Modul 5 Mpbi - Mohamad Sodikin - 837522998
Modul 5 Mpbi - Mohamad Sodikin - 837522998
Modul 5 Mpbi - Mohamad Sodikin - 837522998
NIM : 837522998
MODUL 5
Kegiatan Belajar 1
A. LATAR BELAKANG
Pendekatan whole languange (PWL) tidak secara eksplisit disebut-sebut dalam kurikulum
bahasa dan sastra Indonesia.Pada awalnya,PWL lebih banyak dibahas pada tataran diskusi-
diskusi .Ini berbeda dengan “pendekatan kominaktif” atau “pendekatan kebermaknaan”yang
secara eksplisit disebut dalam kurikulum 1984 dan kurikulum –kurikulum selanjutnya .Akan
tetapi,pikiran-pikiran dalam PWL banyak diadopsi dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia .Pandangan tentang pentingnya manyatukan unsur-unsur yang selama ini
dipandang dan diperlakukan terpisah-pisah adalah pengaruh dari PWL ini.
PWL lahir secara tidak langsung reaksi atas kelemahan-kelemahan pendekatan struktural
yang memperlakukan keterampilan berbahasa dan komponen bahasa secara terpisah-
pisah.Dalam pendekatan struktural,misalnya ,guru mengajarkan tata bahasa dan keterampilan
berbahasa secara terpisah-pisah. Ia menyajikan potongan-potongan bentuk bahasa kemudian
dianalisisnya.Ketika mengajarkan frasa,ia menampilkan potongan-potongan kelompok kata
kemudian menganalisnya atas unsur diterangkan dan menerangkan ,atas inti dan artibutnya
,dan sebagainya.
B. LANDASAN TEORITIS
PWL mendapatkan dukungan dari para ahli bahasa dan ahli filsafat/psikologi.Dari ahli
bahasa,PWL mendapat dukungan dari ahli whole language ,Rigg (1991),misalnya,
berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisahkan-
pisahkan. Dari ahli filsafat/psikologi ,PWL didasarkan pada pandangan kontruvisme .Roberts
(1996) menyatakan bahwa anak atau siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran
aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) .Anak akan bersedia
belajar jika yang dipelajarinnya sesuai dengan kebutuhannya.
A. LATAR BELAKANG
Salah satu pembaharuan dalam pendidikan ,khususnya dalam pembelajaran bahasa
adalah dikenalnya konsep pembelajaran kontekstual.Pendidikan sudah seharusnya
menerapkan berbagai pandangan dalam pembelajaran kontekstual atau CTL
contextual teaching and learning .
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia
nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
,sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang
terbatas ,sedikit demi sedikit dan dari proses mengokonstruksi sendiri,sebagai bekal
untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
B. LANDASAN TEORITIS
B.LANDASAN TEORITIS
Terdapat dua teori atau pandangan yang melatar belakangi munculnya pembelajaran
kontekstual yakni
1. Filsafat progrevisme
2. Teori kognitif
Pengetahuan haruslah dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong konyong (Suyanto, 2002:5). Siswa harus
menemukan dan mentransformasiKan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendakiInformasi itu menjadi milik mereka sendiri. Pembelajaran harus dikemas menjadi
proses mengkonstruksi", bukan "menerima" pengetahuan. Menurut kaum konstruksionis,
strategi “memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh
dan mengingat pengetahuan.Secara sederhana, menurut Nurhadi (2003) komponen pertama
ini dapat dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah: “Kembangkan pemikiran bahwa
anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya!" Komponen pertama ini
sebagai landasan filosofis pelaksanaan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Bertanya (Questioning)
(3) mengarahkan
3. Inkuiri (Inquiry)
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, melainkan hasil dari menemukan sendiri melalui langkah-langkah
tertentu. Guru harus merancang skenario kegiatan yang selalu merujuk pada kegiatan
menemukan apa pun materi yang diajarkannya. Pengetahuan yang diperoleh sendiri oleh
siswa akan bersifat tahan lama dan kemudian menjadi bagian dari kehidupannya. Komponen
ketiga dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah
Belajar pada hakikatnya adalah kerja gotong-royong. Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh darisharing antarteman, antarkelompok,
antara yang di dalam kelas dengan yang di luar kelas, antara yang tahu dan yang belum tahu.
Kegiatan saling belajarini dapat terjadi apabila tidak ada yang dominan dalam komunikasi,
tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling
tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap komponen harus berasa bahwa setiap
orang lain memiliki pengetahuan, keterampilan, ataupengalaman yang berbeda yang perlu
dipelajari oleh orang lain Orang lainadalah “sumber belajar”. Dalam pembelajaran
kontekstual, kelas adalahsumber belajar, bukan tempat belajar semata-mata.Komponen
keempat dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah.
5. Permodelan (Modelling)
Sebuah pembelajaran haruslah menyediakan apa yang dapat ditiru", ada model yang dapat
ditiru. Model dapat berasal dari siswa yang sudah tahu, guru, atau dari orang-orang di luar
sekolah. Guru bahasa dan sastra Indonesia harus dapat memberi contoh melafalkan bunyi
tertentu dapat memberi
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah kita lakukan pada masa sebelumnya Menurut Suyanto (2002:11)
melalui refleksi mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan
yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.