Sania Novita, Slamet Santosa, Yudi Rinanto: Proceeding Biology Education Conference
Sania Novita, Slamet Santosa, Yudi Rinanto: Proceeding Biology Education Conference
Sania Novita, Slamet Santosa, Yudi Rinanto: Proceeding Biology Education Conference
Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 359-367
Perbandingan Kemampuan Analisis Siswa melalui Penerapan
Model Cooperative Learning dengan Guided Discovery Learning
Abstract: The purpose of this research is to compare student analytical thinking that has learned by cooperative learning
model everyone is teacher here method with guided discovery learning model mind maps method. This
research is a quasi experimental research with the research design used postest only with non – equivalent
control grup design. The population of this research is all of students grade X SMAN Kebakkramat academic
year 2015/2016 that consist of ten classes. The sample of this research used three classes. The I experiment
class has learned by cooperative learning model everyone is teacher here method, the II experiment class has
learned by guided discovery learning model mind maps method, and control class has learned by
conventional model lecture method. Technique of data collecting used test, observation, quissionare, and
documentation. The data is analyzed by used one way ANOVA test with level of significance 5% (α=0,05)
and real difference Tukey test. The research procedures are preparation, implementation and data analyzing.
The results showed that there is significant differences of student analytical thinking who has learned by two
different model (Sig.=0,000<α=0,05). The implementation of cooperative learning model everyone is teacher
here method resulted higher student analytical thinking compared with the implementation guided discovery
learning model mind maps method.
satu bentuk model pembelajaran konvensional adalah meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (
ceramah (Rosana, 2014). Berdasarkan hasil menganalisis, mengsintesis dan mencipta) (Swaak &
penelitian Joseph Pearce, ceramah dalam durasi 45 Van Joolingen, 2004). Model Guided Discovery
menit dikelas menghasilkan rata-rata kemampuan Learning dapat meningkatkan kemampuan kognitif
mengingat (C1) siswa sebesar tiga persen dari siswa lebih baik dibandingkan dengan model
keseluruhan informasi yang disampaikan (DePorter, Discovery Learning (Alfieri, Brooks, Aldrich, &
2013). Metode ceramah menggunakan pendekan Tenenbaum, 2011). Menurut Mayer (2004), guided
teacher centered learning tidak cukup untuk discovery learning lebih efektif dalam membantu
mengembangkan kemampuan analisis siswa (Oguz, siswa belajar dari pada pure discovery learning.
2008). Menurut Munthe (2009), kemamapuan analisis siswa
Standar kemampuan analisis yang kurang, dapat dikembangkan pula dengan menerapkan
berakibat buruk bagi siswa baik jangka pendek metode Mind maps. Suprijono (2012) menyatakan
maupun jangka panjang. Akibat jangka pendeknya bahwa metode Mind Maps dapat menguatkan
adalah hasil belajar siswa yang jauh dari tujuan pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap
pembelajaran (Johnson, 2014), sedangkan akibat bahan-bahan yang telah dibacanya. Mind maps
panjangnya adalah tidak akan lahir orang-orang merupakan metode pembelajaran yang dapat
seperti da Vinci, Einstein, Newton, Bill Gates, meningkatkan kemampuan berpikir siswa (Buzan,
Richard Branson, dan Stephen Hawking. Orang- 2005). Metode ini terbukti dapat meningkatkan hasil
orang ini yang memiliki kontribusi besar terhadap belajar siswa (Kiong, Yunos, Mohammad, Othman,
dunia. Orang-orang yang memilki kemampuan Heong, & Mohamad, 2012).
