LP Diare - Kep Keluarga - Zhulhairah Ahyar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 45

Keperawatan Keluarga

LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE

OLEH :
ZHULHAIRAH AHYAR
(14420201039)

CI INSTITUSI

(................................)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
BAB I

KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA

A. Konsep Keluarga
1. Pengertian keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental dan emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat
dari interaksi yang regular ditandai dengan adanya ketergantungan dan
hubungan untuk mencapai tujuan umum. (Andarmoyo, 2018)
2. Struktur Keluarga
Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga
melasanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Ada beberapa struktur
keluarga yang ada di indonesia yang terdiri dari bermacam-macam,
diantaranya adalah:
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusuan melalui
jalur ayah.
b. Matrineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
ibu.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah ayah.
e. Keluarga kawin
Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga,
dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan dengan suami atau istri. (Padila, 2016)
3. Ciri-ciri Struktur Keluarga
a. Terorganisasi: saling berhubungan, saling ketergantungan antara
anggota keluarga.
b. Ada keterbatasan: setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka
juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
masing-masing.
c. Ada perbedaan dan kekhususan: setiap anggota keluarga mempunyai
peranan dan fungsinya masing-masing.
d. Salah satu pendekatan dalam asuhan keperawatan keluarga adalah
pendekatan struktural fungsional. Struktur keluarga menyatakan
bagaimana keluarga disusun atau bagaimana unit-unit ditata dan saling
terkait satu sama lain. (Padila, 2016)
4. Tipe Keluarga
Dalam sosiologi keluarga berbagai bentuk keluarga digolongkan
sebagai tipe keluarga tradisional dan non tradisional atau bentuk normatif
dan non normatif, tipe-tipe keluarga sebagai berikut :
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga Inti, yaitu terdiri dari suami, istri dan anak anak.
Biasanya keluarga yang melakukan perkawinan pertama atau
keluarga dengan orang tua campuran atau orang tua tiri.
2) Pasangan istri, terdiri atas suami dan istri saja tanpa anak, atau
tidak ada anak yang tinggal bersama mereka. Biasanya keluarga
dengan karier tunggal atau karier keduanya.
3) Keluarga dengan orang tua tunggal, biasanya sebagai konsekuensi
dari perceraian.
4) Bujangan dewasa sendirian.
5) Keluarga besar, terdiri dari keluarga inti dan orang orang yang
berhubungan.
6) Pasangan usia lanjut, keluarga inti dimana suami istri sudah tua
anak anaknya sudah berpisah.
b. Keluarga non tradisional
1) Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah, biasanya ibu
dan anak.
2) Pasangan yang memiliki anak tetapi tidak menikah, didasarkan
pada hukun tertentu.
3) Menikah kumpul kebo, kumpul bersama tanpa menikah.
4) Keluarga gay atau lesbian, orang yang berjenis kelamin yang sama
dan hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.
5) Keluarga komuni, terdiri lebih dari satu pasangan monogami
dengan anak secara bersama sama menggunakan fasilitas, sumber
yang sama. (Padila, 2016)
5. Tugas dan Fungsi Keluarga
Friedman dalam buku Padilla (2016) mengidentifikasikan 5
fungsi dasar keluarga, yakni :
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga
yang merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
fungsi afektif tampak melalui keluarga yang bahagia. Anggota
keluarga mengembangkan konsep diri yang positif, rasa dimiliki
dan memiliki, rasa berarti serta merupakan sumber kasih sayang.
Reinforcement dan support yang dipelajari dan dikembangkan
melalui interaksi dalam keluarga.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk
memenuhi fungsi afektif, adalah :
1) Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima
dan mendukung. Setiap anggota keluarga yang mendapat
kasih sayang dan dukungan, maka kemampuannya untuk
memberi akan meningkat sehingga tercipta hubungan yang
hangat dan saling mendukung.
2) Saling menghargai, dengan mempertahankan iklim yang
positif, dimana setiap anggota keluarga baik orang tua
maupun anak diakui dan dihargai keberadaan dan haknya.
3) Ikatan dan identifikasi, ikatan ini dimulai sejak pasangan
sepakat hidup baru. Kemudian dikembangkan dan
disesuaikan dengan berbagai aspek kehidupan dan keinginan
yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya kemampuan
mempunyai anak. Hubungan selanjutnya akan dikembangkan
melalui hubungan orang tua-anak antar anak melalui proses
identifikasi.
Fungsi afektif merupakan sumber energi yang
menentukan kebahagiaan keluarga. Sering perceraian,
kenakalan anak atau masalah keluarga lainnya timbul akibat
fungsi afektif keluarga yang tidak terpenuhi. (Padila, 2016)
b. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah fungsi perkembangan dan perubahan
yang dialami individu yang menghasilkan interaksi sosial dan
belajar berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi adalah suatu
proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari
norma-norma masyarakat dimana dia menjadi anggota.
Sosialisasi dimulai sejak indvidu dilahirkan dan berakhir
setelah meninggal. keluarga merupakan tempat dimana individu
melakukan sosialisasi. tahap perkembangan individu dan keluarga
akan dicapai melalui interaksi atau hubungan yang diwujudkan
dalam sosialisasi, anggota keluarga belajar disiplin, memiliki nilai
dan norma, budaya dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga
sehingga individu mampu berperan di masyarakat. (Padila, 2016)
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan meningkatkan sumber daya manusia. Dengan
adanya program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit
dapat terkontrol. Namun disisi lain banyak kelahiran yang tidak
diharapakan atau luar perkawinan sehingga lahirnya keluarga
barudengan satu orang tua (single parent). (Padila, 2016)
d. Fungsi ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti
makan, pakaian dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber
keuangan. Fungsi ini sulit terpenuhi oleh keluarga dibawah garis
kemiskinan (Gakin dan pra keluarga sejahtera). Perawat
berkontibusi untuk mencari sumber sumber di masyarakat yang
dapat digunakan keluarga meningkatkan status kesehatan
mereka. (Padila, 2016)
e. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi lain keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan.
Selain keluarga menyediakan makanan, pakaian dan perumahan,
keluarga juga berfungsi untuk melakukan asuhan keperawatan
terhadap anggotanya baik untuk emncegah terjadinya gangguan
kesehatan memerlukan bantuan atau pertolongan tenaga
professional . Kemampuan ini sangat mempengaruhi status
kesehatan individu dan keluarga.
Sesuai dengan fungsi perawatan kesehatan keluarga
mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu difahami
dilakukan, meliputi :
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan
merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan
karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan
karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya
dan keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan
kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota
keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota
keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang
tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan
keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa
yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang
utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan
keadaan keluarga yang mempunyai kemampuan untuk
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan
kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat
agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Jika
keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan
kepada orang dilingkungan tinggal keluarga agar
memperoleh bantuan. Merawat keluarga yang mengalami
asuhan kesehatan. Sering kali keluarga telah mengambil
tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki
keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri.
Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin
kesehatan keluarga.
3) Menggunakan fasilitas kesehtatan yang ada di masyarakat.
(Suprajitno, 2017)
6. Tahap Perkembangan Keluarga
a. Formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga yang paling banyak
digunakan untuk keluarga inti dengan dua orang tua adalah delapan
tahap siklus kehidupan keluarga dari Duvall .

Tabel 2.1 Tahap perkembangan siklus keluarga


Keluarga pemula (juga menunjuk pasangan menikah atau
Tahap I
tahap pernikahan)
Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi
Tahap II
sampai umur 0-30 bulan)
Keluarga dengan usia anak prasekolah (anak tertua
Tahap III
berumur 2 hingga 6 tahun)
Keluarga dengan usia anak sekolah (anak tertua berumur
Tahap IV
6 sampai 13 tahun)
Keluarga dengan anak usia remaja (anak tertua berumur
Tahap V
13 sampai 20 tahun)
Keluarga yang melepas anak usia dewasa
Tahap VI muda (mencakup anak pertama sampai anak
terakhir yang
meninggalkan rumah )
Tahap VII Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiun)
Keluarga dalam masa pension dan lansia (Juga termasuk
TAhap VIII anggota keluarga yang berusia lanjut dan pensiun hingga
pasangan meninggal dunia)
Sumber: Sulistyo Andarmoyo, 2018

B. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan
menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan
individu-individu sebagai keluarga. Tahapan dari proses keperawatan keluarga
meliputi pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan
perencanaan, perencanaan asuhan dan penilaian. (Padila, 2016)
1. Pengkajian Keperawatan Keluarga
Model pengkajian keluarga terdiri dari 6 kategori yang luas, yaitu:
mengidentifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data lingkungan,
struktur keluarga, fungsi keluarga, stress koping dan adapasi keluarga.
(Friedman, 2016).
a. Pengkajian Keluarga
Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat
mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga
yang dibinanya. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan
sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti yaitu bahasa yang digunakan dalam
aktivitas keluarga sehari-hari. (Andarmoyo, 2018: 91)
1) Identifikasi data
Pengkajian terhadap data umum keluarga menurut
Andarmoyo, (2018) meliputi:
a) Nama kepala keluarga (KK)
b) Alamat dan telepon
c) Pekerjaan dan pendidikan KK
d) Komposisi keluarga
e) Genogram
f) Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala
atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
g) Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan
kesehatan.
h) Agama
Mengkaji agama yang dianut keluarga beserta kepercayaan
yang dapat mempengaruhi kesehatan.
i) Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari
kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu
status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh
kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta
barang-banrang yang dimiliki oleh keluarga.
j) Aktivitas dan reaksi keluarga
Reaksi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi
bersama-sama untuk mengunjungi tempat reaksi tertentu,
namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga
merupakan aktivitas reaksi.
2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a) Tahap perekembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak
tertua dari keluarga inti.
b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan tugas perkembangan yang belum terpenuhi
oleh keluarga serta kendala mengapa tugas tersebut belum
terpenuhi.
c) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga
inti, di jelaskan mulai lahir hingga saat ini yang meliputi
riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-
masing anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan
penyakit (status imunisasi), sumber pelayanan kesehatan
yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-
pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
d) Riwayat keluarga sebelumnya
Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari
pihak suami dan istri. (Andarmoyo, 2018).
3) Data lingkungan
a) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas
rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela,
pemanfaatan ruangan, peletakan perabot rumah tangga,
jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air
minum yang digunakan serta dena rumah.
b) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan
komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan,
lingkungan fisik, aturan/kesepakatan penduduk
setempat, budaya setempat yang mempengaruhi
kesehatan.
c) Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan
kebiasaan berpindah tempat.
d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga
untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada
dan sejauh mana keluarga interaksinya dengan
masyarakat.
e) Sistem pendukung keluarga
Jumlah keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang
dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas
mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis, atau
dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau
dukungan dari masyarakat setempat.
4) Struktur keluarga
a) Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar
anggota keluarga.
b) Struktur keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.
c) Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota
keluarga baik secara formal maupun informal.
d) Nilai atau norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut
oleh keluarga, yang berhubungan dengan kesehatan.
5) Fungsi Keluarga
a) Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota
keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
b) Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan
dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar
disiplin, norma, budaya, dan pelaku.
c) Fungsi perawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan
makanan, pakaian, perlindungan serta merawat anggota
keluarga yang sakit. Kesanggupan keluarga didalam
melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari
kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan
keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah
kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang
sakit, menciptakan lingkungan dapat meningkatkan
kesehatan dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas
yang terdapat di lingkungan setempat, (Andarmoyo,
2018).
6) Stres dan koping keluarga
1) Stresor jangka pendek
Stresor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu kurang dari enam bulan
2) Stresor jangka panjang
Stresor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari enam bulan
3) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Stresor dikaji sejauh mana keluarga berespon terhadap
stresor.
4) Strategi koping yang digunakan
Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan/stres
5) Strategi adaptasi disfungsional
Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang
digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan/stres.
7) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.
Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda
dengan pemeriksaan fisik yang di klinik.
b. Diagnosa Keperawatan Keluarga
Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis
ke sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil
pengkajian keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk
masalah kesehatan aktual dan potensial dengan perawat keluarga
yang memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi untuk
menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman (Friedman,
2015).
Tipologi dari diagnosa keperawatan adalah:
a) Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi
defisit/gangguan kesehatan)
b) Diagnosa keperawatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan
apabila sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi
gangguan.
c) Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial)
merupakan suatu keadaan dimana keluarga dalam kondisi
sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat ditingkatkan.
Tabel 2.2 Skala Prioritas Masalah
No Kriteria Bobot Nilai
1 Sifat masalah : 1 3
a. Aktual 2
b. Resiko 1
c. Keadaan sejahtera
2 Kemungkinan masalah dapat 2 2
diubah : 1
a. Mudah 0
b. Sebagian
c.Tidak dapat
3 Potensi masalah untuk 1 3
dicegah : 2
a. Tinggi 1
b. Cukup
c. Rendah
4 Menonjolnya masalah : 1 2
a.Masalah berat harus segera 1
ditangani. 0
b.Ada Masalah tapi tidak harus
ditangani
c.Masalah tidak dirasakan

Menurut Andarmoyo (2018) cara menentukan prioritas masalah:


a. Tentukan skor untuk setiap criteria
b. Skor dibagi dengan makna tertinggi dan kalikan dengan bobot
Skor × 100
Angka tertinggi
c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria

c. Intervensi Keperawatan Keluarga


keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi, intervensi alternatif, dan
sumber serta menentukan prioritas intervensi tidak bersifat rutin, acak,
atau standar, tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa
perawat keluarga sedang bekerja (Friedman, 2015). Lain halnya menurut
Padila (2012) intervensi keperawatan keluarga terdiri dari penetapan
tujuan, mencakup tujuan umum, tujuan khusus, rencana intervensi serta
dilengkapi dengan rencana evaluasi yang memuat kriteria standar. Tujuan
dirumuskan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, rasional dan
menunjukkan waktu.

BAB II
KONSEP ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN

A. Definisi Etika Keperawatan


Dalam literatur keperawatan dikatakan bahwa etika dimunculkan
sebagai moralitas, pengakuan kewenangan, kepatuhan pada peraturan,
etikasosial, loyal pada rekan kerja serta bertanggungjawab dan mempunyai
sifat kemanusiaan. Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk
mengatasi segala macam masalah yang dilakukan oleh praktisi
keperawatan terhadap para pasien yang tidak mengindahkan dedikasi
moral dalam pelaksanaan tugasnya (Amelia, 2013).
1. Kegunaan Etika Keperawatan
Kegunaan mempelajari dan menerapkan etika keperawatan:
a. Perkembangan teknologi dalam bidang medis dan reproduksi,
perkembangan tentang hak-hak klien, perubahan sosial dan
hukum, serta perhatian terhadap alokasi sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang terbatas tentunya akan memerlukan pertimbangan
–pertimbangan etis.
b. Profesionalitas perawat ditentukan dengan adanya standar perilaku
yang berupa “Kode Etik”. Kode etik ini disusun dan disahkan oleh
organisasi/wadah yang membina profesi keperawatan. Dengan
pedoman kode etik ini perawat menerapkan konsep-konsep etis.
Perawat bertindak secara bertanggung jawab, menghargai nilai-
nilai dan hak-hak individu.
c. Pelayanan kepada umat manusia merupakan fungsi utama perawat
dan dasar adanya profesi keperawatan. Pelayanan profesional
berdasarkan kebutuhan manusia, karena itu tidak membeda-
bedakan. Pelayanan keperawatan ini juga didasarkan atas
kepercayaan bahwa perawat akan berbuat hal yang benar/baik dan
dibutuhkan, hal yang menguntungkan pasien dan kesehatannya.
Oleh karena itu bilamana mengahdapi masalah etis, dalam
membuat keputusan/tindakan perawat perlu mengetahui,
menggunakan serta mempertimbangkan prinsip-prinsip dan
aturan-aturan etis tersebut.
d. Dalam membuat keputusan etis ada banyak faktor yang
berpengaruh antara lain: nilai dan keyakinan klien, nilai dan
keyakinan anggota profesi lain, nilai dan keyakinan perawat itu
sendiri, serta hak dan tanggungjawab semua orang yang terlibat.
e. Perawat berperan sebagai advokasi, memiliki tanggungjawab
utama yaitu untuk melindungi hak-hak klien. Peran perawat
sebagai advokasi berasal dari prinsip etis “beneficience =
kewajiban untuk berbuat baik” dan ‘nonmaleficience = kewajiban
untuk tidak merugikan/mencelakakan”. (Ngesti, 2016)
2. Tujuan Etika Keperawatan
Etika keperawatan memiliki tujuan khusus bagi setiap orang yang
berprofesi sebagai perawat, tak terkecuali juga bagi seluruh orang yang
menikmati layanan keperawatan. Tujuan dari etika keperawatan pada
dasarnya adalah agar para perawat dalam menjalankan tugas dan fungsinya
dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Secara umum
tujuan etika keperawatan yaitu menciptakan dan mempertahankan
kepercayaan yaitu menciptakan kepercayaam antara perawat dan klien,
perawat dengan perawat, perawat dengan profesi lain, juga antara perawat
dengan masyarakat (Ngesti, 2016)
3. Fungsi Etika Keperawatan
Etika keperawatan juga memiliki fungsi penting bagi perawat dan
seluruh individu yang menikmati pelayanan keperawatan. Fungsi-fungsi
tersebut adalah:
a. Menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggungjawab dalam
mengelola asuhan keperawatan
b. Mendorong para perawat diseluruh Indonesia agar dapat berperan serta
dalam kegiatan penelitian dalam bidang keperawatan dan
menggunakan hasil penelitian serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan atau
asuhan keperawatan.
c. Mendorong para perawat agar dapat berperan serta secara aktif dalam
mendidik dan melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup sehat,
tidak hanya di rumah sakit tetapi di luar rumah sakit.
d. Mendorong para perawat agar bisa mengembangkan diri secara terus
menerus untuk meningkatkan kemampuan profesional, integritas dan
loyalitasnya bagi masyarakat luas.
e. Mendorong para perawat agar dapat memelihara dan mengembangkan
kepribadian serta sikap yang sesuai dengan etika keperawatan dalam
melaksanakan profesinya.
f. Mendorong para perawat menjadi anggota masyarakat yang responsif,
produktif, terbuka untuk menerima perubahan serta berorientasi ke
masa depan sesuai dengan perannya (Ngesti, 2016).
B. Aspek legal Etik keperawatan meliputi:
a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri.
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum.
e. Dalam keadaan darurat mengancam jiwa seseorang, perawat berwenang
untuk melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang di
tujukan untuk penyelamatan jiwa.
f. Perawat menjalankan praktek perorangan harus mencantumkan SIPP di
ruang prakteknya.
g. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk
kunjungan rumah.
h. Persyaratan praktek perorangan sekurang-kurangnya memenuhi:

1.   Tempat praktek memenuhi syarat,


2.    Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk
formulir atau buku kunjungan, catatan tindakan, dan formulir
rujukan.

C. Larangan perawat dalam melakukan praktek :


1. Praktek di larang menjalankan praktek selain yang tercantum dalam
izin dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar
profesi.
2. Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat
atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga
kesehatan lain, di kecualikan dari larangan ini.
3. Kepala dinas atau organisasi profesi dapat memberikan peringatan
lisan atau tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran.
4. Peringatan tertulis paling banyak dilakukan 3 kali, apabila tidak di
indahkan SIK dan SIPP dapat di cabut.
5. Sebelum SIK dan SIPP di cabut kepala dinas kesehatan terlebih
dahulu mendengar pertimbangan dari MDTK dan MP2EM.

Sanksi seorang perawat, yaitu:

 Pelanggaran ringan, pencabutan izin selama-lamanya 3 bulan.


 Pelanggaran sedang, pencabutan izin selama-lamanya 6 bulan.
 Pelanggaran berat, pencabutan izin selama-lamanya 1 tahun.
 Penetapan pelanggaran di dasarkan pada motif pelanggaran serta
situasi setempat.
D. Hak dan Kewajiban Seorang Perawat.
1. Hak Perawat:
a. Perawat berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai profesinya.
b. Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan
sosialisasi sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
c. Perawat berhak untuk menolak keinginan pasien atau klien yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, serta standart
dan kode etik profesi.
d. Perawat berhak untuk mendapatkan informasi lengkap dari pasien
atau klien atau keluarganya tentang keluhan kesehatan dan
ketidakpuasannya terhadap pelayanan yang di berikan.
e. Perawat berhak untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya
berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang
keperawatan/kesehatan secara terus menerus.
f. Perawat berhak untuk di perlakukan secara adil dan adil oleh
institusi pelayanan maupun pasien / klien.
g. Perawat berhak mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko
kerja yang dapat menimbulkan bahaya fisik maupun stress
emosional.
h. Perawat berhak di ikut sertakan dalam penyusunan dan penetapan
kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
2. Kewajiban Perawat
a. Perawat wajib mematuhi semua peraturan institusi yang
bersangkutan.
b. Wajib memberikan pelayanan kesehatan / asuhan keperawatan
sesuai standart profesi.
c. Wajib menghormati hak-hak pasien / klien.
d. Wajib membuat dokumentasi askep secara akurat,
berkesinambungan.
e. Wajib berkolaborasi dengan tenaga medis/ tenaga kesehatan terkait
lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan
kepada pasien atau klien.
f. Menaati semua peraturan perundang-undangan.
E. Aspek Etik Keperawatan

     prinsip etika keperawatan dalam memberikan layanan keperawatan


kepada individu, kelompok atau keluarga dan masyarakat, yaitu :

1. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa


individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
Penulis menggunakan prinsip ini untuk memberikan hak kepada klien
dalam meberikan keputusan sendiri untuk ikut serta sebagai sasaran
asuhan penulis.
2. Beneficience (Berbuat Baik) prinsip ini menuntut penulis untuk
melakukan hal yang baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau
kejahatan. Penulis menggunakan prinsip ini sebagai perawat untuk
memberikan tindakan dalam asuhan keperawatan kepada klien dengan
baik.
3. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional
ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan. Penulis akan menuliskan hasil didalam dokumentasi asuhan
keperawatan sesuai dengan hukum dan standar praktik keperawatan.
4. Nonmaleficince (tidak merugikan) prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Penulis akan sangat
memperhatikan kondisi klien agar tidak menimbulkan bahaya atau
cidera fisik pada saat dilakukan tindakan keperawatan.
5. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun
harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap klien untuk meyakinkan agar
klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif,
dan objektif. Penulis akan menggunakan Kebenaran yang merupakan
dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi
sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu dari
penulis.
6. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan,
dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu penulis harus
memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya
kepada orang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan) penulis akan menjaga
informasi Dokumentasi klien tentang keadaan kesehatan klien hanya
bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan
klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.
8. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti
bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanda tekecuali. Penulis menggunakan prinsip ini untuk
memberikan jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan
yang telah diberikan oleh penulis kepada klien.
BAB III
KONSEP MEDIS DIARE

A. Definisi

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau

tidak seperti biasanya. Ditandai dengan peningkatan volume,keenceran, serta

frekuensi nya lebih dari 3 kali sehari (Hidayat,2016).

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak

atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.

Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran

tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi

sebesar 5-10 g/kg/24 jam (Juffrie, 2017).

Kehilangan cairan dan garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal

menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam

lebih besar daripada masukan. Lebih banyak tinja cair yang dikeluarkan maka

akan lebih banyak cairan dan garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk

oleh muntah yang sering menyertai diare (Nurmasarim, 2017).

B. Etiologi

Menurut Rukiyah dan Yulianti (2017) diare dapat disebabkan oleh

beberapa factor seperti infeksi malabsorbsi makanan dan psikologi. Infeksi

ada dua macam yaitu enternal dan parental. Enternal adalah infeksi yang

terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utamanya

terjadinya diare sedangkan parental adalah infeksi dibagian tubuh lain diluar

alat pencernaan misalnya otitis media akut (OMA), tansilofaringitis,


bronkopneumonia dan ensefalitis. Malabsorpsi meliputi karbohidrat :

disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa) dan monosakarida

(intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), pada anak dan bayi yang paling

berbahaya adalah intoleransi laktosa lemak dan protein. Makanan meliputi

makanan basi, beracun dan alergi sedangkan psikologi meliputi rasa takut dan

cemas.

Penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi

(disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan,

immunodefisiensi ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi

dan keracunan. Contoh bakteri yaitu shigella, salmonella, E.Coli,

Gol.Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Sttafilokokus aureus,

Campylobacter aeromona. Virus yaitu Rotavirus, Adenovirus,

Cytomegalovirus. Parasit yaitu diantaranya seperti Protozoa (Giardia,

Entamoeba hystolytica, Trichuris trichiura, Cryyptosporidium huminis)

(Nelwan, 2018).

C. Klasifikasi
Klasifikasi diare menurut Wong (2017), antara lain :

1. Diare akut

Diare akut adalah penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak

balita. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan

perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh

agen infeksius dalam traktus gastrointestinal. Keadaan ini dapat

menyertai infeksi saluran nafas atau saluran kemih, terapi antibiotic

atau pemberian obat pencahar (laktasif). Diare akut biasanya sembuh


sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa

terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.

2. Diare kronik

Diare kronik didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi

defekasi dan kandungan air dalam feses dengan lama sakitnya lebih

dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis

seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi

kekebalan, alergi makanan, intoleransi laktosa atau diare nonspesifik

yang kronis, atau sebagai akibat dari pelaksanaan diare akut yang

memadai.

D. Manifestasi Klinis

Diare dapat bersifat inflamasi atau non inflamasi. Diare non inflamasi

bersifat sekretorik (watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter perhari. Biasanya

tidak disertai dengan nyeri abdomen yang hebat dan tidak disertai dengan

darah dan lendir pada feses. Diare yang bersifat inflamsi bisa berupa sekretori

atau disentri namun secara umum, ciri-ciri anak yang menderita diare antara

lain :

1. Buang air besar lebih dari 3 kali

2. Badan lemas

3. Tidak nafsu makan

4. Turgor kulit jelek

5. Membran mukosa bibir kering

6. Didalam feses terdapat darah maupun lender


7. Pada anak dapat terlihat mata cekung

8. Demam dapat terjadi

E. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah sebagai

berikut : gangguan osmotic merupakan akibat terdapatnya makanan atau zat

yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga

meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,

isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan

sehingga timbul diare. Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu misalnya

toksin pada dinding usus atau terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit

kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan

isi rongga usus. Gangguan motilitas usus hiperperistaltik akan mengakibatkan

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul

diare, sebaliknya bila peristaltic usus menurun maka akan mengakibatkan

bakteri timbul berlebihan dan selanjutnya akan menimbulkan diare (Vivian

2018).

Menurut Hidayat (2016), proses diare terjadi akibat berbagai macam factor

kemungkinan diantaranya :

1. Faktor infeksi

Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk

kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus

dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah

permukaan usus, selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang


akhirnya menyebabkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan

dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksi bakteri akan

menyebabkan system transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa

mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan

meningkat.

2. Faktor malabsorpsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbs yang menyebabkan

tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan

elektrolit kerongga usus yang dapat isi meningkatkan rongga usus

sehingga terjadilah diare.

3. Faktor makanan

Ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan

baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang

mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang

kemudian menyebabkan diare.

4. Faktor psikologis

Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic usus

yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang

menyebabkan diare.
F. Penyimpangan KDM
Faktor infeksi

Malabsorbsi KH, lemak, Faktor makanan Faktor psikologi


protein
Masuk dan Cemas
Usus tidak mampu
berkembang dalam
Defisiensi enzim laktase, memetabolisme
usus Respon simpatis
lipase & disakaridase

Enterotoksin Adrenalin
Pemecahan laktosa menjadi meningkat
glukosa terganggu
Hipersekresi air
dan elektrolit Pasokan darah ke
Gangguan penyerapan
usus untuk menyerap
makanan
nutrisi ditingkatkan

Tekanan osmotik meningkat


Hiperperistaltik

Pergeseran air & elektrolit di


usus meningkat

DIARE

BAB Sering

Iritasi rektum Kehilangan cairan Distensi abdomen Hospitalisasi


berlebih
Nafsu makan Ansietas
Nyeri menurun
Akut Hipovolemia Hipertermi

Intake kurang

Risiko Defisit
nutrisi
G. Komplikasi

Kebanyakan penderita sembuh tanpa adanya komplikasi, akan tetapi

sebagian kasus mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau

pengobatan yang diberikan. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu

Hipernatremia, Hiponatremia, Kejang, asidosis, hipokalemia, intoleransi

laktosa, pertumbuhan bakteri secara berlebihan di usus, sindrom malabsorbsi.

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit diare adalah :

1. Pemeriksaan darah lengkap yaitu ureum, kreatinin, elektrolit (Na +, K+,

C-).

2. Analisa gas darah (bila dicurigai ada gangguan keseimbangan asam

basa),

3. Pemeriksaan toksik (C.Difficile), antigen (E. Hystolitica).

4. Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.

Difficile ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis

ditegakkan berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin,

bukan berdasarkan ditemukannya organisme saja.

5. Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.

I. Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana diare adalah dengan dengan memperhatikan lima

langkah tuntaskan diare. Pemberian cairan bukan satu-satunya cara untuk


mengatsi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekuarangan gizi

akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.

Menurut Kemenkes RI (2011), program lima langkah tuntaskan diare

yaitu:

1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolalitas rendah

Oralit untuk mencegah dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah

tangga dengan memberikan orlait osmolaritas rendah. Pemberian oralit

didasarkan pada derajat dehidrasi.

a. Daire tanpa dehidrasi

- Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret

- Umur 1-4 tahun : ½-1 gelas setiap kali anak mencret

- Umur diatas 5 tahun : 1-1½ gelas setiap kali anak mencret

b. Diare dengan dehidrasi ringan-sedang

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/Kg BB dan

selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa

dehidrasi.

c. Diare dengan dehidrasi berat

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke

Puskesmas. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus

diberikan segera. Bila terjadi muntah, hentikan dulu selama 10

menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok

setiap 2-3 menit.


2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.

Zinc dapat menghambat enzi INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),

dimana sekresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan

hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding

usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian

diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama

dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB, mengurangi

volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada bulan

berikutnya.

3. Pemberian ASI dan makanan

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat

badan kurang dari 7 kg, jenis makanan: - Susu (ASI, susu formula

yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh. - Makanan

setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim). - Susu khusus

yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang

tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau

tak jenuh. Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah

didasarkan atas kebutuhan kalori, kebutuhan asam amino, dan

kebutuhan mikronutrien.

Kebutuhan kalori

a. BBLR : 150 Kkal/ Kg BB


b. BBL C: 120 Kkal/ Kg BB/bulan

c. BB 0- 10 Kg : 100Kkal/ Kg BB

d. BB 11- 20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)

e. BB > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB – 20)

Kebutuhan Asam amino :

a. BBLR 2,5 – 3/ Kg BB

b. Usia 0 -1 tahun : 2,5 g/ Kg BB

c. Usia 2 -13 tahun 1,5 -2g/ kg BB

Kebutuhan Mikronutrien

a. Kalium 1,5 – 2,5 meq/ kg BB

b. Natrium 2,5 – 3,5 meq/ kg BB

Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur

tempe yang bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan

diare. Adapun sasaran dan kegunaannya adalah untuk meringankan

kerja usus bagi penderita diare dan diberikan kepada anak usia 6 -12

bulan dan anak usia 1 -5 tahun. Adapun bahan yang dibutuhkan adalah

tepung beras 30 gram, tempe 50 gram, margarine 10 gram dan gula

pasir 20 gram, serta air 200 ml. Adapun caranya ada 2 yaitu cara

pertama: tempe di blender ditambah 20 cc, campurkan tempe yang

sudah diblender dengan tepung beras, gula pasir, margarine dan air

sebanyak 200 cc, aduk hingga rata, lalu mask diatas api sampai

mengental dan siap disajikan.


4. Antibiotik selektif

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya

kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika

hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar

karena shigelllosis), dan suspek kolera.

5. Edukasi kepada orang tua terkait cara memberikan cairan atau obat di

rumah, dan edukasi terkait kapan harus membawa kembali balita ke

pelayanan kesehatan

J. Pencegahan
1. Menggunakan air yang bersih.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
3. Menggunakan jamban yang bersih untuk buang air besar.
4. Terapi untuk penyakit diare, dan mencegah timbulnya kekurangan cairan
bila terjadi dehidrasi (Audiana, Mio. 2017).
BAB IV

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian umum terhadap diare pada bayi atau anak dimulai dengan
mengenal keadaan umum dan perilaku bayi atau anak. Keadaan umum bayi
yang dapat dikaji meliputi :
1. Mengkaji dehidrasi seperti berkurangnya haluaran urine
2. Menurunnya BB
3. Membrane mukosa kering
4. Turgor kulit yang jelek
5. Ubun-ubun yang cekung
6. Kulit yang pucat, kering dan dingin
7. Pada dehidrasi yang lebih berat gejala meningkatnya nadi dan respirasi,
menurunnya tekanan darah, pengisian kapiler memanjang > 2 detik dapat
menunjukkan syok yang mengancam.
8. Riwayat penyakit akan memberikan informasi penting mengenai
kemungkinan agen penyebabnya seperti pengenalan makanan yang baru,
kontak dengan agen yang menular, kontak dengan hewan yang diketahu
sebagai sumber infeksi enterik.
9. Riwayat alergi, penggunaan obat dana makanan dapat menunjukkan
kemungkinan alergi terhadap makanan yang banyak mengandung sorbitol
dan fruktosa
Menurut Hidayat (2016), pengkajian tentang pemasalahan diare dapat
dilihat tanda dan gejala sebagai berikut : frekuensi BAB pada bayi lebih
dari 3 kali sehari, pada neonatus BAB lebih dari 4 kali. Bentuk cair
kadang-kadang disertai dengan darah atau lendir, nafsu makan menurun,
adanya tanda-tanda dehidrasi. pada pemeriksaan fisik eitemukan adanya
turgor kulit buruk, membrane mukosa kering, ubun-ubun tampak cekung,
bising usus meningkat, kram abdomen, penurunan BB.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diare berhubungan dengan terpapar kontaminan, terpapar toksin, proses
infeksi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis inflamasi
3. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
4. Hipertemi berhubungan dengan dehidrasi, proses penyakit
5. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
6. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi
C. Intervensi Keperawatan (SDKI, SLKI, & SIKI)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan


1 Diare Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen diare
Definisi : Pengeluaran feses yang keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Tindakan
sering, lunak dan tidak terbentuk. eliminasi fekal membaik dengan kriteria Observasi
Penyebab hasil:  Identifikasi penyebab diare (mis,
Fisiologis :  Konsistensi feses membaik inflamasi gastrointestinal, malabsorpsi,
 Inflamasi gastrointestinal  Frekuensi defekasi menurun cemas, stress)
 Iritasi gastrointestinal  Peristaltik usus membaik  Identifikasi riwayat pemberian makanan
 Proses infeksi  Nyeri abdomen menurun  Identifikasi gejala invaginasi (mis,
 Malabsorbsi  Kram abdomen menurun tangisan keras, kepucatan pada bayi)
Psikologis :  Distensi abdomen menurun  Monitor warna, volume, frekuensi, dan
 Kecemasan konsistensi tinja
 Tingkat stress tinggi  Monitor tanda dan gejala hipovolemia
Situasional :  Monitor iritasi dan ulserasi kulit di
 Terpapar kontaminan daerah perianal
 Terpapar toksin  Monitor jumlah pengeluaran diare
 Penyalahgunaan laksatif  Monitor keamanan penyiapan makanan
 Penyalahgunaan zat Terapeutik
 Program pengobatan  Berikan asupan cairan oral (mis.larutan
 Perubahan air dan makanan garam gula, oralit, pedialyte,renalyte)
 Bakteri pada air  Pasang jalur intravena
Gejala dan tanda mayor  Berikan cairan intravena (mis.ringer
Subjektif : Tidak tersedia asetat, ringer laktat)
Objektif :  Ambil sampel darah untuk pemeriksaan
 Defekasi lebih dari 3 kali dalam darah lengkap dan elektrolit
24 jam  Ambil sampel feses untuk kultur
 Feses lembek atau cair Edukasi
Gejala dan tanda minor  Anjurkan makanan porsi kecil dan sering
Subjektif : secara bertahap
 Urgency  Anjurkan menghindari makanan
 Kram/nyeri abdomen pembentuk gas, pedas dan mengandung
Objektif : laktosa.
 Frekuensi peristaltic meningkat  Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
 Bisisng usus hiperaktif Kolaborasi
Kondisi klinis terkait  Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
 Kanker kolon (mis.loperamide, difenoksilat).
 Diverticulitis  Kolaborasi pemberian obat
 Iritasi usus antispasmodic/spasmolitik
 Ulkus peptikum (mis.papaverin, ekstrak belladonna,
 Gastritis mebeverine)
 Hipertiroidisme  Kolaborasi pemberian obat pengeras
 Malaria feses (mis.atapulgit, smektit, kaolin
pectin).
 Demam thypoid

2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri


Definisi : Pengalaman sensorik atau keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
emosional yang berkaitan dengan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil  identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan aktual atau : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fungsional dengan onset mendadak  keluhan nyeri menurun  identifikasi skala nyeri
atau lambar dan berintraksi ringan  meringis menurun  identifikasi respon nyeri non verbal
hingga berat yang berlangsung kurang  sikap protektif menurun Terapeutik
dari 3 bulan  gelisah menurun  berikan teknik nonfarmakologis untuk
Penyebab :  kesulitan tidur menurun mengurangi rasa nyeri (mis akupresur,
 Agen pencedera fisiologis (mis  frekuensi nadi membaik terapi musik, terapi pijat dll)
inflamasi, iskemia, neoplasma)  kontrol lingkungan yang memperberrat
 Agen pencedera kimiawi (mis. nyeri
Terbakar, bahan kimia iritan) Edukasi
 Agen pencedera fisik ( mis,  jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
abses, smputasi, terbakar, nyeri
trauma, prosedur operasi)  jelaskan strategi meredakan nyeri
Gejala dan Tanda Mayor  ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
Subjektif mengurangi nyeri
 Mengeluh Nyeri Kolaborasi
Objektif  kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
 Tampak meringis
 Bersikap protektif (mis. Posisi
menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur
Gejala dan tanda Minor
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif
 Tekanan darah meningkat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berfikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait :
 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut
 Glaukoma
3 Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan keperawatan ... x Manajemen hipovolemia
Definisi : penurunan volume cairan 24 jam. Diharapkan status cairan membaik Tindakan
intravaskuler, interstisial, dan atau dengan kriteria hasil : Observasi
intraselular.  Turgor kulit meningkat  Periksa tanda dan gejala hipovolemia
Penyebab  Output urine membaik (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
 Kehilangan cairan aktif  Membran mukosa membaik teraba lemah, tekanan darah menurun,
Gejala dan tanda mayor  Frekuensi nadi membaik tekanan nadi menyempit, turgor kulit
Subjektif :- menurun, membran mukosa kering,
Objektif : volume urine menurun, hematokrit
 Frekuensi nadi meningkat meningkat, haus, lemah)
 Nadi teraba lemah  Monitor intake dan output cairan
 Tekanan darah menurun Terapeutik
 Tekanan nadi menyempit  Hitung kebutuhan cairan
 Turgor kulit menurun Edukasi
 Membran mukosa kering  Anjurkan memperbanyak asupan cairan
 Volume urin menurun oral
 Hematokrit meningkat Kolaborasi
Gejala dan tanda minor  Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
Subjektif perlu
 Merasa lemah
 Mengeluh haus
Objektif
 Pengisian vena menurun
 Status mental berubah
 Suhu tubuh meningkat
 Konsentrasi urin meningkat
 Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait
 Muntah
 Diare

4 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Hipertermia


Definisi : Suhu tubuh meningkat di keperawatan ... x 24 jam. Diharapkan Observasi
atas rentang normal tubuh. termoregulasi membaik dengan kriteria  Identifikasi penyebab hipertermia (misal :
Penyebab hasil : dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
 Dehidrasi  Menggigil menurun pengunaan inkobator)
 Terpapar lingkungan panas  Suhu tubuh membaik  Monitor suhu tubuh
 Proses penyakit (mis: infeksi,  Suhu kulit membaik  Monitor haluaran urine
kanker) Terapeutik
 Ketidaksesuaian pakaian  Sediakan lingkungan yang dingin
dengan suhu lingkungan  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Peningkatan laju metabolisme  Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Respon trauma  Berikan cairan oral
 Aktivitas berlebihan Edukasi
 Penggunaan inkubator  Anjurkan tirah baring
Gejala dan Tanda Mayor Kolaborasi
Subjektif : -  Kolaborasi pemberian cairan dan
Objektif : Suhu tubuh diatas nilai elektrolit intravena, jika perlu
normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: -
Objektif :
 Kulit merah
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
 Proses infeksi
 Hipertiroid
 Stroke
 Dehidrasi
 Trauma
 Prematuritas
5 Risiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan ... x Manajemen Nutrisi
Definisi : berisiko mengalami asupan 24 jam. Diharapkan status nutrisi membaik Observasi
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi dengan kriteria hasil :  Identifikasi status nutrisi
kebutuhan metabolisme  Porsi makanan yang dihabiskan  Identifikasi alergi dan intoleransi
Faktor risiko : meningkat makanan
 Ketidakmampuan menelam  Perasaan cepat kenyang menurun  Identifikasi makanan yang disukai
makanan  Nyeri abdomen menurun  Monitor asupan makanan
 Ketidakmampuan mencerna  Berat badan membaik  Monitor berat badan
makanan  Indeks massa tubuh membaik Terapeutik
 Ketidakmampuan mengabsorbsi  Nafsu makan membaik  Lakukan oral hygiene sebelum makan,
nutrien  Bising usus membaik jika perlu
 Peningkatan kebutuhan  Sajikan makanan yang menarik dan suhu
metabolisme yang sesuai
Kondisi Klinis Terkait :  Berikan makanan tinggi serat untuk
 Kanker mencegah konstipasi
 Infeksi  Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu.
6 Ansietas Setelah dilakukan asuhan keperawatan ... x Reduksi Ansietas
Definisi : Kondisi emosi dan 24 jam. Diharapkan tingkat ansietas Observasi
pengalaman subyektif individu menurun, dengan kriteria hasil :  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
terhadap objek yang tidak jelas dan  Verbalisasi kebingungan menurun (mis, kondisi, waktu, stressor)
spesifik akibat antisipasi bahaya yang  Verbalisasi khawatir akibat kondisi  Identifikasi kemampuan mengambil
memungkinkan individu melakukan yang dihadapi menurun keputusan
tindakan untuk menghadapi ancaman.  Perilaku gelisah menurun  Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
Penyebab:  Perilaku tegang menurun nonverbal)
 Ancaman terhadap kematian Terapeutik
 Kekhawatiran mengalami  Ciptakan suasana terapeutik untuk
kegagalan menumbuhkan kepercayaan
 Kurang terpapar informasi  Temani pasien untuk mengurangi
Gejala dan Tanda Mayor kecemasan, jika perlu
Subyektif :
 Merasa bingung  Pahami situasi yang membuat ansietas
 Merasa khawatir dengan akibat  Dengarkan dengan penuh perhatian
dari kondisi yang dihadapi Edukasi
 Sulit berkonsentrasi  Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
Objektif : mungkin dialami
 Tampak gelisah  Informasikan secara aktual mengenai
 Tampak tegang diagnosis, pengobatan, dan prognosis)
 Sulit tidur  Latih kegiatan pengalihan untuk
Gejala dan Tanda Minor mengurangi ketegangan
Subjektif :  Latih teknik relaksasi
 Mengeluh pusing Kolaborasi
 Anoreksia  Kolaborasi pemberian obat antiansietas,
 Palpitasi jika perlu
 Merasa tidak berdaya
Objektif :
 Frekuensi napas meningkat
 Frekuensi nadi meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Tremor
 Muka tampak pucat
 Suara bergetar
Kondisi Klinis Terkait:
 Penyakit kronis progresif (mis,
kanker)
 Penyakit akut
 Rencana operasi
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2018. Keperawatan Keluarga : Konsep Teori, Proses dan


Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Friedman, Marlyn M. 2016. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori dan
Praktik. Jakarta: EGC
Hidayat, A. 2016. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Padila. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Nuhamedika


Suprajitno. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D. 2017. Buku Ajar Keperawatan
Pediatric. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai