Asuhan Keperawatan Halusinasi
Asuhan Keperawatan Halusinasi
Asuhan Keperawatan Halusinasi
M Dengan Masalah
Halusinasi Pendengaran Di Jl. Sipodang Kec. Sosorgadong Di
Lingkungan Masyarakat
Rutina Pasaribu
[email protected]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
i
mempengaruhi mereka menjadi pemarah, melakukan kekerasan, dan bahkan
bisa melakukan bunuh diri. (Jatinandya, 2020)
Menurut Stuart dan Laraia (2005 dalam Muhith, 2015) klien yang mengalami
halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan
dirinya, orang lain maupun lingkungan. Klien benarbenar kehilangan
kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini, klien
dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), dan
ii
bahkan merusak lingkungan. Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi
biasanya juga mengalami masalah keperawatan yang menjadi penyebab
(triger) munculnya halusinasi. Masalah-masalahnya antara lain harga diri
rendah dan isolasi sosial. Akibat yang ditimbulkan halusinasi dapat
membahayakan dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan disekitarnya
yang bersifat merugikan.( Pratiwi, M., & Setiawan, H.2018).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik
dan komprehensif kepada Tn.M dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran.
1
3. Mahasiswa mampu menetapkan perencanaan keperawatan pada
Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada
Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada
Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
6. Mahsiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang
diberikan pada Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
3
tanpa sebab 3. Mendengar suara
mencondongkan yang menyuruh
telinga ke arah melakukan sesuatu
tertentu yang berbahaya
3. Menutup telinga
2 Halusinasi 1. Menunjuk- 1. Melihat bayangan,
penglihatan nunjuk ke arah sinar, bentuk
tertentu geometris, bentuk
2. Ketakutan pada kartun, melihat
objek yang tidak hantu atau monster
jelas
3 Halusinasi 1. Menghindu 1. Membaui bau-bauan
penghindu seperti sedang seperti bau darah,
membaui bau- urine, feses,
bauan tertentu 2. kadang-kadang bau
2. Menutup hidung itu menyenangkan
4 Halusinasi 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa
pengecepan 2. Muntah seperti darah, urine,
feses
5 Halusinasi Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada
perabaan permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
2. Merasa seperti
tersengat listrik
4
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak
nyata.
e. Tidak dapat memusatkan konsentrasi/perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri/orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi,
berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan darah meningkat meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak berkeringat.
2.1.4 Etiologi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
5
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogen neurokimia.Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya, klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam khayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya
rangsangan dari lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi
(Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-
6
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi mulai
dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk
menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
7
Adaptif Maladaptif
1. Respon Adaptif
Respon adaptif respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, responadaftif :
a. Pikiran logis adalahpandangan yang mengarah pada kenyataan.
Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran.
d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan.
2. Respon Maladaptif
8
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
9
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinasi.
c. Fase condemnig
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami
bias atau prasangka. Klien merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya dan mulai menjaga jarak antara dirinya dengan
objek yang dipersepsikan, klien mulai menarik diri dari orang
lain dengan intensitas waktu yang lama.
d. Fase controlling
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal
yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir, disinilah dimulai gangguan pyschotic.
e. Fase conquering
Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung 4 jam atau seharian
bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat
1. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat
dapat membantu klien skizofrenia untuk meminimalkan gejala
perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah. Sehingga
klien skizofrenia harus patuh minum obat secara teratur dan mau
mengikuti perawatan.
a. Haloperidol (HLD)
10
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan
hiperaktivitas, gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait
skizofrenia dan gangguan perilaku yang tidak terkontrol
c. Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis parkinson
dan pengendalian gejala ekstrapiramidal akibat terapi obat.
1. Dosis
a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular
setiap 6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
2. Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:
a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
3. Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:
a) Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
b) Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
c) Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
d) Psikosomatik
11
gangguan bipolar di mana klien sudah tidak berespon lagi
terhadap obat dan klien dengan bunuh diri akut yang sudah lama
tidak mendapatkan pertolongan.
3 Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini
meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan
lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat
mengungkapkan perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan,
dan jujur terhadap klien.
2.1.7 Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan
tindakan perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya
perintah sehingga rentan melakukan perilaku yang tidak adaptif.
Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali
dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan
interpersonal dengan orang lain,komplikasi yang dapat terjadi pada
klien dengan masalah utama gangguan sensori persepsi: halusinasi,
antara lain: resiko prilaku kekerasan, harga diri rendah dan isolasi
sosial(Keliat, 2014).
12
dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif Faktor
sosial budaya
5. Faktor genetik
❖ Faktor Presipitasi
1. Stresor sosial budaya Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau
diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi
2. Faktor biokimia Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,
indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi
3. Faktor psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
13
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik,
dan sosial
14
1. Bantu klien mengenal halusinasinya meliputio isi, waktu terjadi
halusinasi, isi, frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon
klien terhadap halusinasi
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
2. Meminum obat secara teratur.
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,
4. Menyusunkegiatan terjadwal dan dengan aktifitas
2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kemampuan yang harus
dimiliki oleh perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan
komunikasi yang efektif, kemampuan utnuk menciptakan saling
percaya dan saling membantu, kemampuan melakukan teknik,
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistemis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan
kemampuan evaluasi (Anggit, 2021 )
15
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.4 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, didapatkan hasil TD : 110/80 mmHg ; N : 82x/i ; S : 36,5oC ; P : 20x/i.
Klien memiliki tinggi badan 170 cm dan berat badan 65Kg.
16
3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram
Jelaskan :
Keterangan :
: laki – laki
: Perempuan
: Klien
: Tinggal serumah
17
a. Harga diri : Klien mengatakan merasa malu terhadap
keluarga dan lingkungan atau tetangga
Masalah keperawatan: Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3.5.3 Hubungan social
Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat
berarti dalam hidupnya, terutama orangtuanya. Klien mengatakan
tidak mengikuti kegiatan di kelompok/masyarakat. Klien
mengatakan mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain karena klien sulit bergaul dan selalu ingin menyendiri.
Masalah keperawatan: Isolasi Sosial : Menarik Diri
3.5.4 Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan: Klien beragama kristen dan yakin
dengan agamanya.
b. Kegiatan Ibadah :Klien melakukan ibadah sekali semingggu
4. Alam perasaan
Klien sedih karena tinggal di yayasan, terlebih keluarga jarang
datang menjenguk. klien sangat rindu dengan keluarga nya.
Masalah keperawatan ; Harga Diri Rendah
5. Afek
Afek wajah datar, klien menjawab pertanyaan dari perawat.
6. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif saat wawancara
7. Persepsi
18
Klien mengatakan bahwa ia mendengar ada suara-suara
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
8. Proses Pikir
Klien mampu menjawab apa yang ditanya dengan
9. Isi pikir
Klien dapat mengontrol isi pikirnya,klien tidak mengalami
gangguan isi pikir dan tidak ada waham. Klien tidak
mengalami fobia, obsesi ataupun depersonalisasi.
10. Tingkat kesadaran
Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien mengenali
waktu, orang dan tempat.
11. Memori
Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang
baru terjadi.
12. Tingkat konsentrasi berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana
tanpa bantuan orang lain.
13. Kemampuan penilaian
Penjelasan : Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang
buruk (mampu melakukan penilaian
19
Masalah keperawatan :
1 Ds : Gangguan persepsi
- Keluarga klien mengatakan sensori : halusinasi
bahwa klien sering berteriak pendengaran
- Klien sering mendengarkan
suara – suara tampa wajah
yang menyuruhnya
- Klien mengatakan suara – suara
tersebut muncul 3 kali / hari,
muncul pada saat klien sedang
menyendiri
- Klien merasa gelisah dan takut
jika mendengar suara tersebut
Do :
- Klien sering marah – marah,
mondar – mandir, bicara
sendiri, bicara ngawur, sering
20
senyum – senyum sendiri
Do :
Klien tampak memandang orang lain
dengan tatapan bermusuhan dan
tampak gelisah.
3. Gangguan harga diri
Ds : Klien mengatakan ditinggal
rendah
oleh istrinya dan merasa minder
dengan orang lain
Do:
Klien tampak malu dan gelisah, dan
tampak sedih saat di kaji
21
3.12 Pohon Masalah
22
persepsi nama, mau baik verbal
sensori menjawab salam, maupun non
(halusinas klien mau duduk verbal
i) selama berdampingan
dalam dengan perawat, B. Perkenalkan
perawatan mau diri dengan
. mengutarakan sopan
TUK : masalah yang di
hadapi C.Tanyakan nama
1.Klien dapat lengkap klien &
membina nama panggilan
hubungan yang disukai klien
saling
percaya D. Jelaskan tujuan
pertemuan
F. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien apa
adanya
G. Beri perhatian
pada klien dan
perhatian
kebutuhan dasar
pasien
23
halusinasi frekuensi secara bertahap
timbulnya
halusinasi 2.Observasi
tingkah laku klien
terkait dengan
halusinasinya,
bicara dan tertawa
tanpa stimulus,
memandang
kekiri/kekanan
atau kedepan
seolah-olah ada
teman bicara
3. Bantu klien
mengenali
halusinasinya
A.Jika
menemukan
yang sedang
halusinasinya,
tanyakan
apakah ada
suara yang
didengar
B. Jika klien
menjawab
ada, lanjutkan
: apa yang
dikatakan
C.Katakan
bahwa perawat
24
percaya klien
mendengar
suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat
tanpa
menuduh/meng
hakimi)
D. Katakan
pada klien
bahwa ada
klien juga
yang
seperti
klien
4. Diskusikan
dengan klien :
A.Situasi
yangmenimbu
lkan/tidak
menimbulkan
halusinasi
Waktu dan
frekuensi
terjadinya
halusinasi
(pagi,siang,so
re & malam
atau jika
25
sendiri,
jengkel atau
sedih)
5. Diskusikan dengan
klien apa yang
dirasakan jika terjadi
halusinasi(marah/taku
t sedih,senang) beri
kesempatanmengung
kapkan Perasaannya
3.Klien Klien dapat 1. Identifikasi
dapat menyebutkan bersama klien cara
mengontrol tindakan yang tindakan yang
halusinasi biasa dilakukan jika
dilakukan terjadi halusinasi
untuk (menyibukkan
mengendalika diri)
n 2. Diskusikan
halusinasinasi manfaat cara
yang dilakukan
klien, jika
bermanfaat beri
pujian
3.Diskusikan
cara baru untuk
memutuskan atau
A.Katakan
“saya tidak mau
dengar kamu”
(pada saat
halusinasi)
26
B. Menemui orang
lain
(perawat/teman
atau anggota
keluarga) untuk
bercakap-cakap
Atau
mengatakan
halusinasi yang
terdengar
C. Membuat
jadwal kegiatan
sehari-hari agar
halusinasi tidak
muncul
D. Minta
keluarga atau
teman atau
perawat jika
Nampak bicara
sendiri
4. Bantu klien
memilih dan
melatih cara
memutus
halusinasi
secara bertahap
4. klien 1. Klien dapat 1. Anjurkan
dapat membina klien untuk
dukungan hubungan memberitahu
dari saling percaya keluarga jika
keluarga dengan mengalami
27
dalam perawat halusinasi
mengontrol 2. keluarga
halusinasi dapat 2. Diskusikan
menyebutkan dengan keluarga
pengertian, (pada saat
tanda dan berkunjung atau
kegiatan untuk pada saat
mengendalikan kunjungan rumah) :
halusinasi A. Gejala
halusinasi
yang dialami
klien
B. Cara yang dapat
dilakukan klien
dan keluarga
untuk memutus
halusinasi
C.Cara merawat
anggota keluarga
untuk memutus
halusinasi
dirumah beri
kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian
bersama.
D. Beri informasi
waktu follow
up atau kapan
perlu mendapat
bantuan :
28
halusinasi
terkontrol dan
resiko mencederai
orang lain
5. Klien Klien dan 1. Diskusikan
dapat keluarga dapat dengan klien
memanfaatk menyebutkan dan keluarga
an obat manfaat, dosis tentang dosis,
dengan baik dan efek frekuensi
samping obat. manfaat obat
2. Anjurkan
klien minta
sendiri obat pada
perawat dan
merasakan
manfaatnya
3. Anjurkan
klien bicara
dengan dokter
tentang manfaat
dan efek
samping obat
yang dirasakan
4.Diskusikan
akibat berhenti
minum obat tanpa
konsultasi.
5.Bantu klien
menggunakan obat
dengan prinsip
benar
29
klien dapat Ketika 1.Membina
2. Resiko mebina di evaluasi hubungan
Perilaku hubungan Klien mau saling percaya
kekerasan saling membalas dengan cara
percaya salam, (menjelaskan
Berjabat maksud dan
tangan,menyeb tujuan interaksi,
utkan nama, jelaskan tentang
tersenyum, ada kontrak yang
kontak mata, akan dibuat, beri
serta rasa aman dan
menyediakan sikap empati)
waktu untuk 2. Diskusikan
kunjungan bersama klien
berikutnya tentang perilaku
kekerasan
(penyebab, tanda
dan gejala,
perilaku yang
muncul dan
akibat dari
perilaku
tersebut).
Klien dapat Klien mampu Sp 1 :
mengendali menyebutkan Latih klien
kan perilaku dan melakukan cara
kekerasan menredemonst mengontrol
dengan cara rasi kan cara Kemarahan:Ajak
relaksasi mengontrol an tehnik
nafas dalam perilaku relaksasi nafas
dan pukul kekerasan dalamPukul
bantal kasur dengan cara bantal
30
relaksasi nafas
dalam dan
pukul bantal
Klien Klien mampu Sp 2 :
dapat mengendalika
Bantu klien mengontrol
mengend n perilaku
perilaku kekerasan
alikan kekerasan
pasien dengan minum
perilaku dengan minum
obat secara teratur
kekerasa obat
n dengan
minum
obat secara
teratur
klien Klien paham Lakukan SP 3 :
paham dan mampu pasien risiko
dan menyampaik perilaku kekerasan
mampu an amarah : Ajarkan kepada
mengend dengan klien bicara yang
alikan Cara baik bila sedang
risiko berbicara marah. Ada tiga cara:
perilaku dengan baik • Meminta
kekerasa dengan baik
n dengan tanpa marah
cara • Menolak
berbicara dengan
dengan baik
baik • Mengungkapk
an
perasaan kesal
31
dan mengendalik kekerasan :
mampu an risiko Diskusikan bersama
mengend perilaku klien cara
likan kekerasan mengendalikan risiko
risiko dengan cara perilaku kekerasan
perilaku beribadah dengan cara
kekerasa beribadah
n dengan
cara
memprak
tikan
cara
spiritual
(beribada
h
32
Gangguan persepsi O: ada kontak mata,
sensori : halusinasi mau berjabat
pendengaran tangan, mau
menyebutkan
nama, mau
menjawab salam,
klien mau duduk
berdampingan
dengan perawat,
mau
mengutarakan
masalah yang di
hadapi.
A: SP 1 teratasi
P: lanjutkan SP 2
Jumat DATA: S: klien mengatakan
05/03/2021
SP 2 :Klien dapat mengenali sudah menetahui apa
13.00
halusinasinya DS : klien yang dialaminya saat
mengatakan senang dengan ini
kunjungan mahasiswa/i
kesehatan O: Klien dapat
menyebutkan
DO : ada kontak mata, mau
waktu, isi,
berjabat tangan, mau
frekuensi
menyebutkan nama, mau
timbulnya
menjawab salam, klien mau
halusinasi
duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan
A: SP 2 teratasi
masalah yang di hadapi.
33
P: lanjutkan SP 3
Sabtu DATA: S: klien
06/03/2021 SP 3: Klien dapat mengontrol mengatakan
14.00 halusinasinya DS : klien masih mendengar
mengatakan sudah menetahui bisikan-bisikan
apa pada saat ingin
yang dialaminya saat ini istirahat dimalam
hari
DO : Klien dapat
menyebutkan waktu, isi,
O: Klien dapat
frekuensi timbulnya
menyebutkan
halusinasi
tindakan yang
DiagnosaKeperawatan: biasa dilakukan
Gangguan persepsi sensori : untuk
halusinasi pendengaran mengendalikan
halusinasinya
yaitu dengan
cara mencari
kesibukan
A: SP 3 belumteratasi
P: lanjutkan SP 3 dan
SP 4
34
,suka menyendiri, merasa tidak
- Klien mampu melakuk
dihargai
- Klien mampu
2. Diagnosa
pukul kasur
Keperawatan Risiko
bantal dengan
Perilaku Kekerasan
mandiri
Harga Diri Rendah
-
Tindakan
A : Risiko Perilaku
keperawatan
kekerasan (+)
Sp 1 Risiko Perilaku Kekerasan:
- Mengidentifikasi penyebab
P : Latihan fisik :
risiko perilaku kekerasan
yaitu jika kemauan klien - Tarik nafas
4. RTL:
35
✓ Mengontrol
risiko
perilaku
✓ kekerasan
dengan
minum obat
secara teratur
1. Data : S : senang dan
Tanda dan gejala : mudah antusias
marah- marah, mudah O:
tersinggung,tatapan sinis, - Klien mampu
merasa tidak dihargai melakukan tarik nafas
Kemampuan : berjualan depan dalam dengan mandiri
rumah - Klin mampu
2. Diagnosa pukul kasur bantal
Keperawatan Risiko secara mandiri
Perilaku Kekerasan A : Risiko Perilaku
Harga Diri Rendah kekerasan (+)
3. Tindakan keperawatan: P:
- Latihan tarik
Sp 2 Risiko Perilaku Kekerasan nafas dalam 1 x/hari
1. Mengevaluasi - Latihan pukul kasur
kemampuan klienuntuk bantal 1 x/hari
tarik nafas dalam dan
pukul kasur bantal
2. Memberikan informasi
tentang penggunaan obat
4. RTL:
Sp 3 :
36
verbal:Asertif/bicara baik-baik.
Sabtu 1. Data : S : senang
10/03/2021 Tanda dan gejala : mudah O:
marah- marah, mudah Klien
tersinggung,tatapan sinis, mampu
merasa tidak dihargai melaksanak
Kemampuan : berjualan an kegiatan
2. Diagnosa Keperawatan: ibadah
Risiko Perilaku Kekerasan dengan baik
Harga Diri Rendah misalnya
3.Tindakan keperawatan: gereja
A : Risiko perilaku
Sp 4 Risiko Perilaku Kekerasan kekerasan (+)
✓ Mengevaluasi
kemampuan klien P:
✓ dalam tarik nafas − Latihan tarik
dalam dan nafas dalam
✓ pukul kasur bantal, dan pukul
minum obat kasur bantal
✓ secara teratur dan bicara 2x/hari
baik- baik. - Berobat
✓ Melatih klien untuk - Latihan
✓ melaksanakan kegiatan melakuka
spiritual yang sudah n
diatur. komunika
si secara
RTL :
verbal
Risiko Perilaku Kekerasan : Follow
asertif/bic
up dan evaluasi SP 1-4 risiko
ara baik-
Perilaku Kekerasan
baik
Latihan klien
untuk
37
melaksanakan
kegiatan spiritual
yang sudah
diatur.
38
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan
tindakan keperawatan dengan pemberian terapi generalis pada klien
halusinasi pendengaran. Pembahasan menyangkut analisis hasil penerapan
terapi generalis terhadap masalah keperawatan halusinasi pendengaran.
Tindakan keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis
keperawatan yang terdiri dari tindakan generalis yang dijabarkan sebagai
berikut.
39
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri
pada klien agar klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan
menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara
c. Mengadakan pengkajian dengan cara membaca status, melihat buku
rawatan dan bertanya kepada pegawai ruangan sorik merapi.
40
Sedangkan pada kasus Tn. M ditemukan lima diagnosa keperawatan yang
muncul yang meliputi: harga diri rendah, isolasi sosial, halusinasi, koping
individu inefektif, regimen teraupetik inefektif. Dari hal tersebut di atas
dapat dilihat terjadi kesamaan antara teori dan kasus. Dimana semua
diagnosa pada teori muncul pada kasus Tn.M
4.3 Implementasi
Implementasi,adalah tahap dimana perawat memulai melakukan tindakan
penulis hanyamengatasi masalah keperawatanhalusinasi
pendengaran. Dengan melakukan strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi
isi, frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon halusinasi. Kemudian strategi
pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan minum obat
secara teratur, strategi pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara
bercakap-cakap pada saat aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke empat
yaitu melatih klien melakukankegiatan terjadwal.
4.4 Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Klien mempercayai
perawat sebagai terapis, klien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada
objeknya, dapat mengidentifikaasi halusinasi, dapat mengendalikan
halusinasi melalui mengahrdik, latihan bercakap-cakap, melakukan aktivitas
serta menggunakan obat secara teratur.
BAB 5
41
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis
dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan
menjadikan status klien sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung data-data pengkajian. Pada kasus Tn. M, diperoleh bahwa
klien mengalami gejala-gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara,
gelisah, sulit tidur, mondar-mandir, sedih, malu, menarik diri, dan lain-
lain. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. M, Halusinasi
pendengaran, isolasi sosial, harga diri rendah. Tetapi pada
pelaksanaannya, penulis fokus pada masalah utama yaitu halusinasi
pendengaran.
2. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi
pertemuan pada pasien halusinasi pendengaran dan harga diri.
3. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan
gejala halusinasi pendengaran yang dialami.
5.2.Saran
1. Bagi pasien hendaknya dapat mengontrol emosi dengan menerapkan
strategi pelaksanaan, mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi,
perasaan, respon halusinasi, latihan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, manjurkan minum obat secara teratur, latihan dengan cara
bercakap-cakap pada saat aktivitas dan melatih klien melakukan
semua jadwal kegiatan.
42
DAFTAR PUSTAKA
10. Keliat B,.(2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.
43
12. Keliat, B.A & Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta:EGC.
14. Livana, P. H., Ruhimat, I. I. A., Sujarwoo, S., Suerni, T., Kandar, K.,
Maya, A., & Nugroho, A. (2020). Peningkatan Kemampuan Klien dalam
Mengontrol Halusinasi melalui Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi. Jurnal Ners Widya Husada, 5(1), 35-40.
https://doi.org/10.33666/jners.v5i1.328
16. Marsela, R., & Dirdjo, M. M. (2016). Asuhan Keperawatan pada Ibu S
yang Mengalami Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran di
Ruang Punai Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
Samarinda. Karya Tulis Ilmiah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Samarinda.
https://dspace.umkt.ac.id/handle/463.2017/1103?show=full
44
22. Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of
Violent Behavior in Schizophrenia Patients Through Group Activity
Therapy. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(3), 291-300
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v3i3.621
23. Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen
Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And
Commitment Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum
Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3),157-
166.http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
24. Pardede, J. A., Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., &
Waruwu, J. F. A. P. (2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Halusinasi. https://doi.org/10.31219/osf.io/fdqzn
31. Yanti, D. A., Sitepu, A. L., Sitepu, K., & Purba, W. N. B. (2020).
Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi
Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M.
Ildrem Medan Tahun 2020. Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi
(Jkf), 3(1), 125-131. https://doi.org/10.35451/jkf.v3i1.527
45
32. Yosep I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika
Aditamahttp://repository.um-surabaya.ac.id/id/eprint/3356
46