Laporan Kerapatan Bobot Jenis

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

PERCOBAAN I
PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

NAMA : AGUSTINA LOPANG


NIM : H311 12 272
KELOMPOK : IV (EMPAT)
HARI / TANGGAL PERCOBAAN : SELASA / 15 SEPTEMBER 2014
ASISTEN : ERWIN WIYANTO

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan di alam ini dipengaruhi oleh banyaknya zat-zat yang secara

tidak langsung menjadi sahabat karib yang multi fungsi dalam kehidupan.

Menurut sifat fisikanya, zat terbagi tiga yaitu padat, cair, dan gas. Ketiga zat ini

mempunyai karakteristiknya masing-masing, yaitu padat yang memiliki sifat

dapat mempertahankan bentuknya, cairan ditentukan oleh wadahnya, dan gas

yang dapat menempati seluruh ruang tanpa membatasi bentuknya.

Ketiga zat tersebut memiliki perbedaan kerapatan dan bobot jenis.

Adakalanya ditemukan fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang dapat

memperlihatkan adanya pengaruh faktor kerapatan dan bobot jenis terhadap tidak

bercampurnya satu zat dengan zat lainnya melalui kejadian antara air dan minyak.

Kedua zat tersebut tidak dapat menyatu dan membentuk dua fase campuran

karena adanya perbedaan nilai bobot jenis yang besar. Namun, adakalanya satu

zat dengan zat yang lainnya dapat bercampur walaupun memiliki perbedaan bobot

jenis yang besar. Jadi, bercampurnya dua zat atau lebih menjadi satu fase juga

dipengaruhi oleh faktor - faktor lain.

Kerapatan adalah perbandingan antara bobot zat pada suhu tertentu dan

pada volume tertentu dengan bobot air pada suhu 4 °C dengan volume yang sama.

Bobot jenis adalah perbandingan antara bobot zat pada volume tertentu dengan

bobot air pada suhu tertentu dengan volume yang sama. Bobot jenis dapat juga

disebut dengan gravitasi spesifik. Penentuan kerapatan dan bobot jenis dapat

dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan aerometer,

neraca Wesphalt, dan piknometer. Oleh karena itu berdasarkan teori ini, maka

dilakukanlah percobaan ini untuk penentuan kerapatan dan bobot jenis beberapa

zat.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari cara

penentuan kerapatan dan bobot jenis suatu zat dengan menggunakan beberapa

metode pengukuran.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan kerapatan dan bobot jenis

dari akuades, metanol, dan gliserol 10 % dengan menggunakan neraca Westphal

dan piknometer.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini adalah mengukur dan menghitung kerapatan dan

bobot jenis beberapa zat yaitu akuades, gliserol 10 %, dan metanol dengan

menggunakan neraca Westphal dan piknometer lalu membandingkannya dengan

nilai kerapatan dan bobot jenis secara teori.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan antara massa dan volume tidak hanya menunjukkan ukuran dan

bobot molekul suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang mempengaruhi sifat

karakteristik “pemadatan” (“Packing Characteristic”). Kerapatan adalah turunan

besaran karena menyangkut satuan massa dan volume. Berbeda dengan kerapatan,

berat jenis adalah bilangan murni tanpa dimensi yang dapat diubah menjadi

kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Berat jenis didefinisikan

sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua

zat itu ditentukan pada temperatur yang sama. Berat jenis dapat ditentukan dengan

menggunakan berbagai tipe piknometer, neraca Mohr-Westphal, dan hidrometer

(Nugraha dan Priamsari, 2010).

Suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumlah bahan yang sedang

diselidiki disebut sifat ekstensif. Baik massa maupun volume adalah sifat-sifat

ekstensif. Suatu sifat yang tergantung yang pada jumlah bahan adalah sifat

intensif. Rapatan merupakan perbandingan antara massa dan volume, adalah sifat

intensif. Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuan untuk pekerjaan

ilmiah karena tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti

(Petrucci, 1999).

Piknometer merupakan peralatan gelas yang digunakan untuk mengukur

massa jenis zat cair dan tersedia dalam berbagai ukuran. Ukuran yang biasa

tersedia dalam laboratorium kimia adalah piknometer dengan kapasitas 10 mL.

Piknometer umumnya terbuat dari gelas dengan bentuk badan bulat silinder

(Khamidinal, 2009).
Pengukuran massa jenis dilakukan dengan pertama kali menimbang massa

piknometer kosong. Massa piknometer dicatat dalam lembar kertas. Kemudian

piknometer diisi dengan zat cair yang akan diukur massa jenisnya sampai zat cair

memenuhi botol piknometer. Setelah itu piknometer ditutup dengan menggunakan

penutup piknometer yang tersedia. Piknometer yang telah berisi cairan penuh dan

bertutup kemudian dihitung. Massa botol dan zat cair ditimbang kemudian massa

jenis zat cair dihitung. Perlu diperhatikan bahwa di dalam botol piknometer harus

dipastikan bahwa tidak ada gelembung udara. Pipa kapiler harus terisi secara

penuh oleh zat cair yang akan diukur massa jenisnya (Khamidinal, 2009).

Massa 1000 cm3 air pada 4 oC dan tekanan atmosfer normal adalah hampir

tepat (tetapi hanya sedikit sekali kurang dari) 1 kg. Kerapatan dari air di bawah

keadaan ini adalah 1000 g / 1000 cm 3. Karena volume berubah menurut suhu,

sedangkan massa tetap. Kerapatan merupakan fungsi dari suhu. Pada 20 oC,

kerapatan dari air adalah 0,998 g/cm3 (Petrucci, 1999).

Bila kerapatan suatu benda lebih besar daripada kerapatan air, maka benda

akan tenggelam di dalam air. Bila kerapatannya lebih kecil, maka benda akan

mengapung. Untuk benda-benda yang mengapung, bagian volume sebuah benda

yang tercelup ke dalam cairan manapun sama dengan rasio kerapatan benda

terhadap kerapatan cairan. Rasio kerapatan sebuah zat terhadap kerapatan air

dinamakan berat jenis zat itu. Berat jenis merupakan bilangan tak berdimensi yang

sama dengan besarnya kerapatan ini bila dinyatakan dalam gram per centimeter

kubik (atau dalam kilometer per liter). Berta jenis suatu zat dapat diperoleh

dengan membagi keraptannya dengan 103 kg/m3 (Tipler, 1998).

Walaupun kebanyakan zat padat dan cairan mengembang bila dipanaskan

dan menyusut sedikit dipengaruhi oleh pertambahan tekanan eksternal, perubahan


dalam volume ini relatif kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa kerapatan

kebanyakan zat padat dan cairan hampir tak bergantung pada temperatur dan

tekanan. Sebaliknya, kerapatan gas sangat bergantung pada temperatur dan

tekanan, sehingga temperatur dan tekanan harus dinyatakan bila memberikan

kerapatan gas (Tipler, 1998).

Tekanan atmosfer (pada ketinggian dan suhu yang berbeda) dapat diukur

dengan barometer, yang ditemukan oleh Torricelli, seorang mahasiswa Galileo.

Sebuah barometer merkuri terdiri dari tabung terbalik merkuri yang disegel di

bagian atasnya dan berdiri dengan ujung bawahnya dalam bak air raksa. Merkuri

yang jatuh sampai tekanan itu diberikannya pada dasarnya sama dengan tekanan

atmosfer. Dapat dihitung tekanan atmosfer dengan mengukur h tinggi merkuri

kolom dan menggunakan hubungan p = gh. Dimana (rho) adalah densitas

massa (biasanya hanya "kerapatan"), massa sampel dibagi dengan volume yang

ada: m/v. Dengan massa diukur dalam kilogram dan volume, kerapatan

dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (kg m-3); Namun, juga sering

dinyatakan kerapatan adalah massa dalam gram per sentimeter kubik (g cm-3) atau

dapat pula dinyatakan gram per mililiter (g mL-1) (Atkins dan Paula, 2005).

Kerapatan sangatlah penting untuk diketahui karena sangat bayak

digunakan untuk mengidentifikasi materi, mengikuti perubahan fisik,

menunjukkan keseragaman antara spesies sampling yang berbeda dan menghitung

berat kekuatan. Metode pengujian standar untuk grafitasi spesifik dan kerapatan

dari material plastik dapat digunakan metode ASTM. Metode ASTM

menggunakan teknik ganda blok (Bag dkk., 2003).


Metode uji ASTM menggambarkan kekuatan grafitasi dan kerapatan

plastik padat dari spesifik berbagai bentuk seperti lembaran, batang, dan tabung.

Massa spesimen dari padatan plastik di udara diukur kemudian direndam dalam

cairan dan massa perendaman diukur. Kemudian grafitasi dan kerapatan dihitung

(Bag dkk., 2003).

Kerapatan metil ester asam lemak sebagai fungsi temperatur dapat hanya

diestimasi dengan hubungan empiris yaitu  = a, t + b, yang dikembangkan oleh

Junarthanan, (1996). Dimana t adalah suhu dalam derajat Celcius dan a dan b

adalah konstanta tergantung komponen. Dilaporkan nilai-nilai konstanta untuk

komponen murni biodiesel yaitu suhu berkisar antara 26,7 dan 110 oC. kerapatan

campuran komponen (biodiesel) dapat diperkirakan dengan menggunakan aturan

pencampuran sederhana yang linear yang ditunjukkan dalam persamaan

max = (ai t + bi) dimana xi merupakan fraksi mol komponen murni dalam

campuran (Kimilu dkk., 2011).

Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang

volumenya sama pada suhu yang sama yang dinyatakan dalam desimal. Kerapatan

adalah massa per satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume. Misalnya,

satu milliliter raksa berbobot 13,6 g/mL. Jika kerapatan dinyatakan sebagai satuan

bobot dan volume, maka bobot jenis merupakan bilangan abstrak. Bobot jenis

menggambarkan hubungan antara bobot suatu zat terhadap bobot suatu zat baku,

misalkan air, yang merupakan zat baku untuk sebagian besar perhitungan dalam

farmasi dan dinyatakan memiliki bobot jenis 1,00. Sebagai perbandingan, bobot

jenis gliserin adalah 1,25, artinya bobot gliserin 1,25 kali volume air yang setara,
dan bobot jenis alkohol adalah 0,81, artinya bobot alkohol 0,81 kali bobot air yang

setara (Ansel dan Prince, 2004).

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu akuades, gliserol 10 %,

metanol, tissue roll, dan sabun cair.

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu neraca Westphal,

piknometer 25 mL, gelas ukur, neraca analitik, termometer 110 oC, gelas kimia

100 mL, dan pinset.

3.3 Prosedur percobaan

3.3.1 Penentuan Kerapatan dan Bobot Jenis dengan Menggunakan Neraca

Westphal

Neraca Westphal dirangkai dan diseimbangkan terlebih dahulu. Gelas ukur

diisi dengan akuades sampai batas skala atas kemudian suhu akuades dicatat.

Setelah itu, penyelam dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi akuades dan

lengan neraca diatur sehingga penyelam kurang lebih 2 cm dari permukaan cairan.

Anting-anting diletakkan pada skala lengan tunggal sehingga neraca Westphal

setimbang, kemudian akuades ditentukan bobot jenisnya dengan melihat angka

skala yang ditunjukkan oleh anting dari anting terbesar sampai anting terkecil.

Penyelam dan gelas ukur kemudian dibersihkan dan dikeringkan. Prosedur yang
sama dilakukan dengan mengganti akuades dengan giserol 10 % dan metanol.

Sebelum diisi dengan sampel, gelas ukur dibersihkan dan dikeringkan terlebih

dahulu agar tidak terkontaminasi dari contoh sebelumnya.

Gambar 1. Neraca Westphal

3.3.2 Penentuan Kerapatan dan Bobot Jenis dengan Menggunakan

Piknometer

Mula-mula piknometer yang telah bersih dan kering ditimbang. Kemudian

piknometer diisi dengan akuades sampai penuh kemudian ditutup dan suhunya

dicatat. Dinding luar piknometer dikeringkan dengan menggunakan kertas tissue.

Setelah itu, piknometer yang berisi akuades ditimbang dengan menggunakan

neraca analitik dan bobotnya dicatat. Piknometer dibersihkan dan dikeringkan.

Prosedur yang sama dilakukan dengan mengganti akuades dengan gliserol 10 %

dan metanol.
Gambar 2. Piknometer

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan

Tabel 1. Pengamatan neraca Westphalt

Pembacaan Skala
No. Nama Contoh Anting Anting Anting Anting Suhu (oC) Bobot Jenis
I II III IV
1 Akuades 9 7 5 3 28 0,9753
2 Gliserol 10 % 9 dan 1 0 6 4 29,9 1,0064
3 Metanol 8 3 0 0 28 0,8300

Tabel 2. Pengamatan piknometer


Bobot (gram) Suhu
Bobot
No. Nama Contoh Piknometer Piknometer
Contoh (oC) Jenis
Kosong + Contoh
1 Akuades 19,1254 44,1011 24,9757 28 1
2 Gliserol 10 % 19,1254 44,8752 25,7498 30,5 1,0310
3 Metanol 19,1254 40,5087 21,3833 28 0,8562

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan untuk Neraca Westphalt

a. Akuades

Berat anting I = 9 x 0,1 = 0,9

Berat anting II = 7 x 0,01 = 0,07

Berat anting III = 5 x 0,001 = 0,005

Berat anting IV = 3 x 0,0001 = 0,0003


+
= 0,9753

(28 °C) = 0,996232 g/cm3

= × (28 °C)

= 0,9753× 0,996232 g/

= 0,9716 g/

b. Gliserol 10 %

Berat anting I = 9 x 0,1 = 0,9

= 1 x 0,1 = 0,1

Berat anting II = 0 x 0,01 =0

Berat anting III = 6 x 0,001 = 0,006

Berat anting IV = 4 x 0,0001 = 0,0004


+

= 1,0064

( 29,9 °C) = 0,995676 g/

= × ( 29,9 °C)

= 1,0064 × 0,995676 g/

= 1,0020 g/

c. Metanol

Berat anting I = 8 x 0,1 = 0,8


Berat anting II = 3 x 0,01 = 0,03

Berat anting III = 0 x 0,001 =0

Berat anting IV = 0 x 0,0001 = 0


+
= 0,8300

(28 °C) = 0,996232 g/

= × (28 °C)

= 0,8300 × 0,996232 g/

= 0,8269 g/

4.2.2 Perhitungan Bobot Jenis untuk Piknometer

a. Akuades

Bobot piknometer + akuades = 44,1011 gram

Bobot piknometer kosong = 19,1254 gram

Bobot akuades = 24,9757 gram


bobot akuades
Sgt 
bobot akuades

24,9757 gram

24,9757 gram

 1,0000

( 28 °C) = 0,996232 g/cm3

= × (28 °C)

= 1,0000 × 0,996232 g/cm3

= 0,9962 g/cm3
b. Gliserol 10 %

Bobot piknometer + gliserol 10 % = 44,8752 gram

Bobot piknometer kosong = 19,1254 gram

Bobot gliserol 10 % = 25,7498 gram


bobot gliserol 10 %
S gt 
bobot akuades

24,7498 gram

24,9757 gram

 1,0310

( 30,5 °C) = 0,995494 g/

= × (30,5 °C)

= 1,0310 × 0,995494 g/

= 1,0263 g/

c. Metanol

Bobot piknometer + metanol = 40,5087 gram

Bobot piknometer kosong = 19,1254 gram

Bobot metanol = 21,3833 gram

bobot metanol
Sgt 
bobot akuades

21,3833 gram

24,9757 gram

 0,8562

(28 °C) = 0,996232 g/

= × (28 °C)
= 0,8562 × 0,996232 g/

= 0,8530 g/

4.3 Pembahasan

Massa jenis adalah perbandingan antara massa suatu zat dengan volume

air pada suhu tertentu, sedangkan bobot jenis adalah perbandingan antara bobot

zat dengan volume tertentu dengan bobot air dengan volume yang sama pada suhu

yang sama. Kerapatan memiliki dimensi yaitu M.L-3, sedangkan bobot jenis tidak.

Seperti yang diketahui bahwa air pada suhu 0 oC sampai 4 oC memiliki sifat

istimewa yang disebut anomali air. Pada rentang suhu ini, air memiliki densitas

1 g/cm3.

Bobot jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.

Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin tinggi atau besar pula

massa setiap volumenya. Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat

memiliki massa jenis yang berbeda, dan zat berapapun massanya, berapapun

volumenya akan memiliki massa jenis yang sama.

Percobaan kali ini yaitu menentukan kerapatan dan bobot jenis dari

akuades, gliserol 10 %, dan metanol dengan menggunakan dua alat yang tersedia

di laboratorium yaitu neraca Westphal dan piknometer. Bahan yang digunakan

adalah akuades, metanol, dan gliserol 10 %. Kedua alat ini memiliki kelebihan

dan kekurangan. Pada neraca Westphalt, penunjukan skalanya untuk pengukuran

bobot jenis relatif lebih mudah namun kekurangannya yaitu pengukuran suhu

pada alat dilakukan dengan sistem terbuka sehingga suhu zat jika diukur

memungkinkan dapat terkontaminasi dengan suhu udara. Pada piknometer,

pengukuran suhu pada alat dilakukan dengan sistem tertutup sehingga mengurangi

kontaminasi suhu udara terhadap suhu zat jika diukur, namun penggunaan alat
lebih rumit karena kondisi piknometer harus benar-benar kering dan bersih pada

saat dilakukan penimbangan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan neraca Westphalt adalah

sebelum digunakan, neraca harus dikalibrasi terlebih dahulu dan pembacaan skala

harus dalam kondisi benar-benar setimbang pada lengan neraca. Pada penggunaan

piknometer, alat harus dalam kondisi kering tanpa titik-titik air sebelum ditimbang

untuk pengukuran piknometer kosong, karena jika masih terdapat titik-titik air

maka akan mempengaruhi bobot piknometer yang kosong. Selain itu, piknometer

tidak boleh disentuh langsung dengan tangan karena tangan mengandung minyak.

Sama halnya dengan titik air, minyak dari tangan akan mempengaruhi bobot

piknometer yang kosong.

Pada percobaan pertama, penentuan kerapatan dan bobot jenis zat

menggunakan neraca Westphalt. Pada percobaan ini, setelah neraca Westphalt

dirangkai, maka sebelum digunakan lengan timbangan harus diatur sedemikian

rupa agar seimbang. Penyeimbangan lengan neraca dilakukan saat neraca telah

siap digunakan, namun tanpa adanya sampel maupun anting pada lengan neraca.

Hal ini dilakukan agar pada saat suatu sampel diukur dengan neraca ini, hasilnya

dapat sesuai dengan bobot jenis sampel yang sebenarnya. Kemudian gelas ukur

diisi dengan sampel hingga mencapai batas skala atas, diukur suhunya lalu dicatat

suhu yang ditunjukkan. Setelah itu penyelam dimasukkan ke dalam gelas ukur

yang berisi sampel dan lengan neraca diatur sedemikian rupa hingga posisi

penyelam kurang lebih 2 cm dari permukaan cairan. Anting-anting diletakkan

pada skala lengan tunggal sedemikian rupa sehingga neraca Westphalt setimbang.

Perlu diketahui bahwa masing masing anting memiliki berat yang berbeda yaitu:
Anting I = 0,1 gram, Anting II = 0,01 gram, Anting III = 0,001 gram, dan

Anting IV = 0,0001 gram.

Setelah setimbang, dibaca skala yang tertera dari anting terbesar hingga

anting terkecil. Isi gelas ukur dibuang, lalu dicuci dan diganti dengan sampel yang

lain. Penyelam juga dicuci dan dikeringkan denga kertas tissue, hal ini bertujuan

agar pada pengukuran dengan sampel lain tidak terkontaminasi dengan sampel

sebelumnya.

Pada percobaan kedua, digunakan alat piknometer untuk menentukan

kerapatan dan bobot jenis zat. Hal yang pertama dilakukan adalah piknometer

ditimbang dalam keadaan kering dan kosong. Hal ini bertujuan untuk memperoleh

bobot kosong dari alat. Jadi, jika masih terdapat titik air di dalamnya, akan

mempengaruhi hasil yang diperoleh. Kemudian piknometer diisi dengan sampel

sampai tanda garis kemudian ditutup dan ditimbang dengan menggunakan neraca

analitik dan dicatat bobotnya.

Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan neraca Westphalt

diperoleh bobot jenis akuades adalah 0,9753 dan kerapatannya pada suhu 28 oC

adalah 0,9716 g/cm3, bobot jenis gliserol 10 % adalah 1,0064 dan kerapatannya

pada suhu 29,9 oC adalah 1,0020 g/cm3, bobot jenis metanol adalah 0,8300 dan

kerapatannya pada suhu 28 oC adalah 0,8269 g/cm3. Pada pengukuran dengan

menggunakan piknometer, diperoleh bobot jenis akuades adalah 1,0000 dan

kerapatannya pada suhu 28 oC adalah 0,9962 g/cm3, bobot jenis gliserol 10 %

adalah 1,0310 dan kerapatannya pada suhu 30,5 oC adalah 1,0263 g/cm3, bobot
o
jenis metanol adalah 0,8562 dan kerapatannya pada suhu 28 C adalah

0,8530 g/cm3.

Menurut Snelling, kerapatan akuades adalah 0,996232 g/cm3 pada suhu

28 oC, dan menurut Bosart dan Snoddy (1927), kerapatan gliserol 10 % pada suhu
30 oC adalah 1,01905 g/cm3 dan kerapatan metanol pada suhu 28 oC adalah 0,8064

g/cm3. Perbedaan hasil percobaan dengan teori mungkin disebabkan oleh

terjadinya kesalahan-kesalahan di dalam pengukuran, yaitu penggunaan neraca

yang belum tepat seimbang sebelum digunakan, pembacaan skala yang kurang

teliti, terkontaminasinya alat pengukuran dengan zat lain yang disebabkan oleh

alat pengukur yang kurang bersih atau menguapnya sampel pada percobaan

piknometer sebelum sampel itu ditimbang bersama piknometer. Selain itu faktor

eksternal juga berpengaruh besar, dalam hal ini yang menjadi faktor eksternal

yang lain yaitu suhu.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pengukuran menggunakan neraca Westphalt

diperoleh hasil yaitu pada akuades memiliki kerapatan 0,9716 g/cm3 dan bobot

jenis 0,9753 pada suhu 28 oC, gliserol 10 % memiliki kerapatan 1,0020 g/cm3 dan
o
bobot jenis 1,0064 pada suhu 29,9 C dan metanol memiliki kerapatan

0,8269 g/cm3 dan bobot jenis 0,8300 pada suhu 28 oC. Sedangkan dengan metode
piknometer diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki kerapatan

0,9962 g/cm3 dan bobot jenis 1,0000 pada suhu 28 oC, gliserol 10 % memiliki

kerapatan 1,0263 g/cm3 dan bobot jenis 1,0310 pada suhu 30,5 oC dan metanol

memiliki kerapatan 0,8530 g/cm3 dan bobot jenis 0,8562 pada suhu 28 oC.

5.2 Saran

Laboratorium diharapkan menyediakan alat dan bahan dengan lengkap

agar praktikum berjalan dengan baik. Laboratorium diharapkan memperbaiki

sarana dan prasarana laboratorium, misalnya, saluran air yang rusak agar

praktikum lebih berjalan lancar.

Saran untuk percobaan yaitu sebaiknya alat untuk mengukur kerapatan dan

bobot jenis ditambah seperti penambahan aerometer, agar praktikum lebih banyak

lagi mengetahui penggunaan bahan untuk mengukur kerapatan dan bobot jenis.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C., dan Prince S. J., 2004, Kalkulasi Farmasetik, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Atkins, P., dan Paula, J. D., 2005, Physical Chemistry for The Life Science,
Freeman, Oxford.
Bag, D. S., Nanda, B., Alam, S., Kandpat, L. D., dan Mathur G. N., 2003, Density
Measurements of Plastics – A Simple Standard Test Method, Indian
Journal of Chemistry Technology, (online), 10; 561-563,
(http://nopr.niscair.res.in, Diakses pada Tanggal 18 September 2014,
Pukul 20.39 WITA)
Khamidinal, 2009, Teknik Laboratorium Kimia, Pustaka Pelajar, Jogja.
Kemilu, R. K., Nyang’aya, J. A., dan Onyari J. M., 2011, The Temperature and
Blending on The Specific Grafity and Viscosity of JAtropha Methyl Esther,
ARPN Journal Of Engineering and Applied Sciences, (online), 16; 97-81,
(https://www.uonbi.ac, Diakses pada Tanggal 18 September 2014,
Pukul 21.03 WITA).
Nugraha, L. S. A., dan Priamsari, M. R., 2010, Fisika Farmasi, Akademi Farmasi
Theresiana, Semarang.
Pettrucci, R. H., 1999, Kimia Dasar Prinsip Dasar dan Terapan Modern, Edisi
Keenam, Jilid Pertama, diterjemahkan oleh Suminar Achmadi, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Tipler, P.A., 1998, Fisika untuk Sains dan Teknik, Edisi Ketiga, Jilid Pertama,
diterjemahkan oleh Lea Prasetio dan Rahmad W. Adi, Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai