Asuhan Keperawatan Halusinasi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 48

Studi: Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.

M Dengan Masalah
Halusinasi Pendengaran Di Jl. Sipodang Kec. Sosorgadong Di
Lingkungan Masyarakat

Rutina Pasaribu
[email protected]

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia.


Skizofrenia adalah penyakit kronis berupa gangguan mental yang serius yang
ditandai dengan gangguan dalam proses pemikiran yang mempengaruhi
perilaku (Thorson et al, 2008). Sekitar 45% pasien yang dirawat di Rumah
sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia dan sebagian besar pasien
skizofrenia tersebut memerlukan perawatan baik itu rawat inap dan rawat
jalan dalam waktu yang lama (Gasril, P., Suryani, S., & Sasmita, H. 2020).
Menurut WHO (2019) Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat
yang bersifat berat dan kronis yang menyerang 20 juta orang di seluruh dunia.
Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan
otak yang di tandai dengan pikiran kacau, waham, delusi, halusinasi, dan
perilaku aneh atau katatonik (Pardede & Laia, 2020).

Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan


rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien
dengan halusinasi mendapatkan respon tentang lingkungannya tanpa ada
objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh pasien mengatakan mendengar
suara padahal kenyataannya tidak ada orang yang berbicara. Orang dengan
gangguan kejiwaan memiliki kecenderungan menjadi penyendiri/mengisolasi
diri dari dunia luar. Mereka kesulitan bersosialisasi dengan orang lain.
Banyak dari mereka merasa mendengar suara / bisikan yang bisa

i
mempengaruhi mereka menjadi pemarah, melakukan kekerasan, dan bahkan
bisa melakukan bunuh diri. (Jatinandya, 2020)

Menurut Stuart dan Laraia (2005 dalam Muhith, 2015) klien yang mengalami
halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan
dirinya, orang lain maupun lingkungan. Klien benarbenar kehilangan
kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini, klien
dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), dan

ii
bahkan merusak lingkungan. Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi
biasanya juga mengalami masalah keperawatan yang menjadi penyebab
(triger) munculnya halusinasi. Masalah-masalahnya antara lain harga diri
rendah dan isolasi sosial. Akibat yang ditimbulkan halusinasi dapat
membahayakan dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan disekitarnya
yang bersifat merugikan.( Pratiwi, M., & Setiawan, H.2018).

Survey awal dilakukan di Rumah Tn. M di Jalan sipodang kec. Sosorgadong


di dalam pembuatan askep ini berjumlah 1 orang dengan pasien masalah
halusinasi pendengaran atas nama inisial Tn. M penyebabnya Tn. M sebagai
subjek di karenakan pasien belum bisa mengatasi emosinya . Maka tujuan
asuhan keperawatan yang akan di lakukan ialah untuk mengajarkan standar
pelaksanaan masalah halusinasi pendengaran pada saat Tn. M mengalami
halusinasinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah yang telah di paparkan pada latar belakang maka
rumusan masalah dalam askep ini yaitu Asuhan KeperawatanPada Tn. M
Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran diMasyarakat

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik
dan komprehensif kepada Tn.M dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.M dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang ada
pada Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.

1
3. Mahasiswa mampu menetapkan perencanaan keperawatan pada
Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada
Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada
Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
6. Mahsiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang
diberikan pada Tn.M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Responden
Diharapkan tindakan yang telah di ajakarkan dapat di terapkan secara
mandiri untuk mengontrol emosi dan untuk mendukung kelangsungan
kesehatan klien.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Halusinasi


2.1.1 Pengertian
Halusinasi merupakan suatu penyerapan panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar, orang sehat persepsinya akurat,mampu
mengidentifikasi dan menginter prestasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterimanya melalui panca indera. Stimulus tersebut
tidak ada pada pasien halusinasi. Akibat yang ditimbulkan pada
pasien halusinasi dapat berakibat fatal karena beresiko tinggi untuk
merugikan diri pasien sendiri, orang lain disekitarnya (Aritonang,
2021).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang


dialami oleh klien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa
stimulus nyata. (Keliat, 2014). Halusinasi pendengaran paling sering
terjadi ketika klien mendengar suara -suara, halusinasi ini sudah
melebur dan klien merasa sangat ketakutan, panik dan tidak bisa
membedakan antara khayalan dan kenyataan yang dialaminya
(Pardede et al, 2021).

2.1.2 Klasifikasi Halusinasi


Menurut (Yusuf, 2015) klasifikasi halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu :
No Jenis Data Objektif Data Subjektif
halusinasi
1 Halusinasi 1. Bicara atau 1. Mendengar suara
Pendengaran tertawa sendiri atau kegaduhan
tanpa lawan 2. Mendengar suara
bicara yang mengajak
2. Marah-marah bercakap-cakap

3
tanpa sebab 3. Mendengar suara
mencondongkan yang menyuruh
telinga ke arah melakukan sesuatu
tertentu yang berbahaya
3. Menutup telinga
2 Halusinasi 1. Menunjuk- 1. Melihat bayangan,
penglihatan nunjuk ke arah sinar, bentuk
tertentu geometris, bentuk
2. Ketakutan pada kartun, melihat
objek yang tidak hantu atau monster
jelas
3 Halusinasi 1. Menghindu 1. Membaui bau-bauan
penghindu seperti sedang seperti bau darah,
membaui bau- urine, feses,
bauan tertentu 2. kadang-kadang bau
2. Menutup hidung itu menyenangkan
4 Halusinasi 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa
pengecepan 2. Muntah seperti darah, urine,
feses
5 Halusinasi Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada
perabaan permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
2. Merasa seperti
tersengat listrik

2.1.3 Tanda dan Gejala


Menurut Marsela & Dirdjo (2016) tanda dan gejala halusinasi
adalah:
a. Bicara, senyum sendiridan tertawa.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan.

4
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak
nyata.
e. Tidak dapat memusatkan konsentrasi/perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri/orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi,
berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan darah meningkat meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak berkeringat.

2.1.4 Etiologi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami

5
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogen neurokimia.Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya, klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam khayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya
rangsangan dari lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi
(Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-

6
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi mulai
dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk
menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan

7
Adaptif Maladaptif

• Pikiran logis • Kadang proses pikir tidak • Gangguan proses


• Persepsi akurat terganggu berpikir/waham.
• Emosi konsisten dengan • Ilusi • Halusinasi.
pengalaman • Emosi tidak stabil • Kesukaran proses emosi.
• Perilaku cocok. • Perilaku tidak biasa • Perilaku tidak
• Hubungan sosial • Menarik diri terorganisasi
harmonis. • Isolasi social

(Damaiyanti & Iskandar 2014 ) menjelaskan rentang respon halusinasi


sesuai bagan di atas, yakni :

1. Respon Adaptif
Respon adaptif respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, responadaftif :
a. Pikiran logis adalahpandangan yang mengarah pada kenyataan.
Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran.
d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan.

2. Respon Maladaptif

8
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

2.1.5 Fase Halusinasi


Halusinasi terbagi atas beberapa fase, yaitu sebagai berikut:(Sari,
2019):
a. Fase sleep disorder
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui oleh orang lain bahwa dirinya
banyak masalah. Masalah semakin terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi, misalnya terlibat narkoba, drop out dari
kampus, putus cinta. Masalah terasa semakin menekan dan
persepsi terhadap masalah semakin buruk, mengalami sulit tidur
berangsur terus-menerus hingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal sebagai pemecahan
masalah.
b. Fase comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan, beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat di kontrol bila

9
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinasi.
c. Fase condemnig
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami
bias atau prasangka. Klien merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya dan mulai menjaga jarak antara dirinya dengan
objek yang dipersepsikan, klien mulai menarik diri dari orang
lain dengan intensitas waktu yang lama.
d. Fase controlling
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal
yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir, disinilah dimulai gangguan pyschotic.
e. Fase conquering
Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung 4 jam atau seharian
bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat

2.1.6 Penatalaksanaan Medis


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi
pada gangguan Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis
psikosis, adapun tindakan penatalaksanaan dilakukan dengan
berbagai terapi (Pardede, Keliat, &Wardani, 2013) yaitu :

1. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat
dapat membantu klien skizofrenia untuk meminimalkan gejala
perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah. Sehingga
klien skizofrenia harus patuh minum obat secara teratur dan mau
mengikuti perawatan.
a. Haloperidol (HLD)

10
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan
hiperaktivitas, gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait
skizofrenia dan gangguan perilaku yang tidak terkontrol
c. Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis parkinson
dan pengendalian gejala ekstrapiramidal akibat terapi obat.
1. Dosis
a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular
setiap 6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
2. Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:
a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
3. Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:
a) Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
b) Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
c) Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
d) Psikosomatik

2. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu


suatuterapi fisik atau suatu pengobatan untuk menimbulkan
kejang grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran
listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples
pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan
rangkaian yang bervariasi pada setiap klien tergantung pada
masalah klien dan respon terapeutik sesuai hasil pengkajian
selama tindakan. Pada klien Skizofrenia biasanya diberikan 30
kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun biasanya
diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi penggunaan obat:
penyakit depresi berat yang tidak berespon terhadap obat,

11
gangguan bipolar di mana klien sudah tidak berespon lagi
terhadap obat dan klien dengan bunuh diri akut yang sudah lama
tidak mendapatkan pertolongan.

3 Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini
meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan
lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat
mengungkapkan perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan,
dan jujur terhadap klien.

2.1.7 Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan
tindakan perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya
perintah sehingga rentan melakukan perilaku yang tidak adaptif.
Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali
dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan
interpersonal dengan orang lain,komplikasi yang dapat terjadi pada
klien dengan masalah utama gangguan sensori persepsi: halusinasi,
antara lain: resiko prilaku kekerasan, harga diri rendah dan isolasi
sosial(Keliat, 2014).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Yusuf, Rizky & Hanik (2015 ) faktor-faktor terjadinya
halusinasi meliputi:
❖ Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal


yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir

12
dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif Faktor
sosial budaya

2. Faktor sosial budaya

Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa


disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi
3.Faktor psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau


peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran
ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.

5. Faktor genetik

Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan


pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.

❖ Faktor Presipitasi
1. Stresor sosial budaya Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau
diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi
2. Faktor biokimia Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,
indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi
3. Faktor psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan

13
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik,
dan sosial

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain (Cressella,
2020) :
a. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
b. Resiko Perilaku kekerasan
c. Harga Diri Rendah

2.2.3 Perencanaan Keperawatan


Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, 2014) adalah ;
1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat klien
2. Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, jenis halusinasi yang dialami, tanda dan
gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang
mengalami halusinasi : menghardik, minum obat, bercakap-
cakap, melakukan aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah
terjadinya halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
untuk follow up anggota keluarga dengan halusinasi.

Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa


gangguan persepsi sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan
keperawatan berupa terapi (Sulah, Pratiwi,& Teguh. 2016) yaitu :

14
1. Bantu klien mengenal halusinasinya meliputio isi, waktu terjadi
halusinasi, isi, frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon
klien terhadap halusinasi
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
2. Meminum obat secara teratur.
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,
4. Menyusunkegiatan terjadwal dan dengan aktifitas

2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kemampuan yang harus
dimiliki oleh perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan
komunikasi yang efektif, kemampuan utnuk menciptakan saling
percaya dan saling membantu, kemampuan melakukan teknik,
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistemis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan
kemampuan evaluasi (Anggit, 2021 )

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus
yang telah ditentukan.halusinasi pendengaran tidak terjadi perilaku
kekerasan, klien dapat membina hubungan saling percaya, klien
dapat mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasi
dengar dari jangka waktu 4x24 jam didapatkan data subjektif
keluarga menyatakan senang karena sudah diajarkan teknik
mengontrol halusinasi, keluarga menyatakan klien mampu
melakukan beberapa teknik mengontrol halusinasi. Data objektif
klien tampak berbicara sendiri saat halusinasi itu datang, klien dapat
berbincang-bincang dengan orang lain, klien mampu melakukan
aktivitas terjadwal, dan minum obat secara teratur(Aji, 2019)

15
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Klien


Inisial : Tn. M
Tanggal Pengkajian : 4 Maret 2021
Umur : 40 Tahun
Agama : Kristen
Informan : Klien

3.2 Alasan Masuk


Klien Awalnya marah-marah dan melempar barang-barang karena kesal,
suka menyendiri, melamun, sering bicara sendiri, mondar mandir,
mendengar suara-suara tanpa wujud, tertawa sendiri.
Masalah keperawatan : Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Pendengaran

3.3 Faktor Predisposisi


Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa ± 3 tahun yang lalu
tepatnya pada tahun 2019 dan pulang kerumah dalam keadaan tenang.
Dirumah klien tidak rutin minum obat, tidak mau kontrol ke RSJ sehingga
timbul gejala-gejala seperti diatas kemudian klien kambuh lagi. Klien
awalnya marah-marah dan melempar barang-barang karena kesal, suka
menyendiri, melamun, sering bicara sendiri, mondar mandir, mendengar
suara-suara tanpa wujud, tertawa sendiri akhirnya keluarga membawa klien
kembali ke rumah dan di rawat keluarga
Masalah keperawatan : Gangngguan Sensori Persepsi Halusinasi
Pendengaran.

3.4 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, didapatkan hasil TD : 110/80 mmHg ; N : 82x/i ; S : 36,5oC ; P : 20x/i.
Klien memiliki tinggi badan 170 cm dan berat badan 65Kg.

16
3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram

Jelaskan :

klien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara, klien tinggal serumah dengan


ayah dan ibu kandungnya, klien selalu terbuka dengan apa yang dialaminya
saat ini kepada semua keluarganya, namun orang yang pertama kali didatangi
untuk diceritakan ialah ibu kandung klien

Keterangan :

: laki – laki

: Perempuan

: Klien

: Tinggal serumah

3.5.2 Konsep diri


a. Gambaran diri: Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak
ada yang cacat
b. Identitas : Klien anak ke 2 dari 4 bersaudara.
c.Ideal diri : Klien merasa malu ke tetangga karena klien
beranggapan di jauhin oleh keluarga.

17
a. Harga diri : Klien mengatakan merasa malu terhadap
keluarga dan lingkungan atau tetangga
Masalah keperawatan: Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3.5.3 Hubungan social
Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat
berarti dalam hidupnya, terutama orangtuanya. Klien mengatakan
tidak mengikuti kegiatan di kelompok/masyarakat. Klien
mengatakan mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain karena klien sulit bergaul dan selalu ingin menyendiri.
Masalah keperawatan: Isolasi Sosial : Menarik Diri

3.5.4 Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan: Klien beragama kristen dan yakin
dengan agamanya.
b. Kegiatan Ibadah :Klien melakukan ibadah sekali semingggu

3.5.5 Status Mental


1. Penampilan klien rapi seperti berpakaian biasa pada umum nya
2. Pembicaraan
Klien bicara dengan lambat.
3. Aktivitas Motorik
Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari – hari.

4. Alam perasaan
Klien sedih karena tinggal di yayasan, terlebih keluarga jarang
datang menjenguk. klien sangat rindu dengan keluarga nya.
Masalah keperawatan ; Harga Diri Rendah
5. Afek
Afek wajah datar, klien menjawab pertanyaan dari perawat.
6. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif saat wawancara
7. Persepsi

18
Klien mengatakan bahwa ia mendengar ada suara-suara
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
8. Proses Pikir
Klien mampu menjawab apa yang ditanya dengan
9. Isi pikir
Klien dapat mengontrol isi pikirnya,klien tidak mengalami
gangguan isi pikir dan tidak ada waham. Klien tidak
mengalami fobia, obsesi ataupun depersonalisasi.
10. Tingkat kesadaran
Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien mengenali
waktu, orang dan tempat.
11. Memori
Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang
baru terjadi.
12. Tingkat konsentrasi berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana
tanpa bantuan orang lain.
13. Kemampuan penilaian
Penjelasan : Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang
buruk (mampu melakukan penilaian

14. Daya tilik diri


Klien tidak mengingkari penyakit yang diderita, klien
mengetahui bahwa dia sedang sakit dan rawat di rumah .

3.6 Mekanisme Koping


Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat berbicara baik
dengan orang lain

3.7 Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena klien selalu
ingin melempar batu ke tetangga.

19
Masalah keperawatan :

3.8 Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa


Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan obat
yang dikonsumsinya.

3.9 Aspek Medik


Diagnosa medis : Skizofrenia Paranoid
Terapi medis yang diberikan:
a. Resperidon tablet 2 mg 2x1
b. Chlozapine tablet 25 mg 1x1

3.10 Analisa Data


No Data Masalah keperawatan

1 Ds : Gangguan persepsi
- Keluarga klien mengatakan sensori : halusinasi
bahwa klien sering berteriak pendengaran
- Klien sering mendengarkan
suara – suara tampa wajah
yang menyuruhnya
- Klien mengatakan suara – suara
tersebut muncul 3 kali / hari,
muncul pada saat klien sedang
menyendiri
- Klien merasa gelisah dan takut
jika mendengar suara tersebut
Do :
- Klien sering marah – marah,
mondar – mandir, bicara
sendiri, bicara ngawur, sering

20
senyum – senyum sendiri

2 Ds : Risiko perilaku kekerasan


Klien mengatakan pernah
melempar barang-barang yang ada
dirumahnya, pernah hampir
memukul keluarganya dan marah-
marah.

Do :
Klien tampak memandang orang lain
dengan tatapan bermusuhan dan
tampak gelisah.
3. Gangguan harga diri
Ds : Klien mengatakan ditinggal
rendah
oleh istrinya dan merasa minder
dengan orang lain

Do:
Klien tampak malu dan gelisah, dan
tampak sedih saat di kaji

3.11 Masalah Keperawatan


1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

21
3.12 Pohon Masalah

Gangguan persepsi Halusinasi


Pendengaran

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.13 Prioritas Diagnosa Keperawatan

1.Gangguan persepsi Sensorik : Halusinasi pendengaran

2. Resiko perilaku kekerasan

3. Harga diri rendah

3.14 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
TUM: 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling
1. Gangguan bersahabat, percaya dengan
Klien
persepsi menunjukkan rasa mengungkapkan prinsip
tidak
sensori : senang, ada komunikasi terapeutik :
mengalam
halusinasi kontak mata, mau
i A. Sapa klien
berjabat tangan,
gangguan dengan ramah,
mau menyebutkan

22
persepsi nama, mau baik verbal
sensori menjawab salam, maupun non
(halusinas klien mau duduk verbal
i) selama berdampingan
dalam dengan perawat, B. Perkenalkan
perawatan mau diri dengan
. mengutarakan sopan
TUK : masalah yang di
hadapi C.Tanyakan nama
1.Klien dapat lengkap klien &
membina nama panggilan
hubungan yang disukai klien
saling
percaya D. Jelaskan tujuan
pertemuan

E.Jujur dan menepati


janji

F. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien apa
adanya
G. Beri perhatian
pada klien dan
perhatian
kebutuhan dasar
pasien

2.Klien Klien dapat 1. adakah kontak


dapat menyebutkan sering
mengenali waktu, isi, dan singkat

23
halusinasi frekuensi secara bertahap
timbulnya
halusinasi 2.Observasi
tingkah laku klien
terkait dengan
halusinasinya,
bicara dan tertawa
tanpa stimulus,
memandang
kekiri/kekanan
atau kedepan
seolah-olah ada
teman bicara

3. Bantu klien
mengenali
halusinasinya
A.Jika
menemukan
yang sedang
halusinasinya,
tanyakan
apakah ada
suara yang
didengar
B. Jika klien
menjawab
ada, lanjutkan
: apa yang
dikatakan
C.Katakan
bahwa perawat

24
percaya klien
mendengar
suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat
tanpa
menuduh/meng
hakimi)
D. Katakan
pada klien
bahwa ada
klien juga
yang
seperti
klien
4. Diskusikan
dengan klien :
A.Situasi
yangmenimbu
lkan/tidak
menimbulkan
halusinasi
Waktu dan
frekuensi
terjadinya
halusinasi
(pagi,siang,so
re & malam
atau jika

25
sendiri,
jengkel atau
sedih)

5. Diskusikan dengan
klien apa yang
dirasakan jika terjadi
halusinasi(marah/taku
t sedih,senang) beri
kesempatanmengung
kapkan Perasaannya
3.Klien Klien dapat 1. Identifikasi
dapat menyebutkan bersama klien cara
mengontrol tindakan yang tindakan yang
halusinasi biasa dilakukan jika
dilakukan terjadi halusinasi
untuk (menyibukkan
mengendalika diri)
n 2. Diskusikan
halusinasinasi manfaat cara
yang dilakukan
klien, jika
bermanfaat beri
pujian
3.Diskusikan
cara baru untuk
memutuskan atau
A.Katakan
“saya tidak mau
dengar kamu”
(pada saat
halusinasi)

26
B. Menemui orang
lain
(perawat/teman
atau anggota
keluarga) untuk
bercakap-cakap
Atau
mengatakan
halusinasi yang
terdengar
C. Membuat
jadwal kegiatan
sehari-hari agar
halusinasi tidak
muncul
D. Minta
keluarga atau
teman atau
perawat jika
Nampak bicara
sendiri
4. Bantu klien
memilih dan
melatih cara
memutus
halusinasi
secara bertahap
4. klien 1. Klien dapat 1. Anjurkan
dapat membina klien untuk
dukungan hubungan memberitahu
dari saling percaya keluarga jika
keluarga dengan mengalami

27
dalam perawat halusinasi
mengontrol 2. keluarga
halusinasi dapat 2. Diskusikan
menyebutkan dengan keluarga
pengertian, (pada saat
tanda dan berkunjung atau
kegiatan untuk pada saat
mengendalikan kunjungan rumah) :
halusinasi A. Gejala
halusinasi
yang dialami
klien
B. Cara yang dapat
dilakukan klien
dan keluarga
untuk memutus
halusinasi
C.Cara merawat
anggota keluarga
untuk memutus
halusinasi
dirumah beri
kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian
bersama.
D. Beri informasi
waktu follow
up atau kapan
perlu mendapat
bantuan :

28
halusinasi
terkontrol dan
resiko mencederai
orang lain
5. Klien Klien dan 1. Diskusikan
dapat keluarga dapat dengan klien
memanfaatk menyebutkan dan keluarga
an obat manfaat, dosis tentang dosis,
dengan baik dan efek frekuensi
samping obat. manfaat obat
2. Anjurkan
klien minta
sendiri obat pada
perawat dan
merasakan
manfaatnya
3. Anjurkan
klien bicara
dengan dokter
tentang manfaat
dan efek
samping obat
yang dirasakan
4.Diskusikan
akibat berhenti
minum obat tanpa
konsultasi.
5.Bantu klien
menggunakan obat
dengan prinsip
benar

29
klien dapat Ketika 1.Membina
2. Resiko mebina di evaluasi hubungan
Perilaku hubungan Klien mau saling percaya
kekerasan saling membalas dengan cara
percaya salam, (menjelaskan
Berjabat maksud dan
tangan,menyeb tujuan interaksi,
utkan nama, jelaskan tentang
tersenyum, ada kontrak yang
kontak mata, akan dibuat, beri
serta rasa aman dan
menyediakan sikap empati)
waktu untuk 2. Diskusikan
kunjungan bersama klien
berikutnya tentang perilaku
kekerasan
(penyebab, tanda
dan gejala,
perilaku yang
muncul dan
akibat dari
perilaku
tersebut).
Klien dapat Klien mampu Sp 1 :
mengendali menyebutkan Latih klien
kan perilaku dan melakukan cara
kekerasan menredemonst mengontrol
dengan cara rasi kan cara Kemarahan:Ajak
relaksasi mengontrol an tehnik
nafas dalam perilaku relaksasi nafas
dan pukul kekerasan dalamPukul
bantal kasur dengan cara bantal

30
relaksasi nafas
dalam dan
pukul bantal
Klien Klien mampu Sp 2 :
dapat mengendalika
Bantu klien mengontrol
mengend n perilaku
perilaku kekerasan
alikan kekerasan
pasien dengan minum
perilaku dengan minum
obat secara teratur
kekerasa obat
n dengan
minum

obat secara
teratur
klien Klien paham Lakukan SP 3 :
paham dan mampu pasien risiko
dan menyampaik perilaku kekerasan
mampu an amarah : Ajarkan kepada
mengend dengan klien bicara yang
alikan Cara baik bila sedang
risiko berbicara marah. Ada tiga cara:
perilaku dengan baik • Meminta
kekerasa dengan baik
n dengan tanpa marah
cara • Menolak
berbicara dengan
dengan baik
baik • Mengungkapk
an
perasaan kesal

Klien Klien paham Lakukan SP 4 :


paham dan mampu pasien risiko perilaku

31
dan mengendalik kekerasan :
mampu an risiko Diskusikan bersama
mengend perilaku klien cara
likan kekerasan mengendalikan risiko
risiko dengan cara perilaku kekerasan
perilaku beribadah dengan cara
kekerasa beribadah
n dengan
cara
memprak
tikan
cara
spiritual
(beribada
h

1.15 Implementasi dan Evaluasi


Hari/ tanggal Implementasi Evaluasi
Kamis DATA: S: klien mengatakan
4/03/20201 SP 1 : Klien dapat membina senang dengan
16.00 hubungan saling percaya kunjungan
mahasiswa/i
DS : Klien mengatakan mendengar
bisikan- bisikan yang kesehatan
menyuruhnya untuk
melakukan sesuatu
DO : Kontak mata kurang pada
saat bercerita, pasien juga
tampak mengarahkan
telinga kearah-arah
tertentu
DiagnosaKeperawatan:

32
Gangguan persepsi O: ada kontak mata,
sensori : halusinasi mau berjabat
pendengaran tangan, mau
menyebutkan
nama, mau
menjawab salam,
klien mau duduk
berdampingan
dengan perawat,
mau
mengutarakan
masalah yang di
hadapi.

A: SP 1 teratasi

P: lanjutkan SP 2
Jumat DATA: S: klien mengatakan
05/03/2021
SP 2 :Klien dapat mengenali sudah menetahui apa
13.00
halusinasinya DS : klien yang dialaminya saat
mengatakan senang dengan ini
kunjungan mahasiswa/i
kesehatan O: Klien dapat
menyebutkan
DO : ada kontak mata, mau
waktu, isi,
berjabat tangan, mau
frekuensi
menyebutkan nama, mau
timbulnya
menjawab salam, klien mau
halusinasi
duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan
A: SP 2 teratasi
masalah yang di hadapi.

33
P: lanjutkan SP 3
Sabtu DATA: S: klien
06/03/2021 SP 3: Klien dapat mengontrol mengatakan
14.00 halusinasinya DS : klien masih mendengar
mengatakan sudah menetahui bisikan-bisikan
apa pada saat ingin
yang dialaminya saat ini istirahat dimalam
hari
DO : Klien dapat
menyebutkan waktu, isi,
O: Klien dapat
frekuensi timbulnya
menyebutkan
halusinasi
tindakan yang
DiagnosaKeperawatan: biasa dilakukan
Gangguan persepsi sensori : untuk
halusinasi pendengaran mengendalikan
halusinasinya
yaitu dengan
cara mencari
kesibukan

A: SP 3 belumteratasi

P: lanjutkan SP 3 dan
SP 4

1. Data : S : antusias dan


bersemangat
Tanda dan gejala : mudah
marah- marah, mudah O:
tersinggung,tatapan sinis,

34
,suka menyendiri, merasa tidak
- Klien mampu melakuk
dihargai
- Klien mampu
2. Diagnosa
pukul kasur
Keperawatan Risiko
bantal dengan
Perilaku Kekerasan
mandiri
Harga Diri Rendah
-
Tindakan
A : Risiko Perilaku
keperawatan
kekerasan (+)
Sp 1 Risiko Perilaku Kekerasan:

- Mengidentifikasi penyebab
P : Latihan fisik :
risiko perilaku kekerasan
yaitu jika kemauan klien - Tarik nafas

tidak dituruti dalam 1x/

- Mengidentifikasi tanda dan hari

gejala risiko perilaku - Pukul kasur bantal

kekerasan yaitu klien marah, 1x/ hari

mengamuk tanpa jelas,


merusak barang-barang, dan
cenderung melukai orang lain
- Menyebutkan cara mengontrol
risiko perilaku kekerasan
adalah dengan latihan fisik 1 :
tarik napas dalam latihan fisik
2 : pukul kasur bantal
- Membantu klien latihan
tarik napas dalam dan
pukul kasur bantal.

4. RTL:

Sp2 Risiko Perilaku Kekerasan:

35
✓ Mengontrol
risiko
perilaku
✓ kekerasan
dengan
minum obat
secara teratur
1. Data : S : senang dan
Tanda dan gejala : mudah antusias
marah- marah, mudah O:
tersinggung,tatapan sinis, - Klien mampu
merasa tidak dihargai melakukan tarik nafas
Kemampuan : berjualan depan dalam dengan mandiri
rumah - Klin mampu
2. Diagnosa pukul kasur bantal
Keperawatan Risiko secara mandiri
Perilaku Kekerasan A : Risiko Perilaku
Harga Diri Rendah kekerasan (+)
3. Tindakan keperawatan: P:
- Latihan tarik
Sp 2 Risiko Perilaku Kekerasan nafas dalam 1 x/hari
1. Mengevaluasi - Latihan pukul kasur
kemampuan klienuntuk bantal 1 x/hari
tarik nafas dalam dan
pukul kasur bantal
2. Memberikan informasi
tentang penggunaan obat

4. RTL:

Sp 3 :

Risiko Perilaku Kekerasan


Komunikasi secara

36
verbal:Asertif/bicara baik-baik.
Sabtu 1. Data : S : senang
10/03/2021 Tanda dan gejala : mudah O:
marah- marah, mudah Klien
tersinggung,tatapan sinis, mampu
merasa tidak dihargai melaksanak
Kemampuan : berjualan an kegiatan
2. Diagnosa Keperawatan: ibadah
Risiko Perilaku Kekerasan dengan baik
Harga Diri Rendah misalnya
3.Tindakan keperawatan: gereja
A : Risiko perilaku
Sp 4 Risiko Perilaku Kekerasan kekerasan (+)
✓ Mengevaluasi
kemampuan klien P:
✓ dalam tarik nafas − Latihan tarik
dalam dan nafas dalam
✓ pukul kasur bantal, dan pukul
minum obat kasur bantal
✓ secara teratur dan bicara 2x/hari
baik- baik. - Berobat
✓ Melatih klien untuk - Latihan
✓ melaksanakan kegiatan melakuka
spiritual yang sudah n
diatur. komunika
si secara
RTL :
verbal
Risiko Perilaku Kekerasan : Follow
asertif/bic
up dan evaluasi SP 1-4 risiko
ara baik-
Perilaku Kekerasan
baik
Latihan klien
untuk

37
melaksanakan
kegiatan spiritual
yang sudah
diatur.

38
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawat kepada Tn.M dengan gangguan


sensori persepsi: halusinasi pendengaran di Masyarakat sumatra,maka penulis
pada BAB ini akan membahasan kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan
kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian,
diagnosa keparawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan
tindakan keperawatan dengan pemberian terapi generalis pada klien
halusinasi pendengaran. Pembahasan menyangkut analisis hasil penerapan
terapi generalis terhadap masalah keperawatan halusinasi pendengaran.
Tindakan keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis
keperawatan yang terdiri dari tindakan generalis yang dijabarkan sebagai
berikut.

Tahap pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi perawat-klien


melalui komunikasi terapeutik untuk mengumpulkan data dan informasi
tentang status kesehatan klien. Pada tahap ini terjadi proses interaksi
manusia, komunikasi, transaksi dengan peran yang ada pada perawat
sebagaimana konsep tentang manusia yang bisa dipengaruhi dengan adanya
proses interpersonal.

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber,


yaitu dari klien dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mendapat sedikit
kesulitan dalam menyimpulkan data karena keluarga klien jarang
mengunjungi klien di rumah sakit jiwa. Maka penulis melakukan
pendekatan kepada klien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka
membantu klien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan
observasi kepada klien.
Adapun upaya tersebut yaitu:

39
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri
pada klien agar klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan
menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara
c. Mengadakan pengkajian dengan cara membaca status, melihat buku
rawatan dan bertanya kepada pegawai ruangan sorik merapi.

Dalam pengkajian ini,penulis menemukan kesenjangan karena


ditemukan. Pada kasus Tn. M , klien mendengar suara-suara yang
menyuruh untuk melakukan sholat, gelisah, mondar-mandir, tampak tegang,
putus asa, sedih dan lain-lain.Gejala gejala yang muncul tersebut tidak
semua mencakup dengan yang ada di teori klinis dari halusnasi
(Keliat,.2014). Akan tetapi terdapat faktor predisposisi maupun presipitasi
yang menyebabkan kekambuhan penyakit yang dialami oleh Tn.M

Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Tn.M adalah


strategi pertemuan pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan
pertama meliputi mengidentifikasi isi, frekuensi, jenis, dan respon klien
terhadap halusinasi serta melatih cara menghardik halusinasi. Strategi
pertemuan kedua yang dilakukan pada Tn.M meliputi melatih cara
mengendalikan dengan bercakap-cakap kepada orang lain. Strategi
pertemuan yang ketiga adalah menyusun jadwal kegiatan bersama-sama
dengan klien. Strategi pertemuan keempat adalah mengajarkan dan
melatih Tn.Ecara minum obat yang teratur.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Pada Teori Halusinasi (NANDA, 2015-2017), diagnosa keperawatan
yang muncul sebanyak 3 diagnosa keperawatan (Aji, 2019) yang meliputi:
1. Gangguan Persepsi Sensori : Hausinasi Pendengaran
2. Isolasi Sosial
3. Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah

40
Sedangkan pada kasus Tn. M ditemukan lima diagnosa keperawatan yang
muncul yang meliputi: harga diri rendah, isolasi sosial, halusinasi, koping
individu inefektif, regimen teraupetik inefektif. Dari hal tersebut di atas
dapat dilihat terjadi kesamaan antara teori dan kasus. Dimana semua
diagnosa pada teori muncul pada kasus Tn.M

4.3 Implementasi
Implementasi,adalah tahap dimana perawat memulai melakukan tindakan
penulis hanyamengatasi masalah keperawatanhalusinasi
pendengaran. Dengan melakukan strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi
isi, frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon halusinasi. Kemudian strategi
pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan minum obat
secara teratur, strategi pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara
bercakap-cakap pada saat aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke empat
yaitu melatih klien melakukankegiatan terjadwal.

4.4 Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Klien mempercayai
perawat sebagai terapis, klien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada
objeknya, dapat mengidentifikaasi halusinasi, dapat mengendalikan
halusinasi melalui mengahrdik, latihan bercakap-cakap, melakukan aktivitas
serta menggunakan obat secara teratur.

Pada tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien mampu


mengontrol dan mengidentifikasi halusinasi, Klien mampu melakukan
latihan bercakap-cakap dengan orang lain, Klien mampu melaksanakan
jadwal yang telah dibuat bersama, Klien mampu memahami penggunaan
obat yang benar: 5 benar. Selain itu, dapat dilihat dari setiap evalusi yang
dilakukan pada asuhan keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala yang
dialami oleh Tn.M dari hari kehari selama proses interaksi.

BAB 5

41
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis
dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan
menjadikan status klien sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung data-data pengkajian. Pada kasus Tn. M, diperoleh bahwa
klien mengalami gejala-gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara,
gelisah, sulit tidur, mondar-mandir, sedih, malu, menarik diri, dan lain-
lain. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. M, Halusinasi
pendengaran, isolasi sosial, harga diri rendah. Tetapi pada
pelaksanaannya, penulis fokus pada masalah utama yaitu halusinasi
pendengaran.
2. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi
pertemuan pada pasien halusinasi pendengaran dan harga diri.
3. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan
gejala halusinasi pendengaran yang dialami.

5.2.Saran
1. Bagi pasien hendaknya dapat mengontrol emosi dengan menerapkan
strategi pelaksanaan, mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi,
perasaan, respon halusinasi, latihan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, manjurkan minum obat secara teratur, latihan dengan cara
bercakap-cakap pada saat aktivitas dan melatih klien melakukan
semua jadwal kegiatan.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Aritonang, M. (2021). Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi


Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien
Ruang Cempaka Di Rsj Prof. Dr. M. Ildrem Medan Tahun
2019. Jurkessutra: Jurnal Kesehatan Surya Nusantara, 9(1).

2. Ana, F. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Halusinasi


Pendengaran Terintegrasi Dengan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas
Lempake Samarinda (Doctoral dissertation,
Poltekkes).http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/359/

3. Aji, W.M. H. (2019).Asuhan Keperawatan Orang Dengan Gangguan Jiwa


Halusinasi Dengar Dalam Mengontrol
Halusinasi.https://doi.org/10.31219/osf.io/n9dgs

4. Anggraini, T& Maula, (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada An S


Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran. Karya Tulis
Ilmiah, Universitas Kusuma Husada Surakarta.

5. Cressela, U. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan


Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran Pada Kasus Skizofrenia
Terhadap Ny. R Di Ruang Melati Rs Jiwa Daerah Provinsi
Lampung. Poltekkes Tanjungkarang .http://repository.poltekkes-
tjk.ac.id/1988/

6. Damaiyanti & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung :


Refika Aditama. http://repository2.unw.ac.id/id/eprint/102

7. Gasril, P., Suryani, S., & Sasmita, H. (2020). Pengaruh Terapi


Psikoreligious: Dzikir dalam Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada
Pasien Skizofrenia yang Muslim di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(3), 821-826.
http://dx.doi.org/10.33087/jiubj.v20i3.1063

8. Hernandi, B. (2020). Penerapan Aktivitas Terjadwal Pada Klien Dengan


Gangguan Halusinasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Godean 1 Skripsi,
Poltekkes Kemenkes Yogyakart.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/2581

9. Jatinandya, M. P. (2020). Terapi Okupasi Pada Pasien Dengan Halusinasi


Di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Jurnal Keperawatan
Muhammadiya. http://dx.doi.org/10.30651/jkm.v0i0.5605

10. Keliat B,.(2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.

11. Keliat, Budu A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC,


Jakarta.

43
12. Keliat, B.A & Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta:EGC.

13. Kemenkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas.Jakarta:


Kemenkes
RI.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/persebaran-
prevalensi-skizofreniapsikosis-di-indonesia

14. Livana, P. H., Ruhimat, I. I. A., Sujarwoo, S., Suerni, T., Kandar, K.,
Maya, A., & Nugroho, A. (2020). Peningkatan Kemampuan Klien dalam
Mengontrol Halusinasi melalui Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi. Jurnal Ners Widya Husada, 5(1), 35-40.
https://doi.org/10.33666/jners.v5i1.328

15. Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Beban Keluarga Berhubungan


Dengan Pencegahan Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan
Jiwa, 12(3).

16. Marsela, R., & Dirdjo, M. M. (2016). Asuhan Keperawatan pada Ibu S
yang Mengalami Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran di
Ruang Punai Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
Samarinda. Karya Tulis Ilmiah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Samarinda.
https://dspace.umkt.ac.id/handle/463.2017/1103?show=full

17. Mubarta, AF . (2011). Gambaran Distibusi Penderita Gangguan Jiwa di


Wilaya Banjarmasin dan Banjarbaru.
Tesis.http://dx.doi.org/10.33757/jik.v1i1.29

18. Mubin, M. F &P. H. Livana. (2019). Hubungan Kepatuhan Minum Obat


Dengan Kekambuhan Klien Skizofrenia Paranoid." Jurnal Farmasetis(8).1
https://doi.org/10.32583/farmasetis.v8i1.493

19. Nyumirah, S. (2013). Peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif,


afektif dan perilaku) melalui penerapan terapi perilaku kognitif di rsj dr
amino gondohutomo semarang. Jurnal keperawatan
jiwa, 1(2)..https://doi.org/10.26714/jkj.1.2.2013.%25p

20. Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan


masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang
Rokan Rumah Sakit Jiwa Tampan. Skripsi, Poltekkes Kemenkes Riau.
http://repository.pkr.ac.id/id/eprint/498

21. Pardede, J. A., & Hasibuan, E. K. (2019). Dukungan Caregiver Dengan


Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia. Idea Nursing Journal, 10(2).
http://e-repository.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/17161

44
22. Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of
Violent Behavior in Schizophrenia Patients Through Group Activity
Therapy. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(3), 291-300
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v3i3.621

23. Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen
Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And
Commitment Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum
Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3),157-
166.http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419

24. Pardede, J. A., Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., &
Waruwu, J. F. A. P. (2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Halusinasi. https://doi.org/10.31219/osf.io/fdqzn

25. Pardede, J. A., & Siregar, R. A. (2016). Pendidikan Kesehatan Kepatuhan


Minum Obat Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada
Klienskizofrenia. Mental Health, 3(1).

26. Pratiwi, M., & Setiawan, H. (2018). Tindakan Menghardik Untuk


Mengatasi Halusinasi Pendengaran Pada Klien Skizofrenia Di Rumah
Sakit Jiwa. Jurnal Kesehatan, 7(1), 7-13.
http://dx.doi.org/10.46815/jkanwvol8.v7i1.76

27. Sari, J. R. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Gangguan Presepsi


Sensori: Halusinasi Pendengaran pada kasus Sizofrenia terhadap Tn. A di
Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi. Poltekkes Tanjung karang.
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1025/

28. Satria F. S.A & Ice Y. W. (2019). Efektivitas Penerapan StandarAsuhan


Keperawatan Jiwa Generalis Pada Klien Skizofrenia Dalam Menurunkan
Gejala Halusinasi.
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4855/pdf

29. Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta.


EGC.

30. Townsend, M. C. (2014). Psychiatric Mental Healt Nursing : Concepts of


Care in Evidence-BasedPractice(6thed.), Philadelphia: F.A.
Davis.https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=3a0-

31. Yanti, D. A., Sitepu, A. L., Sitepu, K., & Purba, W. N. B. (2020).
Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi
Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M.
Ildrem Medan Tahun 2020. Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi
(Jkf), 3(1), 125-131. https://doi.org/10.35451/jkf.v3i1.527

45
32. Yosep I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika
Aditamahttp://repository.um-surabaya.ac.id/id/eprint/3356

33. Yusuf, A. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan


Jiwa.JakartaSalemba

46

Anda mungkin juga menyukai