standard.

 Deteksi Noda Deteksi lempeng KLT dapat dilakukan secara langsung maupun dengan instrumen.
Untuk noda yang berwarna deteksi noda dapat dilakukan dengan visualisasi langsung pada lempeng
KLT dengan menggunakan cahaya matahari, atau dapat dibantu dengan menggunakan lampu UV
yang memberikan pencahayaan pada panjang gelombang tertentu. Untuk noda yang tidak berwarna
beberapa jenis visualisasi dari zona kromatografi diperlukan untuk mengdeteksi noda hasil
kromatografi.
Sebagian besar senyawa akan menyerap sinar UV atau sinar tampak atau fluoresensi tetapi
beberapa senyawa membutuhkan visualisasi yang sesuai untuk mengamati noda hasil kromatografi.
Visualisasi dapat dilakukan dengan cara penyemprotan atau pencelupan ke dalam pereaksi
penampak noda. Karena sorben yang digunakan pada lempeng KLT umumnya bersifat inert maka
reaksi kimia dapat dilakukan di atas lempeng tanpa terpengaruh lapisan sorben.
Berbagai macam pereaksi kimia telah digunakan untuk mendeteksi zona kromatografi dengan
penampakan hasil yang baik. Beberapa pereaksi yang disebut sebagai pereaksi universal digunakan
untuk memvisualisasikan berbagai senyawa yang berbeda struktur molekulnya.
Termasuk dalam kelompok pereaksi ini adalah pelarut asam dan uap amonia, fluorescein,
diklorofluoresein, dan yodium. Adapun beberapa pereaksi dapat digunakan dalam teknik destruktif
(destructive techniques). Teknik ini menyebabkan kerusakan pada senyawa yang akan meninggalkan
noda yang tampak pada lapisan kromatografi. Sebaliknya ada teknik non destruktif (nondestructive
tekniques) yang memungkinkan deteksi senyawa dalam zona kromatografi tanpa merubah sorben
lempeng atau zona kimianya. Termasuk dalam teknik non destruktif adalah sinar tampak dan UV,
dan kadang-kadang dengan penggunaan yodium atau amonia uap.
Dua pereaksi terakhir dalam banyak kasus “reaksi” dimasukkan dalam reaksi reversibel. Pereaksi
lainnya yang merupakan kelompok gugus spesifik dan dapat digunakan untuk mendeteksi gugus
senyawa, seperti alkohol, aldehid, keton, ester, atau asam. Pereaksi ini disebut kelompok pereaksi
gugus spesifik.
 Nilai Rf Perhitungan
Rf= Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang
menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standar.
Senyawa standart biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa yang dipisahkan
pada kromatogram.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang
juga mempengaruhi harga Rf yaitu :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
3. tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
4. Pelarut (dan derajat kemurnianya) fase bergerak.
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan.
6. teknik percobaan.
7. jumlah cuplikan yang digunakan.
8. Suhu.
9. Kesetimbangan.

Anda mungkin juga menyukai