Review Jurnal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Review Jurnal

Nama : Sherien Hayuni

Nim : 3319039

Kelas : PS 5A

Judul ANALISIS KETERKAITAN PRODUKTIVITAS


PERTANIAN DAN IMPOR BERAS DI INDONESIA
Jurnal Jurnal Ekonomi dan Keuangan
Download 14808-ID-analisis-keterkaitan-produktivitas-pertanian-dan-
impor-beras-di-indonesia.pdf (neliti.com)
Volume Vol.2 No.8
Penulis Headhi Berlina Siringo, Murni Daulay
Reviewer Sherien Hayuni 3319039
Tanggal 1 Oktober 2021

Rumusan Bagaimana sektor pertanian tersebut mempengaruhi laju


Masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Teori Ilmu ekonomomi internasional mengkaji adanya saling
ketergantungan antarnegara.Ketergantungan ekonomi
antarnegara ini dipengaruhi sumber daya yang dimiliki. Secara
spesifik, ilmu ekonomi internasional mengkaji teori
perdagangan internasional, kebijakan perdagangan
internasional serta ilmu makroekonomi pada perekonomian
terbuka. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-
dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan
yang diperoleh dan kebijakan perdagangan internasional
membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan
perdagangan(Salvatore, 1997:5). Teori perdagangan
internasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage
Theory) Dalam buku yang berjudul Principles of Political
Economy And Taxation (dalam Salvatore, 1997:27) David
Ricardo menjelaskan tentang keunggulan komparatif yang
merupakan salah satu hukum perdagangan internasional.
Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah
negara kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dibanding
negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih
tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus
melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor
komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (komoditi
dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi
yang memilki kerugian absolut yang lebih besar atau komoditi
dengan kerugian absolut. David Ricardo mengemukakan teori
comparative advanatage (keunggulan komparatif) sebagai
berikut:
a. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency) Teori
David Ricardo yang didasarkan pada nilai tenaga kerja
menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan
oleh jumlah waktu atau jam kerja untuk memproduksinya.
Menurut teori Cost Comparative Advantage, suatu negara akan
mempeoleh manfaat dari perdagangan internasional jika
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta
mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif
tidak efisien. b. Production Comperative Advantage (Labor
Produktivity) Teori David Ricardo yang didasarkan pada
Production Comperative Advantage (Labor Produktivity)
menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat
dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang
dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak
produktif.
2. Teori Heckscher-Ohlin Dalam teori Heckscher-Ohlin (H-O)
menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi
yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam
waktu bersamaan negara itu akan mengimpor komoditi yang
produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan
mahal di negara itu. Dimana sebuah negara yang relatif kaya
atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-
komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan mengipor
komoditi-komoditi yang relatif padat modal (Salvatore,
1997:129). Model proporsi faktor Heckscher-Ohlin (H-O)
dalam bentuk yang paling sederhana hampir sama dengan
model faktor spesifik. Model faktor spesifik (specific factors
model) pertama kali dikembangkan oleh Paul Samuelson dan
Ronald Jones.Model ini Headhi Berlina Analisis Keterkaitan
Produktivitas Pertanian… 492 mengasumsilkan adanya suatu
perekonomian yang hanya memproduksi dua jenis komoditi
dan perekonomian tersebut bisa mengalokasikan seluruh
tenaga kerja diantara kedua sektor tersebut (full employment).
Tidak seperti model Ricardo, model faktor spesifik ini
memperhitumgkan pula adanya faktor-faktor produksi lain di
luar tenaga kerja. Jika tenaga kerja merupakan faktor produksi
yang bisa berpindah (mobile factor) dan dapat beralih atau
berpindah dari satu sektor ke sektor lainnya, maka faktor-
faktor produksi lain ini dipandang spesifik. Artinya, faktor-
faktor produksi lain yang bersifat spesifik tersebut hanya dapat
digunakan dalam menghasilkan barang-barang tertentu saja
secara baku sehingga tidak dapat berpindah-pindah. Apabila
suatu perekonomian yang hanya memproduksi dua macam
komoditi, yakni produk manufaktur dan makanan. Sekarang
perekonomian tidak hanya memiliki satu jenis faktor produksi
saja melainkan tiga, yaitu: tenaga kerja (L), modal (K) dan
tanah (T). Produk manufaktur dibuat terutama dengan
menggunakan faktor produksi modal dan tenaga kerja,
sedangkan makanan diproduksi dengan menggunakan tanah
dan tenaga kerja.Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan
faktor produksi berpindah yang yang dapat digunakan di kedua
sektor, sedangkan tanah dan modal merupakan faktor-faktor
produksi yang spesifik yang hanya dapat digunakan dalam
kegiatan produksi atas satu jenis komoditi saja.
Hasil dan Kondisi perekonomian Indonesia sejak kemerdekaan terus
Pembahasan mengalami perkembangan. Secara makro sektor pertanian
memegang peranan yang cukup besar dalam perekonomian
Indonesia, terutama dalam bentuk penyediaan kesempatan
kerja dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Tabel 1.1 Perkembangan Produktivitas Pertanian dan
Impor Beras di Indonesia
Tahun 1986-2012 No Tahun Produktivitas Pertanian (ton/ha)
Impor Beras (ton) 1 1986 3.97 27765 2 1987 4.03 54982 3
1988 4.11 32730 4 1989 4.24 268321 5 1990 4.3 49577 6 1991
4.34 170994 7 1992 4.34 611697 8 1993 4.37 24580 9 1994
4.34 633048 10 1995 4.34 1807875 11 1996 4.41 2149758 12
1997 4.43 349681 13 1998 4.19 2895118 14 1999 4.25
4751398 15 2000 4.4 1355666 16 2001 4.38 644733 17 2002
4.46 1805380 18 2003 4.53 1428506 19 2004 4.53 236867 20
2005 4.57 189617 21 2006 4.62 438108 22 2007 4.7
1406847.6 23 2008 4.89 289689.4 24 2009 4.99 250473.1 25
2010 5.01 687581.5 26 2011 4.98 2750476.2 27 2012 5.13
1810372.3 Sumber: Badan Pusat Statistik Jurnal Ekonomi dan
Keuangan Vol.2 No.8 495 Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa dalam hal kesempatan kerja, selama
periode 1997-2000 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian
mengalami peningkatan dan dominan dalam penyerapan
tenaga kerja di Indonesia. Dimana pada tahun 1997 sektor
pertanian tercatat dapat memiliki pertumbuhan positif di
tengah krisis yang dialami Indonesia pada tahun 1998, dengan
pertumbuhan 0,43 persen. Hal ini berbanding terbalik dengan
pertumbuhan yang negatif pada sektor nonpertanian. Dan pada
tahun 2000 tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian
mencapai lebih dari 40 juta orang atau sekitar 45,3 persen dari
jumlah tenaga kerja. Indonesia tidak terlepas dari
permasalahan impor beras, memasuki tahun 1990-an Indonesia
menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar di
Indonesia. Dimana tahun 1999 Indonesia melakukan impor
terbesar yaitu mencapai 4,7 juta ton. Masalah impor beras ini
tidak dapat dilepaskan dari produksi beras yang tidak dapat
memenuhi jumlah konsumsi domestik dan krisis ekonomi
yang terjadi pada tahun 1998. Produktivitas pertanian di
Indonesia dari tahun 1986 sampai tahun 2012 mengalami
perubahan setiap tahunnya. Perubahan yang terjadi
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Permasalahan yang
kompleks mempengaruhi produktivitas pertanian dan produksi
beras di Indonesia pada tahun 1998. Hal ini bukan hanya
terjadi karena kondisi perekonomian Indonesia yang
mengalami krisis ekonomi, tetapi juga dikarenakan
penggunaan pupuk pada tahun 1998 yang lebih sedikit
dibandingkan dengan tahun sebelumnya maupun tahun 1999
sehingga berpengaruh pada penurunan produktivitas pertanian.
Penggunaan pupuk yang rendah tersebut disebabkan oleh
naiknya harga pupuk setelah penghapusan subsidi pupuk oleh
pemerintah pada tahun 1998. Penurunan produktivitas
pertanian juga dipengaruhi oleh bencana kekeringan sebagai
akibat El Nino yang menghancurkan struktur fisik pertanian,
dihapuskannya kredit program Kredit Usaha Tani (KUT) yang
diubah menjadi Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang
menggunakan sistem eksekuting dan subsidi bunga serta
dipengaruhi bergulirnya desentralisasi dan otonomi daerah.
Dampak dari kondisi tersebut menyebabkan penurunan
pertumbuhan produktivitas pertanian mencapai 5,41 persen.
Dari tahun 2005 sampai tahun 2010 pertumbuhan
produktivitas pertanian menunjukkan peningkatan, namun hal
ini tidak dapat dipertahankan pada tahun 2011, sehingga pada
tahun 2011 pertumbuhan produktivitas pertanian mengalami
penurunan sebesar 0,59 persen. Pertumbuhan produktivitas
pertanian kembali meningkat di tahun 2012 yaitu sebesar 3,01
persen. Peningkatan produktivitas petanian pada tahun 2012
tidak terlepas dari peningkatan kemampuan petani dalam
mengaplikasikan teknologi yang dibutuhkan dalam kegiatan
usahatani serta kegiatan pendapingan dan penyuluhan yang
dilakukan pemerintah. Pentingnya inovasi teknologi dalam
pembangunan pertanian dapat dilihat dari peningkatan
produksi padi dari tahun ke tahun dan peranan penyuluhan
sangat penting dalam mengembangkan kemampuan petani.
Perkembangan impor beras di Indonesia mengalami pola yang
berubah-ubah setiap tahunnya. Pada tahun 1986, impor beras
Indonesia 27.765 ton dan pada tahun 1987 impor beras
mengalami peningkatan sebesar 27.217 ton, peningkatan ini
telah mencapai 98.03 persen. Impor beras setiap tahunnya
mengalami perubahan. Peningkatan pertumbuhan impor beras
terbesar terjadi pada tahun 1998, dimana pertumbuhan impor
beras meningkat sebesar 727,9 persen dari tahun 1997.
Peningkatan impor beras dipengaruhi oleh krisis keuangan dan
ekonomi Asia pada pertengahan tahun 1997, sehingga krisis
keuangan yang terjadi berpengaruh terhadap nilai rupiah
semakin menurun, inflasi meningkat tajam dan perpindahan
modal dipercepat. Masuknya era reformasi berpengaruh
terhadap kesetabilan ekonomi Indonesia sehingga
menyebabkan harga alat-alat produksi meningkat dan jumlah
produksi dalam negeri semakin menurun karena semakin
berkurangnya kemampuan petani untut membeli alat produksi.
Selain kondisi politik peningkatan impor beras ini juga
dipengaruhi oleh musim kemarau yang panjang. Headhi
Berlina Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian… 496
Tahun 2011 pertumbuhan impor beras kembali meningkat
mencapai 300,02 persen dari tahun 2010. Hal ini dipengaruhi
oleh produktivitas pertanian menurun, dimana produktivitas
pertanian pada tahun 2011 sebesar 4,98 mengalami penurunan
0,03 ton dari tahun 2010 dan dipengaruhi oleh peningkatan
jumlah penduduk. Pertambahan penduduk yang tinggi akan
dapat mempengaruhi luas lahan pertanian, karena
pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi akan meningkatkan
permintaan terhadap lahan perumahan dan infrastruktur.
Hingga pada tahun 2012 Indonesia masih melakukan impor
beras yang cukup tinggi yaitu mencapai 1,8 juta ton. Impor
beras ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan stok beras
dalam negeri. Dalam melakukan impor beras Indonesia sering
melakukan kerjasama dengan negara Thailand, Vietnam,
Kamboja dan Myanmar. Tabel 1.2 Hasil Uji Granger Causality
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DPRODUKTIVITAS
does not Granger Cause DIMPOR 25 11.8967 0.0023
DIMPOR does not Granger Cause DPRODUKTIVITAS
16.8654 0.0005 Berdasarkan hasil uji Granger Causality,
produktivitas pertanian dengan impor beras menunjukkan
adanya hubungan yang saling mempengaruhi. Hal ini dapat
dilihat dari nilai probability yang signifikan pada tingkat
signifikansi 1% dan dari nilai F statistiknya yang lebih besar
dari nilai F tabel (11.8967>7,88). Artinya apabila produktivitas
pertanian mengalami peningkatan maka akan berpengaruh
terhadap impor beras. Begitu juga sebaliknya impor beras
dengan produktivitas pertanian menunjukkan adanya
hubungan yang saling mempengaruhi. Hal ini dapat dilihat
dari nilai probability yang signifikan pada tingkat signifikansi
1% dan dari nilai F statistiknya yang lebih besar dari nilai F
tabel (16.8654>7,88). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
produktivitas pertanian dan impor beras memiliki hubungan
yang saling mempengaruhi (hubungan dua arah) selama kurun
waktu 1986 sampai 2012. Tabel 1.3 Hasil Uji Regresi Linier
Sederhana (Ordinary Least Square) Uji Ordinary Least Square
(OLS) Variabel Dependen Variabel Independen Coefficient
Probability impor produktivitas -8305030, 0.0041
produktivitas impor -3.56E-08 0.0041 Dari tabel 1.3 diatas,
dapat dilihat bahwa Hasil Uji Regresi Linier Sederhana
(Ordinary Least Square) untuk variabel dependen impor beras
dan variabel independen produktivitas pertanian menunjukkan
koefisien dari produktivitas pertanian adalah negatif, artinya
ada pengaruh negatif produktivitas pertanian terhadap impor
beras. Koefisien dari variabel produktivitas pertanian adalah
sebesar -8.305.030, sehingga dapat dilihat dengan kenaikan
satu ton/ha produktivitas pertanian akan menurunkan impor
beras sebesar 8.305.030, ton. Dengan probability sebesar
0.0041 menunjukkan bahwa variabel produktivitas pertanian
secara signifikan mempengaruhi variabel impor beras pada
tingkat signifikansi 1%. Hasil uji regresi linear menunjukkan
peningkatan produktivitas pertanian secara signifikan
mempengaruhi penurunan impor beras. Hal ini sesuai dengan
peranan Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.2 No.8 497
produktivitas pertanian dalam peningkatan hasil produksi
beras, dimana ketika produksi beras meningkat akan
mengurangi ketergantungan Indonesia dalam mengimpor
beras. Produktivitas pertanian dapat digunakan sebagai tolak
ukur keberhasilan pertanian di suatu negara karena
produktivitas pertanian selain meningkatkan produksi tetapi
juga dapat memberikan efisiensi dalam produksi. Nilai
koefisien determinasi (R-squared) pada hasil uji regresi linear
untuk variabel dependen impor beras dan variabel independen
produktivitas pertanian adalah sebesar 0,295555. Artinya
variabel produktivitas pertanian dapat menjelaskan variabel
impor beras sebesar 29,55 persen, sedangkan 70,45 persen
dapat dijelaskan variabel lainnya. Nilai Rsquared yang rendah
menunjukkan bahwa terdapat variabel-variabel atau faktor-
faktor lain yang mempengaruhi penurunan impor beras. Selain
peningkatan produktivitas pertanian, impor beras dapat
mengalami penurunan apabila kebijakan harga dasar yang
ditetapkan oleh pemerintah dapat melindungi petani agar tidak
mengalami kerugian, apabila harga dasar tersebut dapat
melindungi petani dari kerugian maka petani tersebut dapat
menggunakan keuntungan yang diperolehnya untuk
meningkatkan produksi beras, sehingga konsumsi dalam
negeri dapat terpenuhi. Jumlah penduduk yang terus
meningkat menjadikan permintaan akan konsumsi beras di
Indonesia ikut mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah
penduduk yang tidak diikuti oleh produksi beras menyebabkan
permintaan impor beras meningkat. Untuk mengatasi masalah
permintaan beras di dalam negeri selain dengan mengurangi
angka kelahiran dengan program Keluarga Berencana,
penggunaan barang substitusi beras dapat membatu
pemenuhan konsumsi makanan pokok di dalam negeri. Barang
substitusi yang mengandung karbohidrat seperti ubi, jagung
dan sagu dapat digunakan sebagai makanan pengganti beras.
Ketika jumlah permintaan beras meningkat, diperlukan juga
peran seluruh pemegang kepentingan dalam melaksakan
program diversivikasi pangan agar Indonesia tidak tergantung
pada Impor beras, diversivikasi pangan adalah dorongan agar
masyarakat tidak hanya tergantung pada beras namun juga
harus mau memakan ubi, jagung dan makanan yang
mengandung karbohidrat. Impor beras juga dipengaruhi oleh
nilai tukar rupiah atau nilai kurs, apabila nilai tukar rupiah atas
dollar meningkat maka harga barang impor akan mengalami
peningkatan termasuk beras impor, peningkatan harga beras
impor dapat mendorong peningkatan penjualan beras domestik
sehingga petani dalam negeri mendapatkan keuntungan dari
hasil produksinya dan akan berdampak pada peningkatan
produksi selanjutnya. Sedangkan Hasil Uji Regresi Linier
Sederhana (Ordinary Least Square) untuk variabel dependen
produktivitas pertanian dan variabel independen impor beras
menunjukkan koefisien dari impor beras adalah negatif,
artinya ada pengaruh negatif impor beras terhadap
produktivitas pertanian. Koefisien dari variabel impor beras
adalah sebesar - 3.56E-08, sehingga dapat dilihat dengan
kenaikan satu ton impor beras akan menurunkan produktivitas
pertanian sebesar 3.56E-08 ton. Dengan probability sebesar
0.0041 menunjukkan bahwa variabel impor beras secara
signifikan mempengaruhi variabel produktivitas pertanian
pada tingkat signifikansi 1%. Hasil uji regresi linear yang
menunjukkan peningkatan impor beras secara signifikan
mempengaruhi penurunan produktivitas pertanian, hubungan
ini menunjukkan bahwa ketika Indonesia melakukan impor
beras kepada negara lain akan meningkatkan ketergantungan
dalam memenuhi kebutuhan beras dalam negeri dan berakibat
pada kebijakan yang dibuat untuk mendukung peningkatan
produktivitas pertanian. Nilai koefisien determinasi (R-
squared) pada hasil uji regresi linear untuk variabel dependen
produktivitas pertanian dan variabel independen impor beras
adalah sebesar 0,295555. Artinya variabel produktivitas
pertanian dapat menjelaskan variabel impor beras Headhi
Berlina Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian… 498
sebesar 29,55 persen, sedangkan 70,45 persen dapat dijelaskan
variabel lainnya. Nilai Rsquared yang rendah menunjukkan
bahwa masih banyak variabel-variabel atau faktorfaktor yang
mempengaruhi penurunan produktivitas pertanian. Faktor lain
yang mempengaruhi penurunan produktivitas pertanian adalah
kenaikan harga-harga input dalam proses produksi padi,
seperti bibit, pupuk dan alat-alat produksi lainnya serta
penggunaan teknologi pertanian yang masih kurang,
kurangnya pengetahuan petani dalam pengembangan budi
daya pertanian dan masih kurangnya bimbingan dari
pemerintah dalam pengembangan budi daya pertanian.

Anda mungkin juga menyukai