Proposal Penelitian Hannura Hosea A156180281
Proposal Penelitian Hannura Hosea A156180281
Proposal Penelitian Hannura Hosea A156180281
HANNURA HOSEA
A156180281
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
DINAMIKA DAN PROYEKSI URBAN SPRAWL UNTUK ARAHAN
PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PERKOTAAN DI KAWASAN
CEKUNGAN BANDUNG
HANNURA HOSEA
Usulan Penelitian
sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
ii
Disetujui oleh
Dr. Andrea Emma Pravitasari, SP, M.Si Dr. Yudi Setiawan SP, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui Oleh
Dr. Dra. Khursatul Munibah, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom
KATA PENGANTAR
Atas segala rahmat, dan izin Tuhan Yang Maha Esa Penulis dapat
menyelesaikan proposal tesis penelitian dengan judul Dinamika dan Proyeksi
Urban Sprawl untuk arahan Pengendalian Pertumbuhan Perkotaan di Kawasan
Cekungan Bandung. Penulisan karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk melakukan penelitian di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.
Terima kasih kepada Dr. Andrea Emma Pravitasari, SP, M.Si dan Dr. Yudi
Setiawan SP, M.Sc selaku komisi pembimbing yang sudah memberikan arahan dan
saran hingga selesainya penulisan proposal penelitian ini. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu atas
segala bantuan yang telah diberikan. Selanjutnya penulis berharap agar dengan
selesainya penulisan proposal ini akan mempermudah penulis dalam melakukan
penelitian, dan memerikan manfaat terhadap peneliti dan akademisi lainnya.
Hannura Hosea
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR iv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
Kerangka Pikir Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung 4
Perubahan Penggunaan Lahan 4
Model Spasial 5
Urbanisasi 6
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah 8
3 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian 9
Bahan dan Alat 9
Jenis dan Sumber Data 10
Tahapan Penelitian 11
Metode Pengumpulan Data 11
Metode Analisis Data 12
DAFTAR PUSTAKA 21
v
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung atau sering dikenal dengan
Metropolitan Bandung Raya telah ditetapkan oleh Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomer 45 tahun 2018 sebagai kawasan strategis nasional dari sudut
kepentingan ekonomi yang terdiri atas Kawasan Perkotaan inti dan Kawasan
perkotaan di sekitarnya. Kawasan Perkotaan inti terdiri dari Kota Bandung dan
Kota Cimahi. Kawasan Perkotaan di sekitarnya terdiri dari 7 Kawasan Perkotaan di
Kabupaten Bandung Barat, 7 Kawasan Perkotaan di Kabupaten Bandung dan 1
Kawasan Perkotaan di Kabupaten Sumedang. Penataan ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung bertujuan untuk mewujudkan Kawasan Perkotaan yang
berkelas dunia sebagai pusat kebudayaan, pusat pariwisata, serta pusat kegiatan jasa
dan ekonomi kreatif nasional, yang berbasis pendidikan tinggi dan industri
berteknologi tinggi yang berdaya saing dan ramah lingkungan (Presiden Republik
Indonesia 2018).
Luas Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung mencapai 343.267 ha (BPS
Provinsi Jawa Barat 2018) sehingga diperlukan pemahaman yang tepat tentang
penggunaan lahan di Kawasan ini. Penggunaan lahan merupakan informasi yang
sangat penting untuk aplikasi dalam perencanaan perkotaan, administrasi wilayah
dan manajemen lingkungan (Liu et al. 2017). Perkembangan yang cepat dalam
teknologi sensor membuka kesempatan untuk mendapatkan informasi penggunaan
lahan secara detail (Zhao et al. 2016) akibat mudahnya ditemui citra penginderaan
jauh yang dapat diakses secara komersial. Patino dan Duque (2013) juga
menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan dasar untuk memahami
perubahan di dalam penggunaan lahan serta interaksinya dengan sosial dan
lingkungan. Prediksi perubahan penggunaan lahan sering digunakan dengan model
spasial untuk pengambilan keputusan guna melindungi ekosistem perkotaan dan
mendukung pembangunan berkelanjutan. Tobler (1970) merupakan yang pertama
mengaplikasikan model spasial dengan model cellular untuk memodelkan
pertumbuhan kota secara spasial. Model Cellular Automata (CA) merupakan model
yang sering digunakan untuk simulasi dan prediksi perubahan penggunaan lahan.
Urbanisasi merupakan salah satu faktor terpenting yang mendorong
perubahan lahan di wilayah-wilayah metropolitan negara maju (Antrop 2004;
Salvati et al. 2018), begitu juga di negara-negara berkembang salah satunya
metropolitan Semarang (Fadila et al. 2017). Urbanisasi juga telah mendorong
perubahan yang signifikan dalam berkurangnya penggunaan lahan budidaya
pertanian, peternakan, hutan dan dapat juga mendorong perubahan penggunaan
lahan Kawasan Lindung (Salvati et al. 2016). Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung yang juga merupakan Kawasan Metropolitan telah memiliki populasi
penduduk mencapai 9,5 juta jiwa (BPS Provinsi Jawa Barat 2018) dan adanya
peluang industri yang besar di wilayah tersebut akan berdampak pada peningkatan
terjadinya urbanisasi. Urbanisasi ini dapat berdampak baik pada peningkatan
perekonomian karena meningkatnya pendapatan masyarakat, tetapi juga dapat
menjadi masalah besar apabila akibat pertambahan penduduk peningkatan lahan
terbangun terus terjadi dengan tidak didampingi upaya dalam rangka pengendalian
pemanfaatan ruang (Fadila et al. 2017). Urban sprawl yang tidak terkendali
2
merupakan salah satu dampak serius yang akan menyebabkan rusaknya struktur dan
fungsi ekosistem area perkotaan (Lawler et al. 2014) sehingga akan menghambat
dalam pembangunan keberlanjutan sebuah wilayah. Landscape metric sering
digunakan dalam studi perkotaan sebagai indeks numerik yang dapat mengukur
pola spasial lanskap sehingga dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan
perkotaan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Landscape metrik
mempermudah untuk melihat nilai secara kuantitatif terhadap pola perubahan di
lahan terbangun (Magidi dan Ahmed 2018).
Perumusan Masalah
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung yang juga sering dikenal dengan
nama Kawasan Metropolitan Bandung Raya merupakan Kawasan Metropolitan
terbesar ke-3 di Indonesia setelah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang,
Bekasi) dan Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya,
Sidoarjo, Lamongan). Penetapan Perpres No 45 tahun 2018 di Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung dan juga kesempatan Industri yang besar akan mendorong
terjadinya urbanisasi di kawasan ini yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Urbanisasi yang terus berlanjut dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya urban
sprawl yang akan merusak struktur dan fungsi Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka
dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimana perubahan penggunaan/tutupan lahan dan proyeksi tahun 2030 di
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung?
2. Bagaimana urban sprawl, tipologi urban spatial pattern dan tren pertumbuhan
perkotaan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung?
3. Bagaimana keselarasan penggunaan lahan eksisting dan proyeksi lahan
eksisting tahun 2030 dengan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) Perkotaan
Cekungan Bandung?
4. Bagaimana arahan pengendalian urban sprawl pola ruang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotanan Cekungan Bandung?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah serta untuk menjawab pertanyaan
penelitian, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis perubahan penggunaan/tutupan lahan dan proyeksi tahun 2030
di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
2. Menganalisis urban sprawl, tipologi urban spatial pattern dan tren
pertumbuhan perkotaan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
3. Mengevaluasi keselarasan penggunaan/tutupan lahan eksisting dan proyeksi
lahan eksisting tahun 2030 dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung.
4. Merumuskan arahan pengendalian pertumbuhan perkotaan Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
3
Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Sebagai salah satu referensi dalam perumusan kebijakan dan strategi
pengembangan wilayah
2. Sebagai informasi dan pembanding pada riset-riset selanjutnya dalam hal
pengembangan ilmu pengetahuan
Kerangka Pikir Penelitian
Peraturan Presiden No 45 tentang penetapan Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung yang juga dikenal dengan wilayah Metropolitan Bandung Raya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan ini bertujuan
untuk menjadi pusat kebudayaan, pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi
kreatif nasional yang berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi
yang berdaya saing dan ramah lingkungan. Penetapan ini juga akan mendorong
berkembangnya investasi dalam bidang industri dan juga meningkatnya urbanisasi.
Urban sprawl yang tidak terkendali bisa menjadi ancaman keberlanjutan
pengembangan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung akibat dari rusaknya
struktur dan ekosistem kawasan.
Prediksi penggunaan/tutupan lahan dengan CA-Markov, menganalisis nilai
Urban Sprawl, Urban Spatial Patterns, dan keselarasan dengan Rencana Tata
Ruang Kawasan akan membantu dalam memutuskan kebijakan yang sesuai dan
tepat untuk keberlanjutan pengembangan perkotaan di Cekungan Bandung.
Kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Pusat kebudayaan, pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif nasional,
yang berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi yang berdaya saing
dan ramah lingkungan
TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung merupakan kawasan strategis
nasional dari sudut kepentingan ekonomi yang terdiri atas Kawasan Perkotaaninti
dan Kawasan Perkotaan di Sekitarnya yang membentuk Kawasan Metropolitan.
Kawasan Perkotaan Inti terdiri dari Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kawasan
Perkotaan di Sekitarnya yaitu Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan
Kabupaten Sumedang. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
bertujuan untuk mewujudkan Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia sebagai
pusat kebudayaan, pusat pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif
nasional, yang berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi yang
berdaya saing dan ramah lingkungan (Presiden Republik Indonesia 2018).
Luas Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung Mencapai 4795 km2 dengan
total jumlah penduduk 9,5 juta jiwa. Kota Bandung memiliki luas 167 km2 dan Kota
Cimahi 39,27 km2. Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Sumedang secara berturut-turut memiliki luas 1767,96; 1305,77; dan 1518,33 km2.
Jumlah penduduk pada tahun 2017 di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten
Bandung Barat, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang secara berturut
turut yaitu 2497,94; 601,10; 1666,51; 3657,60; 1146,44 ribu jiwa dengan laju
pertumbuhan 0,29; 1,19; 1,10; 1,70; dan 0,38 % (BPS Provinsi Jawa Barat 2018).
Model Spasial
Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi
dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan langsung
maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat). Karena model
merupakan abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks
daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili
berbagai aspek dari realitas itu sendiri (Marimin 2005). Model perubahan
penggunaan lahan dapat didefinisikan sebagai alat untuk mendukung analisis
penyebab dan konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan (Verburg et al. 2004).
Model perubahan penggunaan lahan dapat memainkan peran penting dalam
penilaian dampak dari kegiatan masa lalu di bidang lingkungan maupun
sosialekonomi. Pendekatan dan simulasi dari interaksi lokasi dengan lingkungan
secara langsung telah terbukti secara empiris menjadi pendorong penting terjadinya
perubahan penggunaan lahan (O'Sullivan dan Torrens 2000; Verburg et al. 2004).
Secara umum Briassoulis (2000) menggambarkan klasifikasi pemodelan untuk
analisis penggunaan lahan dan perubahannya. Model-model ini dikelompokkan ke
dalam lima kelompok besar yaitu model statistik dan ekonometrik, model interaksi
spasial, model optimisasi, model terpadu (intergrated model) dan pendekatan model
lainnya.
Sebagai alat pembelajaran dalam mengungkap faktor pendorong dan
dinamika sistem perubahan penggunaan lahan, model perubahan penggunaan lahan
berperan penting dalam mengeksplorasi perkembangan sistem penggunaan lahan
masa depan. Sistem fungsional dari model perubahan penggunaan lahan dapat
digali melalui skenario dan visualisasi konfigurasi penggunaan lahan, sehingga
menghasilkan keputusan kebijakan dan perkembangan sistem penggunaan lahan.
Eksplorasi dan kapasitas proyektif, memungkinkan model penggunaan lahan dapat
digunakan sebagai alat komunikasi dan pembelajaran lingkungan bagi para
pemangku kepentingan (Latuamury 2013). Penelitian tentang pemodelan
penggunaan lahan dan lahan sawah secara khusus telah banyak di lakukan. Oh et
al. (2010) memprediksi terjadinya konversi lahan sawah berdasarkan skenario
perubahan iklim menggunakan model CLUE di Yongin, Icheon, and Anseong,
Korea Selatan. Berdasarkan skenario iklim, sebagian besar lahan sawah di wilayah
penelitian terkonversi menjadi permukiman. Warlina (2007) dalam penelitiannya
6
Urbanisasi
Konsep urbanisasi beragam menurut para ahli, menurut Puisant dan Weber
(2002), urbanisasi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyangkut proses
pewilayahan dan sosial ekonomi yang menyebabkan transformasi secara umum
7
berbagai kelas tutupaan lahan dan penggunaan lahan. Jika mengacu kepada sensus
yang dilakukan oleh Prancis dan Amerika proses urbanisasi berkaitan erat dengan
konsentrasi penduduk dan kegiatannya yang berpengaruh terhadap terjadinya
agregasi daerah perkotaan yang didalamnya terdapat ratusan ribu penduduk.
Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan perkotaan terkait dengan
kegiatan sosial-ekonomi (Lambin et al. 2003; Small dan Cohen 2004; Doll et al.
2006; Avelar et al. 2009), dan urbanisasi meliputi pertumbuhan fisik kota dan
pergerakan orang ke daerah perkotaan. Arus migrasi terus menerus sebagian besar
telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan daerah terbangun atau
permukiman. Salah satu efek utama dari situasi seperti ini adalah transformasi dari
struktur pemukiman. Xian dan Crane (2005) menyebutkan bahwa informasi yang
akurat dan terkini tentang status dan kecenderungan ekosistem perkotaan yang
dibutuhkan untuk mengembangkan strategi pembangunan berkelanjutan dan untuk
meningkatkan kemampuan hidup perkotaan (liveability).
Pertumbuhan perkotaan yang dramatis telah menyebabkan perubahan
penggunaan lahan dan tutupan lahan yang cepat (Seto dan Shepherd 2009; Okata
dan Murayama 2010). Daerah perkotaan telah tumbuh begitu pesat dalam beberapa
dekade terakhir sehingga sangat penting untuk memiliki data penggunaan lahan dan
peta perubahan tutupan lahan dengan kualitas baik dan terus diperbarui secara
teratur untuk membantu memantau, menilai, dan memahami tingkat dan bentuk
pertumbuhan perkotaan (Schneider dan Woodcock 2008).
Menurut Weng (2012) penginderaan jauh memberikan informasi gambar
spasial yang konsisten yang mencakup area yang luas dengan baik resolusi spasial
tinggi dan frekuensi temporal yang tinggi. Penginderaan jauh merupakan alat
penting untuk memberikan informasi mengenai karakteristik penggunaan lahan
perkotaan dan perubahan dari waktu ke waktu pada berbagai skala spasial dan
temporal (Herold et al. 2003; Longbotham et al. 2012; Taubenböck et al. 2012).
Oleh karena itu, penting untuk menggabungkan parameter turunan penginderaan
jauh dengan parameter sosial ekonomi untuk menganalisis perubahan
spasialtemporal pertumbuhan perkotaan (Bagan dan Yamagata 2012).
Menurut Verburg et al. (2004), model perubahan penggunaan lahan
didasarkan pada teknologi geospasial, multi-temporal penginderaan jauh dan
analisis spasial, telah terbukti sangat bermanfaat, efisien untuk menganalisis
kegiatan konversi lahan lintas ruang dan waktu. Serta mampu memantau
pertumbuhan kota (Bhatta 2009; Kumar et al. 2011; Basawaraja et al. 2011;
Taubenböck et al. 2012), keuntungan utama dari penggunaan model perubahan
lahan adalah kemampuan dari model untuk menentukan dan mengukur faktor
penyebab perubahan penggunaan lahan secara spatiotemporal (Poelmans dan Van
Rompaey 2010; Arsanjani et al. 2013; Tayyebi dan Pijanowski 2014). Verburg et
al. (2004) membagi faktor penyebab ke dalam lima kategori: (a) karakteristik
lingkungan, (b) faktor sosial, (c) faktor ekonomi, (d) kebijakan tata ruang, dan (e)
interaksi lingkungan spasial. Variabel lingkungan menghubungkan model
pertumbuhan perkotaan untuk teori-teori ekonomi (misalnya, model inti-pinggiran
oleh Krugman (1991) dikutip dalam Dendoncker et al. 2007). Terlepas dari
sejumlah besar faktor penyebab, sebagian besar studi empiris mengoperasionalkan
8
METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan Penelitian
Secara umum penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1) Tahap Studi Literatur
Tahap studi literatur dilakukan pada awal penelitian untuk memperkaya
pemahaman terkait topik penelitian, memahami teori-teori yang relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan, serta memahami penelitian-
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
2) Tahapan Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data terdiri dari pengumpulan data melalui survei
primer dan sekunder.
3) Tahapan Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data merupakan tahap analisis data yang dilakukan
berdasarkan metode-metode analisis yang telah dipilih untuk menjawab
tujuan penelitian.
4) Tahap Pembahasan Hasil Olahan Data
Tahap ini merupakan tahap pembahasan, interpretasi, dan perumusan hasil
analisis untuk menjawab tujuan penelitian. Hasil analisis yang diperoleh
pada tahap pengolahan data diinterpretasikan serta dideskripsikan dengan
bantuan gambar, tabel, dan grafik.
5) Tahap Penulisan Tesis
Pada tahap ini dilakukan penyusunan tesis yang merupakan sintesa
hasil dari seluruh kegiatan penelitian. Pada tahap ini juga dilakukan
penyusunan sintesa dari hasil-hasil pada tujuan penelitian dan dilakukan
penyusunan kesimpulan.
Validasi
Tabel 2. Matriks Rangkuman Tujuan, Jenis Data, Teknik Analisis dan Output
Tujuan Input Data Teknik Analisis Output
1. Menganalisis Data Batas Supervised Penggunaan Lahan
Perubahan Administrasi (Maximum Cekungan
Penggunaan/tutupan Cekungan Likelihood) Bandung 2000,
Lahan dan Proyeksi Bandung CA-Markov 2010, 2020
Penggunaan/tutupan Citra Landsat
Lahan tahun 2030 2000, 2010, 2020
kemungkinan yang dapat dihasilkan dari suatu model (Fu et al. 2018). Menurut
Guan et al. (2011), model Cellular Automata memiliki 5 komponen utama, yaitu:
(a) Lattice atau Grid: Ruang dimana sel tersebut berada, (b) Cell state: keadaan sel
dalam satu satuan waktu, (c) Neighborhood: Sistem ketetanggaan dan interaksi
antar sel, (d) Transition rule: Aturan perubahan dari satu sel menuju sel lainnya, (e)
Temporal space: Satuan waktu dimana akan dilakukan pengamatan dan prediksi
terhadap perubahan sel.
Aturan perubahan karakteristik sel dalam cellular automata ditentukan oleh
aturan transisi untuk membentuk beberapa kemungkinan yang terjadi pada satuan
waktu tertentu berdasarkan suatu aturan transisi (Mitsova et al. 2011). Model
Markov Chain merupakan model yang berdasar pada proses acak dalam
menentukan prediksi dan teori control optimal (Jiang et al. 2009). Perhitungan yang
dilakukan dalam model markov chain adalah menggunakan tabulasi silang antara
data pada waktu awal (t) dan waktu akhir (t+1) pada suatu pengamatan. Analisis
markovian menggunakan matriks untuk menghasilkan peluang transisi antara dua
data pada satuan waktu yang berbeda dan memprediksi perubahan yang terjadi pada
masa yang akan datang berdasarkan peluang tersebut (Sang et al. 2011).
Model Markov menentukan aturan transisi dalam model yang akan disusun
sementara model CA berfungsi untuk menentuka distribusi spasial, fungsi
ketetanggaan dan interaksi antar sel. CA memiliki kemampuan untuk
mensimulasikan karakteristik spasio-temporal dari suatu sistem penggunaan lahan,
dan dapat digunakan untuk mensimulasikan perilaku dalam sistem tersebut yang
tidak dapat ditentukan hanya melalui satu persamaan matematis. Sedangkan
markov chain memiliki kemampuan untuk memprediksi karakteristik geografis
dalam dua satuan waktu tertentu melalui suatu proses stokastik. Dalam
memodelkan LUC (Land Use Change), penggunaan lahan dianggap sebagai proses
stokastik oleh markov chain dan sistem ketetanggaan. Bekerja seperti kondisi rantai
yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain (Clancy et al., 2010). Model
CA-Markov dilakukan menggunakan software TerrSet, dalam implementasinya
dapat dilakukan dalam 4 langkah sebagai berikut:
1. Menghitung Matriks Transisi Menggunakan Markov Chain untuk
memprediksi matriks transisi penggunaan lahan. Matriks probabilitas
dihasilkan melalui perbandingan dengan peta penggunaan lahan eksisting
dan tahun sebelumnya. Kemudian, matriks probabilitas transisi untuk
periode tahun simulasi dapat diprediksi berdasarkan formula sebagai
berikut:
𝑃(𝑁) = 𝑃(𝑁−1) ∗ 𝑃
Dimana eik adalah total panjang (m) kelas I dalam landscape dan A
adalah total luas landscape dalam meter persegi untuk kemudian dikalikan
10.000 menjadi satuan hektar. Ilustrasi nilai metrik ED dalam suatu
landscape digambarkan dalam Gambar 5
Dimana, hijr adalah jarak (m) antara cell ijr dalam patch ij dan titik
centroid pada patch ij (jarak antar cell dihitung berdasarkan jarak antar cell
center ke cell center), dan z adalah jumlah cell dalam patch ij. Nilai
GYRATE direpresentasikan dalam meter dengan rentang nilai mulai dari 0.
Ilustrasi nilai metrik GYRATE dalam suatu landscape digambarkan dalam
Gambar 6.
Dimana gii adalah angka kedekatan pixel pada patch tipe I, gik
adalah angka kedekatan pixel pada patch tipe I dan k, dan P adalah
presentase/proporsi landscape yang ditempati oleh patch tipe i. Ilustrasi
nilai metrik CLUMPY dalam suatu landscape digambarkan dalam gambar
7.
18
DAFTAR PUSTAKA
Amalia IR. 2015. Model perubahan penggunaan lahan padi sawah di Kabupaten
Karawang menggunakan cellular automata-Markov chain [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Antrop M. 2004. Landscape change and the urbanization process in Europe.
Landscape and Urban Planning. 67(2004):9-26. doi:10.1016/S0169-
2046(03)00026-4.
Arsanjani J, Helbich M, Kainz W, Darvishi A. 2013. Integration of logistic
regression, Markov chain and cellular automata models to simulate urban
expansion – the case of Tehran. International Journal of Applied Earth
Observation and Geoinformation 21:265–275.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air Jilid Kedua. Bogor (ID): IPB Press.
Avelar S, Zah R, Tavares C. 2009. Linking socioeconomic classes and land cover
data in Lima, Peru: Assessment through the application of remote sensing
and GIS. International Journal of Applied Earth Observation and
Geoinformation. 11:27–37.
Bagan H, Yamagata Y. 2012. Landsat analysis of urban growth: How Tokyo
became the world's largest megacity during the last 40 years. Remote
Sensing of Environment 127:210–222.
Basawaraja R, Chari K, Mise S, Chetti S. 2011. Analysis of the impact of
urbansprawl in altering the land use, land-cover pattern of Raichur City,
India, using geospatial technologies. Journal of Geography and Regional
Planning 4(8):455-462.
Bhatta B. 2009. Analysis of urban growth pattern using remote sensing and GIS: a
case study of Kolkata, India, International Journal Remote Sensing,
30:4733–4746.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2018. Provinsi Jawa Barat dalam
Angka 2018. Jawa Barat (ID): BPS Provinsi Jawa Barat.
Briassoulis, H. 2000. Analysis of land Use Change, