BAB II Revisi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB II

KEDAAN UMUM DAN GEOLOGI KEADAAN ENDAPAN

2.1 Lokasi dan Luas Wilayah IUP

Secara administratif, lokasi wilayah Izin Usaha Pertambangan dengan


bahan galian batubara terletak di Desa Pendasiron, Kecamatan Laung Tuhup,
Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Kecamaatan Laung Tuhup
menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Murung Raya memiliki luas wilayah
1611 km2. Sedangkan, Kabupaten Murung Raya adalah salah satu kabupaten
pemekaran di Provinsi Kalimantan Tengah dengan total luas wilayah sebesar ±
2.370.000 Ha. Letak Kabupaten Murung Raya secara astronomis terletak di daerah
Khatulistiwa, pada posisi 00º47’25,24” Lintang Utara, 00º51’51,87” Lintang
Selatan, 113º12’40,98” Bujur Timur, dan 115º08’6,52” Bujur Timur adapun batas
– batas Kecamatan Murung Raya Meliputi :

- Utara : Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten


Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.
- Selatan : Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Kapuas, dan Kabupaten
Gunung Mas
- Timur : Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur
- Barat : Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Kapuas Hullu Provinsi
Kalimantan Tengah
Tabel 2.1 Koordinat IUP Batubara

No. X Y
1 254416.5 9974929
2 254416.5 9976750
3 249158.5 9976750
4 249158.5 9973265
5 252835.4 9973265
6 252835.4 9970976
7 255125.1 9970976
8 255125.1 9974929
Gambar 2.1 Peta Lokasi IUP PT. Coal Mining Borneo

2.2 Kesampaian Daerah dan Sarana Perhubungan Setempat

Desa Penda Siron berjarak sekitar 422 km atau ditempuh selama 11 jam 50
menit dari pusat kota Palangkaraya menggunakan transportasi mobil. Dari kota
Palangkaraya melewati sungai Kahayan melalui Jembatan Kahayan dan dilanjutkan
ke Jl. Mahir Mahar atau Jl. Merdeka Mahir panjang jalur sekitar 1,1 km lalu,
dilanjutkan Jl. Palangka Raya-Kuala Kurun ke Jl. Nasional Kuala Kurun – Sei Hanyo
di kabupaten Kuala Kurun kurang lebih menempuh Jarak 162 km atau memerlukan
waktu setidaknya 3 jam 40 menit lalu dari Jl. Sei Hanyo dilanjutjan ke Jl. Lintas
Kalimantan Poros Tengah yang memelukan estimasi waktu sekitar 4 jam 25 menit atau
jarak 140 km dari Jl. Sei Hanyo ke Jl. Lintas Kalimantan Poros Tengah di Kabupaten
Murung raya. Lalu akan memasuki daerah Muara Laung II dari Muara Laung II ke
lokasi Penelitian masih membutuhkan waktu 3 jam dan jarak sekitar 120 km. Daerah
penelitian merupakan daerah plosok namun, sepanjang jalan keaadaan jalan sudah
beraspal hanya saja beberapa daerah saja jalan yang masih tanah dan belum diaspal.
Sumber : Arcgis 10.8 (2021)

Gambar 2.3 Peta Kesampaian Daerah

2.3 Keadaan Lingkungan Daerah

2.2.1 Penduduk

Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Murung Raya Jumlah


Penduduk pada Desa Penda Siron Kecamatan Laung Tuhup berkisaran 369
Penduduk dengan masing – masing 182 penduduk pria dan 187 penduduk wanita.
Sedangkan, untuk keseluruhan jumlah penduduk dari Kecamatan Laung Tuhup
berjumlah 21.427 dimana 11.003 untuk penduduk laki – laki dan 10.424 untuk
jumlah penduduk perempuan. Luas dari Kecamatan Laung Tuhup adalah 1.611
km2 dan luas wilayah Desa Penda Siron 233,74 km2.

2.2.2 Sosial

Jumlah fasilitas sekolah di Kecamatan Laung Tuhup di masing – masing


tingkat pada tahun 2019 terdiri dari 30 Sekolah Dasar (SD) dengan rasio murid
terhadap guru adalah 11, 13 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan rasio murid
terhadap guru 13, dan 7 Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan rasio murid
terhadap guru 16. Sedangkan jumlah fasilitas sekolah agama di Kecamatan.
Rata-rata rasio murid terhadap guru dari pendidikan SD sampai SMA/SMK
di Kecamatan Laung Tuhup di tahun 2019 adalah 1:12, dimana masing-masing
jumlah murid sebanyak 5.372 orang dan jumlah guru sebanyak 455 orang. Angka
rasio 1:12 ini masih dapat dikatakan cukup baik untuk daerah perdesaan di
Kecamatan Laung Tuhup, yang mana berarti 1 orang guru dapat membimbing 12
orang murid. Sarana kesehatan di Kecamatan Laung Tuhup Tahun 2019 terdiri dari
2 puskesmas rawat inap, 3 puskesmas tanpa rawat inap, 3 apotek, dan 22 puskesmas
pembantu.

2.2.3 Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi pada Kecamatan Laung Tuhup terbagi menjadi


beberapa sektor diantaranya sektor pertanian dan perkebunan, sektor
transportasi/angkutan umum, dan sektor fasilitas dan pelayanan. Hasil perekebunan
Kecamatan Laung Tuhup pada tahun 2019 menurut BPS Kabupaten Murung Raya
sebanyak 102.000 ton kelapa sawit dengan luas lahan 62 ha. Selain kelapa sawit,
terdapat produksi kelapa sebanyak 3.815 ribu ton, dann sebanyak 6.000 ton di lahan
seluas 28,5 ha. Sedangkan, untuk akomodasi lainya Di tahun 2019, Kecamatan
Laung Tuhup memiliki 3 motel, 1 kelompok pertokoan, 2 pasar dengan bangunan
permanen, 5 pasar dengan bangunan semi permanen, 1 pasar tanpa bangunan, 89
toko kelontong, dan 132 warung/kedai makanan. Disamping itu Kecamatan Laung
Tuhup juga memiliki sarana penunjang ekonomi yaitu anjungan tunai mandiri
(ATM), bengkel mobil/motor, salon kecantikan, agen tiket/travel/biro perjalanan,
dan agen bank.

2.2.4 Keadaan Flora dan Fauna Endemik

Lokasi penyelidikan yang berlokasi di Penda Siron ,Kecamatan Laung


Tuhup, Kabupaten Murung raya, Kalimantan Tengah memiliki jenis flora dan
fauna yang sama dengan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara. Karena
provinsi Kalimantan Timur yang berdekatan dengan Provinsi Kalimantan Tengah
dan Kalimantan Utara. Terdapat beberapa flora dan fauna khas Provinsi
Kalimantan Tengah yaitu Mangga Masturi dan Monyet Bekantan. Berikut flora
dan fauna yang dapat ditemui di lokasi penelitian:

Tabel 2.2 Keberagaman Flora dan Fauna Endemik Daerah Penelitian

No Jenis Nama Gambar

Orangutan
1 (Pongo pygmaeus)

Beruang Madu
2
(Helarctos malayanus)
Fauna
(Langka)

Rusa Sambar
3
(Cervus unicolor)

Bekantan
4
(Nasalis larvatus)
1 Anggrek Hitam
(Coelogyne pandurata)

Flora
(Langka)

Kantong Semar
2 (Nepenthes)

3 Mangga Masturi
(Mangifera casturi)

Flora
(Langka)

Meranti
4 (Shorea)

Sumber: www.thecolourofindonesia.com

2.4. Geologi Regional

Daerah penelitian yang berada di Daerah Murung Raya, Kalimantan


Tengah secara fisiografis berada pada bagian barat Cekungan Kutai bagian
atas. Cekungan Kutai dihasilkan oleh proses pemekaran (rift basin) yang
terjadi pada Eosen Tengah yang melibatkan pemekaran selat Makasar
bagian Utara dan Laut Sulawesi (Moss dan Chambers, 1999). Selama
Kapur Tengah sampai Eosen awal, pulau Kalimantan merupakan tempat
terjadinya kolisi dengan mikrokontinen, busur kepulauan, penjebakan
lempeng samudera dan intrusi granit, membentuk batuan dasar yang
menjadi dasar dari Cekungan Kutai. Sedimentasi di Cekungan Kutai dapat
dibagi menjadi dua yaitu, sedimen Paleogen yang secara umum bersifat
transgresif dan fase sedimentasi Neogen yang secara umum bersifat
regresif.

Moss dan Chambers (1999), mengemukakan bahwa Cekungan Kutai


dapat dibagi dalam dua bagian atau sub Cekungan, yaitu Cekungan Kutai
Atas dan Cekungan Kutai Bawah. Cekungan Kutai bagian atas terdapat di
bagian barat laut yang merupakan area yang terangkat karena proses
tektonik pada Miosen bawah, sedangkan Cekungan Kutai bagian bawah
terdapat di bagian timur dan lebih banyak dikenali pada endapan
Neogennya daripada endapan-endapan regangan selama Paleogen yang
merupakan deposenter di Cekungan Kutai bagian atas. Regangan-
regangan yang terbentuk selama Paleogen tersebut telah mengalami
inversi dan tererosi selama Neogen.

Supriatna, dkk (1995) mengemukakan bahwa kegiatan tektonik di


daerah ini dimulai sejak Mesozoikum dengan munculnya batuan granit,
granodiorit, diorit dan gabro dalam kompleks busang yang kemudian
diikuti oleh munculnya batuan Gunungapi Kasale dan pengendapan
Kelompok Selangkai pada Kapur Akhir. Pada Kapur Awal dan Kapur
Tengah, terjadi kegiatan Gunungapi yang menghasilkan batuan
Gunungapi Nyaan. Pada Kala Eosen Akhir, di Cekungan Barito dan
Hulu Mahakam, terbentuk Formasi Haloq dan Batu Kelau yang tak
terpisahkan, Formasi Batu Ayau dan Tanjung. Formasi ini ditutupi
secara selaras oleh Formasi Ujohbilang sejak Oligosen dan waktu yang
sama juga terbentuk Formasi Tuyu di Cekungan Kutai. Pada Kala
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal, terbentuk Formasi Berai, Formasi
Montalat, Formasi Jangkan, Formasi Karamuan, Formasi Puruk cahu
yang diikuti oleh kegiatan Gunungapi Malasan, yang semuanya
menindih secara tidak selaras Formasi Ujohbilang. Pada Kala yang sama
terjadi terobosan Sintang. Formasi yang menjadi formasi pembawa
batubara yang diteliti ini memiliki litologi penyusunnya terdiri dari
batupasir, batulumpur, batulanau, umumnya karbonan, setempat
sisipan batubara dan lignit. Formasi ini berumur Eosen Akhir dan
diendapkan pada lingkungan laut terbuka-dangkal.

Mengacu ke Peta Geologi Lembar Muaratewe (Supriatna drr., 2009),


satuan batuan tertua pada daerah penelitian yakni Formasi Tanjung (Tet) yang
menjemari dengan Batupasir Haloq (Teh), berumur Eosen Akhir. Pada Oligosen
Akhir – Miosen Awal diendapkan Formasi Karamuan (Tomk), Batuan
Gunungapi Malasan (Tom), dan Anggota Batugamping Penuut (Toml) yang
menjemari dengan Formasi Purukcahu (Tomc), serta terbentuk Intrusi Sintang
(Toms). Formasi termuda pada daerah ini adalah Formasi Warukin (Tmw) yang
berumur Miosen Tengah. Secara stratigrafi, daerah penelitian termasuk ke dalam
Formasi Purukcahu, Cekungan Barito.

Formasi Batu Ayau di daerah penelitian secara dominan tersusun atas


litotipe bright coal dan banded bright coal. Batubara pada daerah penelitian
diinterpretasikan terbentuk pada paleomire telmatic west forest swamp dimana
terjadi perubahan muka air selama perkembangan gambut tersebut. Hal ini
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi maseral yang menyebabkan
terjadinya perubahann litotipe secara megaskopis. Batubara Formasi Batu Ayau
di daerah ini memiliki nilai abu rendah yaitu 5 – 7%, nilai sulfur 0,7%, volatile
matter 26,5% dengan nilai CSN (Crucible Swelling Number) maksimal yaitu 9
dan tingkat fluiditas 450 ddmp serta kandungan vitrinit sebesar 90% dan Romax
1,2% dengan nilai kalori (adb) 8.300 cal/gr (Borneo Lumbung Energi, 2013).
Tenggara dkk (2019, in Press) menyatakan bahwa batubara Formasi Batu Ayau
memiliki karakteristik (basis adb, rata – rata) inherent moiature 0,95% volatile
matter 27,36%, fixed carbon 69,53% dan 2,08% kandungan abu.
2.4.1 Topografi dan Geomorfologi

Keadaan topografi dapat menggambarkan keadaan suatu wilayah dalam


suatu DAS. Kondisi topografi sangat berpengaruh terhadap terjadinya erosi dan
sedimentasi, keduanya dianggap merupakan indikator kerusakan yang terjadi
pada suatu DAS. Pada daerah dengan topografi berbukit atau bergunung
umumnya termasuk pada kelerengan yang curam dan biasanya potensi kerusakan
lahan sangat nyata, besarnya kecepatan aliran permukaan tanah (surface run-off)
menyebabkan tingginya pengikisan permukaan tanah dan rendahnya kesempatan
aliran air untuk masuk kedalam tanah (infiltrasi). Dengan demikian karakteristik
topografi suatu wilayah berkaitan erat dengan keadaan kelerengannya.
Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng
yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit
yang mempunyai potensi yang besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit.
Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi yang terjadi, dimana
lereng bagian bawah lebih mudah tererosi dibandingkan lereng bagian atas,
karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air larian lebih
terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah

Sumber : Arcgis 10.8 (2021)

Gambar 3.2 Peta Topografi Murung Raya


Secara keseluruhan, morfologi daerah telitian disusun oleh satuan-satuan
morfologi perbukitan bergelombang sedang - kuat, morfologi perbukitan
bergelombang lemah - sedang, morfologi perbukitan

kerucut dan morfologi dataran alluvial.

2.4.2 Litologi

Berdasarkan ciri-ciri litologi di lapangan serta hubungan dan posisi


stratigrafi secara regional, maka satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian
dapat dikelompokan menjadi tiga satuan dengan urutan dari tua ke muda, yaitu:

1. Formasi Dahor terbentuk dengan diawali gerakan tektonik yang


menyebabkan batuan tua PraTersier dan Tersier terangkat membentuk
tinggian Meratus. Sejalan dengan pelipatan dan pensesaran batuan tua
tersebut kemudian diikuti pengendapan batuan Formasi Dahor. Formasi
Dahor diperkiran berumur Plio-Plistosen diendapkan dalam lingkungan
paralis. Batuan Formasi Dahor terdiri atas batupasir kuarsa yang lunak,
konglomerat, batulempung, dan sisipan lignit, kaolin dan limonit.

2. Formasi Warukin terjadi pada awal susut laut (regresi) Tersier. Formasi
Warukin terdiri atas perselingan batupasir kuarsa, batulempung, serpih, dan
batugamping. Pada batupasir dan batulempung karbonatan sering dijumpai
konkresi besi. Lapisan batubara tebal > 25 meter, hitam-abuabu, getas,
kurang padu terdapat pada Formasi Warukin. Tebal batuan Formasi Warukin
antara 250 meter dan 750 meter. Fosil yang ditemukan pada adalah
Miogypsina sp., Cycloclypeus sp., dan lepidocyclina cf. Sumatrensis,
diperkirakan berumur Miosen Tengah - Miosen Akhir. Lingkungan
pengendapan laut dangkal (litoral) hingga paralis.

3. Formasi Berai terdiri atas lapisan tebal batugamping, masif, berwarna abu-
abu terang, terdapat moluska dan koral. Sebaran Formasi Berai ini menerus
ke arah selatan pada Anak Cekungan Asam – Asam di Kalimantan Selatan.
4. Formasi Montalat (Tomm) terdiri dari batupasir kuarsa putih dengan struktur
silang siur, sebagian gampingan, bersisipan batulanau/serpih, dan batubara
yang menjemari dengan Formasi Berai.

5. Formasi Tanjung diendapkan selama tahap awal genang laut Tersier.


Berdasarkan kandungan foraminifera Nummulites javanus (Verbeek) dan
Heterostegina sp, serta foram kecil dari keluarga Milliolidae, maka Formasi
Tanjung ini diendapakan pada lingkungan paralas-neritik berumur Eosen.
Batuan dari Formasi Tanjung terdiri atas batupasir kuarsa berbutir halus.

Gambar 2. Stratigrafi regional cekungan barito (Modifikasi dari Nila dkk, 1995;
Sumartadipura dan Margono, 1996).

Satuan batuan dasar batuan malihan satuan ini tersingkap baik di daerah
danau asarehe dengan keadaan segar sampai lapuk. Satuan ini terdiri dari batuan
malihan berupa filit dan kuarsit. Pada satuan batuan ini, ditemukan beberapa
struktur sekunder seperti shear fracture, vein, dan breksiasi. Sayatan batuan Filit
menujukan foliasi berjenis phylitic dengan tekstur homoblastik, bentuk mineral
lepidoblastik yang berukuran mikrokristalin dengan komposisi mineral mika
(88%), kuarsa (10%) dan mineral opak (2%) yang mengisi rekahan. Litologi kuarsit
berdasarkan pengamatan di lapangan memiliki ciri berwarna abu-abu terang hingga
abu-abu kecoklatan, kompak, struktur non-foliasi berupa granulose, ukuran kristal
kasar, komposisi mineral dominan berupa kuarsa. Sayatan petrografi kuarsit
memperlihatkan tekstur porfiroblastik (porfiroblastik kuarsa berukuran 0,1 mm
hingga 0,5 mm berbentuk hipidioblastik granular dalam masadasar kuarsa
berukuran 0,01 mm hingga 0,05 mm), terdiri dari mineral kuarsa, serisit, dan
mineral opak. Hubungan antar butir saling mengunci (interlocking) .

3.4.2.1 Breksi

Satuan Breksi terdiri atas breksi berwarna cokelat karat hingga cokelat
kemerahan fragmen berukuran kerikil sampai bongkah, menyudut sampai
menyudut tanggung yang terpilah sangat buruk hingga buruk, matriks berukuran
pasir halus sampai sedang, komponen utama terdiri dari andesit berwarna merah
abu-abu. Breksi ini sulit diidentifikasi karena teroksidasi dan pelapukan yang
intensif. Sayatan petrografi fragmen breksi memperlihatkan tekstur hipokristalin,
porfiritik, panidiomorfik sampai hipidiomorfik granular, berukuran 0,2 mm
hingga 4 mm, subhedral sampai anhedral, tersusun oleh fenokris (70%) berupa
plagioklas, biotit, hornblenda, kuarsa, dan mineral opak, masadasar (30%) berupa
plagioklas, mineral opak, dan mineral lempung, serta terdapat serisit sebagai
mineral sekunder. Mengacu pada Peta Geologi Lembar Tewah (Sumartadipura
dan Margono, 1996), satuan ini kemungkinan merupakan bagian dari Batuan
Gunungapi Kompleks Matan yang berumur Trias (van Emmichoven, 1939 dalam
Sumartadipura dan Margono, 1996).

2.4.2.2 Granit

Satuan ini tersingkap baik di daerah Sungai Terusan Kecil, daerah


Tanjung, dengan keadaan agak lapuk sampai lapuk.Granit berwarna putih, tidak
kompak, agak lapuk sampai lapuk. Sayatan Granit menunjukkan tekstur fanerik,
panidiomorfik sampai hipidiomorfik, terdiri dari mineral primer (89%) berupa
plagioklas (38%) dominan kembaran albit, komposisi plagioklas andesin (An30
sampai An50), hornblenda (19%), biotit (32%). Mineral sekunder (11%) berupa
serisit, dan mineral opak (Gambar 8). Dari ploting diagram IUGS ditentukan
penamaan batuan berupa Granit (Streckeisen, 1974). Granit ini disetarakan
dengan Tonalit Sepauk (Kls) yang terdiri dari batuan Diorit, Tonalit, Granodiorit
sampai Monzonit, yang berumur kapur (76 ± 8,7 juta tahun, Wikarno, 1976).

2.4.2.3. Lava Andesite

Satuan ini tersingkap baik di daerah bukit perkebunan dekat Sungai


Pemasi, berupa tubuh batuan beku berupa lava andesit berwarna abu-abu
kemerahan, terdiri dari mineral plagioklas berwarna abu-abu dan biotit berwarna
gelap. serta masadasar berwarna merah keunguan. Sayatan petrografi andesit
menunjukkan tekstur hipokristalin, porfiritik, panidiomorfik hingga
hipidiomorfik granular, berukuran 0,15 mm sampai 2 mm, subhedral sampai
anhedral, tersusun oleh fenokris (65%) berupa plagioklas, biotit, hornblenda,
piroksen, dan mineral opak, masadasar (35%) berupa plagioklas, mineral opak,
dan mineral lempung, serta terdapat serisit sebagai mineral sekunder atau mineral
ubahan. Berdasarkan pada peta Geologi Lembar Tewah (Sumartadipura dan
Margono, 1996), maka satuan ini kemungkinan merupakan bagian dari Batuan
Gunungapi Kompleks Matan yang berumur Trias (Sumartadipura dan Margono,
1996).

2.4.2.4. Batupasir-Batulempung

Satuan batuan ini terdiri dari batupasir, batulempung dan batubara.


Kondisi singkapan umumnya agak segar hingga lapuk, ketebalan lebih kurang
100 meter (data pemboran). Secaramegaskopis batupasir berukuran pasir halus
sampai sedang, bentuk butir membundar tanggung sampai membundar, kemas
terbuka, porositas baik, struktur sedimen graded bedding, parallel lamination,
cross lamination, mengandung glaukonit, komposisi utama terdiri dari mineral
kuarsa, matriks berukuran lempung dan semen berupa silika. Secara petrografi
memperlihatkan tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, butiran (30%)
terdiri dari kuarsa dan mineral opak berukuran (0,05 hingga 0,5 mm), berbentuk
menyudut sampai agak membundar, matriks (40%) berukuran lempung, semen
(5%) berupa silika, porositas (25%) berupa intergranular dan rongga perlapisan.
Batulempung berwarna putih kecoklatan sampai abu-abu gelap, di beberapa
lokasi ditemukan dengan ciri karbonan atau limonitan. Batulempung juga banyak
ditemukan sebagai sisipan diantara lapisan batubara. Dari pengamatan petrografi
menunjukkan tekstur klastik, pemilahan baik, kemas tertutup, butiran (7%) terdiri
atas kuarsa dan mineral opak, ukuran lanau (0,005 mm sampai 0,05 mm), matriks
(89%) berukuran lempung, semen silika (3%), dan porositas (1 %) berupa
interganular. Satuan ini disetarakan dengan Formasi Dahor yang tersusun atas
perselingan batupasir, batulempung, dan batubara (Kusnama, 2008) dengan
lingkungan pengendapan fluviatil - Transisi (Hadiyanto dan Ibrahim, 1993;
Heryanto, 2013).

2.1.3 Struktur Geologi

Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat


kerja kekuatan tektonik,sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi
disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk
deformasi tektonik Berdasarkan peta sebaran batuan dan sesar regional di Pulau
Kalimantan (Wang et,al., 2016) lokasi penelitian tertetak cekungan sedimen
berumur Oligosen .Sesar regional yang terdekat adalah Sesar Mengiri Adang
yang berarah barat laut – tenggara (U 285°T - U 105°T) dan Sesar Longaran –
Witti – Kinaya yang berarah timur laut – barat daya (U 25°T- U 205°T).

2.5 Geologi Lokal

Kondisi geologi lokal merupakan salah satu parameter yang


mempengaruhi tingkat kerusakan akibat gempabumi. Kabupaten Murung Raya
terletak di wilayah paling utara dengan potensi sumber daya alam terbesar dari
tiga belas kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Luasnya mencapai 23.700
Km2, memiliki sejumlah kandungan sumber daya alam yang berlimpah. Ibukota
kabupaten ini adalah Puruk Cahu. Kondisi geologi Kabupaten Murung Raya
sendiri dibentuk oleh empat macam batuan, yaitu batuan beku, batuan vulkanik,
batuan sedimen dan batuan malihan. Selain itu wilayah kabupaten ini juga
memiliki batuan berusia tua Permo-Trias, yang berada di wilayah kompleks
Busang, merupakan batuan yang berusia paling uzur. Sementara di wilayah lain
seperti Puruk Cahu, Gunung Api Matualang, dan lainnya berumur Oligosen,
Oligo-miosen, mio-quarter dan alluvial. Potensi bahan galian yang berada di
Kabupaten Murung Raya terdiri dari batu giok, andesit, batu besi, emas, batu
bara, batu permata, pasir zirkon, batu kapur, perak dan platina. Sejumlah potensi
bahan galian tersebut masih terus diteliti oleh dinas pertambangan setempat.
Lokasi Murung Raya yang berada di daerah yang belum terbuka, menyulitkan
penelitian yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan
setempat, termasuk pelaku usaha swasta.

2.5.1 Topografi Dan Geomorfologi

Lokasi penambangan batubara terletak di Kecamatan Laung Tuhup,


Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Secara astronomis
terletak pada 113˚20’-115 ˚55’ BT dan 0 ˚53’48 LS-0 ˚46’06’’LU. Geomorfologi
daerah telitian dibagi menjadi dua satuan bentukan asal yang terbagi lagi menjadi
lima subsatuan bentuk lahan yaitu Satuan bentuklahan jalan hauling (A1), Satuan
bentuklahan sump (A2), Satuan bentuklahan bukit disposal (A3), Satuan
bentuklahan pit (A4), Satuan bentuklahan instrusi (V1). Satuan batuan di daerah
penelitian dibagi menjadi 3 satuan, secara berurut dari tua ke muda dibagi
menjadi Satuan batulempung Batuayau, Satuan batupasir Batuayau, Instrusi
Vulkanik. Hasil yang didapatkan setelah melakukan analisis maseral batubara
untuk menentukan lingkungan pengendapan didapatkan hasil, seam 4 dan 3 yaitu
wet forest swamp atau bagian middle delta plain dan semakin ke seam 2 dan 1
yaitu coal deposite in upper delta plaint. Pola sebaran dan kemenerusan lapisan
batubara dilkasi penelitian, dan regional dikendalikan oleh sedimentasi dan
tektonik.
2.5.2 Litologi

Supriatna, dkk (1995) mengemukakan bahwa kegiatan tektonik di daerah


ini dimulai sejak Mesozoikum dengan munculnya batuan granit, granodiorit,
diorit dan gabro dalam kompleks busang yang kemudian diikuti oleh munculnya
batuan gunungapi Kasale dan pengendapan Kelompok Selangkai pada Kapur
Akhir. Pada Kapur Awal dan Kapur Tengah, terjadi kegiatan gunungapi yang
menghasilkan batuan gunungapi Nyaan. Pada Kala Eosen Akhir, di Cekungan
Barito dan Hulu Mahakam, terbentuk Formasi Haloq dan Batu Kelau yang tak
terpisahkan, Formasi Batu Ayau dan Tanjung. Formasi ini ditutupi secara selaras
oleh Formasi Ujohbilang sejak Oligosen dan waktu yang sama juga terbentuk
Formasi Tuyu di Cekungan Kutai. Pada Kala Oligosen Akhir hingga Miosen
Awal, terbentuk Formasi Berai, Formasi Montalat, Formasi Jangkan, Formasi
Karamuan, Formasi Puruk cahu yang diikuti oleh kegiatan Gunungapi Malasan,
yang semuanya menindih secara tidak selaras Formasi Ujohbilang. Pada Kala
yang sama terjadi terobosan Sintang. Formasi yang menjadi formasi pembawa
batubara yang diteliti ini memiliki litologi penyusunnya terdiri dari batupasir,
batulumpur, batulanau, umumnya karbonan, setempat sisipan batubara dan lignit.

2.5.3 Struktur Geologi

Daerah penelitian secara administratif terletak di wilayah Takalot dan


sekitarnya, Kecamatan Uut Murung, Kabupaten Murung Raya, Provinsi
Kalimantan Tengah. Terletak pada koordinat 205333 mE –207291 mE dan
10006417mN – 10011583mN dengan luas daerah pemetaan yaitu 10 Km2.
Pembahasan meliputi aspek geologi, geomorfologi, dan fasies batuan metamorf.
Geomorfologi dibagi menjadi dua satuan bentuk asal, yaitu bentuk asal struktural
dengan bentuk lahan perbukitan kompleks (S1) dan perbukitan homoklin (S2),
satuan bentuk asal fluvial yaitu dataran aluvial (F1) dan tubuh sungai (F2). Pola
pengaliran yang berkembang yaitu pola aliran complex berdasarkan klasifikasi
Howard tahun 1967. Stratigrafi berturut-turut yaitu Satuan sekis Busang (Perm-
Trias) yang memiliki hubungan tidak selaras berupa Nonconformity dengan
Satuan batulempung Batuayau (P17, Eosen Akhir).

Satuan batulempung Batuayau ditutupi secara selaras oleh Satuan batupasir


Batuayau (Eosen Akhir). Kedua satuan ini terendapakan pada lingkungan
Transitional Lower Delta Plain (J. C. Horne, 1978). Di atasnya ditutupi secara
tidak selaras oleh Satuan endapan alluvial (Holosen-Resen). Terdapat struktur
geologi berupa sesar mendatar bua (Normal Left Slip Fault), dan Kekar (Shear
Joint) berdasarkan klasifikasi Rickard tahun 1972. Daerah telitian termasuk
dalam Fasies metamorf Greenschist, dengan himpunan mineral kuarsa–
muskovit–klorit-epidot-garnet sebagai mineral pencirinya. Dengan zona fasies
klorit dan garnet. Batuan metamorf daerah telitian Termasuk kedalam tipe
Barovian. Terbentuk pada suhu berkisar 400º-500º C dan tekanan berkisar 2,5-
3,9 kb ( 0,25–0,39Gpa) dengan kedalaman 6-10 km dibawah permukaan bumi.
Kata Kunci : Geomorfologi, struktur geologi, fasies metamorf, zona metamorf.

Sumber : Arcgis 10.8 (2021)

Gambar 2.3 Peta Geologi Regional


3.2.4 Bentuk dan Penyebaran Endapan

Berdasarkan Peta Geologi Wilayah Kabupaten Murung Raya sebagian


terdiri dari formasi geologi yang tergolong tua, kecuali daerah endapan aluvium
(kwater) di bagian selatan. Susunan bantuan geologinya ialah sebagai berikut :

1. Kwater, merupakan batuan aluvium/endapan dari kerikil yang


membentang di dataran rendah.

2. Miosis, merupakan batuan sedimen batu bara, batu pasir, lempung,


seringkali dengan sisipan batu gamping tipis.

3. Paelogen, mencakup semua endapan Eosen dan Oligosen, yang terdiri


dari konglomerat alas pada bagian bawah, disusul oleh batu gamping dan
napal-lempung pada bagian atas.

4. Mesozoikum, merupakan batuan facies sedimen dan gunung api, terdiri


dari batuan lelehan dan piroklastik bersusun basa dan intermediter, batu
pasir, konglomerat, sabak, kersik, serpih, lempung, dan batu gamping.

5. Batuan Dalam, terdiri dari granit dan granodirit.

3.2.5 Sifat dan Kualitas Endapan

Endapan batubara di daerah penelitian termasuk ke dalam Formasi Batu


Ayau yang merupakan bagian dari Kelompok Tanjung pada Cekungan Kutei Atas
bagian Barat. Diidentifikasi terdapat sebanyak 22 lapisan batubara dimana 4
(empat) lapisan batubara merupakan seam utama yaitu (dari bawah ke atas): seam
B (1.05m), C (1.19m), D (1.43m) dan J (1.44m). Deskripsi megaskopis lapisan
batubara: berwarna hitam yang didominasi pita terang (bright) – sangat terang
(very bright), pecah blocky – concoidal, dan abundant cleat. Berdasarkan analisa
maseral, batubara Eosen ini dapat diklasifikasikan sebagai tipe Vitrinite A.
Rank batubara di daerah penelitian adalah low – medium volatile
bituminous – semi antrasite (Rv: 1.75 – 2.0 dengan VM-daf: 13.78% – 28.14%)
dan memiliki kualitas batubara metalurgi dengan CSN 8.5. Fasies sedimen
pembawa batubara berupa perselingan fasies batupasir dengan batulanau dengan
sisipan lapisan batubara. Fasies batulanau sisipan batubara diinterpretasikan
merupakan endapan rawa yang dipengaruhi oleh aktivitas limpas banjir
sedangkan fasies batupasir merupakan tipe endapan channel dan point bar.
Kedua fasies sedimen ini diendapkan pada lingkungan fresh water atau
sistem lingkungan pengendapan fluvial dengan pola meandering dan/atau
braided system yang dipengaruhi oleh floodplain. Lingkungan pengendapan ini
terbagi menjadi empat siklus sekuen lingkungan pengendapan fluvial.
Berdasarkan analisa kualitas contoh diketahui bahwa proses coalification
batubara secara vertikal dikontrol oleh proses burial depth dan secara lateral
dikontrol oleh adanya struktur geologi yang diidentifikasi sebagai bagian akhir
dari Adang Flexure serta oleh adanya intrusi batuan beku Sintang yang tidak
tersingkap ke permukaan.

Anda mungkin juga menyukai