CSS Malaria
CSS Malaria
CSS Malaria
MALARIA
Oleh :
Rifa Atul Mahmuda
1740312292
Preseptor:
dr. Djunianto, Sp.PD
1
BAB I
PENDAHULUAN
malaria sesuai dengan standar yang harus dikuasai oleh dokter umum.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFENISI
Malaria adalah suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan
oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil,
anemia, dan pembesaran limpa.
2.2. ETIOLOGI
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu
parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4
spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae
dan Plasmodium ovale.Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina
Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik
yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana.P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana.
P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium.
Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Infeksi jenis ini
biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya.
Sifat-sifat spesifik parasitnya berbeda untuk setiap spesies Plasmodium dan
hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan. P.falciparum
mempunyai masa infeksi yang paling pendek, akan tetapi menghasilkan
parasitemia yang paling tinggi. Gametosit P.falciparum baru berkembang setelah
8—15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. P.vivax dan P.ovale pada
3
umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan dan
mempunyai masa inkubasi yang lebih lama daripada P.falciparum.Walaupun
begitu, sporozoit P.vivax dan P.ovale di dalam hati dapat berkembang menjadi
skizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini menjadi sumber terjadinya
relaps.
Sumber: Bruce-Chwatt
2.3. EPIDEMIOLOGI
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang terinfeksi malaria adalah :
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat
menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.Defisiensi
terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada
wanita.
4
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
5
ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah
ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.
6
eritrosit tanpa memandang umur, plasmodium vivax menyerang terutama
retikulosit, dan plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-
sifat ini yang cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas
sampai kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak
non imun dapat mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm3. 5
2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi
sumsum tulang
Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada
malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria
(blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah
oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan
peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa
tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-
orang dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter.
Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah
berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi
hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam
sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang
cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ.
3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks imun,
depresi immun, pelepasan sitokin seperti TNF
Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas :
a) Imunitas alamiah non imunologis
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan
resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-beta,
defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan darah duffy negative kebal
terhadap infeksi plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan
terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik
7
Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun non
spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang menghasilkan
sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung
menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik). 5
c) Imunitas didapat spesifik.
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat
spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. 5
4. Anoxia jaringan
parasit P. falciparum matur: timbul knob pada permukaan sel darah merah
berparasit yang memfasilitasi cytoadherence P. falciparum-parasitized red cells ke
sel-sel endotel vaskular otak, ginal, organ yang terkena lainnya à obstruksi aliran
darah & kerusakan kapiler à leakage protein dan cairan vaskular, edema, serta
anoxia jaringan otak, jantung, paru, usus, ginjal.
P. vivax dan P. ovale : menyerang eritrosit imatur
P. malariae: menyerang eritrosit matur
P. falciparum: menyerang eritrosit matur & imatur à parasitemia lebih berat
Kerentanan bervariasi secara genetik, beberapa fenotip sel darah merah:
Hemoglobin S
Hemoglobin F
Thalassemia
Resisten (parsial) terhadap infeksi P. falciparum. 5
8
(glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada
beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik)
banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.Gambaran karakteristik dari
malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya
infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara
induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale,
sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym)
secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan
menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi
lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan
terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan.Muka
merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah.Nadi menjadi kuat
kembali, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga
41oC atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat
menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage)
9
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak.
Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal.
Setelah itu biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun
tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat
kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
10
Grafik 2.Kurva temperatur pada penderita malaria vivax.
11
12) Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)
2.7. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan utama : demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria.
Riwayat tinggal didaerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas.
Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,
dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
Keadaan umum yang lemah.
Kejang-kejang.
Panas sangat tinggi.
Mata dan tubuh kuning.
Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
Nafas cepat (sesak napas).
Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan fisik
a. Malaria Ringan
12
Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C)
Konjungtiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa (splenomegali)
Pembesaran hati (hepatomegali). 2
b. Malaria Berat
Mortalitas:
Hampir 100% tanpa pengobatan,
Tatalaksana adekuat: 20%
Definisi: Infeksi P. falciparum disertai dengan salah satu atau lebih
kelainan berikut:
Malaria serebral
Gangguan status mental
Kejang multipel
Koma
Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL
Distress pernafasan
Temperatur > 40oC, tidak responsif dengan asetaminofen
Hipotensi
Oliguria atau anuria
Anemia: hematokrit <20% atau menurun dengan cepat
Kreatinin > 1,5 mg/dL
Parasitemia > 5%
Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada
apusan darah tepi
Hemoglobinuria
Perdarahan spontan
Kuning 5
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/Iapangan/rumah
sakit untuk menentukan:
13
o Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
o Spesies dan stadium plasmodium
o Kepadatan parasite
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau
sediaan darah tipis.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang
setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
2) Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut
tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes
ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar
biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk
survey tertentu.
Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam
lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.
c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
1) Darah rutin
2) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis
gas darah.
3) EKG
14
4) Foto toraks
5) Analisis cairan serebrospinalis
6) Biakan darah dan uji serologi
7) Urinalisis.
2.8. PENGOBATAN
15
tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik
serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih
dahulu setiap akan minum obat anti malaria.2
2.8.1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.
1. Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera
dibawah ini:
Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
16
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina tablet
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama
7(tujuh) hari. 2
Doksisiklin
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang
dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2
mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia<8 tahun.
Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. 2
Tetrasiklin
Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5
mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada
anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil.
Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.
17
Primakuin - ¾ 11/2 2 2-3
2- Kina *) 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
7
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 4x250 mg Tatrasiklin
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivaks
dan malaria ovale. 2
Klorokuin
18
Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg
basa/kgbb. 2
Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari dan
diberikan bersama klorokuin.Seperti pengobatan malaria falsiparum, primakuin
tidak boleh diberikan kepada: ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita defisiensi
G6-PD. 2
Tabel 6.Pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale
19
2 Klorokuin 1/4 1/2 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2
3 Klorokuin 1/8 1/4 1/2 1 1 1/2 2
Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2
4 -14 Primakuin - - 1/2 1 1 1/2 2
20
untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan.Obat ini tidak boleh
diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat. 2
Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu
hamil:
Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau
NaCI 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnyá selama 4 jam ke-dua
hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina
dengan dosis maintenance 10 mg/kgbb dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau
21
NaCI selama 4 jam Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose
5% atau NaCl 0,9% Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti diatas
sampai penderita dapat minum kina per-oral. Bila sudah sadar / dapat minum obat
pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10
mg/kgbb/kali, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak
pemberian kina perinfus yang pertama). 2
22
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan
dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum
masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak
menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan.2
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi dari malaria adalah malaria berat, atau biasa juga disebut
malaria cerebral kerana infeksi parasitnya sudah sampai di serebri/otak. Malaria
berat biasanya disebabkan oleh P.falciparum, namun tak jarang juga disebabkan
oleh P. vivax,P.knowlesi atau kombinasi P. falciparum dengan P.vivax atau P.
falciparum dengan P.knowlesi.
Berdasarkan epidemiologi, malaria berat kausa P.falciparum , dapat
diikuti dengan satu atau beberapa gejala berikut, yang diikuti dengan adanya
P.falciparum asexual parasitemia.7
Gangguan kesadaran : Glasglow coma scale (GCS) < 11 pada dewasa atau
Blantyre coma score <3 pada anak
Kelemahan : general weakness, sehingga pasien sulit untuk duduk, berdiri
atau berjalan tanpa dibantu
Asidosis : defisit basa >8mEq/L atau level plasma bikarbonat <15
mmol/L, atau plasma laktat vena >=5 mmol/L. Asidosis berat
bermanifestasi secara klinis dengan adanya respiratory disstress
(pernapasan cepat, dalam, dan sulit bernapas)
Hipoglikemi : glukosa darah atau plasma < 2,2 mmol/L (<40mg/dL)
Anemia malaria berat : konsentrasi hemoglobin <= 5g/dL atau hematokrit
<= 15% pada anak < 12 tahun. Sedangkan pada dewasa Hb <7g/dL dan Ht
<20%), dengan parasit count >10.000/mikroliter
Gagal ginjal : plasma atau serum kreatinin >265 mikromol/L (3mg/dL)
dengan parasit count 100.000/mikro liter
Edema paru : dengan konfirmasi dari hasil radiologi atau saturasi oksigen
<92% pada ruangan udara, dengan respiratipn rate >30/menit, sering
diikuti dengan5 napasyang cepat dan krepuitasi pada auskultasi
23
Perdarahan yang signifikan/banyak : termasuk perdarahan yang sering
dan lama pada hidung, gusi, dan daerah yang berlubang; hematemesis atau
melena
Syok : kompensasi syok dapat diketahui dengan capillary refill >= 3 detik
atau temperatur menurun/ dingin pada kaki, terutama bagian akral, tapi
tanpa disertai hipotensi. Dekompnesasi syok diketahui dari tekanan darah
sistolik <70mmHg pada anak dan <80 mmHg pada dewasa, dengan bukti
adanya gagal perfusi (akral dingin, atau capillary refill yang memanjang)
Hyperparasitemia : P. falciparum parasitemia > 10%
Malaria berat vivax sama seperti malaria berat falsiparum tapi tidak
diikuti dengan peningkatan densitas parasit. Malaria berat knowlesi sama
seperti malaria falsiparum tapi ada 2 perbedaan, yaitu : adanya
hiperparasitemia p. knowlesi, densitas parasit > 100.000/ mikro liter, dan
adanya jaundice dengan diikuti densitas parasit > 20.000/ mikro liter.7
2.11 PROGNOSIS
Prognosis malaria tergantung kepada jenis malaria yang menginfeksi.
Malaria tanpa komplikasi biasanya akan membaik dengan pengobatan yang tepat.
Tanpa pengobatan, infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat
berlanjut dan menyebabkan relaps sampai 5 tahun. Infeksi Plasmodium malariae
bisa bertahan lebih lama daripada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale.
Infeksi Plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria serebral yang
selanjutnya dapat mengakibatkan kebingungan mental, kejang dan koma.
Jika sampai terjadi malaria berat,maka prognosis lebih buruk, terutama
pada pasien yang berisiko, seperti pada anak usia muda, ibu hamil, dan penderita
imonodefisiensi.
24
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : SW
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Maninjau
Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, demam meningkat pada
siag dan malam hari, demam tinggi, menggigil dan berkeringat.
Mual sejak 4 hari yang lalu
Muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah 2 kali. Isi cairan
Nyeri kepala ada, nyeri sendi ada, hilang timbul
BAB tidak ada sejak 3 hari SMRS
BAK biasa
Gusi berdarah tidak ada, tanda tanda perdarahan tidak ada.
Riwayat bepergian ke wilayah endemic malaria ada ( Papua) 2 bulan
SMRS
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes melitus tidak ada
Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat keganasan tidak ada
25
Pasien riwayat demam seperti ini 2 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga maupun tetangga terdekat yang mengalami
keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Pasien seorang pekerja proyek, riwayat merokok tidak ada.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : CMC Keadaan Umum : Sedang
Tekanan darah: 110/50 mmHg Keadaan Gizi : Sedang
Nadi : 94 x/menit Tinggi Badan : 170 cm
Suhu : 38,2 oC Berat Badan : 65 kg
Pernapasan : 16 x/menit Edema : (-/-)
Sianosis : (-) Anemis : (-/-)
Ikterus : (-)
Kulit : Turgor kulit baik
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam,tidak mudah rontok.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-).
Hidung
Bentuk : Normal
Deviasi Septum : (-)
Nafas Cuping Hidung : (-)
Perdarahan : (-/-)
Mukosa hidung : Merah muda , sekret (-/-)
Telinga
Bentuk : Normal
Tuli : (-/-)
Lubang : Lapang/lapang
Mulut
Bibir : Kering, kecoklatan, pucat (-), sianosis (-)
Bau Pernafasan : Bau uremik (-)
26
Gigi : Karies (-)
Gusi : Berdarah (-), bengkak (-), stomatitis (-), candida (-)
Tonsil : T1 - T1
Faring : Tidak hiperemis
Lidah : Kotor (-), atrofi papil (-), hiperemis (-), deviasi (-)
Leher
Deformitas : (-)
Trakhea : Deviasi (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), kulit sekitar normal, nyeri tekan (-)
KGB : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : 5-2 cmH2O
Retraksi otot pernapasan : (-)
Thoraks
Bentuk : Normochest
Kulit : Pucat (-), ikterik (-), spider nevi (-), venektasi (-), kolateral (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi : Fremitus sama paru kiri dan kanan
Perkusi : Sonor paru kiri dan kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikular, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat, setinggi 1 jari medial dari LMCS
RIC
V, thrill (-), waving (-), lifting (-)
Perkusi
Kanan : linea sternalis dekstra
Kiri : 1 jari medial dari linea midclavikularis sinistra RIC V
Atas : RIC II, linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Irama Reguler, frekuensi 88x / menit, Murmur (-) sistolik, gallop
(-)
27
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, defans muskular (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar
dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Inguinal
Tidak teraba adanya pembesaran KGB
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Palmar eritem : (-/-)
Pitting edema : (-/-)
Reflek fisiologis: (+/+)
Reflek patologis: (-/-)
Diagnosis Kerja
• Susp Malaria
Diagnosis Banding
Demam Dengue
Laboratorium
Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan hematologik : apusan darah tebal dan tipis; Rapid Diagnostic Test uji
immunokromatografi: Tes antigen Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax.
Tindakan Pengobatan
Istirahat/ Rendah serat
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
28
Inj Metoclopramid 1 amp/12 jam iv
Inj Ranitidin 2x1 amp iv
Paracetamol 3x500 mg per oral
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia at bonam
Quo ad functionam : Dubia at bonam
Follow Up
Tanggal 18 Februari 2019
S: Pasien masih demam menggigil dan berkeringat hilang timbul.
Mual berkurang muntah tidak ada.
O: KU : sedang
Kes : CMC Tanggal 18 Februari 2019
TD : 100/60 Hb : 14,2 g/dl
Ht : 43 %
Nadi : 72 LED : 25/jam
RR : 19 Leukosit : 5.300
Eritrosit : 5.320.000
T : 38,1oC Trombosit : 91.000
Hitung jenis : 0/0/1/58/34/7
Hasil gambaran darah tepi :
Peningkatan LED
Ditemukan parasite malaria fase
A: Malaria trofozoid (P.vivax)
Primaquin 1 x 25 mg
Paracetamol 3x500mg
29
BAB IV
DISKUSI
30
Masa tunas intrinsik malaria vivax biasanya berlangsung 12 – 17 hari, tetapi
beberapa strain P.vivax dapat sampai 6 – 9 bulan atau mungkin lebih lama. Masa
inkubasi untuk P. vivax lebih lama dibandingkan P.falcifarum yaitu 18 – 40 hari.
Anamnesa yang sangat mendukung diagnosis malaria pada penderita demam
adalah riwayat bepergian kedaerah endemis malaria. Tetapi tidak adanya riwayat
bepergian keluar kota tidak menyingkirkan kemungkinan terkena malaria.16
Menurut Center for Disease Control (CDC) 2015, gejala malaria tidak spesifik,
dimulai dengan sindrom prodormal berupa demam, malaise, lemah, keluhan
gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), gangguan neurologi, dan sakit kepala. 1
Demam adalah gejala yang paling sering muncul sekitar 78% - 100% tapi demam
yang periodik tidak selalu muncul.16 Menurut WHO, gejala klinis saja tidak dapat
menegakkan diagnosis malaria karena pada daerah yang endemis gejala klinis
tidak selalu muncul. Kurva demam pada permulaan penyakit tidak teratur tetapi
kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam.
Serangan demam mulai jelas dengan stadium menggigil, panas dan berkeringat.
Demam dan menggigil disebabkan oleh eritrosit lisis dan keluarnya merozoit ke
sirkulasi.1
Demam pada penderita malaria sering dengan suhu badan lebih dari 38oC.17
Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau tidak berat, pada
malaria menahun yang biasanya lebih jelas. Malaria menyebabkan anemia
hemolitik berat karena sel darah merah diinfestasi oleh parasit Plasmodium.
Mekanisme terjadinya kerusakan eritrosit pada infeksi malaria sangat kompleks.
Anemia disebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan, eritrosit normal
tidak dapat hidup lama, dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoesis dalam sumsum tulang, pada pasien yang terkena anemia, dari fisik
bisa dilihat apakah konjungtiva anemis atau tidak.18 Menurut Geoffrey Pasvol,
indikasi transfusi pada penderita malaria apabila Hb kurang dari 7 g/dl pada orang
dewasa. Menurut B.A Biggs, transfusi diberikan apabila hematokrit kurang dari
19,20
20%. Pemeriksaan fisik lainnya yaitu lien, pada serangan pertama mulai
membesar. Sekitar 24% - 40% splenomegali paling sering ditemukan pada
pemeriksaan fisik.21 Lien mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras
karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
31
Patofisiologi terjadinya splenomegali adalah produksi berlebih dari IgM sebagai
respon terhadap Plasmodium. Sedangkan hepatomegali, ikterik dan nyeri perut
17
jarang ditemukan. Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan suhu 39,0oC,
namun konjungtiva tidak anemis, dan tidak ditemukan hepatosplenomegali.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis malaria yaitu pemeriksaan darah tepi
serta apusan darah tebal dan tipis. Pada pemeriksaan hematologi pasien ini
didapatkan leukosit 5.790/mm3, hemoglobin 13,2 g/dL, hematokrit 41,0% dan
trombosit 410.000/mm3 (trombositosis), LED 14mm/jam. Pada pemeriksaan
kimia darah didapatkan SGOT 32 U/L, SGPT 20 U/L, total protein 6,2 g/dL
(menurun), albumin 3,6 g/dL (menurun), globulin 2,6 g/dL, glukosa darah
sewaktu 94 mg/dL, natrium darah 135 mEq/L (hiponatremia), kalium darah 4,5
mEq/L, klorida 104,0 mEq/L ureum 17 mg/dL, dan kreatinin darah 0,9 mg/dL.
Pada malaria didapatkan trombositopenia pada 70% kasus, anemia pada 25%
kasus. Leukosit dapat normal atau rendah, lekositosis ditemukan kurang dari 5%
kasus. Fungsi hati dapat abnormal, peningkatan transaminase ditemukan pada
25% kasus. Peningkatan bilirubin dengan adanya peningkatan laktat
dehidrogenase yang menunjukkan adanya proses hemolisis. Pada malaria juga
bisa didapatkan hiponatremia dan peningkatan kreatinin.17 Albumin yang rendah
pada penderita malaria menunjukkan infeksi akut.19 Hasil pemeriksaan morfologi
darah tepi menunjukkan berbagai stadium dari spesies P.vivax, yaitu stadium
tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, tropozoit dewasa, schizoit dan gamet.
Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yaitu
pemeriksaan morfologi darah tepi melalui apusan darah tepi tebal maupun tipis
dengan pewarna Giemsa. Pada morfologi darah tepi menunjukkan adanya fase
aseksual dan seksual parasit dalam darah. Pada fase aseksual, merozoit dari skizon
hati masuk ke peredaran darah menghinggapi eritrosit. Merozoit dalam eritrosit
tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin, dengan pulasan giemsa
sitoplasmanya berwarna biru, inti merah mempunyai vakuol yang besar. Eritrosit
yang dihinggapi parasit mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna
pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama
disebut titik schuffner. Trofozoit muda kemudian menjadi trofozoit dewasa yang
sangat aktif sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk amoeboid. Setelah daur
32
eritrosit berlangsung beberapa kali terjadi fase seksual, merozoit yang tumbuh
menjadi trofozoit dapat membentuk gametosit.15 Pasien ini setelah dilakukan
pemeriksaan apusan darah tepi ditemukan trofozoid parasit P.vivax maka diagnosa
pasien ini adalah malaria vivax. Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan
menemukan parasit dalam darah yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi melalui
apusan darah tepi tebal maupun tipis dengan pewarna Giemsa. Pemeriksaan ini
merupakan Gold Standart untuk mendiagnosis malaria. Pada kasus ini didiagnosis
sebagai malaria vivax uncomplicated karena tidak ditemukan komplikasi pada
malaria ini, dimana malaria dengan komplikasi bila ditemukan satu atau lebih dari
kriteria klinis berikut (gangguan kesadaran / koma, anemia berat normositik
[hemoglobin <7], gagal ginjal, sindrom gangguan pernapasan akut, hipotensi,
koagulasi intravaskular, perdarahan spontan, asidosis, hemoglobinuria, penyakit
kuning, kejang umum yang berulang, dan parasitemia dari ≥ 5%) dianggap
memiliki manifestasi dari penyakit yang lebih parah dan harus ditangani secara
agresif dengan terapi antimalaria parenteral.
Pengobatan diberikan secara simptomatis dan pengobatan radikal malaria
dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia.
Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan
parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak
boleh diberikan dalam keadan perut kosong karena bersifat iritasi lambung.
Pengobatan malaria tanpa komplikasi untuk malaria vivax lini pertama adalah
dihidroartemisinin-piperakuin (DHP) + primakuin diberikan per oral satu kali per
hari selama 3 hari, primakuin = 0,25 mg/kgBB/ hari selama 14 hari. Pengobatan
lini pertama ini digunakan pada pasien ( Darplex 1x3 tablet + Primakuin 1x1
tablet).
DAFTAR PUSTAKA
33
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.
5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 1-15.
6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 249-60.
7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI,
2000, Hal: 171-97.
10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 2000;Hal:504-7.
11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,
Jilid I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 151-55.
13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 185-92.
34
14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 194-204.
15. Ngole SIU, Theresa N, Moses S, Thomas N, Manka NE, Titanji VPK.
Haematological changes and recovery associated with treated and
untreated Plasmodium falciparum infection in children in the Mount
Cameroon Region. Journal of Clinical Medicine and Research. 2010;
2(9):143- 151.
35