LAPORAN PENDAHULUAN Polip Nasal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

POLIP NASAL

A. DEFINISI
Polip nasal ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung
yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih
keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya
dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat
perhatian lebih dari biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh
terpenting terhadap lingkungan tidak menguntungkan Hidung mempunyai
beberapa fungsi: sebagai indera penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar
dapat digunakan paru-paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru dan
memodifikasi bicara Alat pencium terdapat dalam rongga hidung dari ujung
saraf otak nervus olfaktorius. Serabut saraf ini timbul pada bagian atas selaput
lendir hidung dikenal dengan olfaktori.Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel
yang sangat khusus yang mengeluaran fibril yang sangat halus, terjalin dengan
serabut-serabut dari bulbus olfaktorius yang merupakan otakterkecil. Saraf
olfaktorius terletak di atas lempeng tulang etmoidalis. Konka nasalis terdiri
dari lapisan selaput lender. Pada bagian puncaknya terdapat saraf-saraf
pembau. Kalau kita bernapas lewat hidung dan kita mencium bau suatu udara,
dara yang kita isap melewati bagian atas dari rongga hidung melalui konka
nasalis. Pada konka nasalis terdapat tiga pasang karang hidung :

a. Konka nasal superior


b. Konka nasialis media
c. Konka nasial inferio
Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang disebut sinus para
nasalis yang terdiri dari :
 Sinus maksilaris (rongga tulang hidung)
 Sinus sfeinodalis (rongga tulang baji)
 Sinus frontalis (rongga nasalis inferior)

Sinus ini dilapisi oleh selaput lendir. Jika terjadi peradangan pada rongga
hidung, lender-lendir dari sinus para nasalis akan keluar. Jika tidak dapat
mengalir ke luar akanmenjadi sinusitis

C. ETIOLOGI
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau
reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip
hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi
dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan
adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa
hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun kedalam rongga hidung
oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang
(neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh
darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak –
anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis
(mucoviscidosis).
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip, antara lain:
 Alergi terutama rinitis alergi
 Sinusitis kronik
 Iritasi
 Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan
hipertrofi konka.
D. PATOFISIOLOGI
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan
terdapat di daerahmeatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses
terus berlanjut, mukosa yang sembab makinmembesar dan kemudian akan
turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk
polip
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka
waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke
sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya
terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar
di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis
alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi
musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam
kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di
meatus media.
E. PATHWAY
Reaksi Alergi

Rhitimi alergi Sinusitis kronik iritasi Sumbatan hidung

Perdangan

Edema Sumbatan Hidung


Mukosa

Bersihan Jalan
Poli poid Napas tidak
efektif

Resiko Tinggi Polip


terjadi
gangguan
persepsi
sensori
(penciuman)

Menurun Suara Nyeri Kepala


nya indra sengan
penciuman
Nyeri akut
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di
hidung. Sumbatan ini menetap, tidak hilang timbul dan makin lama semakin
berat keluhannya sumbatan yang berat dapat menyebabkan hilangnya indra
penciuman. Gangguan drainase sinus dapat menyebabkan nyeri kepala dan
keluarnya sekret hidung. Bila penyebabnya alergi, penderita mengeluh adanya
iritasi hidung yang disertai bersin-bersin. Pada Rinoskopi anterior polip
hidung sering kali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (
Konka Polipoid ).
Perbedaan antara polip dan konka :
 Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak, tidak
nyeri bila ditekan, tidak mudah berdarah, dan pada pemakaian
asokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.
 Konka Polipoid tidak bertangkai sehingga sukar digerakkan,
konsistensinya keras, nyeri bila ditekan dengan pinset, mudah berdarah,
dan dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi polip hidung terjadi karena polip memblokir aliran udara
normal dan drainese cairan. Tak cuma itu saja, polip hidung juga bisa
menyebabkan iritasi jangka panjang dan pembengkakan (peradangan).
Komplikasi polip hidung bisa berupa obstructive sleep apnea. Kondisi ini bisa
menyebabkan terhenti napas saaat seseoran tidur. Bukan hanya itu, ada juga
komplikasi lainnya berupa kambuhnya asma atau memperburuk asma, dan
infeksi sinus.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral)
dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di
dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan
tomografi computer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan
jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang,
kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK
terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi
medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan
tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
 Naso – endoskopi
Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis
kasus polip Yang baru. Polip stadium 2 kadang - kadang tidak terlihat pada
pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan
nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai
polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
 Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral)
dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara - cairan di
dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi
karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak
dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan
variasi anatomis di daerah kompleks ostio meatal. Pemeriksaan tomografi
komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas
keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan
anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama
diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi
medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan
tindakan bedah terutama bedah endoskopi.Biasanya untuk tujuan penapisan
dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan
juga potongan aksia

I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan
keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medika mentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe
eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadap pengobatan
kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neurotrofilik. Kasus polip
yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat
massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip
(polipektomi) menggunakan senar polip atau cumin dengan analgesic local,
etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid,
operasi Caldwell-Lucuntuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia
fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (bedah Sinus
Endoskopi Fungsional). Bila polip masih kecil, dapat diobati secara
konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral, misalnya prednisone
50mg/hari atau deksamentosa selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan.
Secar local dapat disuntikkan ke dalam polip, misalnya triamsinolon asetonid
atau predsinolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang. Dapat dipakai
secara topical sebagai semprot hidung, misalnya beklometason dipropionat.
Bila sudah besar, dilakukan ekstraksi polip dengan senar. Bila berualang dapat
dirujuk untuk operasi etmoidektomi intranasal atau ekstranasal.

Pengobatan juga perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan


menghindari allergenp penyebab :

a. Cara konservatif
b. Cara operatif
c. Kombinasi keduanya

Cara konservatif atau menggunakan obat-obatan yaitu menggunakan


glukokortikoid yang merupakan satu-satunya kortikosteroid yang efektif,
terbagi atas kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid
topical (long term topical treatment) diberikan dalam bentuk tetes atau
semprot hidung tiak lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term
systemic treatment) dapat diberikan secara oral maupun suntikan depot. Untuk
preparat oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg
untuk empat hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari
ke15 dengan dosis total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah
methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.Cara
operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan
ethmoidektomi, ransantral ethomiodektomi dan sublabial approach
(Caldweelluc operation), fronthoethmoidosphenoidektomi eksternal dan
endoskopik polipektomi dan bedah sinu.
J. PENCEGAHAN
1. Jaga Kelembapan Ruangan
Sebaiknya jaga kelembapan ruangan. Gunakan alat untuk menjaga
kelembapan atau humidifier di dalam rumah atau kamar untuk mencegah
munculnya polip pada bagian hidung.
2. Mengonsumsi Makanan Sehat
Polip hidung mudah menyerang orang-orang dengan daya imunitas yang
rendah. Jaga dan tingkatkan daya tahan tubuh kamu dengan konsumsi
makanan seperti jamur, buah semangka, kacang almond, dan sayur bayam.
3. Menjaga Kebersihan Tangan
Jangan malas untuk menjaga kebersihan tangan dengan cuci tangan. Kamu
bisa menghindari polip hidung dengan menjaga kebersihan tangan kamu.
Sebaiknya jaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan pada air yang
mengalir dan menggunakan sabun antiseptik. Sebaiknya ketika tangan
sedang kotor, jangan biasakan untuk memegang wajah maupun hidung.
4. Hindari Penyebab Alergi Hidung
Mencegah alergi pada hidung bisa kamu lakukan untuk mencegah
kondisi polip pada hidung. Hindari penyebab alergi hidung seperti debu,
asap rokok, bulu binatang atau asap kendaraan bermotor. Namun jangan
khawatir, polip hidung bisa disembuhkan dengan obat yang mengandung
kortikosteroid. Banyak proses pengobatan yang bisa dilakukan dengan
obat jenis ini. Polip hidung dapat dihilangkan atau dikurangi gejalanya
dengan proses obat semprot, obat tetes, obat tablet atau bahkan suntikan
yang mengandung kortikosteroid. Kandungan kortikosteroid dapat
mengurangi gejala dan membantu memperkecil ukuran polip pada hidung.
K. ASUHAN KEPERAWATAN (KONSEP TEORI)
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, jenis kelamin, umur, agama, suku/bangsa, status perkawinan,
pekerjaan alamat, tanggal MRS, diagnosa medis, dan keluarga yang
mudah dihubungi.
b. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Penyakit Sekarang
Apa keluhan utama, bagaimana sifat keluhan (terus menerus,
kadangkadang),apakah keluhan bertambah berat pada waktu-waktu
tertentu atau kondisi tertentu.Usaha apa yang dilakukan di rumah
untuk mengatasi keluhan tersebut
 Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah menderita penyakit hidung sebelumnya
seperti rhinitis, alergi pada hidung.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit ini seperti klien
saat ini dan pakah pernah / mengalami alergi / bersin.
 Pengkajian Psikososial dan Spiritual
- Psikologis
Bagaimana perasaan pasien terhadap penyakit yang dialaminya
- Sosial
Bagaimana hubungan pasien dengan tim medis dan orang-orang
- Spiritual
Bagaimana cara beribadah pasien sebelum dan saat sakit
c. Pola Fungsi Kesehatan
- Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup
Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping.
- Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung.
- Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya pasien tidak dapat tidur karena pilek yang dideritanya
- Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya konsep diri pasien menjadi menurun karena pilek terus
menerus dan berbau
- Pola Sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek
terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen)
d. Pemeriksaan Fisik persistem
a. Pemeriksaan TTV
b. Sistem Integumen Kulit
Inspeksi: adaka hlesi, jaringanparut, bagaimanawarakulit, bila ada
luka bakar, derajat berapa ?
Palpasi : tekstur kulit, turgor kulit, nyeri tekan.
Rambut
Inspeksi dan palpasi : penyebaran, warna, alopesia
Kuku
Inspeksi dan palpasi : warna, bentuk, dan kebersihan
c. Pemeriksaan kepala, wajah dan leher Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, ada tidak nya luka
Palpasi : nyeri tekan, cekung atau tidak
Mata
Inspeksi : kelengkapan dan kesimetrisan mata, kelopak mata, bulu
mata, peradangan, odema, konjungtiva dan sklera, pemeriksaan
lapang pandang, ketajaman penglihatan.
Telinga
Inspeksi dan palpasi : amati bagian telinga luar, ukuran, warna,
lesi, serumen, peradangan, perdarahan,
kemampuan kepekaan telinga.
Hidung
Inspeksi dan palpasi : bentuk tulang hidung, posisi septum nasi,
meatus, pembengkakan
Mulut dan faring
Inspeksi dan palpasi : kelainan kongenital, warna bibir, lesi, amati
gigi, gusi, lidah, bau mulut, benda asing ada
atau tidak, adakah pembesaran tonsil.
Wajah
Inspeksi : ekspresi wajah, warna dan kondisi, struktur wajah.

Leher
inspeksi : bentuk leher, peradangan, jaringan parut, massa,
perubahan warna, kelenjar tiroid, vena jugularis palpasi :
pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid, posisi trakea.
d. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Inspeksi : ukuran payudara, bentuk, warna, lesi, areola, putting
cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan pada ketiak
Palpasi : nyeri tekan, dan kekenyalan, benjola/massa
e. Pemeriksaan thorakx dan paru
Inspeksi : bentuk thorakx, bentuk dada, keadaan kulit, retrasi otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung ada tidak, pola nafas
Palpasi : pemeriksaan taktil
Perkusi : area paru
Auskultasi : suara nafas, suara ucapan, suara nafas tambahan
f. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis
Palpasi : dinding thoraks
Perkusi : batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung
g. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, ada tidak nya massa, ada tidak nya
bayangan pembuluh darah vena
Auskultasi : frekuensi peristaltic usus
Palpasi : palpasi hepar, palpasi lien
Palpasi dan perkusi : untuk mengetahui ada tidak nya acites
h. Pemeriksaan genetalia
Inspeksi : rambut pubis pada pria, lesi, benjolan, lubanguretra.
Kebersihan rambut pubis pada wanita, lesi,
eritema, keputihan, peradangan
Palpasi : ada tidak nyeri tekan penis pada pria, benjolan, cairan,
scrotum dan testis, hernia.
i. Pemeriksaan anus
inspeksi : atresia ani, tumor, hemoroid, perdarahan, perineum ada
tidak nya jahitan dan bejolan
palpasi : nyeri tekan daerah anus, pemeriksaan rectal toucher
j. Pemeriksaan moskuloskeletal
Inspeksi : otot antar sisi kanan dan kiri, deformitas, fraktur,
Palpasi : odema, lingkar lengan, kekuatan otot.
k. Pemeriksaan neuroligis
Menilai GCS, pemeriksaan tanda-tanda rangsangan otak,
pemeriksaan 12 Nervus cranial, pemeriksaan fungsi motorik dan
sensorik, reflex tondon.
2. Data Subyektif dan Objektif
a. Data Subyektif
- Klien mengeluh adanya massa yang menyumbat hidung
- Klien mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai bersin-bersin
b. Data Objektif
- Adanya pembengkakka mukosa, iritasi mukosa, kemerahan
- Adanya massa berwarna putih seperti agar-agar.
- Klien tampak sulit untuk inspirasi – ekspirasi.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Adanya
Obstruksi Pada Hidung (Polip)
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 -15 menit

Setelah dilakukan tindakan.

Kriteria Hasil :
RR normal (16 -20 x/menit).

Suara napas vesikuler.

Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu


No Intervensi Rasional
1. Kaji bunyi kedalaman dan Penurunan bunyi nafas dapat
gerakan dada
menyebabkan atelektasis,
ronchi dan wheezing
menunjukkan akumulasi
sekret

2. Posisi membantu
Pertahankan jalan nafas klien,
memaksimalkan
tempatkan klien pada posisi
ekspansi paru dan
yang nyaman dengan kepala
menurunkan upaya
tempat tidur tinggi (posisi semi
pernafasan
fowler).
3.
Sputum berdarah kental atau
Catat kemampuan
cerah dapat diakibatkan oleh
mengeluarkan mukosa/batuk
kerusakan paru
efektif
atau luka bronchial

4.
- Mukolitik untuk
Berikan obat sesuai dengan
menurunkan batuk
indikasi mukolitik, ekspektoran,
- ekspektoran untuk
dan bronkodilator
membantu memobilisasi
secret
- bronkodilator menurunkan
spasmebronku
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Kerusakan Mukosa Hidung Akibat
Pembesaran Mukosa
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kreiteria Hasil :
* Klien mengungkapkan nyeri yang dialaminya berkurang/hilang
* Wajah klien tidak menyeringai
No Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri klien menentukan tindakan selanjutnya
Mengetahui tingkat nyeri
klien dalam.

2. Jelaskan sebab dan akibat Dengan sebab dan akibat nyeri


nyeri pada klien serta diharapkan klien berpartisipasi
keluarganya dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri

3. Ajarkan tehnik relaksasi - Relaksasi :


dan distraksi Membantu pasien tetap tenang
dan mengurangi rasa sakit
- Distraksi
Mengalihkan perhatian pasien
terhadap nyeri yang dialaminya

4. Lanjutkan program Mengurangi rasa nyeri dan


dokter dalam mempercepat proses
pemberian obat analgetik penyembuhan
c. Resiko Tinggi Terjadi Gangguan Persepsi Sensori (Penciuman)
berhubungan dengan Menurunnya Kemampuan Dalam Penciuman
Sekunder Terhadap Polip.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan persepsi sensori (penciuman)
No Intervensi Rasional
1. Kaji derajat ketajaman penciuman Mengetahui sejauh mana
ketajaman penciuman
pasien

2. Bersihkan keadaan mukosa Membantu pasien untuk


hidung bernapas dan
meningkatkan indra
penciuman pasien

3. Persiapkan untuk polipeptomi Mencegah terjadinya


resiko gangguan
pernciuman

DAFTAR PUSTAKA
Soepardi, M Efiaty Arsyad, Sp. THT. 2016. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal : 97 – 99

Higler, Adams Boies. 2017. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC.

Junadi, Purnaman dkk.2019. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI. Hal : 248 – 249

Syaifuddin, H, AMK. 2016. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi

Anda mungkin juga menyukai