analisislah yang dapat menguasai abad ke-21 (Rose Model guided discovery learning memiliki
& Nicholl, 2002). Menurut Albert Einstein, otak sintak yaitu orientation, hypothesis generation,
manusia seharusnya digunakan untuk berpikir tingkat hypothesis testing, conclusion, dan regulation
tinggi (menganalisis), bukan sekedar hanya untuk (Veermans, 2003). Pada sintak tersebut siswa
berpikir tingkat rendah (menghafal) (Chatib, 2012). dituntut untuk menggunakan seluruh indra yang
Kemampuan analisis siswa yang rendah perlu dimiliki, pikiran, dan hati yang siap untuk
ditingkatkan. Peningkatan kemampuan analisis siswa menemukan pengetahuan. Keterlibatan siswa secara
sangat mungkin dilakukan. Menurut Munthe (2009), langsung dalam membangun pengetahuannya sendiri
kemamapuan analisis siswa dapat ditingkatkan mendorong berkembangnya kemampuan analisis
dengan menerapkan metode everyone is teacher here. siswa (Rose & Nicholl, 2002).
Everyone is teacher here merupakan salah satu Model pembelajaran cooperative learning dan
metode dari model cooperative learning (Suprijono, guided discovery learning merupakan model
2012). Model cooperative learning adalah penekanan pembelajaran aktif (Chatib, 2012). Model
belajar sebagai proses dialog interaktif (Suprijono, pembelajaran aktif harus diperkenalkan kepada
2012). Model cooperative learning terbukti dapat siswa secara bertahap, hal ini untuk menghindari
meningkatkan kemampuan analisis siswa (Slavin, keengganan siswa dalam kegiatan pembelajaran
Lazarowitz, & Miller, 1993). Kemampuan analisis (Silberman, 2006). Pembelajaran aktif sesuai dengan
siswa dapat ditingkatkan dengan cooperative cara kerja otak manusia dalam proses belajar
learning (Rosana, 2014). Metode everyone is teacher sehingga pembelajaran aktif dapat meningkatkan
here merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan hasil belajar siswa (Rose & Nicholl, 2002).
partisipasi kelas secara keseluruhan maupun Hasil belajar siswa diperoleh ketika siswa
individual. Berdasarkan ratusan penelitian, mempelajari suatu materi dan setelah siswa
cooperative learning dapat meningkatkan mempelajari satu pokok materi pembelajaran. Materi
kemampuan kognitif siswa (Slavin, 2010). pembelajaran yang diajarkan adalah Kingdom
Model cooperative learning memiliki sintak Plantae (Dunia Tumbuhan). Materi Kingdom Plantae
yaitu present goals and set, present information, dapat diajaran menggunakan model pembelajaran
organize students into learning teams, assist team aktif, baik model guided discovery learning maupun
work and study, test on the materials, dan provide model cooperative learning. Materi Kingdom Plantae
recognition. Sintak assist team work dan test on the mendukung siswa untuk mengamati secara langsung
materials dapat meningkatkan kemampuan analisis berbagai macam tumbuhan yang ada alam. Proses
siswa (Slavin R. E., 2009). Pada sintak tersebut siswa pengamatan langsung objek studi (tumbuhan)
belajar bersama teman, berdisdiskusi dan saling mendukung tercapainya kegiatan pembelajaran yang
mengemukakan pendapat. Kondisi ini sesuai dengan aktif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk
teori elaborasi kognitif (Hertz-Lazarowitz, Kirkus, & mengetahui perbedaan dan menganalisis
Miller, 1995). Salah satu cara elaborasi kognitif yang perbandingan kemampuan analisis siswa antara
paling efektif adalah menjelaskan atau mengajarkan penerapan model cooperative learning metode
materi kepada teman. Adanya saling ketergantungan everyone is teacher here dengan model guided
positif antar teman memberikan motivasi bagi setiap discovery learning metode mind maps pada siswa
siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang baik kelas X SMA Negeri Kebakkramat.
(Sugiyanto, 2010).
Kemampuan analisis siswa juga dapat
ditingkatkan dengan penerapan model discovery
learning. Model discovery learning dapat
Data primer penelitian adalah nilai rata-rata dari tiga Pengujian prasyarat analisis meliputii uji normalitas
post test tertulis dalam bentuk esai yang diujikan dan uji homogenitas dari nilai-rata-rata kemampuan
pada kelas eksperimen I, kelas eksperimen II, dan analisis siswa.
kelas kontrol. Data penelitian berupa nilai 3.2.1 Uji Normalitas
kemampuan analisis yang diperoleh dari rata-rata tiga
post test. Soal tes berupa tiga soal esai untuk masing- Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji
masing post test. Data kemampuan analisis dapat Kolmogorov-Smirnov koreksi Liliefors diperoleh
dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa signifikansi kelas kontrol: 0,128, kelas eksperimen I:
rata-rata kemampuan analisis siswa kelas eksperimen 0,075, dan kelas eksperimen II: 0,060. Nilai
I sebesar 67,23, kelas eksperimen II sebesar 57,66 signifikansi ini lebih dari 0,05. Nilai sig > 0,05
sedangkan kelas kontrol sebesar 51,67. Nilai artinya Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa
maksimum dan minimum kelas eksperimen I data penelitian terdistribusi normal.
menujukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan 3.3.2 Uji Homogenitas
kelas eksperimen II dan kelas kontrol. Berdasarkan
data pada Tabel 1. dapat dibuat diagram batang yang Hasil uji homogenitas diperoleh nilai signifikansi
menunjukkan perbandingan nilai rata-rata lebih dari 0,05. Nilai sig > 0,05 artinya data
kemampuan analisis siswa seperti pada Gambar 1. kemampuan analisis siswa mempunyai variansi yang
sama. Uji prasyarat analisis berupa uji normalitas dan
Tabel 1. Deskripsi Data uji homogenitas yang telah dilaksanakan
menunjukkan bahwa data penelitian dari ketiga kelas
Kelas Kelas
sampel berdistribusi normal dan homogen. Uji
Deskrips Kelas analysis of variance dapat dilakukan untuk
Eksperime Eksperi
i Data Kontrol mengetahui perbedaan kemampuan analisis siswa
nI men II
Mean 51,6745 67,2255 57,6558 pada ketiga kelas sampel.
N 38 38 38
Std. Dev 9,99445 9,09900 9,34022 3.3 Pengujian Hipotesis
Std. Err 1,62131 1,47605 1,51518
Minimum 31,82 54,55 40,91 Hasil uji ANOVA untuk menganalisis ada tidaknya
Maximum 77,27 86,36 77,27 perbedaan kemampuan analisis dapat dilihat pada
Tabel 2.
dibandingkan dengan model guided discovery centered mendorong siswa pasif dalam proses
learning metode mind maps adalah kesempatan yang pembelajaran.
dimiliki setiap siswa pada tiap pertemuan untuk Model pembelajaran konvensional metode
menjawab pertanyaan dan menyampaikan ceramah mendorong siswa untuk mendengarkan
argumentasi (sharing with others). Model materi yang disampaikan oleh guru secara pasif.
cooperative learning metode everyone is teacher Kegiatan pembelajaran ini tidak memberikan akses
here tidak mengizinkan siswa untuk tidak terlibat kepada siswa untuk berkembang secara mandiri,
dalam sharing informasi. Magnesen (1983) berpikir, dan ‘belajar bagaimana belajar’.
menyatakan bahwa kita belajar: 10% dari apa yang Berdasarkan hasil analisis beberapa penelitian
kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari terhadap rendahnya hasil belajar siswa, hal tersebut
apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan disebabkkan proses pembelajaran yang didominasi
kita dengar 70% dari apa yang kita katakan 90% dari oleh pembelajaran konvensional (Trianto, 2011).
apa yang kita katakan dan lakukan (DePorter, Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil
Reardon, & Singer-Nourie, 2014). Berbeda dengan penelitian ini bahwa kemampuan analisis siswa
model model guided discovery learning metode mind dengan penerapan model konvensional metode
maps, hanya sebagian siswa dari setiap kelompok ceramah lebih rendah dari penerapan model
yang mempresentasikan hasil penemuannya di depan cooperative learning metode everyone is teacher
kelas. here. Rendahnya kemampuan analisis siswa
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa disebabkan model pembelajaran konvensional
yang belajar dengan menggunakan model guided membatasi kemampuan analisis siswa untuk
discovery learning cenderung tidak percaya dengan berkembang (W Groothoff, Frenkel, A M Tytgat, B
hasil pengamatannya terhadap tumbuhan. Siswa Vreede, K Bosman, & Th J ten Cate, 2008).
menuliskan ciri karakteristik tumbuhan berdasarkan Perbedaan lainnya antara model cooperative
materi dalam buku teks, contohnya pengamatan learning metode everyone is teacher here dengan
Selaginella apoda. Siswa mengamati bahwa model konvensional metode ceramah adalah kegiatan
Selaginella memiliki daun berukuran kecil dengan awal pembelajaran. Kegiatan awal pembelajaran
jumlah banyak (mikrofil), sedangkan dalam buku pada model cooperative learning metode everyone is
teks dituliskan karakteristik ‘makrofil’. Siswa lebih teacher here diawali apersepsi dan motivasi
memilih untuk menuliskan karakteristik sesuai sedangkan pada model konvensional metode ceramah
dengan buku teks. Ketidakpercayaan siswa terhadap tidak. Apersepsi dan motivasi sangat penting dalam
hasil penemuannya menutup kesempatan untuk proses pembelajaran. Apersepsi membatu siswa
berkembangnya kemampuan analisis siswa menurunkan gelombang otak dari beta menuju alfa.
(McDonald, 2012). Siswa seharusnya percaya Gelombang otak alfa menunjukkan bahwa siswa siap
terhadap hasil penemuannya kemudian mencari belajar. Motivasi tidak kalah penting dari apersepsi.
berbagai sumber literatur untuk mendukung Motivasi harus ditanamkan guru kepada siswa untuk
temuannya. menjawab pertanyaan ‘mengapa kita harus belajar
hari ini?’ dan “ mengapa kita harus belajar topik
3.4.2 Perbedaan Kemampuan Analisis pembelajaran ini?’. Hak belajar ada di tangan siswa,
Siswa antara Kelas Kontrol dengan untuk meraihnya guru harus memberikan apersepsi
Kelas Eksperimen I (Chatib, 2012). Siswa hanya belajar karena perintah
Hasil ANOVA menyatakan bahwa ada perbedaan dirinya sendiri, melalui motivasi siswa memerintah
kemampuan analisis antar kelas eksperimen. Uji dirinya sendiri untuk belajar. Disisi lain, model
lebih lanjut terhadap nilai rata-rata kemampuan konvensional metode ceramah yang biasa diterapkan
analisis siswa menggunakan Tukey pada taraf oleh guru tidak diawali dengan apersepsi dan
signifikansi 5% menyatakan ada perbedaan motivasi sehingga kemungkinan besar proses belajar
kemampuan analisis siswa antara penerapan model sesungguhnya tidak terjadi pada model pembelajaran
pembelajaran konvensional metode ceramah dengan konvensional metode ceramah.
cooperative learning metode everyone is teacher Model cooperative learning memiliki sintak
here berbeda. Penerapan model cooperative learning yaitu present goals and set, present information,
metode everyone is teacher here menghasilkan organize students into learning teams, assist team
kemampuan analisis siswa pada yang lebih tinggi work and study, test on the materials, dan provide
dari pada penerapan model pembelajaran recognition. Tahap present goals and set, guru
konvensional metode ceramah. menyampaikan tujuan pembelajaran yang
Model cooperative learning metode everyone is diharapkan. Tahap organize students into learning
teacher here memiliki perbedaan dari model teams, guru meminta siswa untuk membentuk
pembelajaran konvensional metode ceramah. kelompok untuk belajar dan berdiskusi bersama.
Perbedaan ini terletak dari pendekatan pembelajaran. Kegiatan belajar bersama dimulai dari membuat
Pendekatan model cooperative learning adalah pertanyaan mengenai topik pembelajaran kemudian
student centered (Kadir, 2008) sedangkan model siswa dalam kelompok saling berdiskusi untuk
pembelajaran konvensional metode ceramah adalah menjawab pertanyaan dari kelompok lain. Tahap
teacher centered. Pendekatan student centered selanjutnya adalah test on the materials, tahap ini
melibatkan siswa secara aktif untuk belajar dengan
siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi
bimbingan guru sedangkan pendekatan teacher
didepan kelas tanpa membawa catatan. Kegiatan mengemukakan pendapat lebih mudah untuk
assist team work dan test on the materials ini dapat memahami materi pembelajaran (Silberman, 2006).
mengembangkan kemampuan analisis siswa (Slavin, Siswa yang memahami materi pembelajaran dapat
2009). Kegiatan siswa presentasi didepan kelas melanjutkan ke tingkatan yang lebih tinggi dalam
maupun saling memahamkan materi adalah cara yang memperoleh pengetahuan, yaitu tingkat mengaplikasi
paling efektif untuk memperoleh pengetahuan dan menganalisis.
(Hertz-Lazarowitz, Kirkus, & Miller, 1995). Adanya Model pembelajaran guided discovery learning
saling ketergantungan positif antar teman juga dapat merupakan model pembelajaran aktif sedangkan
memberikan motivasi bagi setiap siswa untuk model konvensional metode ceramah merupakan
mencapai hasil belajar yang baik (Sugiyanto, 2010). model pembelajaran pasif. Model pembelajaran aktif
terbukti dapat meningkatkan pengetahuan siswa
3.4.3 Perbedaan Kemampuan Analisis (Handelsman, et al., 2004). Pengetahuan ini meliputi
Siswa antara Kelas Kontrol dengan kemampuan mengingat, memahami, mengaplikasi,
Kelas Eksperimen II menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Karakteristik model guided discovery learning
Hasil ANOVA menyatakan ada perbedaan metode mind maps sangat sesuai dalam
kemampuan analisis antar kelas sampel. Uji lebih mengembangkan kemampuan analisis siswa.
lanjut terhadap nilai rata-rata kemampuan analisis Kesesuaian ditunjukkan oleh setiap tahap dalam
siswa menggunakan Tukey pada taraf signifikansi sintak model discovery learning. Sintaks discovery
5% menyatakan ada perbedaan kemampuan analisis learning meliputi orientation, hypothesis generation,
siswa antara penerapan model pembelajaran hypothesis testing, conclusion, dan regulation
konvensional metode ceramah dengan guided (Veermans, 2003).
discovery learning metode mind maps berbeda. Tahap orientation, siswa diminta untuk
Penerapan model guided discovery learning metode mengamati beberapa tumbuhan yang ada
mind maps menghasilkan kemampuan analisis siswa dihadapannya, kemudian menyampaikan hasil
pada yang lebih tinggi dari pada penerapan model pengamatannya secara umum, semakin siswa
pembelajaran konvensional metode ceramah. mengamati beberapa tumbuhan akan memunculkan
Model guided discovery learning metode mind pertanyaan di benak siswa. Pada tahap ini guru
maps memiliki perbedaan dari model pembelajaran membimbing siswa untuk merumuskan permasalahan
konvensional metode ceramah. Perbedaan ini terletak yang akan diselesaikan oleh siswa. Bimbingan guru
dari pendekatan pembelajaran. Pendekatan model kepada siswa untuk merumuskan masalah adalah
guided discovery learning metode mind maps adalah karakteristik dari guided discovery (Nuryani, 2005).
student centered sedangkan model pembelajaran Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang harus
konvensional metode ceramah adalah teacher ditemukan jawabannya oleh siswa. Pertanyaan yang
centered. Pendekatan student centered melibatkan diajukan siswa terhadap materi pembelajaran
siswa secara aktif untuk belajar (Sri Suparni, 2015) merupakan kunci dari berkembangnya kemampuan
sedangkan pendekatan teacher centered mendorong analisis (K. Robbins, 2011). Siswa yang mengajukan
siswa pasif dalam proses pembelajaran. pertanyaan terhadap materi pembelajaran artinya
Model guided discovery learning metode mind siswa tersebut memiliki fokus perhatian yang cukup
maps mendorong siswa belajar penemuan (discovery terhadap pembelajaran. Fokusnya siswa terhadap
learning). Jerome Bruner menganggap, bahwa pembelajaran mendorong hasil belajar yang baik
belajar penemuan sesuai dengan pencarian (Svinicki, 1998).
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan Tahap hypothesis generating, siswa bersama
sendirinya memberi hasil yang baik. Berusaha sendiri dengan teman dalam kelompok berusaha untuk
untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan membuat hipotesis (jawaban sementara atas rumusan
yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang masalah). Hipotesis yang dibuat siswa berdasarkan
benar-benar bermakna (Trianto, 2011). pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Hipotesis ini
Model pembelajaran konvensional metode yang akan menjadi dasar penarikan kesimpulan.
ceramah mendorong siswa untuk pasif dalam Tahap hypothesis testing, siswa bersama teman
kegiatan pembelajaran. Siswa hanya duduk kemudian dalam kelompok berusaha menyusun kegiatan untuk
mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. memecahkan menguji hipotesis. Kegiatan ini
Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, meliputi merancang percobaan, mengamati tumbuhan
pengetahuan datang dari tindakan. Tindakan –tindak secara mendetail, dan mengkaji literatur.
ini berupa mengamati lingkungan, berargumentasi, Tahap conclusion merupakan tahap siswa
berdiskusi dengan teman sebaya. Tindakan –tindakan membuat kesimpulan atas uji hipotesis yang
ini yang akhirnya membuat siswa berpikir logis dan dilakukan. Tahap regulation meminta siswa untuk
memperoleh pengetahuan (Trianto, 2011). Model mempresentasikan hasil penemuan kelompoknya di
pembelajaran konvensional metode ceramah tidak depan kelas. Setelah siswa mempresentasikan hasil
mendorong siswa melakukan tindakan-tindakan penemuannya, guru memberikan umpan balik
untuk memperoleh pengetahuan. terhadap hasil diskusi siswa.
Penggunaan metode ceramah membuat siswa Model guided discovery learning yang
kurang dirangsang kreativitasnya, dan membuat diterapkan dipadu oleh metode mind maps. Metode
siswa tidak aktif dalam mengemukakan pendapat mind maps merupakan metode mencatat yang sangat
(Nuryani, 2005). Siswa yang aktif dalam
Seminar Nasional XIII Pendidikan Biologi FKIP UNS 365
Novita et al. Kemampuan Analisis Siswa Model Cooperative Learning dengan Guided Discovery Learning
efektif dalam mendorong siswa berpikir (Ismaniah, Handelsman, J., Erbelt-May, D., Beichner, R., Bruns,
2012). Tingkatan berpikir siswa dari yang terendah P., Chang, A., deHaan, R., et al. (2004, April
menunju ketinggi yaitu mengingat, memahami, 23). Scientific Teaching. Science Mag , hal.
mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan 521-522.
mencipta. Harsanto, R. (2005). Melatih Anak Berpikir Analitis,
Perlu ditekankan bahwa, tidak ada model Kritis, dan Kreatif. Jakarta: Grasindo.
pembelajaran yang cocok untuk semua materi Herlanti, Y. (2006). Tanya Jawab Seputar Penelitian
pembelajaran (Nuryani, 2005). Guru sebaiknya Pendidikan Sains. Jakarta: -.
menggunakan model pembelajaran yang sesuai untuk Hertz-Lazarowitz, R., Kirkus, V. B., & Miller, N.
masing-masing karakteristik materi. Pakar model (1995). An Overview of Theoretical anatomy of
pembelajaran berpendapatbahwa tidak ada satu Cooperation in the Clasroom. Cambrigde:
model pembelajaran yang paling baik diantara yang Cambrigde University Press.
lainnya, karena masing-masing model pembelajaran Isjoni. (2007). Cooperative Learning:
dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan Mengembangkan Kemampuan Belajar
untuk mengajarkan materi pembelajaran tertentu Berkelompok. Bandung: Alfabeta.
(Trianto, 2011). Ismaniah. (2012). Mind Mapping Membantu Peserta
Didik Sukses belajar. Jurnal Kajian Ilmiah
4. SIMPULAN Unversitas Bhayangkara Jakarta Raya , 12 (1),
1406-1423.
Terdapat perbedaan kemampuan analisis antara Johnson, E. B. (2014). Contextual Teaching and
penerapan model cooperative learning metode Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-
everyone is teacher here dengan model guided Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (2nd
discovery learning metode mind maps. Kemampuan Edition ed.). Bandung: Kaifa.
analisis siswa dengan penerapan model cooperative K. Robbins, J. (2011). Problem Solving, Reasioning,
learning metode everyone is teacher here lebih tinggi and Analytical Thinking in a Classroom
dibandingkan dengan penerapan model guided Environment. The Behavior Analyst Today , 12
discovery learning metode mind maps dan penerapan (1), 41-48.
model konvensional metode ceramah. Kadir, A. (2008). Model Pembelajaran (Cooperative
Learning) dalam Pandangan Al-Qur'an. Jurnal
5. UCAPAN TERIMAKSIH Al-Ta'dib Kajian Ilmu-ilmu Kependidikan Islam
, 1 (2), 27-39.
Kao, C.-y. (2016). Analogy’s Straddling of
Terima kasih kepada orang tua dan kakak atas
Analytical and Creative Thinking and
dukungan finansial yang diberikan.
Relationships to Big Five Factors of
Personality.Thinking Skills and Creativity.
6. DAFTAR PUSTAKA Thinking Skills and Creativity , 19, 26-37.
Kao, C.-y. (2014). Exploring The Relationship
Alfieri, L., Brooks, P. J., Aldrich, N. J., & Between Analogical, Analytical, and Creative
Tenenbaum, H. R. (2011). Does Discovery- Thinking. Thinking Skills and Creativity , 13,
Based Instruction Enhance Learning? Jounal of 80-88.
Educational Psychology , 103 (1), 1-18. Kemdikbud. (2013). Diambil kembali dari
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2010). A kemdikbud.go.id.
Taxonomy for Learning, Teaching, and Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013).
Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Pengembangan Kurikulum 2013. Jakarta:
Educational Objectives. A Bridged Edition. New Kemendikbud.
York: David McKay Company, Inc. Kiong, T. T., Yunos, J. M., Mohammad, B., Othman,
Buzan, T. (2005). mind Map : Ultimate Thinking W., Heong, Y. M., & Mohamad, M. (2012). The
Tool. London: Thorsons. Development and implementation of Buzan
Chatib, M. (2012). Gurunya Manusia: Menjadikan Mind Mapping Module. Procedia and
Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara . Behavioral Sciences (69), 705-708.
Bandung: Kaifa. Kuswana, W. S. (2012). Taksonomi Kognitif.
DePorter, B. (2013). Quantum Learning: Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Membiasakan Belajar Nyaman dan Lawson, A. E. (2003). The Neurological Basic of
Menyenangkan. Bandung: Kaifa. Learning, Development and Discovery. New
DePorter, B., Reardon, M., & Singer-Nourie, S. York: Kluwer Academic Publishers.
(2014). Quantum Teaching: Mempraktikkan Mayer, R. e. (2004). Should There Be a Three-
Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Strikes Rule Against Pure Discovery Learning?
Bandung: Kaifa. The Case for Guided Methods of Instruction.
Elder, L., & Paul, R. (2007). Foundation for Critical American Psychologist , 59 (1), 14-19.
Thinking . Dipetik November 25, 2015, dari McDonald, G. (2012). Teaching Critical &
criticalthinking.org: Analytical Thinking in High School Biology?
http://www.criticalthingking.org The American Biology Teacher , 74 (3), 178-
181.
Millar, N. (2001). Biology Statistics Made Simple and Intuitive Knowlegde. Journal of Computer
Using Excel. School Science Review , 83 (303), Assisted Learning , 20 (4), 225-234.
23-34. Thanh, P. T. (2010). Implementing a Student-Centered
Munthe, B. (2009). Desain Pembelajaran. Learning Approach at Vietnamese Hinger Education
Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Institutions: Barrier under Layers of Casual Layered
Nuryani. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Analysis (CLA). Journal of Future Studies , 15 (1), 21-
Malang: UM Press. 38.
Oguz, A. (2008). The Effect of Constructivist Trianto. (2011). Model - Model Pembelajaran
Learning Activities on Trainee Teacher inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:
Academic Achievement and Attitudes. World Prestasi Pustaka.
Applied Sciences Journal , 6 (4), 837-848. Ulumi, D. F. (2014). b. Pengaruh Model
Osborne, J. (2013). The 21st Century Challenge for Pembelajaran Guided Discovery Learning
Science Education: Assessing Scientific terhadap Hasil Belajar Biologi Di SMAN 2
Reasoning. Thinking Skills and Creativity , 10, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014. SPd
265-279. Skripsi, Surakarta.
Riduawan, Adun, R., & Eanas. (2013). Cara Mudah Veermans, K. (2003). Using Opportunistic Learner
Belajar SPSS 17.0 dan Aplikasi Statistik Modeling and Heuristics to Support simulation
Penelitian. Bandung: Alfabeta. Based Discovery Learning. Intelligent Support
Rosana, L. N. (2014). Pengaruh Metode for Discovery Learning . Netherlands: Twente
Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Kritis University Press.
terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa. Jurnal W Groothoff, J., Frenkel, J., A M Tytgat, G., B
Pendidikan Sejarah , III (1), 34-44. Vreede, W., K Bosman, D., & Th J ten Cate, O.
Rose, C., & Nicholl, M. J. (2002). Accelerated (2008). Growth of Analytical Thinking Skills
Learning for the 21st Century. London: Judy Over Time As Measured with The Match Test.
Piatkus. Medical Education , 42, 1037-1043.
Silberman, M. L. (2006). Active Learning: 101 Cara Wahana Komputer. (2010). Panduan Alikatif &
Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia. Solusi (PAS) Mengolah Data Statistik Hasil
Slavin. (2010). Cooperative Learning. Dalam V. G. Penelitian dengan SPSS 17. Yogyakarta: Andi
Aukrust, Learning and Cognition in education Offset.
(hal. 160-166). USA: Elsevier Ltd.
Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning: Teori,
Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Slavin, R. E., Lazarowitz, R. H., & Miller, N. (1993).
Interaction in Cooperative Group: The
Teoretical Anatomy of Group Learning. New
York: Cambridge University Press.
Sri Suparni, A. (2015). Penerapan Saintifik Model
Pembelajaran Discovery Learning Metode
Diskusi dalam Pembelajaran Biologi Konsep
Plantae dan Animalia Siswa Kelas X-IPS 3.
Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan , 8 (3),
365-380.
Sugiono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Bandung: Alfabeta.
Sugiyanto. (2010). Model- Model Pembelajaran
Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sulastri. (2014). a. Perbandingan Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi antara Penerapan
Model Discovery Learning dengan
Memanfaatkan Potensi Ekosistem Pesisir dan
Pembelajaran Konvensional pada Siswa Kelas X
SMAN 1 Tanjungsari. Surakarta.
Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning : Teori
& Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajara.
Svinicki, M. D. (1998). A Theoretical Foundation
For Discover Learning. Advances in Physiology
Education , 20 (1), S4-S7.
Swaak, J. D., & Van Joolingen, W. R. (2004). The
Effect of Discovery Learning and Expository
Instruction on the Acquisition of Definitional