Uji Endap Apung
Uji Endap Apung
Uji Endap Apung
PENDAHULUAN
Secara harafiah Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil dan batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-
sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Berdasarkan tingkat
proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, Batubara
umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan
gambut. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% sertanilai kalori yang
paling rendah.Lignit atau Batubara coklat adalah batu barayang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya, Sub-bituminus mengandung sedikit karbondan
banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminus. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C)
dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas Batubara yang paling banyak ditambang
di Australia. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%.
Batubara biasanya tercampur dengan batuan pemisah (batuan berbentuk
lempengan yang menyelip di dalam lapisan batubara), serpih Batubara (lapisan
Batubara yang mengandung lanau), kayu terkersikan (kayu yang membatu berupa
mineral silikat berbentuk bongkahan), atau juga batuan dari lapisan atap dan lantai
(pada tambang bawah tanah). Pada saat Batubara dibakar, material tersebut akan
tersisa sebagai abu. Lebih banyak kandungan material tersebut dalam batubara, maka
kadar abu yang terkandung akan makin tinggi, sehingga dapat menimbulkan
permasalahan lingkungan. Upaya untuk mengurangi kadar abu tersebut bisa dilakukan
dengan pencucian.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pencucian Batubara untuk
memisahkan Batubara murni dengan pengotornya. Pada kegiatan pencucian Batubara
terdapat tahapan uji ketercucian Batubara ( Coal Washability Test) untuk memisahkan
Batubara dengan pengotor berdasarkan berat jenis relatifnya. Dalam makalah ini uji
ketercucian Batubara dilakukan dengan metode EndapApung ( Flaot and Sink)
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang muncul dari adanya latar belakang di atas ialah sebagai
berikut:
1. Bagimana tahapan pencucian Batubara dengan metode uji endap apung ?
2. Bagaimana pengaruh densitas larutan terhadapt produk pencucian Batubara
dengan metode uji endap apung ?
3. Bagaimana pengaruh ukuran partikel terhadap produk pencucian Batubara
dengan metode uji endap apung ?
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum mata kuliah Pengolahan Bahan
Galian ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami tahapan pencucian Batubara dengan metode uji endap apung.
2. Memahami pengaruh densitas larutan terhadapt produk pencucian Batubara
dengan metode uji endap apung.
3. Memahami pengaruh ukuran partikel terhadap produk pencucian Batubara
dengan metode uji endap apung.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batubara atau coal adalah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah
heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai unsur
utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa
organik pembentuk ash tersebar sebagai partikel zat mineral dan terpisah-pisah di
seluruh senyawa Batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan menjadi plastis apabila
dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut kokas. Batubara dapat dibakar
untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair
atau dihidrogenisasikan untuk membuat metan (Muchjidin, 2005).
Batubara dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU,
beberapa jenis Batubara juga dapat diubah menjadi bahan bakar minyak melalui cara
pencairan Batubara atau tersebut liquifaksi ( coal liquiefaction). Pemakaian Batubara
sebagai energi telah dilakukan pada abad 19 yaitu untuk menggerakkan lokomotif dan
mesin uap. Perkembangan selanjutnya tahun 1949 di Pengaron sebuah dusun di
sepanjang Sungai Mahakam (Kalimantan Timur) oleh perusahaan Belanda “ Oost
Borneo Ma’atsc Happij” dioperasikan tambang Batubara (Muchjidin, 2005).
3
Gambar 2.1 Batubara (Muchjidin, 2005).
Secara harafiah Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil dan batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-
sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan (Achmad, 2010).
2.2.1 Pembentukan Gambut dan Batubara
Proses pembentukan Batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu tahap
pembentukan gambut ( peat ) dari tumbuhan disebut proses peatification dan tahap
pembentukan Batubara dari gambut disebut proses coalification (Achmad, 2010).
1. Pembentukan Gambut
Tumbuhan yang tumbang atau mati dipermukaan tanah pada umumnya akan
mengalami proses pengendapan dan penghancuran yang sempurna sehingga setelah
beberapa waktu kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Proses pengendapan dan
penghancuran tersebut pada dasarnya
merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh adanya oksigen dan aktivitas
bakteriatau jasad renik lainnya. Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa, yang dicirikan
dengan kandungan oksigen yang sangat rendah sehingga tidakmemungkinkan bakteri
Aerob (bakteri yang memerlukan oksigen) hidup,maka sisa tumbuhan tersebut tida
4
mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga
tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri-
bakteri Anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang kemudian
membentuk gambut (peat). Daerah yang ideal untuk pembentukan gambut misalnya
delta sungai, danau dangkal. Meskipun oksigen tidak tersedia dalam jumlah yang
cukup, komponen utama pembentuk kayu akan juga teroksidasi menjadi H 2O, CH4, CO
dan CO2 (Achmad, 2010).
Tahap pembentukan gambut ini sering disebut jugasebagai proses biokimia.
Gambut yang umumnya berwarna kecoklatansampai hitam merupakan padatan yang
bersifat porous dan masih memperlihatkan struktur tumbuhan asalnya. Proses
pembentukan gambut biasanya juga disebut sebagai proses biokimia. Gambut
umumnya masih mengandung lengas ( moisture ) yang tinggi, bisa lebih dari 50 %.
2. Pembentukan Batubara
Proses pembentukan gambut akan berhenti misalnya karena penurunan cepat
dasar cekungan. Jika lapisan gambut yang telah terbentuk kemudian ditutupi oleh
lapisan sedimen, maka tidak ada lagi bakteri anaerob, atau oksigen yang dapat
mengoksidasi, maka lapisan gambut akan mengalami tekanan dari lapisan sedimen.
Tekanan terhadap lapisan gambut akanmeningkat dengan bertambahnya tebalnya
lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah besar akan mengakibatkan peningkatan
suhu. Disamping itu suhu juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman.
Selain karenaadanya lapisan sedimen, kenaikan suhu dan tekanan dapat juga
disebabkan oleh aktivitas magma, proses pembentukan gunung, serta aktivitas-
aktivitas tektonik lainnya (Achmad, 2010).
Peningkatan tekanan dan suhu pada lapisaan gambut akan mengkonversi
gambut menjadi Batubara di mana terjadi proses pengurangan kandungan lengas,
pelepasan gas-gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan dan kekerasan serta
peningkatan nilai kalor. Faktor tekanan (P) dan suhu (T) serta faktor waktu (t)
merupakan faktor-faktor yang menentukan kualitas batubara. Tahap pembentukan
Batubara ini seringdisebut juga sebagai proses termodinamika.
2.2.2 Teori Pembentukan Batubara
Terdapat dua teori tentang akumulasi gambut baik mengenai ketebalannya
maupun mengenai penyebarannya, yang kemudianmemungkinkan terjadinya lapisan
Batubara yang ditemukan dan ditambang saat ini, yaitu (Achmad, 2010):
5
1. Teori insitu yang menyatakan bahwa lapisan gambut terbentuk dari tumbuhan
yang tumbang di tempat tumbuhnya.
2. Teori drift yang menyatakan bahwa lapisan gambut yang terbentuk berasal
dari bagian-bagian tumbuhan yang terbawa oleh aliran air (sungai) dan
terendapkan di daerah hilir (delta).
Laju akumulasi gambut sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. faktor tumbuhan: jenis, laju pertumbuhan, laju pembusukan
2. faktor tempat tumbuh: kondisi, kesuburan
3. faktor cuaca
Pencucian Batubara ialah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas Batubara,
agar Batubara tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu. Pencucian Batubara
sangat diperlukan karena adanya persyaratan Batubara yang diminta oleh konsumen
terutama kadar abu yang ada kaitannya dengan kandungan kalori( calorific value) dan
persyaratan yang diminta adalah persyaratan mengenai sifat fisik,
sifat kimia dan persyaratan ukuran Batubaranya. Operasi dasar dari coal washing
plant antara lain sebagai berikut (Anonim,2007):
1. Size reduction
2. Sizing (screening dan classifying)
3. De-watering dan thickening
4. Handling stockpiling
5. Blending
6. Coal sampling
7. Loading to barge
Dalam industri pertambangan pengolahan bahan galian adalah suatu cara
meningkatkan kualitas bahan galian dengan menghilangkan material pengotornya
dengan memanfaatkan adanya perbedaan sifat-sifat fisik mineral berharga
dengan mineral yang tidak berharga yang ada dalam bahan galian tersebut atau untuk
memenuhi persyaratan ukuran. Coal washing merupakan pengolahan bahan galian
untuk Batubara yang menggunakan perbedaan berat jenis antara Batubara dengan
pengotornya.
6
Pencucian Batubara ialah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas
batubara, agar Batubara tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu atau sesuai
dengan permintaan pasar. Termasuk didalamnya pembersihan untuk mengurangi
impurities anorganic. Karakteristik Batubara dan impurities yang utama ditinjau dari
segi pencucian secara mekanis ialah komposisi ukuran yang disebut size consist,
perbedaan berat jenis dari materialyang dipisahkan, kimia permukaan, friability relatif
dari batubaradan impurities serta kekuatan dan kekerasan (Nukman,2009).
2.4.1 Pengertian Umum
Pencucian Batubara dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan densitas
relatif untuk memisahkan Batubarabersih dari shale yang berkadar abu tinggi. Densitas
relatif adalah perbandingan densitas suatu benda dengan densitas air, misal densitas
relatif Batubara adalah 1,4 (tanpa satuan), karena densitas air 1 gr/cm3. Adanya
hubungan antara densitas relatif dengan kadar abu membuat pengendalian densitas
relatif di dalam operasi pencucian akan dapat mempertahankan Batubara bersih
dengan kadar abu tertentu, sehingga nilai kalor, sulfur dan sifat-sifat penting lainnya
juga dapat ditentukan (Nukman,2009).
Sebelum dilakukan pencucian terhadap suatu Batubara kotor, harus diketahui
distribusi densitas relatif, artinya harus diketahui berapa bagian dari Batubara
kotor tersebut merupakan Batubara dengan densitas relatif rendah, menengah, tinggi,
dan kadar abu dari setiap fraksi densitasnya. Jika data initersedia maka sistem
pencucian Batubara dapat ditentukan. Berat Batubara bersih, middling, pengotornya ,
dan kadar abu masing-masing produk ini dapat diperkirakan (Nukman,2009).
Metode untuk mendapatkan data distribusi densitas relatif dan kadar abu
Batubara disebut karakteristik ketercucian ( washability), dan pengujiannya dikenal
sebagai analisis uji endap apung. Batubara yang baru ditambang tidak hanya terdiri
dari Batubara bersih dan shale. Batubara juga mengandung partikel yang memiliki
densitas relatif antara 1,4 sampai 2,4 dan bahkan ada yang lebih kecil dari 1,4 dan
lebih besar dari 2,4. Contohnya, pirit memiliki densitas relatif sekitar 5. Jika sejumlah
partikel diambil dari Batubara kemudian ditentukan densitas relatifnya dan dianalisis
kadar abunya. Umumnya partikel yang densitas relatifnya kecil akan memiliki kadar
abu yang rendah, sedangkan partikel yang densitas relatifnya tinggi memiliki kadar abu
yang tinggi pula. Partikel middling memiliki densitas relatif yang berada di tengah-
tengah, dan kadar abunya lebih besar dari kadar abu Batubara bersih tetapi lebih kecil
dari kadar abu shale (Nukman,2009).
7
Bila densitas relatif meningkat, kadar abu juga akan meningkat. Semua benda
yang memiliki densitas lebih rendah dari air (kurang dari 1) akan terapung, sedangkan
yang memiliki densitas lebih besar dari 1 akan tenggelamdi dalam air. Prinsip dasar ini
dipakai dalam operasi pencucian Batubara di mana Batubara diusahakan terapung di
dalam suatu fluida sedang pengotornya diusahakan tenggelam. Artinya densitas fluida
yang digunakan haruslah terletakdi antara densitas Batubara dan densitas pengotornya
(Nukman,2009).
2.4.2 Analisis Uji Endap-Apung (Sink & Float)
Analisis uji endap-apung biasanya terapkan untuk percontoh Batubara yang
berasal dari (Nukman,2009):
1. Batubara yang baru ditambang untuk umpan pabrik
2. Setiap produk yang keluar pabrik
3. Bahan pengotor yang keluar dari pabrik
4. Batubara yang telah diremuk dari inti bor
5. Batubara yang diambil langsung dari lapisannya
Proses sink and float adalah salah satu pemisahan antara mineral berharga
dengan mineral tidak berharga dengan mendasarkan pada perbedaan berat jenis
(densitas) antara mineral-mineral yang akan dipisahkan dengan densitas suatu media.
Selain berdasarkan pada perbedaan densitas, ukuran partikel dan kekentalan
(viskositas) mediapun akan mempengaruhi terhadap waktu dan kecepatan jatuh
partikel di dalam proses pemisahan.Tujuan dari proses ini adalah selain untuk
menentukan densitas media pemisah, juga untuk mengevaluasi efisiensi dari pada alat
pemisah dalam suatu proses pemisahan, sehingga
baik buruknya suatu proses pemisahan akan dapat diketahui (Nukman,2009).
8
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
9
3. Timbangan digital, digunakan yaitu untuk menimbang sampel batuan
Batubara yang telah melalui proses coal washing.
4. Gelas ukur, berfungsi untuk mengukur volume larutan dari larutan PCE dan
larutan wash bensin.
10
6. Saringan, digunakan untuk menyaring larutan agar terpisah dengan sampel.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan Praktikum Pengolahan Bahan Galian
acara uji endap apung adalah:
1. Batubara, sebagai sampel pada saat praktikum uji endap apung berlangsung.
11
2. Larutan wash bensin, berfungsi sebagai bahan pada saat praktikum uji endap
apung.
12
.2 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan dari praktikum Pengolahan Bahan Galian proses uji
endap apung adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Batubara dengan ukuran besar kemudian dimasukkan ke jaw crusher agar
mendapatkan sampel yang berukuran lebih kecil.
3. Selanjutnya sampel Batubara diayak. Proses akhir dari pengayakan akan
menghasilkan dua produk berupa Batubara yang lolos ayakan (undersize) dan
Batubara yang tertahan (oversize) dengan berat masing-masing 100 gram.
4. Sampel Batubara yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam kantong
sampel dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis lebih lanjut.
5. Sampel Batubara oversize 100 gram dianalisis menggunakan campuran larutan
PCE dan wash bensin dengan densitas 1,4.
6. Produk yang mengendap (tenggelam) pada densitas 1,4 kemudian disaring dan
dipindahkan ke campuran larutan PCE dan wash bensin densitas 1,5.
7. Produk yang mengendap (tenggelam) pada densitas 1,5 kemudian disaring dan
dipindahkan ke campuran larutan PCE dan wash bensin densitas 1,6.
8. Produk yang mengapung dan tenggelam pada larutan selanjutnya dipisahkan
menggunakan saringan.
9. Ulangi langkah 5 – 8 untuk sampel Batubara undersize.
10. Keringkan Batubara yang mengapung maupun tenggelam dan timbang lalu
masukkan ke dalam kantong sampel.
13
BAB IV
Hasil dari praktikum uji endap apung yang dilakukan ialah menghasilkan tabel
berat hasil pencucian Batubara dan perbandingan densitas dengan berat yang
dihasilkan. Hasil percobaan proses uji endap apung ini adalah sebagai berikut:
60
50 Oversize
40
30
20
10
0
1,4 1,5 1,6 Sink 1,6
Densitas
14
Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Undersize
100
90
80
70
Berat (gram)
60
50 Undersize
40
30
20
10
0
1,4 1,5 1,6 Sink 1,6
Densitas
60 Oversize
50 Undersize
40
30
20
10
0
1,4 1,5 1,6 Sink 1,6
Densitas
Gambar 4.3 Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Oversize dan Undersize
4.2 Pembahasan
Praktikum ini mengenai pengolahan bahan galian yaitu berupa Batubara yang
dimana akan dilakukan pencucian uuntuk mendapatkan Batubara dengan kualitas yang
lebih baik menggunakan metode uji endap apung. Prinsip dasar yang digunakan
metode uji endap apung ini berdasarkan densitas larutan yang digunakan serta
densitas Batubara itu sendiri. Berdasarkan densitasnya Batubara yang memiliki kualitas
bagus atau baik akan mengapung pada larutan dengan densitas tertentu atau yang di
inginkan sedangkan Batubara atau material pengotor yang memiliki densitas lebih dari
densitas larutan tersebut akan tenggelam. Pada praktikum ini pencucian Batubara
15
dilakukan untuk dua ukuran Batubara oversize dan undersize dari hasil sieving pada
awal praktikum dan berat material yang digunakan harus sebesar 100 gram. Dan pada
praktikum ini Batubara oversize memiliki berat sebesar 99.65 dan Batubara undersize
memiliki berat sebesar 100,71 kemudian kedua ukuran Batubara tersebut akan
dilakukan pencucian sebanyak tiga kali dengan densitas larutan yang berbeda-beda
yaitu sebesar 1,4; 1,5 dan 1,6.
Bahan yang digunakan dalam proses pencucian ini adalah larutan PCE dan
wash bensin. Larutan PCE biasanya digunakan untuk mencuci kain. Pada percobaan
dengan densitas larutan sebesar 1,4, larutan PCE dan wash bensin dicampurkan dan
menghasilkan contoh Batubara oversize yang terapung sebesar 89,4618 gram
sedangkan untuk undersize nya sebesar 90,6272 gram. Dari hasil percobaan tersebut,
dapat diketahui bahwa sebanyak 89,4518 gram dan 90,6272 gram Batubara memiliki
densitas yang lebih besar dibandingkan dengan densitas larutan 1,4. Pada larutan
dengan densitas 1,5 dimana larutan PCE dan larutan wash bensin dicampurkan dan
menghasilkan contoh Batubara oversize yang mengapung sebesar 1,6764 gram dan
batubra undersize yang mengapung sebesar 2,9111 gram. Hal tersebut membuktikan
bahwa contoh Batubara sebanyak 1,6764 gram dan 2,9111 gram memiliki densitas
lebih besar dibandingkan dengan densitas larutan yang digunakan. Sedangkan pada
larutan dengan densitas 1,6 menghasilkan contoh Batubara oversize yang mengapung
sebesar 0,2008 gram dan Batubara undersize yang mengapung sebesar 0,5763 gram.
Dari tiap produk Batubara baik itu oversize dan undersize menghasilkan sink 0,1887
sebesar 0,18 gram dan 0,519 gram.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
dari berat total keseluruhan Batubara baik pada ukuran oversize dan undersize yang di
lakukan pencucian mengunakan larutan dengan densitas 1,4; 1,5 dan 1,6 terdapat
sebagian kecil pengotor yang terdapat pada Batubara tersebut, tetapi untuk
mendapatkan Batubara yang berjumlah banyak dan memiliki kualitas yang bagus,
Batubara tersebut harus pada ukuran undersize karena volume Batubara tersebut
semakin kecil dan kandungan atau komposisinya lebih terpisah-pisah dengan
pengotornya sehinggal lebih memungkinkan mendapatkan Batubara yang berkualitas
baik dalam jumlah yang banyak lebih besar kemungkinannya.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
17
2. Saran untuk asisten
Tetap semangat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai
asisten.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Cadangan
Batubara Indonesia. (online)
19