Patoflow BPH

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PATOFLOW BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

OLEH :

ABRAHAM HEUMASSE
R014211001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
PATOFLOW KASUS BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

A. Judul kasus
Asuhan keperawatan pada Tn. S dengan BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti
kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
2. Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi
3. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
4. Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
5. Interaksi stroma - epitel
6. Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
7. Berkurangnya sel yang mati
8. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
9. Teori sel stem
10. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit .
C. Patomekanisme
D. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama meningkatkan tekanan intravesical guna mengatasi adanya tekanan
dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkankarena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan
waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam
hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing
E. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d luka post op
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d edema paru
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
4. Intoleransi aktifitas b/d aktivitas terbatas
5. Konstipasi b/d peristaltic usus menurun
6. Risiko jatuh b/d kelemahan
7. Risiko infeksi b/d trauma bekas insisi
F. Intervensi keperawatan
No Dx NOC NIC
1. Setelah diberikan intervensi diharapkan Pemantauan nyeri (I.08242)
kontrol nyeri (L.08063) teratasi Observasi
dengan kriteria : 1. Identifikasi faktor pencetus dan pereda
- Melaporkan nyeri terkontrol nyeri
- Kemampuan mengenali onset nyeri 2. Monitor kualitas nyeri (terasa tajam,
- Kemampuan mengenali penyebab tumpul, diremas-remas, ditimpa beban
nyeri berat)
- Kemampuan menggunakan Teknik 3. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
non farmakologi
- Keluhan nyeri hilang 4. Monitor intensitas nyeri dengan
- Penggunaan analgesik menggunakan skala
5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Terapeutik
6. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
7. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
9. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Manajemen nyeri (1400)
Kolaborasi
10. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
2. Setelah diberikan intervensi diharapkan Manajemen jalan napas (I. 01011)
bersihan jalan napas (L.01001) Observasi
teratasi dengan kriteria : 1. Monitor pola napas (frekuensi,
- Sesak hilang kedalaman, dan usaha napas)
- Batuk efektif 2. Monitor bunyi napas tambahan
- Produksi sputum hilang (wheezing, ronchi kering, mengi,
- Wheezing hilang gurgling)
- Dispnea hilang 3. Monitor sputum (jumlah, warna)
- Frekuensi napas normal Teraupetik
- Pola napas normal 4. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Berikan minum air hangat
6. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
8. Anjurkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, dan mukolitik, jika perlu
3. Setelah diberikan intervensi Pemantauan nutrisi (I.03123)
diharapkan status nutrisi (L.03030) Observasi
teratasi dengan kriteria : 1. Identifikasi faktor yang
- Porsi makan yang dihabiskan mempengaruhi asupan gizi
- Berat badan normal 2. Identifikasi perubahan berat badan
- IMT normal 3. Identifikasi kemampuan menelan
- Frekuensi makan baik 4. Monitor asupan oral
Teraupetik
5. Timbang berat badan
6. Hitung perubahan berat badan
7. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
9. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Manajemen nutrisi (1100)
Kolaborasi
10. Diskusikan tentang kebutuhan nutrisi
(diet) pasien dengan tim gizi
4. Setelah diberikan intervensi Terapi aktvitas (I.05186)
diharapkan toleransi aktivitas Obeservasi
(L.05047) teratasi dengan kriteria : 1. Identifikasi deficit aktivitas
- Keluhan Lelah hilang 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
- Kekuatan ekstremitas atas normal dalam aktivitas tertentu
- Kekuatan ekstremitas bawah 3. Identifikasi strategi meningkatkan
normal partisipasi dalam aktivitas
- Kemudahan dalam melakukan Teraupetik
aktivitas sehari-hari 4. Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
5. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri) sesuai kebutuhan
6. Libatkan keluarga dalam aktivitas,
jika perlu
Edukasi
7. Jelaskan metode aktivitas sehari-hari,
jika perlu
8. Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
Kolaborasi
9. Diskusikan dengan terapis okupasi
dan fisik dalam merencanakan dan
memantau program kegiatan yang
cocok
5. Setelah diberikan intervensi diharapkan Manajemen konstipasi (I.04155)
eliminasi fekal (L.04033) teratasi Observasi
dengan kriteria : 1. Periksa tanda dan gejala konstipasi
- Distensi abdomen hilang 2. Periksa pergerakan usus, karakteristik
- Kontrol pengeluaran feces feces (konsistensi, bentuk, warna, dan
- Keluhan defekasi lama dan sulit volume)
hilang 3. Identifikasi faktor risiko konstipasi
- Konsistensi feces lunak (obat-obatan, tirah baring, dan diet
- Frekuensi defeksasi normal rendah serat)
- Peristaltik usus normal 4. Monitor tanda dan gejala ruptur usus
dan/atau peritonitis
Teraupetik
5. Anjurkan diet tinggi serat
6. Lakukan masase abdomen, jika perlu
7. Lakukan evakuasi feces secara manual,
jika perlu
8. Berikan enema atau irigasi, jika perlu
Edukasi
9. Jelaskan etiologi masalah dan alasan
tindakan
10. Ajurkan peningkatan asupan cairan, jika
tidak ada kontra indikasi
11. Latih buang air besar secara teratur
Kolaborasi
12. Kolaberasi penggunaan obat pencahar,
jika perlu
6. Setelah diberikan intervensi Pencegahan jatuh (I.14540 dan 6490)
diharapkan perilaku pencegahan Observasi
jatuh (1909) teratasi dengan kriteria : 1. Identifikasi perilaku dan faktor-faktor
- Meminta bantuan yang mempengaruhi risiko jatuh (usia
- Menempatkan penghalang untuk >65 tahun)
mencegah jatuh 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya
- Menggunakan pegangan tangan sekali setiap shift atau sesuai dengan
sesuai kebutuhan kebijakan institusi
- Berikan bantuan dengan mobilitas 3. Identifikasi karakteristik lingkungan
- Menyediakan pencahayaan yang yang dapat meningkat potensi jatuh
memadai (misalnya, lantai licin dan tangga
terbuka)
Terapeutik
4. Pastikan roda tempat tidur dan kursi
roda selalu dalam kondisi terkunci
5. Pasang handrail tempat tidur
6. Tempatkan pasien yang berisiko
tinggi jatuh dekat dengan pemantauan
perawat dari nurse station
7. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
8. Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk
berpindah
9. Anjurkan untuk menggunakan alas
kaki yang tidak lincin
10. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil perawat
7. Setelah diberikan intervensi Pengontrolan infeksi (I.01020)
diharapkan Kontrol risiko (L.05047) Observasi
teratasi dengan kriteria : 1. Identifikasi pasien-pasien yang
- Kemampuan mencari infromasi mengalami penyakit infeksi menular
tentang faktor risiko Teraupetik
- Mengidentifikasi tanda dan gejala 2. Terapkan kewaspadaan universal
Infeksi (cuci tangan aseptic, gunakan alat
- Kemampuan mengidentifikasi pelindung diri seperti masker, sarung
faktor risiko tangan, apron, pelindung wajah dll)
- Kemampuan menghindari faktor 3. Sterilisasi dan desinfeksi alat-alat dan
risiko lantai sesuai kebutuhan
- Mengakui konsekuensi yang Edukasi
terkait dengan infeksi 4. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
DAFTAR PUSTAKA

Bullechek, Gloria; Butcher Howard; Dechteerman, joanne; wagner, C. (2013). Nursing


Intervention Classification (NIC).
Herdman, TH & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). Diagnosis Keperawatan Internasional NANDA:
Definisi & Klasifikasi, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
Hadi Purwanto. (2016). Keperawatan medikal bedah II : modul bahan ajar cetak
keperawatan. Jakarta: Kementrian kesehatan republik indonesia
Marion, J. (2013). Nursing Outcomes Classification. In St Louis Mosby
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) ,
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) , Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) , Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai