Buku Referensi Petai Cina

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 84

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/349252393

PETAI CINA (Leucaena leucocephala): Penggunaan Tradisional, Fitokimia, dan


Aktivitas Farmakologi

Book · February 2021

CITATIONS READS

0 1,697

1 author:

Harrizul Rivai
Universitas Andalas
211 PUBLICATIONS   249 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Analysis of drug using the under area curve method by ultraviolet spectrophotometry View project

Pharmaceutical Care View project

All content following this page was uploaded by Harrizul Rivai on 12 February 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PETAI CINA
(Leucaena leucocephala):

Penggunaan Tradisional,
Fitokimia, dan Aktivitas Farmakologi
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan
pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman
sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan
tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PETAI CINA
(Leucaena leucocephala):
Penggunaan Tradisional,
Fitokimia, dan Aktivitas Farmakologi

Prof. Dr. Harrizul Rivai, M.S.


PETAI CINA (Leucaena leucocephala): PENGGUNAAN TRADISIONAL,
FITOKIMIA, DAN AKTIVITAS FARMAKOLOGI

Harrizul Rivai

Desain Cover :
Dwi Novidiantoko

Sumber :
www.shutterstock.com

Tata Letak :
Amry Rasyadani

Proofreader :
Avinda Yuda Wati

Ukuran :
viii, 61 hlm, Uk: 15.5x23 cm

ISBN :
978-623-02-2306-8

Cetakan Pertama :
Januari 2021

Hak Cipta 2021, Pada Penulis


Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2021 by Deepublish Publisher
All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: [email protected]
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur tidak terhingga penulis


sampaikan kehadirat Allah SWT, dengan terbitnya buku “Petai Cina
(Leucaena leucocephala): Penggunaan Tradisional, Fitokimia, dan Aktivitas
Farmakologi” ini. Dalam kajian yang komprehensif ini, kami
memaparkan penjelasan yang mendalam dan unik mengenai petai cina.

Akhirnya, selain syukur ke hadirat Ilahi, penulis juga berharap


semoga dapat mendorong masyarakat umum untuk selalu antusias
dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang tumbuhan
obat, khususnya petai cina.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Padang, Januari 2021

Harrizul Rivai

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………… v


DAFTAR ISI ……………………………………………………………. vi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1
2.1 Klasifikasi ilmiah …………………………………………………………..7
2.2 Pengumpulan data …………………………………………………………8
BAB II PENGGUNAAN TRADISIONAL PETAI CINA ….…….10
2.1 Antibakteri ……………………………………………….10
2.2 Mengempiskan bengkak …………………………………10
2.3 Meredakan diare ………………………………………….11
2.4 Meringankan kencing manis ……………………………..11
2.5 Membasmi cacing gelang ………………………………..11
2.6 Detoksifikasi tubuh ………………………………………12
2.7 Diet ……………………………………………………….13
2.8 Anti kanker ……………………………………………….13
2.9 Menguatkan tulang ……………………………………….14
2.10 Meningkatkan kekebalan tubuh ………………………...14
2.11 Menyehatkan kulit ……………………………………..15
BAB III TINJAUAN FITOKIMIA PETAI CINA …………………16
BAB IV AKTIVITAS FARKOLOGI PETAI CINIA …… ……… 26
4.1 Aktivitas analgesik ……………………………………... 26
4.2 Aktivitas antibakteri …………………………………….. 27
4.3 Aktivitas antidiabetik ………………………………….... 30
4.4 Aktivitas antidiare ………………………………………. 38
4.5 Aktivitas anti-inflamasi …………………………………. 39
4.6. Aktivitas antikanker ……………………………………. 41
4.7 Aktivitas anthelmintik ………………………………….. 44
4.8 Aktivitas antioksidan …………………………………… 48
4.9 Aktivitas larvasida ……………………………………… 49

vi
BAB V PENGGUNAAN LAIN PETAI CINA …………………… 51
5.1 Bahan disintegran tablet dari biji petai cina ……………. 51
5.1 Pembuatan cooling gel dengan daun petai cina ………… 52
BAB VI KESIMPULAN ………………………………………..…... 54
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….… 55
BIOGRAFI PENULIS …………………………………………………… 61

vii
BAB I
PENDAHLUAN

Petai cina adalah pohon dengan nama botani Leucaena leucocephala.


Petai cina merupakan salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling
banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran. Kegunaan lainnya adalah
sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup
bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, vanili, markisa, serta pohon
penaung di perkebunan kopi dan kakao. Di hutan-hutan petai cina kerap
ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan erosi dan meningkatkan
kesuburan tanah. Perakaran Petai cina memiliki nodul – nodul akar tempat
mengikat nitrogem dan banyak menghasilkan daun sebagai sumber organik.
Pohon petai cina memiliki tinggi hingga 20 m tetapi kebanyakan sekitar 2-10
m. Percabangannya rendah dan banyak pepagan berwarna kecokelatan atau
keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-rantingnya berbentuk
bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat. Daunnya majemuk dan
berbentuk menyirip rangkap, siripnya berjumlah 3-10 pasang, kebanyakan
dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah; daun
penumpu kecil, bentuk segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang,
berhadapan, bentuk garis memanjang, 6-16 (-21) mm × 1-2 (-5) mm, dengan
ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut
halus dan tepinya berjumbai. Bunganya majemuk berupa bongkol bertangkai
panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol
tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau
kekuningan berdiameter 12–21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Bunga
kecil-kecil, berbilangan-5; tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk
3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lebih
kurang 1 cm, lepas-lepas. Buahnya polong berbentuk pita lurus, pipih dan
tipis, 14–26 cm × 2 cm, dengan sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya
cokelat kehijauan atau coklat tua apabila kering jika masak, memecah sendiri
sepanjang kampuhnya. Buah Petai cina mengandung 15-30 biji yang terletak
melintang dalam polongan, berbentuk bulat telur sungsang atau bundar telur

1
terbalik, dengan warna cokelat tua mengkilap yang berukuran 6–10 mm × 3-
4,5 mm. Bijinya mirip petai, namun berukuran lebih kecil dan berpenampang
lebih kecil.[1] Morfologi tanaman petai cina disajikan dalam Gambar 1.1
sampai dengan 1.14.[2, 45]

Gambar 1.1 Morfologi tanaman petai cina (Leucaena leucocephala)[2]

2
Gambar 1.2 Habitat petai cina[45]

Gambar 1.3 Buah petai cina yang belum matang[45]

3
Gambar 1.4 Bibit petai cina yang lebih tua[45]

Gambar 1.5 Kelompok bunga muda petai cina dalam kuncup[45]

4
Gambar 1.6 Habitat berbuah petai cina[45]

Gambar 1.7 Kutu pada petai cina [45]

5
Gambar 1.8 Daun majemuk dan tandan bunga petai cina [45]

Gambar 1.9 Bibit muda petai cina [45]

6
Gambar 1.10 Buah petai cina yang sudah matang [45]

Gambar 1.11 Tampilan jarak dekat dari daun petai cina yang menunjukkan
kelenjar terangkat dan anak daun memanjang

7
Gambar 1.12 Tandan bunga tua petai cina dengan buah muda mulai
berkembang [45]

Gambar 1.13 Tampilan jarak dekat dari tandan bunga dan tangkai daun petai
cina dengan kelenjar terangkat [45]

8
Gambar 1.14 Tampilan jarak dekat dari benih petai cina [45]

Klasifikasi ilmiah

Secara ilmiah, petai cina diklasifikasikan sebagai berikut:[3]


Kerajaan: Plantae
(tanpa peringkat): Angiospermae
(tanpa peringkat): Eudicots
(tanpa peringkat): Rosids
Ordo: Fabales
Keluarga: Fabaceae
Subfamili: Caesalpinioideae
(tanpa peringkat): Klade Mimosoid
Genus: Leucaena
Spesies: L. leucocephala
Nama binamial: Leucucaena leucocephala (Lam.) De Wit
Sinonim:
• Acacia frondosa Willd.
• Acacia glauca (L.) Willd.

9
• Acacia leucocephala (Lam.) Link
• Acacia leucophala Link
• Leucaena glabra Benth.
• Leucaena glauca Benth.
• Mimosa glauca sensu L.
• Mimosa glauca Koenig ex Roxb.
• Mimosa leucocephala Lam.
• Mimosa leucophala Lam.

Sebagian orang mengenalnya sebagai lamtoro, sebagian lagi


menyebutnya petai cina. Apa pun sebutannya, tumbuhan ini sangat baik untuk
dikonsumsi karena terdapat manfaat petai cina bagi kesehatan yang mungkin
belum diketahui. Meski namanya petai cina (Leucaena glauca), tanaman ini
sebetulnya berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, yang kemudian menyebar
luas dan mudah beradaptasi di daerah tropis seperti Indonesia. Pohon lamtoro
bisa ditemui di dataran rendah dan memiliki nama yang berbeda di beberapa
daerah, seperti kalanding (Madura) dan petai selong (Sumatera). Pohon
lamtoro disebut sebagai petai karena buahnya yang mirip buah petai (Parkia
speciosa), tapi ukurannya jauh lebih kecil dan penampangnya lebih tipis. Biji
petai cina sendiri berbentuk lonjong dan pipih serta berwarna hijau saat muda
dan cokelat bila sudah tua (lihat Gambar 1.15). Ciri lain dari pohon adalah
ialah bentuk bunga yang berjambul berwarna putih atau sering disebut
cangkaruk. Sedangkan batangnya berukuran tidak besar, namun keras, serta
bagian akarnya tunggang dan daunnya majemuk.[4]

10
Gambar 1.15 Buah petai cina [4]

Tanaman petai cina (Leucaena leucocephala) telah digunakan dalam


berbagai sistem pengobatan tradisional untuk pengobatan berbagai penyakit
pada manusia. Secara fitokomia tanaman ini telah dilaporkan mengandung
berbagai alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan triterfenoid. Secara
farmakologi tanaman ini telah dilaporkan sebagai antibakteri, antidiabetes,
antiinflamasi, antikanker, anthelmintik, antioksidan dan larvasida. Ada juga
laporan yang tersedia untuk penggunaan tradisional tanaman ini berguna
sebagai obat cacing, melancarkan buang air besar, mengobati patah tulang,
susah tidur, bengkak, radang ginjal, diabetes dan melancarkan datang bulan.
Banyak konstituen terisolasi dari (Leucaena leucocephala) memiliki aktivitas
farmakologis, yang mendukung studi farmakologis lebih lanjut.[41]

11
Pengumpulan data

Dalam menyusun buku referensi ini, teknik yang digunakan adalah


menggunakan studi literatur dengan menemukan sumber atau literatur dalam
bentuk data primer atau dalam bentuk buku-buku resmi dan jurnal
internasional dalam 20 tahun terakhir (2000-2020). Juga, dalam membuat
buku referensi ini pencarian data menggunakan media online dengan kata
kunci adalah Leucaena leucocphala, penggunaan tradisional, fitokimia dan
farmakologi. Pencarian untuk referensi utama yang digunakan dalam buku
referensi ini melalui web terpercaya seperti ScienceDirect, NCBI,
ResearchGate, Google Cendekia, dan jurnal lainnya yang diterbitkan dan
dapat dipercaya.

12
BAB II
PENGGUNAAN TRADISIONAL PETAI CINA

Petai cina sudah sering dimanfaatkan sebagai obat tradisional bagi


masyarakat Indonesia, terutama bagian daun dan buahnya. Daun petai
cina mengandung flavonoid, saponin, tanin, vitamin A, dan vitamin B1,
sedangkan bagian buahnya mengandung mimosin, leukanin, leukanol, dan
protein. Berdasarkan kandungan tersebut, potensi manfaat petai cina untuk
kesehatan adalah sebagai berikut:[4]

2.1 Antibakteri

Manfaat petai cina ini paling banyak diperoleh jika Anda mengonsumsi bagian
daunnya. Berdarsarkan sebuah penelitian, kandungan alkaloid, flavonoid, dan
tanin di dalamnya membuat daun petai cina mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang dapat mengakibatkan
penyakit kulit, contohnya impetigo, hingga penyakit kronis, seperti
pneumonia. Alkaloid berfungsi mengganggu komponen pada sel bakteri
sehingga dinding sel tidak berbentuk utuh sehingga bakteri akan segera mati.
Sedangkan flavonoid bersifat koagulator protein, sedangkan tanin dapat
mengerutkan dinding atau membran sel sehingga sel bakteri tidak dapat
bertahan hidup.

2.2 Mengempiskan bengkak

Manfaat petai cina yang juga datang dari bagian daunnya adalah sebagai
obat bengkak pada kulit. Khasiat ini dapat dirasakan dengan cara menggerus
daun petai cina, kemudian menempelkannya di kulit yang mengalami masalah
tersebut, biarkan selama beberapa lama, kemudian bersihkan. Kandungan
saponin di dalam daun petai cina juga diyakini mengandung saponin yang
dapat berperan sebagai pembentuk kolagen di dalam tubuh. Hal ini membuat
kulit dapat mempercepat pengempisan bengkak sehingga akan lebih cepat
sembuh.

13
2.3 Meredakan diare

Di Thailand, konsumsi daun petai cina dapat meredakan diare. Khasiat


ini diyakini paling tinggi ketika dikonsumsi bagian pucuknya.

2.4 Meringankan kencing manis

Ramuan untuk membantu meringankan kencing manis dari Propinsi


Kalimantar Barat, Kabupaten Singkawang, etnis Dayak menggunakan biji
petai cina tua. Biji petai cina tua sebanyak 100 g digongseng lalu ditumbuk
halus seperti kopi, lalu diseduh dengan air mendidih dengan segelas air.
Ramuan ini diminum satu kali sehari.[47]

Penelitian menunjukkan ekstrak dari polong petai cina dapat menurunkan


gula darah. Flavonoid yang ditemukan dalam petai cuna juga dapat
menurunkan risiko diabetes tipe 2. Petai cina juga mengandung saponin yang
juga dapat bermanfaat bagi penurunan gula darah. Saponin menurunkan lipid
darah dan menurunkan respons glukosa darah. Hasil meta-analisis yang
dilakukan pada 2018 menunjukkan bahwa asupan tinggi flavonoid makanan
berkorelasi dengan risiko lebih rendah dari diabetes tipe 2. Alkaloid dalam
petai cina juga menurunkan glukosa darah yang dapat mengatasi diabetes.[54]

2.5 Membasmi cacing gelang

Ramuan untuk kecacingan terbuat dari petai cina (Leucaena


leucocephala (Lmk. de wit.) atau Leucaena glauca, Benth). Bagian yang
digunakan adalah biji segar petai cina. Manfaatnya adalah untuk obat
pembasmi cacing gelang. Larangan penggunaan ramuan ini belum dilaporkan.
Peringatan dalam penggunaan ramuan ini adalah masa kehamilan, menyusui
dan penyakit batu empedu. Efek samping pemakaian ramuan ini adalah mual.
Interaksi ramuan ini dengan obat lain belum dilaporkan. Dosis: 3 x 5 g

14
biji/hari. Cara pembuatan/penggunaan: bahan direbus dalam 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas, dinginkan, saring, diminum sekaligus.[48].

Petai cina memiliki efek detoksifikasi yang tak hanya mengeluarkan


racun tapi juga dapat membasmi cacingan. Petai cina yang memiliki sifat anti
bakteri dan antivirus membantu mengeluarkan cacing dalam tubuh.
Pengobatan Cina sudah banyak yang memanfaatkan petai cina sebagai obat
herbal untuk cacingan. Petai cina bahkan dapat membasmi cacing gelang dan
cacing cincin saat dikonsumsi langsung.[54]

2.6 Detoksifikasi tubuh

Gambar 2.1 Makan sayuran dari petai cina untuk detoksifikasi tubuh

Petai cina dapat mengeluarkan racun dari tubuh dengan cara detoksifikasi
(Gambar 2.1). Petai cina memiliki senyawa alkaloid. Senyawa ini bersifat
menetralisir racun di dalam tubuh dan membuangnya lewat sekresi tubuh.
Flavonoid dalam petai cina juga membantu menyingkirkan virus dan bakter
di dalam tubuh yang mengganggu fungsi vital seperti hati, ginjal, dan
pencernaan. Sifat detoksifikasinya dapat menyehatkan hati dan mencegah

15
masuknya penyakit hepatitis. Fungsi ini juga berpengaruh pada kesehatan
ginjal dan mendukung kinerjanya secara maksimal.[54]

Gambar 2.2 Konsumsi petai cina cocok untuk diet

2.7 Diet

Petai cina mengandung protein yang tinggi kadarnya, lemak serta kalori
rendah. Konsumsi petai cina aman dan cocok dalam proses penurunan berat
badan (Gambar 2.2). Asupan protein tinggi dapat meningkatkan metabolisme
dan membantu membakar lebih banyak kalori sepanjang hari. Makanan tinggi
protein mengurangi rasa lapar, membantu makan lebih sedikit kalori. Ini
disebabkan oleh peningkatan fungsi hormon pengatur berat badan. Makan
lebih banyak protein dapat mengurangi keinginan dan keinginan untuk ngemil
larut malam.[54]

2.8 Anti kanker

Ekstrak biji petai cina juga sangat baik dalam menangkal radikal bebas
dan mengurangi risiko serangan kanker. Flavonoid dalam petai cina mampu

16
mencegah sel-sel tubuh berkembang menjadi kanker. Flavonoid membantu
mengatur aktivitas seluler dan melawan radikal bebas yang menyebabkan
stres oksidatif pada tubuh penyebab kanker. Penelitian telah menunjukkan
bahwa flavonoid dapat membantu menghentikan penggandaan sel kanker. Ini
termasuk mengonsumsi makanan dengan flavonoid dan menjaga pola makan
yang sehat.[54]

2.9 Menguatkan tulang

Petai cina juga mengandung kalsium dan fosfor yang memberi nutrisi pada
tulang. Fosfor bekerja dengan kalsium untuk membantu membangun tulang.
Tubuh membutuhkan jumlah kalsium dan fosfor yang tepat untuk kesehatan
tulang (Gambar 2.3). Tubuh tidak menghasilkan kalsium, jadi seseorang harus
mengandalkan makanan untuk mendapatkan kalsium yang dibutuhkan.
Tulang adalah tempat penyimpanan utama kalsium dalam tubuh. Fosfor juga
memainkan peran struktural penting dalam asam nukleat dan membran
sel.[54]

Gambar 2.3 Petai cina dapat untuk menguatkan tulang

17
2.10 Meningkatkan kekebalan tubuh

Perpaduan kandungan flavonoid, alkaloid, dan saponin menjadikan petai cina


sebagai jenis sayuran yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Saponin
bertindak sebagai sumber anti bakteri dan antivirus. Efek ini dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk mencegah penyakit. Petai cina
juga mengandung protein yang berperan dalam kekebalan tubuh (Gambar
2.4). Makan berbagai makanan protein dapat mempercepat penyembuhan dan
pemulihan saat sakit.[54]

Gambar 2.4 Petai cina dapat meningkatkan kekebalan tubuh

2.11 Menyehatkan kulit

Petai cina memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan antivirus yang dapat
mencegah masalah kulit. Petai cina dapat mengatasi perdangan kulit yang
disebabkan karena psoriasis. Biji petai cina dikenal sangat baik meredakan
peradangan dan nyeri. Petai cina juga mengandung vitamin C yang berperan
sebagai antioksidan kulir (Gambar 2.5). Vitamin C adalah antioksidan yang

18
dapat mengurangi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap tubuh.[54]

Gambar 2.5 Petai cina dapat menyehatkan kulit

19
BAB III
TINJAUAN FITOKIMIA PETAI CINA

Uji fitokimia L. leucocephala menunjukkan adanya terpene, flavonoid,


kumarin, dan sterol. Berbagai bagian L. leucocephala memiliki khasiat obat.
Kandungan flavonoid diisolasi dari fraksi kloroform, etil asetat, dan n-butanol
dari ekstrak alkohol encer. Sifat fitokimia dari Leucaena leucocephala
diidentifikasi sebagai asam kafeat, isorhamnetin, chrysoberyl, isorhamnetin 3-
O-galactoside, kaempferol-3-O-arabinoside, quercetin-3-O-rhamnoside, dan
luteolin-7-glukosida.[8]

Ekstrak etanol daun petai cina mengandung saponin, tanin, flavonoid,


dan steroid/triterpenoid. Ekstrak etanol yang diperoleh dari batang petai cina
menunjukkan adanya alkaloid, tanin, saponin, dan sterol/triterpenoid.
Sedangkan ekstrak etanol bijinya mengandung saponin, tanin, dan
steroid/triterpenoid.[9] Studi lain mengungkapkan bahwa dalam Leucaena
leucocephala, terdapat filobatin, alkaloid, glikosida jantung, tanin, dan
glikosida (gula pereduksi dan glikosida) dengan adanya flavonoid dan
saponin.[11]

Analisis GC-MS daun L. leucocephala menunjukkan 30 senyawa, dan


penyusun kimia utamanya adalah squalene (41,02%), fitol (33,80%),
3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecane-1-ol (30,86%) dan 3,7,11-
Tridecatrienenitrile,4,8,12-trimethyl (25,64%). Beberapa senyawa tersebut
telah dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis seperti antioksidan,
antimikroba, hepatoprotektif, antiparasit, insektisida, nematisida, pestisida,
anti koroner, antartritik, antiandrogenik, hipokolesterolemik, pencegahan
kanker, antikanker, analgesik, anestesi, alergen, dll. Penelitian ini
menunjukkan bahwa daun L. leucocephala memiliki berbagai senyawa

20
bioaktif yang potensial dan direkomendasikan sebagai tanaman yang memiliki
kepentingan fitofarmasi.[12]

Leucaena leucocephala (Lam.) De Wit (Petai Belalang) merupakan


tumbuhan medium pada kelompok tumbuhan tropis yang dapat bertahan
hidup di lingkungan yang panas, kering, dan hangat. Di Malaysia, tanaman
tersedia melimpah. Karena tidak ada yang digunakan secara komersial, dan
tidak ada niat serius untuk menemukan manfaat L. leucocephala, penelitian
ini muncul dengan ide menganalisis antioksidan yang terkandung dalam daun
tanaman dengan menjalani berbagai metode ekstraksi dan pengujian kimia.
Uji fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini adalah aktivitas antioksidan
dengan metode difenilpikrilhidrazil radikal bebas (DPPH), kadar fenol total
dengan metode Folin-Ciocalteu, kadar flavonoid total menggunakan uji
kolorimetri dengan asam askorbat dan kuersetin sebagai standar acuan.
Analisis fosfor menggunakan metode molibdenum biru atau disebut juga
dengan metode asam askorbat. Untuk aktivitas antioksidan dengan metode
radikal bebas difenilpikrilhidrazil (DPPH) tercatat konsentrasi yang lebih
tinggi dengan ekstraksi menggunakan metanol (sampel kering) yaitu 8247,0
mg/L. Untuk kandungan total fenol, konsentrasi yang lebih tinggi dicatat
dengan ekstraksi menggunakan air deionisasi (sampel kering), yaitu 4276,0
mg/L. Untuk kandungan total flavonoid dengan uji kolorimetri, konsentrasi
yang lebih tinggi dicatat dengan ekstraksi menggunakan metanol (sampel
kering), yaitu 4439,0 mg/L. Analisis fosfor pada konsentrasi yang lebih tinggi
dicatat dengan ekstraksi menggunakan metanol (sampel kering) yaitu 71,057
mg/L.[13]

Sebuah rute ekologi dan kebajikan untuk pembuatan nanopartikel oksida


tembaga (CuONPs) menggunakan ekstrak daun Leucaena leucocephala L.
pada suhu kamar dilaporkan. Skrining fitokimia ekstrak daun encer segar
menunjukkan tanin, saponin, kumarin, flavonoid, glikosida jantung, steroid,
fenol, karbohidrat, dan asam amino. Nanopartikel tembaga oksida disiapkan
pada Nanoscale. Morfologi dan ukurannya dikarakterisasi menggunakan
mikroskop elektron pemindai emisi lapangan. Spektroskopi sinar-X dispersif

21
energi, mikroskop elektron transmisi, difraksi sinar-X, spektroskopi
inframerah transformasi Fourier, Brunauer-Emmett-Teller, analisis Barrett-
Joyner-Halenda, dan Photoluminescence. Selanjutnya, CuO-NP menunjukkan
aktivitas antimikroba, antimalaria, dan antimikobakteri yang luar biasa
terhadap patogen manusia yang dipilih.[15]

Analisis fitokimia Leucaena leucocephala telah dilakukan. Hasilnya


menunjukkan bahwa Leucaena leucocephala menunjukkan adanya sedikit
phylobatanin, alkaloid dan glikosida jantung serta tingginya kandungan tanin
dan glikosida (gula pereduksi dan glikosida) dengan kandungan flavonoid dan
saponin yang moderat. Ekstrak etanol tumbuhan tersebut mengandung bahan
organik aktif yang berguna yang dapat memainkan peran penting dalam
kesehatan dan pengobatan penyakit manusia.[34]Konstituen flavonoid yang
diisolasi dari fraksi kloroform, etil asetat dan n-butanol dari ekstrak alkohol
berair dari bagian udara Leucaena leucocephala diidentifikasi sebagai asam
kafeat (Gambar 3.1), Isorhamnetin Gambar 3.2a), Chrysoeriol (Gambar 3.2b),
Isorhamnetin 3-O-galactoside (Gambar 3.2c), Kaempferol-3-O-rubinoside
(Gambar 3.2d), Quercetin-3-O-rhamnoside (Gambar 3.2e) dan Luteolin-7-
glukosida (Gambar 3.2f). Struktur kimia senyawa yang diisolasi diidentifikasi
dengan kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas dan teknik spektral (UV,
1
H-NMR dan MS). Fraksi etil asetat dan senyawa flavonoid yang diisolasi
menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dibandingkan dengan Trolox
(senyawa antioksidan standar). Fraksi yang berbeda dan senyawa terisolasi

22
dari Leucaena leucocephala tidak menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap
garis sel karsinoma Ehrlich-ascitis pada konsentrasi yang diuji.[35]

Gambar 3.1 Asam kafeat

Gambar 3.2 Senyawa flavonoid dalam petai cina


(a), R1=OMe; R2=OH; R3=OH (isorhamnetin).
(b), R1=OMe; R2=H; R3=OH (chrysoeriol).
(c), R1=OMe; R2=O-Gal.; R3=OH. (isorhamnetin-3-O-galactoside).

23
(d), R1= H; R2=O-Rh-Gl.; R3=OH. (kaempferol-3-O-rubinoside).
(e), R1=OH; R2= O-Rh; R3=OH. (querecetin-3-O-rhamnoside).
(f), R1=OH; R2=H; R3= O-GL. (luteolin-7-O-glucoside).

Penelitian ini adalah studi pertama untuk skrining fitokimia daun L.


leucocephala dari Malaysia. Komponen yang ada dalam ekstrak heksana,
petroleum eter, kloroform, etil asetat dan metanol daun L. leucocephala
diidentifikasi dengan analisis GC-MS (Gambar 3.3, 3.4, 3.5, 3.6 dan 3.7). Tiga
puluh fitokomponen dari daun L. leucocephala telah diidentifikasi dari semua
ekstrak pelarut setelah dilakukan perbandingan spektrum massa dengan
perpustakaan NIST (Tabel 3.1) dan konstituen kimia utama adalah Squalene
(41,02%), Fitol (33,80%), 3,7, 11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1-ol (30,86%)
dan 3,7,11-Tridecatrienenitrile, 4,8,12-trimethyl (25,64%).

Dalam penelitian ini, senyawa yang dianalisis dalam ekstrak heksana


daun L. leucocephala adalah lima senyawa penting dan ini termasuk

24
tetratetracontane, asam oksalat, allyl hexadecyl ester, squalene, octacosane
dan hexatriacontane (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Kromatogram gas dari ekstrak heksana daun L. leucocephala.


Tetratetracontane (9), (10) Asam oksalat, allyl hexadecyl ester, (11)
Squalene, (12) Octacosane, (16) Hexatriacontane

Sedangkan enam senyawa penting yang teridentifikasi pada ekstrak


petroleum eter daun L. leucocephala adalah 5-octadecene, 1-octadecyne,
3,7,11,15-tetramethyl-2-hexadecen-1-ol, pentadecanoic acid, 14-methyl-,

25
metil ester, asam 9,12-oktadekadienoat, metil ester dan squalene (Gambar
3.4).

Gambar 3.4 Kromatogram gas dari ekstrak petroleum eter daun L.


leucocephala. 5-Octadecene (2), (3) 2-Bromotetradecane, (5) 1-Octadecyne,
(7) 3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1-ol, (8) Eicosane, (9) Asam
pentadekanoat, 14-metil-, metil ester, (12) asam 9,12-Oktadekadienoat, metil
ester, (18) Squalene

Empat senyawa terdeteksi pada ekstrak kloroform. Senyawa tersebut


adalah 3,7,11,15-tetramethyl-2-hexadecen-1-ol, hexadecanoic acid, 15-

26
methyl-, methyl ester, 9,12,15-octadecatrienoic acid, methyl ester dan 3,7,11-
tridecatrienenitrile, 4,8,12-trimethyl (Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Kromatogram gas ekstrak Kloroform daun L. leucocephala.


3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1-ol (5), (7) Hexadecanoic acid, 15-
methyl-, methyl ester, (10) 9,12,15-Octadecatrienoic acid, methyl ester, (16)
3,7,11-Tridecatrienitrile, 4,8,12-trimethyl

Gambar 3.6 Kromatogram gas ekstrak etil asetat daun L. leucocephala. 2-


Dodecene (2), (4) 7-Hexadecene, (7) 5-Octadecene, (9) 1-Octadecyne, (11)

27
3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1-ol, (13) 5-Eicosene, (14) 9,12,15-
Octadecatrienoic acid, methyl ester, (23) 1-Docosene, (29) Squalene

Gambar 3.7 Kromatogram gas dari ekstrak metanol daun L. leucocephala.


3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1-ol (2), (6) Asam heptacosanoic,
methyl ester, (7) n-Hexadecanoic acid, (9) 9,12,15-Octadecatrienoic acid,
metil ester, (10) Fitol, (19) Squalene

Tabel 3.1 Skrining fitokimia ekstrak daun L. leucocephala dengan


Kromatografi Gas - Spektrometri Massa

Waktu Luas
Rumus Berat
No Retensi Nama Senyawa Puncak
Molekul Molekul
(menit) (%)
Ekstrak heksana
1 26,69 Tetratetracontane C44H90 618 5,03
2 27,80 Asam oksalat, alil C21H38O4 354 6,05
heksadesil ester
3 28,08 Squalene C30H50 410 41,02
4 29,15 Oktakosan C28H58 394 16,00
5 32,80 Hexatriacontane C36H74 506 9,50
Ekstrak petroleum eter
1 16,16 5-Octadecene C18H36 252 1,83

28
2 18,90 1-Octadecyne C18H34 250 12,10
3 19,35 3,7,11,15- C20H40O 296 5,93
Tetramethyl-2-
hexadecen-1-ol
4 19,86 Asam pentadekanoat, C17H34O2 270 3,77
14-metil-, metil ester
5 21,53 Asam 9,12- C19H34O2 294 2,38
Oktadekadienoat,
metil ester
6 28,08 Squalene C30H50 410 30,47
Ekstrak kloroform
1 18,89 3,7,11,15- C20H40O 296 30,86
Tetramethyl-2-
hexadecen-1-ol
2 19,85 Asam heksadekanoat, C18H36O2 284 2,08
15-metil-, metil ester
3 21,60 Asam 9,12,15- C19H32O2 292 5,88
oktadekatrienoat,
metil ester
4 28.08 3,7,11- C16H25N 231 25,64
Tridecatrienenitrile,
4,8,12-trimethyl
Ekstrak etil asetat
1 10,75 2-Dodecene C12H24 168 1,66
2 13,62 7-Hexadecene C16H32 224 5,23
3 18,43 5-Octadecene C18H36 252 9,59
4 18,89 1-Octadecyne C18H34 250 13,67
5 19,35 3,7,11,15- C20H40O 296 5,27
Tetramethyl-2-
hexadecen-1-ol
6 20,49 5-Eicosene C20H40 280 9,26
7 21,59 Asam 9,12,15- C19H32O2 292 2,23
oktadekatrienoat,
metil ester
8 24,08 1-Docosene C22H44 308 2,80
9 28,07 Squalene C30H50 410 12,28
Ekstrak metanol

29
1 18,90 3,7,11,15- C20H40O 296 16,05
Tetramethyl-2-
hexadecen-1-ol
2 19,85 Asam heptacosanoic, C28H56O2 424 0,57
metil ester
3 20,24 Asam n- C16H32O2 256 0,95
heksadekanoat
4 21,60 Asam 9,12,15- C19H32O2 292 1,55
oktadekatrienoat,
metil ester
5 21,70 Fitol C20H40O 296 33,80
6 28,08 Squalene C30H50 410 17,62

Para peneliti telah dapat mengisolasi 15 senyawa dari bagian berbeda dari
Leucaena leucocephala. Asam linoleat dan β-sitosterol diisolasi dari biji.
Lupeol, β-sitostenone dan 5 α, 8 α-epidioxy- (24 ξ) -ergosta-6, 22- dien-3 β-
ol dari polong coklat. Pheophorbide a methyl ester, ficaprenol-11, squalene,
campuran asan cis- dan trans-kumarat, dan pyropheophorbide-a diisolasi dari
polong hijau. Pheophytin-a, aistopyll-C, 132-hydroxy- (132-S) -pheophytin-a
dan methyl-132- hydroxy- (132-S) -pheophorbide b diisolasi dari daun.[37]

Penelitian ini mengidentifikasi unsur fitokimia daun, buah, kulit batang,


dan cabang kayu yang diekstrak dari limbah pemangkasan pohon Leucaena
leucocephala (Lam.) De Wit. yang tumbuh di Mesir. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada 49, 29, 34, dan 27 fitokomponen, dari masing-
masing bagian tumbuhan ini, sebagaimana diuji dengan analisis spektroskopi
massa kromatografi gas (GC-MS). Komponen utama daun adalah 1,2-
benzenedicarboxylic acid, mono (2-ethylhexyl) ester (17,7%), betulin
(15,7%), lupeol (14,7%), androstan-17-one, 3-ethyl-3-hydroxy. -, (5à) -
(12,3%), asam 9,12,15-oktadekatrienoat, metil ester, (Z,Z,Z)- (11,6%),
betametason (9,7%), dan β-sitosterol (9,1%). Fitokomponen utama buah
adalah β-sitosterol (55,7%), 3-beta-hydroxy-5-cholen-24-oic acid (48,7%),
1,2-benzenedicarboxylic acid, mono (2-ethylhexyl) ester (42,9%), lupeol
(29,3%), betulin (15,8%), stigmasterol (12,8%), dan campesterol (7,6%).

30
Fitokomponen utama kulit batang adalah 1,2-benzenedicarboxylic acid,
diisooctyl ester (65,7%), β-sitosterol (27,2%), betulin (22,1%), lupeol
(21,1%), dan 9,12-octadecadienoic acid (Z,Z) -, metil ester (8,8%). Cabang
kayu mengandung β-sitosterol (60,1%), 1,2-benzenedicarboxylic acid, mono
(2-ethylhexyl) ester (47,2%), lupeol (22,5%), campesterol (15,6%), dan
stigmasterol (14,1%). Sebagian besar senyawa yang diidentifikasi telah
dilaporkan memiliki aktivitas biologis yang penting, seperti aktivitas
antimikroba, anti-inflamasi, antikanker, anti-rematik, antioksidan, dan
antidiabetes. Empat konstituen L. leucocephala secara statistik independen
dalam fitokomponen tersebut. Fitokomponen dalam lima pelarut dicampur
untuk menggambarkan empat konstituen. Konstituen L. leucocephala ini
adalah sumber biologis yang potensial untuk fitofarmaseutik.[38]

Identiftkasi struktur menggunakan spektrofotometer UV, IR, GC-MS dan


NMR. Spektrum UV-Vis isolat p2a kloroform dari ekstrak daun petai cina
menampakkan serapan Amax 214 nm, ini menunjukkan tidak adanya gugus
kromofor. Spektrum inframerah menunjukkan serapan pada 3409,4 cm-1
(OH), 2928,2 cm-l (-CH alifatik), 854,3 cm-1 (CH alifatik), 75,5 cm-1 (C=C),
1416,4 cm-1 (CH2), 1385,0 cm-1 (CH3), 1258,3 cm-1 dan 1082,3 cm-1 (C-O).
Spektra GC-MS menunjukan ion molekul pada m/z 482 (M + H+) dan ion
fragmen pada m/z 427 (M + H+). Spektra IH-NMR (CDCl3) menunjukkan
resonansi pada  0,8, 1,4, 1,6, 2,0, 2,3, 3,6, 4,2 dan 5,4 ppm. Spektra ini
mengindikasikan sebuah senyawa lupeol (Gambar 3.8).[53]

31
Gambar 3.8 Struktur lupeol [53]

32
BAB IV
AKTIVITAS FARMAKOLOGI PETAI CINA

4.1 Aktivitas analgesik

Daun lamtoro atau yang dikenal dengan petai cina (Leucaena


leucocephala (Lam) de Wit), mengandung zat aktif flavonoid yang dapat
meredakan nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek
analgesik ekstrak daun lamtoro pada dosis 0,54 g, 0,72 g, dan 1,08 g pada
mencit putih jantan. Subjek penelitian ini adalah 15 ekor mencit putih jantan
yang terbagi dalam lima kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (CMC
1%), kelompok kontrol positif (Paracetamol), dan kelompok perlakuan
(ekstrak daun lamtoro). Uji efek analgesik dilakukan dengan stimulasi panas
pada suhu 55 ºC. Respon tikus yang diamati berupa menjilati dan meloncat.
Pengamatan dilakukan selama 1 menit. Komentar dibuat sebelum pemberian
zat uji, kemudian pada menit ke 30, 60, 90, dan 120. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak daun lamtoro pada dosis 0,54 g, 0,72 g, dan 1,08
g memberikan efek analgesik pada mencit putih jantan. Dengan demikian,

33
dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun lamtoro memiliki efek analgesik pada
mencit putih jantan yang diinduksi secara termal.[5]

Gambar 4.1 Grafik rata-rata respon anagesik mencit tiap kelompok terhadap
ekstrak daun lamtoro (petai cina) [5]

4.2 Aktivitas antibakteri

Ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena leucocephala) dengan metode


difusi agar terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada
konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% menghasilkan zona hambat (6,0
mm, 6.0 mm, 7,2 mm, 10,2 mm, 15,4 mm) dan (6,0 mm, 6,0 mm, 7,0 mm, 7,4
mm, 12,2 mm), masing-masing. Kontrol positif tetrasiklin HCl menunjukkan
zona hambat 38,0 mm.[15] Ekstrak etanol 96% daun petai cina (Leucaena
leucocephala) dengan metode difusi cakram memiliki aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%

34
menghasilkan zona hambat 10.525 mm, 11.475 mm, 12.725 mm, dan 16,85
mm, masing-masing (Tabel 4.1).[16]

Tabel 4.1 Hasil pengukuran zona hambat berbagai konsentrasi ekstrak daun
petai cina (Leucaena leucocephala) terhadap Staphylococcus aureus [16]

Aktivitas antibakteri ekstrak biji A. nilotica, P. juliflora dan L.


leucocephala ditentukan secara in vitro menggunakan metode difusi cakram
terhadap strain bakteri yang berbeda yaitu S. aureus, E. coli, P. aeruginosa,
K. pneumonia dan S. typhi. Bubuk kering tumbuh-tumbuhan ini dilakukan
metode ekstraksi panas berturut-turut untuk mendapatkan berbagai ekstrak
yaitu n-heksana, kloroform, aseton, alkohol dan air. Pengujian dilakukan
dengan dosis 100 mg/mL, dibandingkan dengan Amikacin standar (30
mg/mL). Zona hambat maksimum 10 mm diamati pada ekstrak aseton,
alkohol dan air dari A. nilotica terhadap E. coli, S. typhi, S. aureus dan P.
aeruginosa masing-masing. Ekstrak P. juliflora menunjukkan aktivitas (8
mm) terhadap S. aureus dan S. typhi saja. Pada L. leucocephala, ekstrak n-
hexane, alkohol dan air menunjukkan aktivitas yang lebih menonjol (8 mm).
E. coli tidak dihambat oleh ekstrak P. juliflora atau oleh L. leucocephala
(Gambar 4.2). Oleh karena itu, zona hambatan yang cukup besar diamati pada
ketiga spesies akasia ini, di antaranya A. nilotica menunjukkan aktivitas paling
signifikan terhadap strain yang diuji diikuti oleh L. leucocephala dan P.
juliflora. Prospek penelitian untuk investigasi rinci tentang isolasi dan

35
aktivitas fraksinasi terpandu ekstrak biji akasia ini dan pemanfaatannya
sebagai antimikroba yang potensial.[42]

Gambar 4.2 Aktivitas antibakteri ekstrak biji L. leucocephala terhadap strain


mikroba B1: Escherichia coli, B2: Staphylococcus aureus, B3: Pseudomonas
aeruginosa, B4: Klebsiella pneumonia, B5: Salmonella typhi.[42]

Staphylococcus aureus merupakan penyebab infeksi tersering pada


manusia. Hampir setiap orang mengalami infeksi Staphylococcus aureus
semasa hidupnya. Resistensi Staphylococcus aureus terhadap antibiotik telah
banyak dilaporkan. Penggunaan antibiotik β-lactam seperti methicillin,
oxacillin, dan amoxicillin yang berlebihan pada decade terakhir menyebabkan
munculnya methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Resistensi
ini menyebabkan gangguan pengobatan sehingga diperlukan usaha untuk
mengembangkan pengobatan tradisional. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui efektivitas ekstrak daun petai cina (Leucaena leucocephala)
dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Penelitian ini
menggunakan desain eksperimental laboratorik dengan metode disc diffusion.
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.
Konsentrasi yang diuji pada Staphylococcus aureus dengan menggunakan

36
ekstrak daun petai cina (Leucaena leucocephala) sebesar 25%, 50%, 75%, dan
100%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun petai cina
(Leucaena leucocephala) menghasilkan zona hambat seluas 10.525 mm,
11.475 mm, 12.725 mm, dan 16.85 mm pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan
100%. Ekstrak daun petai cina (Leucaena leucocephala) efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Zona hambat yang
terbesar pada konsentrasi murni yaitu 16,85 mm dan zona hambat yang
terbentuk termasuk dalam kategori sedang.[43]

Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alum yang sangat penting
dalam upaya pengobatan dan upaya mempertahankan kesehatan masyarakat
Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional adalah petai
cina (Leucaena leucocephala). Secara etnobotani, masyarakat Indonesia telah
memanfaatkan daun petai cina sebagai obat-obatan di antaranya sebagai obat
luka dan obat bengkak. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan secara
iImiah melalui isolasi dan identifikasi senyawa antibakteri dari daun L.
leucocephala. Serbuk kering daun L. leucocephala diekstraksi dengan
menggunakan Soxhlet secara bertingkat yang dimulai dengan wash-benzen
dan diikuti dengan metanol. Kedua ekstrak kental diuji aktivitas
antibakterinya pada Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan E. coli 25922
menggunakan metode difusi agar dan dilihat proftl KLT-nya. Ekstrak yang
menunjukkan aktifitas terhadap S. aureus difraksinasi menggunakan
kromatograft vakum cair dengan fase gerak yang berbeda yakni wash-benzen
dan kombinasi wash-benzen dan etil asetat Masing-masing fraksi yang
diperoleh diuji aktivitas antibakterinya dan dilihat proftl KLT-nya. Senyawa
aktif pada fraksi aktif diisolasi dengan kromatograft lapis tipis preparatif (pIa,
p2a, p3a). Senyawa aktif (p2a) yang diperoleh diuji kemurniannya secara KLT
dengan tiga macam variasi fase gerak. [53]

4.3 Aktivitas antidiabetik

Enzim α-amilase dan α-glukosidase dalam proses pencernaan akan


menghidrolisis pati menjadi glukosa. Jika glukosa darah melebihi batas

37
normal (> 140 mg/dL), maka seseorang didiagnosis diabetes melitus.
Pengobatan diabetes mellitus, terutama tipe 2, biasanya diobati dengan
menggunakan obat acarbose, yang akan menghambat α-amilase dan α-
glukosidase. Pada penelitian ini akan dianalisis kemampuan daya hambat
infus buah petai cina segar dan kering (Leucaena leucocephala L. de Wit)
terhadap kedua enzim tersebut. Penghambatan infus terhadap aktivitas enzim
α-amilase ditentukan dengan metode asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS). Untuk
α-glukosidase, menggunakan substrat p-nitrofenil-a-D-glukopiranosida (p-
NPG). Absorbansi reaksi diukur menggunakan microplate reader pada
panjang gelombang 530 nm untuk α-amilase dan 410 nm untuk α-glukosidase.
Sampel kering petai cina menyatakan % inhibisi infus lebih baik dari pada
sampel segar dalam menghambat aktivitas enzim α-amilase dengan persentase
sebagai berikut: infus buah petai cina kering 92,54 ± 1,11%, nilai ini tidak
berbeda nyata dengan Acarbose 93,89 ± 0,02%. Sedangkan % penghambatan
aktivitas enzim α-glukosidase dari semua sampel memiliki perbedaan yang
signifikan dengan Acarbose (P <0,05) dengan nilai penghambatan 97,99 ±
0,19%. Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman petai cina memiliki potensi
sebagai antidiabetes, terutama dalam menghambat aktivitas enzim α-
amilase.[17]

Diabetes melitus merupakan penyakit dimana sekresi terganggu akibat


penurunan kepekaan dan kerusakan sel beta. Tujuan penelitian ini adalah
untuk membuktikan bahwa ekstrak daun petai cina (Leucaena leucocephala
(Lam.) De Wit) mempunyai aktivitas menurunkan kadar gula darah mencit
hiperglikemik dengan dosis yang efektif. Penelitian antihiperglikemik ini
menggunakan 30 ekor mencit putih. Uji aktivitas antihiperglikemik dilakukan
pada enam kelompok perlakuan, yaitu kelompok I (kontrol normal), kelompok
II (kontrol negatif, induksi aloksan 200 mg/kg BB dan akuades), kelompok III
(induksi aloksan dan glibenklamid 10 mg/kg BB). ), kelompok IV (induksi
aloksan dan ekstrak daun petai cina 200 mg/kg BB), kelompok V (induksi
aloksan dan ekstrak daun petai cina 400 mg/kg BB), kelompok VI (induksi
aloksan dan ekstrak daun petai cina 300 mg/kg BB). Semua kelompok
perlakuan diberikan perlakuan ini selama 14 hari dan dilakukan pengukuran

38
kadar gula darah pada hari ke 0, 3, 10, dan 17. Aktivitas antihiperglikemik
ekstrak daun petai cina ditunjukkan dengan menghitung kekuatan
hipoglikemik dari masing-masing perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun petai cina memiliki aktivitas antihiperglikemik
pada mencit yang diinduksi aloksan. Dosis uji ekstrak etanol daun petai cina
600 mg/kg BB memiliki aktivitas antihiperglikemik yang efektif
dibandingkan dengan 400 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB, sebanding dengan
kelompok kontrol positif (Tabel 4.2).[18]

Tabel 4.2 Rata-rata prosentase penurunan kadar glukosa darah hari ke-10 dan
ke-17 setelah pemberian ekstrak etanol daun petai cina [18]

Salah satu agen antidiabetik oral yang dapat menurunkan peningkatan


kadar glukosa darah postprandial adalah inhibitor α-glukosidase. Biji petai
cina (Leucaena leucocephala (Lam,) de Wit) secara tradisional digunakan
sebagai antidiabetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas
antidiabetes in vitro ekstrak etanol daun, kulit batang, dan biji petai cina.
Ekstrak etanol dibuat dengan cara maserasi dalam etanol 96%. Uji aktivitas
antidiabetik dilakukan dengan penghambatan ekstrak pada aksi enzim α-
glukosidase dengan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan kuersetin
sebagai kontrol positif. Ekstrak etanol kulit kayu, daun, dan biji petai cina

39
menunjukkan aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase dengan IC50
33,75 μg/mL, IC50 132,55 μg/mL, dan 3659 μg/mL (Tabel 4.3).[9]

Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas antidiabetes ekstrak etanol daun, kulit batang dan
biji petai cina [9]

Penelitian lain dilakukan untuk mengetahui sifat hipoglikemik dan


hipolipidemik ekstrak daun Phyllanthus acidus, Leucaena leucocephala, dan
Psidium guajava. Ekstrak dengan dosis 250 mg/kg diberikan pada tikus
diabetes yang diinduksi streptozotocin (65 mg/kg) secara oral dan setiap hari
selama delapan minggu. Kadar glukosa darah, berat badan, nilai hematologi,
profil lipid, kimia darah, dan insulin serum diperiksa. Aktivitas antioksidan
ekstrak juga dinilai menggunakan tes pemulungan radikal 1,1-difenil-2-pikril-
hidrazin (DPPH). Selain itu, untuk melihat apakah ekstrak memiliki toksisitas
akut, setelah pemberian ekstrak oral dengan dosis 1000, 1500, dan 2000 mg/kg
dilakukan pada mencit sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak
secara nyata (p <0,05) menurunkan kadar glukosa darah, kolesterol total (TC),

40
trigliserida (TG), low-density lipoprotein (LDL), nitrogen urea darah (BUN),
dan kreatinin. Tetapi meningkatkan high-density lipoprotein (HDL) dan
insulin serum pada tikus yang diobati dengan diabetes. Namun, nilai
hematologi termasuk sel darah putih (WBC), sel darah merah (RBC),
hemoglobin (Hb), hematokrit (Hct) pada tikus normal dan diabetes tidak
terpengaruh oleh ekstrak tersebut. Hasil uji DPPH menunjukkan bahwa
ekstrak daun P. acidus, L. leucocephala, dan P. guajava memiliki aktivitas
antioksidan dengan nilai EC50 232,37 ± 15,27, 296,10 ± 16,40, dan 39,40 ±
3,82 μg/mL, yang kurang poten dibandingkan asam askorbat (1,48 ± 0,86
μg/mL). Selain itu, ekstrak pada dosis hingga 2000 mg/kg tidak menunjukkan
tanda-tanda toksisitas akut dan kematian tikus selama periode
pengamatan.[19]

Uji antidiabetes terhadap fraksi aktif ekstrak metanol biji Leucaena


leucocephala (Lmk) De Wit dilakukan dengan menggunakan tikus yang
diinduksi aloksan. Fraksinasi dilakukan pada fraksi aktif menggunakan
kromatografi kolom. Fraksi teraktif pada penelitian sebelumnya dianalisis
dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fasa gerak kloroform-
metanol (5: 1), kloroform-metanol (2: 1), kloroform-metanol-air (5: 5: 1) )
pada isolat yang dihasilkan. dengan tes toleransi glukosa oral dan identifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol memiliki aktivitas
antidiabetes yang lebih besar, dan lima isolat hasil isolasi ekstrak metanol.
Hasil identifikasi senyawa bioaktif berupa glikosida dengan gugus
monosakarida galaktosa dan banyak sakarida lainnya. Disimpulkan bahwa
fraksi aktif biji Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit memiliki aktivitas
antidiabetik dan senyawa bioaktifnya adalah glikosida dengan gugus
galaktosa monosakarida dan banyak sakarida lainnya.[20]

Leucaena leucocephala secara tradisional digunakan untuk mengobati


diabetes. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi aktivitas in vitro "mirip
insulin" dari Leucaena leucocephala (Lam.) De Wit. untuk meningkatkan
metabolisme lipid dan glukosa. Kemampuan ekstrak buah untuk merangsang
adipogenesis, menghambat lipolisis, dan mengaktifkan pengambilan glukosa

41
berlabel radiolabel dinilai menggunakan adiposit tikus primer. Kuantitatif
Waktu Nyata (RT-PCR) dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak pada
tingkat ekspresi gen (protein kinase B, AKT; transporter glukosa 4, GLUT4;
lipase sensitif hormon, HSL; fosfatidylinositol-3-kinase, PI3KA; pengaturan
sterol faktor pengikat elemen 1, Srebp1). Ini terlibat dalam jalur pensinyalan
yang diinduksi insulin. Ekstrak air buah L. leucocephala merangsang
adipogenesis moderat dan serapan glukosa ke dalam adiposit dibandingkan
dengan insulin (Gambar 4.3 – 4.5). Umumnya, ekstrak tersebut memberikan
efek lipolitik yang cukup besar pada konsentrasi yang lebih rendah tetapi
secara bertahap menurunkan konsentrasi yang lebih tinggi (Gambar 4.4).
Temuan ini sejalan dengan analisis RT-PCR. Ekspresi gen GLUT4 dan HSL
diregulasi dua kali lipat dan satu kali lipat, sedangkan gen AKT, PI3KA, dan
Srebp1 diregulasi ke bawah. Ekstrak air buah L. leucocephala dapat
digunakan sebagai adjuvan dalam mengobati diabetes mellitus tipe 2 dan

42
manajemen berat badan karena peningkatan pengambilan glukosa dan sifat
lipolisis adipogenesis yang seimbang.[21]

Gambar 4.3 Pengaruh ekstrak air buah Leucaena leucocephala terhadap


adipogenesis

Sumbu y menunjukkan peningkatan lipat adipogenesis ± SEM uji rangkap


empat di atas nilai kontrol (sel yang tidak diberi perlakuan). Preadiposit
(80.000 sel/sumur) diinduksi untuk berdiferensiasi dengan berbagai

43
konsentrasi ekstrak buah Leucaena leucocephala dengan/tanpa insulin (100
μM) sebelum uji Oil Red O.[21]

Gambar 4.4 Pengaruh ekstrak air buah Leucaena leucocephala pada lipolisis

Sumbu y menunjukkan peningkatan lipatan lipolisis yang diinduksi epinefrin


± SD dari uji rangkap empat di atas nilai kontrol (sel yang tidak diobati).
Adiposit (80.000 sel/sumur) diobati dengan berbagai konsentrasi ekstrak buah

44
Leucaena leucocephala, epinefrin (1 μM), dan/atau insulin (1 μM) sebelum
uji kuantifikasi gliserol.[21]

Gambar 4.5 Pengaruh ekstrak air buah Leucaena leucocephala dan insulin
pada serapan glukosa dalam adiposit tikus.

Sumbu y menunjukkan persentase rata-rata pengambilan glukosa ± SEM dari


uji rangkap empat atas nilai kontrol (sel yang tidak diberi perlakuan). Adiposit
(80.000 sel/sumur) diobati dengan berbagai konsentrasi ekstrak Leucaena
leucocephala atau insulin (100 μM) sebelum uji serapan glukosa berlabel
radio.[21]

Penelitian lain bertujuan untuk memberikan bukti pengaruh ekstrak biji


petai cina (Leucaena leucocephala) terhadap kadar glukosa darah
postprandial pada tikus jantan diabetes yang diinduksi aloksan. Penelitian ini

45
merupakan eksperimen dengan desain control group pretest-posttest. Subjek
penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang dibagi
menjadi lima kelompok. Kelompok I sebagai kontrol positif diberi Acarbose,
kelompok II sebagai kontrol negatif, dan kelompok III, kelompok IV, dan
kelompok V sebagai kelompok perlakuan dan diberi ekstrak biji pohon petai
cina 1,5 g/kg BB, 3,5 g/kg BB, dan 7,8 g/kg BW. Kadar glukosa darah
diperiksa sebelum dan dua jam setelah pengobatan. Analisis statistik
menggunakan uji one-way ANOVA dan Bonferroni post hoc. Hasil penelitian
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok III,
kelompok IV, dan kelompok V dengan kelompok kontrol positif (p <0,05).
Hasil penghambatan peningkatan glukosa darah terbaik terdapat pada
kelompok dosis 7,8 g/kg BB (kelompok V) dengan selisih rata-rata 186,4
mg/dL. Kesimpulannya, ekstrak biji petai Cina dapat menurunkan kadar
glukosa darah dua jam postprandial pada tikus putih yang diinduksi aloksan
jantan, dan dosis 7,8 g/kg BB terbukti paling efektif.[22]

Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit dikenal sebagai obat tradisional


untuk mengobati penyakit degeneratif seperti diabetes, degenerasi hati, gagal
ginjal, dll. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak L.
leucocephala pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. Glukosa
darah, regenerasi pulau pankreas, lipid serum pada tikus diabetes yang
diinduksi streptozotocin dinilai pada hari ke 0, 3, 7, dan 14 setelah injeksi
streptozotocin sebagai penyebab diabetes. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak dapat menghambat peningkatan glukosa darah dan kadar lipid
serta secara signifikan meningkatkan jumlah pulau pankreas per satuan luas
(p <0,05) selama 14 hari. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji L.
leucocephala berperan sebagai agen hipoglikemik dengan meregenerasi sel
beta pankreas yang dirusak oleh streptozotocin. Sel β pankreas juga
terlindungi dari efek nekrotik streptozotocin.[23]

Penggunaan tanaman sebagai obat tradisional untuk diabetes sampai


sekarang semakin banyak dikembangkan. Hal ini karena tingkat penderita
diabetes di Indonesia semakin meningkat. Tanaman tradisional yang sudah

46
diteliti khasiatnya untuk menurunkan kadar glukosa darah yakni biji petai cina
dalam sediaan infusa, yang ternyata kurang optimal dalam menurumkan kadar
glukosa darah. Berdasarkan penelitian tersebut maka penulis mencoba
mengadakan penelitian ekstrak biji petai cina 20%, diharapkan dapat
memberikan efek yang optimal dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Dalam penelitian ini, digunakan 30 ekor tikus putih jantan dan dibagi menjadi
tiga kelompok yakni kelompok kontrol yang diberi air suling sebanyak 15
mL/kg BB sehari dua kali peroral dan kelompok pembanding diberi suspensi
Metobrmin HC1 500 mg/kg BB sebanyak 15 mL/kg BB sehari dua kali peroral
selanjutnya kelompok uji diberi ekstrak biji petai cina 20% sebanyak 15
mL/kg sehari dua kali peroral. Dari hasil analisis statistik secara Anova,
diperoleh hasil bahwa kadar glukosa darah kelompok uji berbeda bermakna
dibandingkan dengan kelompok kontrol, tetapi efeknya lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok pembanding sehingga dapat disimpulkan
bahwa ekstrak biji petai cina 20% dosis 3 g/kg BB sebanyak 15 mL/kg BB
dengan pemberian sehari dua kali memberikan efek antihiperglikemik.[44]

4.4 Aktivitas antidiare

Pada diare yang diinduksi minyak jarak, ekstrak biji L. leucocephala pada
dosis 100, 200, dan 400 mg/kg BB terbukti dapat memperlambat timbulnya
diare secara signifikan. Dosis ini juga mengurangi frekuensi diare, berat feses
(Gambar 4.6), dan lama diare dibandingkan dengan Na CMC sebagai kontrol
negatif (p < 0,05). Ekstrak pada dosis 400 mg/kg BB tidak berbeda nyata
dengan loperamide sebagai kontrol positif (p > 0,05). Dalam studi ini, ekstrak
L. leucocephala mengurangi jarak perjalanan usus tinta Cina hanya dengan
dosis 400 mg/kg BB, yang memiliki aktivitas yang sebanding dengan
loperamide secara signifikan (Gambar 4.7). Ekstrak etanol biji L.

47
leucocephala memiliki aktivitas anti diare, mendukung penggunaannya dalam
pengobatan tradisional.[24]

Gambar 4.6 Bobot feses dibedakan berdasarkan konsistensi feses terhadap


diare yang diinduksi dengan indeks minyak jarak.

Setiap batang menunjukkan jumlah kotoran encer, lembek, dan padat dari
ekstrak biji L. leucocephala (LLSE). Data disajikan sebagai mean + SEM, n
= 5. * p <0,05 dibandingkan dengan kontrol negatif (Na CMC 0,5% kg/bb, +

48
p <0,05 dibandingkan dengan loperamide 1 mg/kg bb sebagai kontrol positif
(ANOVA satu arah diikuti oleh Tes post hoc Turki).[24]

Gambar 4.7 Indeks peristaltik aktivitas ekstrak etanol L. leucocephala pada


uji transit usus tikus yang diberi tinta Cina.

Data disajikan sebagai mean + SEM, n = 5. * p <0,05 dibandingkan dengan


kontrol negatif (Na CMC 0,5%), + p <0,05 dibandingkan dengan kontrol
positif sebagai loperamide 1 mg/kg bb (ANOVA satu arah diikuti oleh Test
pos hoc Turki) [24]

4.5 Aktivitas anti-inflamasi

Luka adalah bagian jaringan yang berasal dari jaringan tubuh yang
mengalami kerusakan. Cedera tersebut ditandai dengan rusaknya kontinuitas
sel, yang kemudian dilanjutkan dengan penyembuhan. Penyembuhan luka
merupakan proses kompleks yang terdiri dari proses inflamasi, reepitelisasi,
kontraksi luka, dan metabolisme kolagen. Sumber daya alam di Indonesia saat
ini banyak digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya adalah daun petai
cina (Leucaena glauca). Petai cina dipercaya dapat digunakan sebagai obat
anti inflamasi dalam mengobati luka. Kandungan utamanya adalah saponin
yang terbukti dapat digunakan sebagai senyawa yang mampu memacu
pembentukan kolagen. Protein struktural ini berperan dalam proses
penyembuhan luka dan kemampuannya menjadi pembersih, yang secara

49
efektif menyembuhkan luka terbuka. Ilmuwan dengan metode yang
digunakan telah membuktikan itu adalah metode maserasi. Metode maserasi
dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun petai cina dengan
menggunakan pelarut etanol 70%. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan
bahwa daun petai cina (Leucaena glauca) memiliki keefektifan yang tinggi
dan dipercaya memiliki khasiat dalam mengatasi anti inflamasi pada luka
bengkak.[25]

Uji aktivitas anti inflamasi dilakukan dengan metode pembentukan


inflamasi buatan pada telapak kaki mencit putih jantan. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan 15 ekor mencit yang dibagi menjadi lima kelompok
perlakuan dengan kriteria umur 2-3 bulan dengan bobot 20-30 g. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan tiga dosis ekstrak biji petai cina yang
berbeda, yaitu 200 mg/20 g BB (Dosis 1), 400 mg/20 g BB (Dosis 2), dan 600
mg/20 g BB (Dosis 3). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan persentase
inflamasi terbesar pada dosis 200 mg/20 g BB, dan inflamasi terkecil pada
dosis 600 mg/20 g BB (Gambar 4.8). Data pengukuran ukuran inflamasi diuji
secara statistik dengan metode LSD. Hasil kelompok dosis 200 mg/20 g BB

50
tidak memiliki potensi sifat anti-inflamasi. Kelompok dosis 400 mg/20 g BB
dan dosis 600 mg/20 g BB memiliki potensi sifat anti-inflamasi.[26]

Gambar 4.8 Persentase radang yang timbul akibat pemberikan ekstrak biji
petai cina

4.6 Aktivitas antikanker

Daun petai cina dan kulit jengkol mengandung senyawa bahan alam
seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid. Senyawa bahan
alam tersebut diduga berpotensi sebagai antikanker. Uji toksisitas digunakan
untuk mendeteksi potensi senyawa antikanker. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menentukan nilai toksisitas dari kombinasi ekstrak daun petai cina dan
kulit jengkol. Proses ekstraksi menggunakan perbandingan bobot ekstrak daun
petai cina dan kulit jengkol yang digunakan secara berturut-turut 1:1, 1:3, 1:5,
1:7, dan 1:9. Metode uji toksisitas yang digunakan adalah Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) dengan hewan uji Artemia salina L. Parameter yang
diukur adalah nilai lethal concentration (LC50). Nilai LC50 yang diperoleh
dari kombinasi ekstrak daun petai cina dan kulit jengkol 1:1, 1:3, 1:5, 1:7
dan 1:9 secara berturut-turut sebesar 85.27, 30.41, 21.76, 14.06 & 1.358 ppm
(Gambar 4.9). Hasil penelitian ini menunjukkan semua kombinasi ekstrak

51
daun petai cina dan kulit jengkol termasuk dalam kategori sangat toksik.
Kombinasi ekstrak daun petai cina dan kulit jengkol memberikan efek sangat
toksik yang diduga berpotensi sebagai antikanker.[40]

Gambar 4.9 Perbandingan nilai LC50 kombinasi ekstrak daun petai cina dan
kulit jengkol

Petai cina dan jengkol merupakan tumbuhan polongan yang mengandung


senyawa alami seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan triterpenoid.
Senyawa alami tersebut berpotensi berperan sebagai antikanker. Proses
ekstraksi senyawa alami ini menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 70%. Metode uji sitotoksisitas yang digunakan adalah uji MTT dengan
kultur sel kanker payudara MCF-7 dan sel kaner serviks HeLa. Parameter
yang diukur adalah nilai IC50. Kombinasi ekstrak daun petai cina dan kulit
batang jengkol dengan perbandingan 1: 0, 0: 1, 1: 1, 1: 3, 1: 5, 1: 7 dan 1: 9
menunjukkan aktivitas nilai IC50 pada MCF-7 masing-masing dari 102,56;
51,76; 37,35; 28,57; 11,69; 7,5 dan 1,92 µg/mL (Gambar 4.10); sedangkan
pada sel HeLa 137,65; 39,62; 20,91; 14,46; 9.34; 7,28 dan 1,86 µg/mL

52
(Gambar 4.11). Semua perbandingan termasuk dalam kategori sitotoksisitas
kecuali rasio 1: 1 pada sel kanker MCF-7.[27]

Gambar 4.10 Nilai IC50 ekstrak terhadap sel kanker MCF-7

Gambar 4.11 Nilai IC50 ekstrak terhadap sel kanker HeLa

Kanker mulut adalah salah satu kanker paling umum di seluruh dunia,
dan metastasis diakui sebagai faktor utama penyebab rendahnya tingkat
kelangsungan hidup. Penghambatan perkembangan metastasis dan

53
peningkatan tingkat kelangsungan hidup untuk kanker mulut merupakan
tujuan penelitian yang penting. Leucaena leucocephala telah digunakan
sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai gangguan. Penelitian
sebelumnya telah menunjukkan sifat antioksidan, anti inflamasi dan
antikanker dari bahan tanaman L. leucocephala. Namun, mekanisme
molekuler yang mendasari efek antikanker yang diinduksi oleh L.
leucocephala masih belum jelas. Dalam penelitian ini, kami menyelidiki efek
dari ekstrak L. leucocephala (LLE) pada SCC-9 dan sel kanker mulut SAS
dan memeriksa mekanisme penghambatan potensial yang terlibat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa LLE melemahkan kemampuan migrasi dan
invasi sel SCC-9 dan SAS dengan mengurangi aktivitas dan ekspresi protein
dari matriks metaloproteinase-2 (MMP-2). Mengenai jalur mitogen-activated
protein kinase (MAPK), fosforilasi ERK1/2 dan p38 menunjukkan efek
penghambatan yang signifikan dengan adanya LLE. Penerapan inhibitor ERK
dan inhibitor p38 menegaskan bahwa kedua jalur transduksi pensinyalan
terlibat dalam menghambat metastasis sel. Data ini menunjukkan bahwa L.
leucocephala dapat menjadi agen terapeutik yang manjur untuk mencegah dan
mengobati kanker mulut dan sumber tanaman utama untuk penelitian
antikanker di masa depan.[28]

Semua senyawa yang diisolasi dari bagian berbeda-beda dari Leucaena


leucocephala telah diuji pada leukemia mielogenous kronis manusia, prostat,
hati, lidah, paru-paru, melanoma, saluran sel kanker adenokarsinoma lambung
dan usus besar. Semua senyawa tidak memiliki aktivitas antikanker yang
signifikan dalam garis sel adenokarsinoma usus besar manusia (WiDr).
Methyl-132-hydroxy-(132-S)-pheophorbide b dan pyropheophorbide
menunjukkan aktivitas anti kanker yang luas di banyak jalur sel kanker
termasuk Hep G2 (hati), A375 (melanoma), DU145 (prostat), SCC9 (lidah),
H44 (paru-paru) dan AGS (perut). Selain itu, pheophorbide a methyl ester,
pyropheophorbide dan pheophytin-a memiliki aktivitas anti-proliferasi yang
signifikan pada garis sel AGS. Nilai IC50 senyawa dalam berbagai jalur sel
kanker ditunjukkan pada Tabel 4.4.[37]

54
Tabel 4.4 Sitotoksisitas senyawa yang diperoleh dari Leucaena leucocephala
pada berbagai jalur sel kanker

Sitotosisitas terhadap jalur sel kanker (IC50, μM)


Sanyawa
DU145 Hep G2 SCC9 H441
Asam linoleat 292,7 ± >500,0 19,2 ± 2,4 ± 0,40
10,32 1,40
Pheophytin-a 6,6 ± 0,75 >500,0 5,8 ± 0,31 >500,0
Pheophorbide a 81,2 ± >500,0 6,4 ± 0,57 0,5 ± 0,02
methyl ester 4,81
132-Hydroxy-(132- 15,9 ± >500,0 46,4 ± >500,0
S)-pheophytin-a 1,17 5,30
Aristophyll-C 29,3 ± >500,0 1 ± 0,01 >500,0
2,42
Methyl-132- 8,1 ± 1,00 157,8 ± 8,4 ± 0,78 68,4 ± 1,78
hydroxy-(132-S)- 10,73
pheophorbide b
5 α,8 α-epidioxy- 191,5 ± >500,0 13,5 ± ND
(24 ξ)-ergosta-6, 7,78 1,10
22-dien-3 β-ol
β-sitosterol 218,5 ± >500,0 14,2 ± 49,9 ± 4,32
10,40 1,00
Lupeol 126,3 ± >500,0 143 ± 63,4 ± 7,41
5,32 8,38
β-sitostenone >500,0 >500,0 >500,0 0,018 ± 0,00
ficaprenol-11 >500,0 >500,0 436,2 ± 214,6 ± 9,34
12,23
Squalene >500,0 >500,0 >500,0 >500,0
cis- and trans- >500,0 >500,0 55,6 ± 392,1 ±
coumaric acid 7,41 10,42
Pyropheophorbide-a 24,5 ± 327,7 ± 0,716 ± 2,3 ± 0,41
3,23 13,33 0,10
Cisplatin 1,8 ± 0,04 ND ND 38,8 ± 2,78
ND: Tidak Ditentukan. Nilai mewakili rata-rata ± SD dari tiga percobaan
independen.

55
Tabel 4.4 (Lanjutan)

Senyawa Sitotosisitas terhadap jalur sel kanker (IC50, μM)


H441 A375 AGS WiDr K562
Asam linoleat 2,4 ± >500,0 92,1 ± >500,0 16,3 ± 1,45
0,40 9,11
Pheophytin-a >500,0 35,3 ± 3,69 ± >500,0 64,2 ± 5,30
6,40 0,42
Pheophorbide a 0,5 ± >500,0 2,6 ± >500,0 2,9 ± 0,32
methyl ester 0,02 0,43
132-Hydroxy-(132- >500,0 >500,0 140,5 >500,0 0,7 ± 0,11
S)-pheophytin-a ± 6,4
Aristophyll-C >500,0 >500,0 >500,0 440,8 3,8 ± 0,78
± 2,4
Methyl-132- 68,4 ± 42,9 ± 9 ± >500,0 36,6 ± 4,43
hydroxy-(132-S)- 1,78 5,40 1,43
pheophorbide b
5 α,8 α-epidioxy- ND >500,0 8,1 ± >500,0 2,8 ± 0,25
(24 ξ)-ergosta-6, 1,1
22-dien-3 β-ol
β-sitosterol 49,9 ± >500,0 56,9 ± >500,0 58,1 ± 5,32
4,32 7,22
Lupeol 63,4 ± >500,0 44,2 ± >500,0 19,2 ± 3,11
7,41 4,40
β-sitostenone 0,018 ± >500,0 >500,0 >500,0 >500,0
0,00
ficaprenol-11 214,6 ± >500,0 >500,0 >500,0 22,0 ± 2,4
9,34
Squalene >500,0 >500,0 >500,0 >500,0 14,1 ± 3,33
cis- and trans- 392,1 ± >500,0 >500,0 >500,0 199,0 ± 9,42
coumaric acid 10,42
Pyropheophorbide-a 2,3 ± 29,5 ± 1,89 ± >500,0 0,5 ± 0,09
0,41 3,41 0,22
Cisplatin 38,8 ± 96,5 ± 2,7 ± >500,0 0,2 ± 0,02
2,78 5,47 0,11
ND: Tidak Ditentukan. Nilai mewakili rata-rata ± SD dari tiga percobaan
independen.

56
4.7 Aktivitas anthelmintik

Ekstrak protein berbeda yang diperoleh dari biji L. leucocephala


memiliki efek ovisidal yang berbeda terhadap H. contortus. Efikasi ovisidal
TE (99,2% dan 56,6% pada 0,8 dan 0,4 mg/mL, masing-masing) secara
signifikan lebih tinggi pada CE (83,4% pada 0,8 mg/mL). Perbedaan efikasi
dalam nilai EC50 TE dan CE, EC50 CE (0,48 mg/mL, 95% CI: 0,40-0,57)
secara signifikan lebih besar dari TE (0,33 mg/mL, 95% CI: 0,29-0,38). Ada
beberapa tanda efek ovisidal pada H. contortus dalam uji SE pada konsentrasi
yang diuji. Konsentrasi TE dan CE yang lebih tinggi (0,6 mg/mL) diuji
efeknya pada larva H. contortus, tetapi tingkat kehilangan kutikula setelah 60
menit tidak berbeda antara kontrol (buffer), TE, dan CE (98,8%, 98,2%, dan
95,3%, masing-masing) (Gambar 4.12).[29]

Gambar 4.12 (a) Konsentrasi protein (mgP gMF–1) ekstrak biji Leucaena
leucocephala. (b) Aktivitas proteolitik dari ekstrak protein diekspresikan
57
dalam AU (Unit Aktivitas). (c) Analisis aktivitas protease inhibitor dari
ekstrak protein yang diekspresikan dalam UI (Unit Inhibition). (d) Aktivitas
kitinase ekstrak protein dinyatakan sebagai nKat (nanokatal). TE: ekstrak
total, SE: ekstrak kulit dan CE: ekstrak kotiledon. Data rata-rata ± SEM dari
tiga sampel. Tanda bintang menunjukkan perbedaan SE dan CE yang
signifikan (p <0,05) dibandingkan dengan TE.

Ekstrak etanol 96% biji petai cina (Leucaena leucocephala) memiliki


aktivitas anthelmintik terhadap cacing gelang (Ascaridia galli Schrank) pada
konsentrasi 10%, 15%, dan 20%, dengan mortalitas 54,78% dan 88% (Gambar
4.13). Kontrol positif menggunakan mebendazole 0,5%.[6]

Gambar 4.13 Kurva hubungan antara % kadar ekstrak etanol biji petai cina vs
% rata-rata kematian cacing

Ascariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia dan juga


Indonesia, terutama pada anak-anak. Hal ini berhubungan dengan keadaan
sosioekonomi rendah, higiene, dan sanitasi lingkungan yang buruk. Penyakit
infeksi ini dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat dan dapat

58
mengganggu pertumbuhan anak sehingga diperlukan anthelmintik alami
selain obat-obatan kimiawi yaitu seperti ekstrak daun petai cina (EDPC).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efek anthelmintik ekstrak daun
petai cina terhadap Ascaris suum secara in vitro. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorik sungguhan Ascaris
suum yang dibagi menjadi lima kelompok yaitu I, II, dan III dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan 750 ekor cacing
berturut turut diberi dosis EDPC 5%, EDPC 10%, dan EDPC 20%. Kelompok
IV: kontrol negatif (NaCl) dan V: kontrol positif (pirantel pamoat, n=30, r=5).
Data yang diukur adalah jumlah cacing paralisis setelah diinkubasi selama 3
jam pada suhu 37 oC. Analisis data menggunakan Kruskal-Wallis dengan α =
0,05, dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney (p<0,05) menggunakan
perangkat lunak komputer. Hasil penelitian penelitian menunjukkan rerata
persentase jumlah cacing paralisis pada kelompok I: 12,13%; kelompok II:
12,75%; kelompok III: 13,90%, berbeda sangat bermakna (p<0,01)
dibandingkan dengan kelompok IV: 18,41% dan kelompok V: 2,36%.
Simpulan, ekstrak daun petai cina berefek anthelmintik terhadap terhadap
Ascaris suum secara in vitro tetapi potensinya lebih lemah dari pirantel
pamoat.[39]

Penyakit ascariasis adalah salah satu infeksi parasit yang banyak banyak
dijumpai di Indonesia, disebabkan oleh cacing gelang Ascaris Lumbricoides.
Penyakit tersebut merupakan penyakit cacingan yang paling umum diderita
oleh 1,5 milyar penduduk dunia, sedangkan di Indonesia sendiri prevalensinya
mencapai 20,12%-75,18%. Tingginya presentasi tersebut dapat disebabkan
oleh karena iklim tropis dan kelembapan udara yang tinggi di Indonesia, yang
merupakan lingkungan yang cocok untuk perkembangan cacing serta kondisi
sanitasi. Salah satu tanaman obat yang memiliki daya anthelmintik adalah
petai cina atau yang sering popular di masyarakat jawa disebut lamtoro. Daya

59
anthelmintik petai cina diyakini melalui efek langsung bahan aktif yang
terkandung pada petai cina yang dapat membunuh parasit dalam tubuh.[46]

Infus biji dan infus daun petai cina (Leucanea leucocephala) mempunyai
daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro walaupun
khasiatnya masih di bawah obat piperazine sitrat. Apabila dibandingkan antara
kedua kelompok perlakuan, yaitu infus biji dan daun petai cina daya
anthelmintik infus daun petai cina adalah lebih baik. Hal ini ditunjukkan dari
analisis probit diperoleh harga LC100 dan LT100 infus biji petai cina
(Leucanea keucocephala) adalah 65,061 gram/100 mL dan 29,750 jam. Hasil
ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan LC100 dan LT100 infus daun petai
cina (Leucanea leucocephala) yaitu 41,755 gram/100 mL dan 28.448 jam.[47]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak


protein yang diperoleh dari tanaman Leucaena leucocephala terhadap parasit
nematoda Haemonchus contortus. Biji, cangkang dan kotiledon L.
leucocephala dipisahkan dan proteinnya diekstraksi menggunakan buffer
natrium fosfat, dan diberi nama TE (ekstrak biji total), SE (ekstrak cangkang)
dan CE (ekstrak kotiledon). Tes kandungan protein larut, protease,
penghambat protease dan aktivitas kitinase dilakukan. Penghambatan ex
selubung larva H. contortus dilakukan pada konsentrasi 0,6 mg/mL, dan uji
penetasan telur dilakukan pada konsentrasi protein 0,8, 0,4, 0,2, 0,1 dan 0,05
mg/mL. Konsentrasi efektif untuk 50% penghambatan penetasan (EC50)
diperkirakan dengan probit. Proporsi yang berbeda dari protein larut, protease
dan kitinase ditemukan di TE dan CE. Aktivitas penghambatan protease
terdeteksi di semua ekstrak. EC50 dari ekstrak CE dan TE masing-masing
adalah 0,48 dan 0,33 mg/mL. Tidak ada efek ovisidal pada H. contortus yang
terdeteksi pada ekstrak SE, dan tidak ada ekstrak protein yang menunjukkan
efek larvasida pada H. contortus. Oleh karena itu kami menyimpulkan bahwa
ekstrak protein L. leucocephala memiliki efek merusak pada telur nematoda,

60
yang dapat dikorelasikan dengan aktivitas protease dan kitinase yang tinggi
dari ekstrak ini.[52]

4.8 Aktivitas antioksidan

Ekstrak biji petai cina (Leucaena leucocephala) menggunakan uji 1,1-


difenil-2-picrylhydrazyl (DPPH) menyatakan bahwa Leucaena leucocephala
menunjukkan aktivitas antioksidan yang relatif rendah. Dengan konsentrasi
sampel yang dibutuhkan untuk pembersihan radikal bebas DPPH 50% sebesar
839,56 ± 37,34 μg/mL dibandingkan dengan vitamin C (1,48 ± 0,07
μg/mL).[30] Penelitian lain bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu
perkecambahan terhadap aktivitas antioksidan kecambah Leucaena
leucocephala (Lmk.) De Wit. Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan pada
ekstrak etanol biji berkecambah menggunakan uji pemutihan β-karoten. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lama perkecambahan mempengaruhi aktivitas
antioksidan benih berkecambah. Perkecambahan selama empat hari
mempengaruhi peningkatan terbesar pada aktivitas antioksidan sebesar 2,78
kali lipat. Hal ini menyebabkan peningkatan kandungan fenol total 7,29, β-
karoten 3,27, asam askorbat 3,81, dan α-tokoferol 4,58 kali lipat dibandingkan
dengan biji yang terserap. Kandungan fenolik total 53,42 ± 0,22 mg CAE/g
DW, β-karoten 530,99 ± 71,13 10-3 mg/100 g, asam askorbat 152,37 ± 2,06
mg/100 g, dan α-tokoferol 59,27 ± 0,10 mg/100 g sampel. Penemuan ini
menunjukkan bahwa kecambah L. leucocephala dapat dianggap sebagai
sumber antioksidan alami.[31]

Penelitian lain bertujuan untuk mengetahui kandungan kimiawi daun


lamtoro dan mengevaluasi aktivitas antioksidan dan antimikroba dari ekstrak
dan senyawanya. Glikosida flavonol terasilasi, quercetin-3-O-(2''-trans-p-
coumaryl)-α-rhamnopyranosyl-(1''→6'')-β-glukopiranosida (1) selain
quercetin-3-O-α-rhamnopyranosyl-(1'''→2'')-β-glukopiranosida (2),
quercetin-7-O-α-rhamnopyranosyl-(1"→2")-β-glukopiranosida (3),
quercetin-3-O-α-rhamnopyranoside (4), quercetin-3-O-β-glukopiranosida (5),
isovitexin (6), vitexin (7) dan quercetin (8) diisolasi untuk pertama kalinya

61
dari Leucaena leucocephala. Aktivitas antioksidan ekstrak dan senyawa
terisolasi 1, 3 & 4 dievaluasi. Acylatedgflavonol FRAP, DPPH, Metal
chelating dan ABTS test coumaric dan (3) mencatat aktivitas antioksidan
tertinggi dibandingkan ekstrak dan senyawa lain. Ekstrak dan senyawa 1, 2,
3, dan 5 dipelajari untuk aktivitas antimikroba mereka. Ekstrak dan senyawa
1 memiliki aktivitas signifikan terhadap bakteri Gram-negatif, sedang
terhadap Gram-positif, dan Candida dan tidak aktif melawan jamur. Struktur
senyawa dijelaskan berdasarkan analisis spektral. L. leucocephala memiliki
antioksidan yang baik, sifat antibakteri dan dapat berfungsi sebagai
penghambat atau pemulung radikal bebas, bertindak mungkin sebagai
antioksidan utama dan harus diselidiki untuk aktivitas anti-inflamasi dan
antikankernya.[32]

4.9 Aktivitas larvasida

Daun petai cina (Leucaena glauca Benth) mengandung saponin, dimana


saponin dapat digunakan sebagai larvasida. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektivitas ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena glauca
Benth) sebagai larvasida alami terhadap kematian larva Aedes aegypti instar
III. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan desain penelitian post test
only dengan desain control group dimana terdapat dua kelompok yaitu
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Sampel 25 larva untuk setiap
kelompok dan diulang empat kali. Sehingga jumlah sampelnya adalah 700
larva Aedes aegypti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi
0% (kontrol) ekstrak etanol daun petai cina dapat membunuh 0 larva Aedes
aegypti, konsentrasi 4% dapat membunuh 7 larva (28%), konsentrasi 6% dapat
membunuh 18 larva (72%), konsentrasi 8% dapat membunuh. membunuh 21
larva (84%), konsentrasi 10% dapat membunuh 25 larva (100%), konsentrasi
12% dapat membunuh 25 larva (100%), dan konsentrasi 14% dapat
membunuh 25 larva (100%) (Gambar 4/14). Berdasarkan uji Kruskal Wallis
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol daun
petai cina (Leucaena glauca Benth) terhadap kematian larva Aedes aegypti
instar III dengan nilai signifikan p = 0,000 (p <0,01). Ekstrak etanol daun petai

62
cina (Leucaena glauca Benth) pada konsentrasi 10% merupakan konsentrasi
terkecil yang dapat membunuh 100% larva Aedes aegypti instar III.[33]

Gambar 4.14 Grafik respon kematian larva Aedes aegypti pada berbagai
konsentrasi ekstrak etanol daun petai cina setelah 24 jam perlakuan

63
BAB V
PENGGUNAAN LAIN PETAI CINA

5.1 Bahan disintegran tablet dari biji petai cina

Gum biji Leucaena (Leucaena leucocephala) (LSG) dievaluasi untuk aksi


disintegran dalam tablet berbasis laktosa (larut) yang mengandung ibuprofen,
obat yang relatif tidak larut. Sifat tablet yang dievaluasi meliputi keseragaman
bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi in vitro (k, T50, A30).
LSG, pada konsentrasi rendah (2% b/b), dapat digunakan sebagai disintegran
dalam bentuk sediaan tablet yang mengandung obat tidak larut air. Berbeda
dengan pati jagung, LSG membengkak dengan cepat jika terkena air,
sekaligus mencegah pengambilan cairan dalam kolom silinder bubuk. Hal ini
mungkin menunjukkan bahwa pembengkakan awal partikel LSG
menghasilkan tekanan yang cukup untuk menimbulkan aksi disintegrasi
dalam tablet sebelum pengambilan cairan lebih lanjut menghasilkan
pembentukan massa koheren seperti gel berlendir, yang menghalangi
pergerakan air lebih lanjut ke dalam matriks tablet (Gambar 5.1).[49]

64
Gambar 5.1 Gambar 5.1 - Waktu hancur dan konsentrasi gum biji lamtoro (•)
dan tepung jagung (), dan T50 & konsentrasi gum biji lamtoro (o) dan
tepung jagung (∆) sebagai penghancur

5.2 Pembuatan cooling gel dengan daun petai cina

Sifat fisik sediaan gel dipengaruhi oleh komposisi yang digunakan.


CMC-Na digunakan sebagai gelling agent yang dapat membentuk matriks tiga
dimensi sehingga terbentuk sistem gel dan dapat meningkatkan viskositas.
Propilenglikol digunakan sebagai humektan yang dapat menjaga kelembaban
sediaan gel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi jumlah CMC-
Na dan propilen glikol serta interaksi keduanya terhadap sifat fisik cooling gel
ekstrak daun petai cina, dan memprediksi formula optimum pada level yang
diteliti, serta efektivitas sediaan yang dibuat. Penelitian ini merupakan
eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan metode desain
faktorial, dengan dua faktor dan dua level. CMC-Na dan propilen glikol
digunakan sebagai faktor dengan masing-masing dalam level tinggi dan level
rendah. Sifat fisik dan stabilitas sediaan gel diuji dengan melihat daya sebar,
65
viskositas, dan pergeseran viskositasnya. Analisis data menggunakan R-
2.14.1 untuk mengetahui signifikansi (p < 0,05) dari setiap faktor dan
interaksinya dalam memberikan efek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
CMC-Na memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas dan daya sebar
cooling gel ekstrak daun petai cina, sedangkan propilen glikol dan interaksi
keduanya tidak memberikan efek. Ketiga factor, yaitu CMC-Na, propilen
glikol, dan interaksi keduanya, memberikan efek signifikan terhadap
pergeseran viskositas cooling gel ekstrak daun petai cina, namun memiliki
perbedaan yang tidak bermakna secara statistik. Oleh karena itu tidak
didapatkan area optimum dalam penelitian ini. Efektivitas sediaan yang dibuat
dibandingkan dengan kontrol negatif memiliki perbedaan yang signifikan.[50]

Setiap produk kosmetik dan non kosmetik harus melewati uji keamanan
terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan produk. Penggunaan hewan untuk uji keamanan dan efikasi
merupakan isu yang banyak diperbincangkan di Eropa, pengujian harus
memenuhi beberapa standar ilmiah dan memperhatikan pada prinsip tiga R
(three Rs) yaitu reduksi (reduction), perbaikan (refinement), dan penggantian
(replacement). Penelitian mengenai Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug
Irritation Test pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena
leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression
Tree (CART) bertujuan untuk mengetahui validitas protokol slug irritation
test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode
classification and regression tree (CART). Jenis penelitian bersifat
eksperimental kuasi dan eksploratif. Uji in vivo slug irritation test bersifat
eksperimental kuasi dan validasi protokol slug irritation test yang
menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode
statistika classification and regression tree bersifat eksploratif. Untuk prediksi
sifat iritatif digunakan metode kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
prediksi sifat iritatif bahan dengan slug irritation test menggunakan metode
classification and regression tree dikatakan valid karena telah memenuhi
syarat sensitifitas dan spesifisitas > 60%. Nilai sensitifitas yang didapatkan
85% dan spesifisitas yang didapat yaitu 100%. Parameter yang digunakan

66
untuk memprediksi sifat iritatif senyawa uji adalah kadar Alkaline Phospatase
(ALP) dan persen mukus yang dihasilkan. Nilai cut-off untuk tiap parameter
adalah 8,25 dan 12%. Menggunakan classification and regression tree dari
data validasi protokol dapat disimpulkan bahwa sediaan cooling gel ekstrak
daun petai cina bersifat non-iritan.[51]

67
BAB VI
KESIMPULAN

Tanaman petai cina (Leucaena leucocephala) merupakan tanaman yang


kaya akan senyawa kimia yang tersebar di setiap bagian tanaman. Tanaman
ini terbukti memiliki aktivitas farmakologi sebagai antibakteri, antidiabetik,
antidiare, antiradang, antikanker, anthelmintik, antioksidan, dan larvasida.
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan senyawa alami secara tradisional,
terutama petai cina, telah mendapat banyak perhatian karena telah teruji
aktivitas farmakologinya dengan baik dan umumnya diyakini aman untuk
digunakan manusia. Ini adalah pendekatan klasik terbaik dalam menemukan
obat baru untuk pengelolaan berbagai penyakit.

68
DAFTAR PUSTAKA

[1]. https://id.wikipedia.org/wiki/Lamtoro
[2]. https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/70/Arya-
lamtoro-COLLAGE-2019.jpg/375px-Arya-lamtoro-COLLAGE-
2019.jpg
[3]. https://en.wikipedia.org/wiki/Leucaena_leucocephala
[4]. https://www.sehatq.com/artikel/manfaat-petai-cina-tanaman-polong-
meksiko-yang-populer-di-indonesia
[5]. Ishak M. Uji Efek Analgetik Ekstrak Etanol Daun Lamtoro (Leucaena
leucocephala (Lam) de Wit) pada Mencit Putih Jantan (Mus musculus).
Pharmacon. 2017 Oct 24;6(4):130-8.
[6]. Umboro RO, Hamdani AS. Uji Daya Anthelmintik Ekstrak Etanol Biji
Petai Cina (Leucaena leucocephala, Lmk. de Wit) terhadap cacing gelang
(Ascaridia galli schrank) Secara In Vitro. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan
Pendidikan). 2019 Mar 9;3(1):304-10
[7]. Fuadah DZ. Efektivitas Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala) dan
Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas) Terhadap Proses Penyembuhan
Luka Bakar Grade II Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Jurnal Ilmu
Keperawatan: Journal of Nursing Science. 2016 Aug 3;4(1):20-33.
[8]. Kurnia ED, Ratnasari D, Helmiawati Y. Pembuatan Gel Ekstrak Daun
Petai Cina (Leucaena glauca, Benth) Dengan Basis Gel Lidah (Aloe Vera
L.) Buaya Sebagai Obat Luka Terbuka. Journal of Holistic and Health
Sciences. 2019 Aug 5;3(1):39-45
[9]. Rachmatiah T, Nurvita H, Triana R. Potensi Antidiabetes Pada
Tumbuhan Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam). De Wit).
Sainstech. 2015;25(1):115-8
[10]. Hassan RA, Tawfik WA, Abou-Setta LM. The flavonoid constituents
of Leucaena Leucocephala growing in Egypt and their biological
activity. African Journal of Traditional, Complementary, and
Alternative Medicines. 2014;11(1):67-72.
[11]. Awe FA, Giwa-Ajeniya AO, Akinyemi AA, Ezeri GN. Phytochemical
analysis of Acalypha wilkesiana, Leucaena leucocephala, Peperomia
69
pellucida and Senna alata leaves. The International Journal of
Engineering and Sciences (IJES). 2013;2(9):41-4.
[12]. Zayed MZ, Samling BE. Phytochemical constituents of the leaves of
Leucaena leucocephala from Malaysia. Int J Pharm Pharm Sci.
2016;8(12):174-9.
[13]. Zarina Z, Ghazali CM, Sam ST. Characterization analysis for leaves of
Leucaena leucocephala by using phytochemical screening assay. In
AIP Conference Proceedings 2017 Sep 26 (Vol. 1885, No. 1, p.
020260). AIP Publishing LLC.
[14]. Aher YB, Jain GH, Patil GE, Savale AR, Ghotekar SK, Pore DM,
Pansambal SS, Deshmukh KK. Biosynthesis of copper oxide
nanoparticles using leaves extract of Leucaena leucocephala L. and
their promising upshot against diverse pathogens. International Journal
of Molecular and Clinical Microbiology. 2017 Jun 1;7(1):776-86.
[15]. Retnaningsih A. Uji Daya Hambat Daun Petai Cina (Leucaena
leucocephala folium) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli Menggunakan Metode Difusi Agar. Jurnal Dunia
Kesmas. 2016;5(2):110-4.
[16]. Valerian A, Girsang E, Nasution SL, Nasution SW. Uji Efektivitas
Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala) Untuk Menghambat
Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Jurnal Biosains. 2019;5(2):66-
70.
[17]. Sy SD, Nasution MR, Novianty R. Analisis Uji Infusa Buah Petai Cina,
Daun Keji Beling Dan Daun Tempuyung Sebagai Inhibitor Enzim Α-
Amilase Dan Α-Glukosidase. Jurnal Riset Kimia. 2019 Mar
30;10(1):44-50
[18]. Widyasti JH, Kurniasari F. Uji Aktivitas Antihiperglikemik Ekstrak
Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) pada Mencit
Induksi Aloksan. PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia
(Pharmaceutical Journal of Indonesia). 2019 Sep 19;16(1):107-17.
[19]. Talubmook C, Buddhakala N. Hypoglycemic and hypolipidemic
properties of leaf extracts from Phyllanthus acidus (L.) Skeels.,
Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit. and Psidium guajava (L.) in

70
streptozotocin-induced diabetic rats. GSTF Journal of BioSciences.
2013 May 1;2(2):30-4.
[20]. Syamsudin, Sumarny R, Simanjuntak P. Antidiabetic activity of active
fractions of Leucaena leucocephala (Lmk) Dewit seeds in the
experiment model. European Journal of Scientific Research.
2010;43(3):384-391
[21]. Kuppusamy UR, Arumugam B, Azaman N, Jen Wai C. Leucaena
leucocephala fruit aqueous extract stimulates adipogenesis, lipolysis,
and glucose uptake in primary rat adipocytes. The Scientific World
Journal. 2014 Aug 10;2014:Article ID 737263, 8 pages.
[22]. Pujangga IW, Nainggolan D, Thadeus MS. Effects of Lead tree Seed
(Leucaena leucocephala) Extract in Inhibiting the Increase of
Postprandial Blood Glucose Level in Alloxan-induced Diabetic Rats.
Jurnal Gizi dan Pangan. 2019 Nov 26;14(3):157-64.
[23]. Simnajuntak DS, Simanjuntak P. The effects of Leucaena leucocephala
(Lmk) De Wit seeds on blood sugar levels: an experimental study. Int.
J. Sci. Res. 2006;2:49-52.
[24]. Husein S, Nainggolan M, Yuandani Y, Fanany I. Evaluation of
Antidiarrheal Activity of the Ethanol Extract Leucaena leucocephala
(Lam) de Wit Seed. Open Access Macedonian Journal of Medical
Sciences. 2020 Apr 25;8(A):278-82.
[25]. Praja MH, Oktarlina RZ. Uji Efektivitas Daun Petai Cina (Laucaena
glauca) Sebagai Antiinflamasi Dalam Pengobatan Luka Bengkak.
Jurnal Majority. 2017 Feb 1;6(1):60-3.
[26]. Sentat T, Handayani F. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Biji
Lamtoro (Leucaena leucocephala L.) Terhadap Udem Telapak Kaki
Mencit Yang Diinduksi Karagenin. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2018 Jul
9;6(1):84-9.
[27]. Noviardi H, Yuningtyas S, Suwarni D. Sitotoksisitas Kombinasi
Ekstrak Daun Petai Cina Dan Kulit Jengkol Terhadap Sel Kanker
Payudara Dan Serviks (Cytotoxicity of Petai Cina Leaves and Jengkol
Pods Combinations Against Breast Cancer Cells and Cervix).
Biopropal Industri. 2019 Dec 1;10(2):109-17.
71
[28]. Chung HH, Chen MK, Chang YC, Yang SF, Lin CC, Lin CW.
Inhibitory effects of Leucaena leucocephala on the metastasis and
invasion of human oral cancer cells. Environmental toxicology. 2017
Jun;32(6):1765-74.
[29]. Soares AM, Araújo SA, Lopes SG, Costa Junior LM. Anthelmintic
activity of Leucaena leucocephala protein extracts on Haemonchus
contortus. Revista Brasileira de Parasitologia Veterinária. 2015
Dec;24(4):396-401.
[30]. Chowtivannakul P, Srichaikul B, Talubmook C. Antidiabetic and
antioxidant activities of seed extract from Leucaena leucocephala
(Lam.) de Wit. Agriculture and Natural Resources. 2016 Sep
1;50(5):357-61.
[31]. Suryanti V, Marliyana SD, Putri HE. Effect of germination on
antioxidant activity, total phenolics, β-carotene, ascorbic acid, and α-
tocopherol contents of lead tree sprouts (Leucaena leucocephala (Lmk.)
de Wit). International Food Research Journal. 2016;23(1):167-72.
[32]. Mohammed RS, El Souda SS, Taie HA, Moharam ME, Shaker KH.
Antioxidant, antimicrobial activities of flavonoids glycoside from
Leucaena leucocephala leaves. Journal of Applied Pharmaceutical
Science. 2015 Jun;5(06):138-47.
[33]. Armadhani R. Keefektifan ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena
glauca, Benth) sebagai larvasida alami terhadap kematian larva nyamuk
Aedes aegypti Instar III (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
[34]. Awe FA, Giwa-Ajeniya AO, Akinyemi AA, Ezeri GN. Phytochemical
analysis of Acalypha wilkesiana, Leucaena leucocephala, Pepperomia
pellucida and Senna alata leaves. The International Journal of
Engineering and Sciences (IJES). 2013;2(9):41-4.
[35]. Hassan RA, Tawfik WA, Abou-Setta LM. The flavonoid constituents
of Leucaena Leucocephala growning in Egypt, and their biological
activity. African Journal of Traditional, Complementary and
Alternative Medicines. 2014;11(1):67-72.

72
[36]. Zayed MZ, Samling BE. Phytochemical constituents of the leaves of
Leucaena leucocephala from Malaysia. Int J Pharm Pharm Sci.
2016;8(12):174-9.
[37]. She LC, Liu CM, Chen CT, Li HT, Li WJ, Chen CY. The anti-cancer
and anti-metastasis effects of phytochemical constituents from
Leucaena leucocephala. Biomedical Research. 2017; 28(7).
[38]. Zayed MZ, Wu A, Sallam SM. Comparative Phytochemical
Constituents of Leucaena leucocephala (Lam.) Leaves, Fruits, Stem
Barks, and Wood Branches Grown in Egypt using GC-MS Method
Coupled with Multivariate Statistical Approaches. BioResources.
2019;14(1):996-1013.
[39]. Violita WH. Efek Antelmintik Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena
leucocephala) terhadap Cacing Ascaris suum secara In
Vitro (Undergraduate Thesis). 2014. Universitas Kristen Maranatha.
[40]. Noviardi H, Yuningtyas S, Ben A, Citroreksoko P. Toksisitas kombinasi
ekstrak etanol 70% daun petai cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit)
dan kulit jengkol (Archidendron jiringa (Jack) IC Nielsen) dengan metode
Brine Shrimp Lethality Test. Riset Informasi Kesehatan. 2019 Jun 27;8(1):9-
15.
[41]. Septina E, Yetti RD, Rivai H. Overview of Traditional Use,
Phytochemical, and Pharmacological Activities of Chinese Petai
(Leucaena leucocephala). Int. Journal of Pharmaceutical Sciences and
Medicine (IJPSM). 2020 December;5(12):1-10.
[42]. Srivastava M, Kumar G, Mohan R, Malhotra S. Phytochemical studies
and antimicrobial activity of babool seeds. Journal of Scientific &
Industrial Research. 2014 November;73:724-728.
[43]. Valerian A, Girsang E, Nasution SL, Nasution SW. Uji Efektivitas
Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala) untuk Menghambat
Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Jurnal Biosains. 2019
Agustus;5(2):66-70.
[44]. Nuraini A. Efek Ekstrak Biji Petai Cina (Leucaena glauca Auct.)
sebagai Antihiperglinkemik pada Tikus Putih Jantan Diabetes Akibat
Alloxan. [Undergraduate Thesis]. 2004. University of Surabaya.

73
[45]. https://keys.lucidcentral.org/keys/v3/eafrinet/weeds/key/weeds/Media/
Html/Leucaena_leucocephala_(Leucaena).htm#
[46]. Amanullah A. Uji Daya Anthelmintik Infus Biji Dan Infus Daun Petai
Cina (Leucanea leucocephala) Terhadap Cacing Gelang Ayam
(Ascaridia galli) Secara In Vitro (Undergraduate Thesis, Faculty of
Medicine). Universitas Diponegoro. 2008.
[47]. Badan POM RI. Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia:
Ramuan Etnomedisin. Jakarta: Badan POM RI. 2011
[48]. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/187/2017 Tentang Formularium Ramuan Obat
Tradisional Indonesia.
[49]. Verma PR, Razdan B. Studies on disintegrant action of Leucaena
leucocephala seed gum in ibuprofen tablet and its mechanism. Journal
of Scientific & Industrial Research. 2007 July; 66:550-7.
[50]. Sanjaya O. Optimasi Humektan Propilen Glikol dan Gelling Agent
CMC-Na dalam Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina
(Leucaena leucocepha (Lam.)de Wit.): Aplikasi Desain Faktorial.
(Undergraduate Thesis). Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta. 2013.
[51]. Nugraheni YK. Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test
Pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena
leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification and
Regression Tree (CART). (Undergraduate Thesis). Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2015.
[52]. Soares AM, Araújo SA, Lopes SG, Costa Junior LM. Anthelmintic
activity of Leucaena leucocephala protein extracts on Haemonchus
contortus. Revista Brasileira de Parasitologia Veterinária. 2015
Dec;24(4):396-401.
[53]. Sartinah A, Astuti P, Wahyuono S. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
antibakteri dari Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) De
Wit.). Majalah Obat Tradisional. 2010;15(3):146-152.
[54]. https://hot.liputan6.com/read/4137413/9-manfaat-petai-cina-untuk-
kesehatan-kaya-mineral

74
Biografi Singkat Penulis
Prof. Dr. Harrizul Rivai, M. S. - Penulis memperoleh gelar
Sarjana Farmasi dari Jurusan Farmasi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjajaran,
Bandung, gelar Magister Sains dari Institut Teknologi
Bandung, dan gelar Doktor dari Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Andalas, Padang. Sekarang Penulis adalah Guru Besar dan
Peneliti pada Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang. Penulis menulis
buku "Principles of Chemical Examination" dan menerjemahkan buku
"Pharmaceutical Statistics." Pada akhir tahun 2020, penulis telah menulis
Chapter 4 Photo Degradation of Ketoprofen Using Titanium Dioxide as
Catalyst dalam Buku Recent Research Advances in Biology Vol. 4. Penulis
juga telah menulis artikel di berbagai jurnal internasional di berbagai bidang
sains, seperti kimia, biologi, dan farmasi.

75

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai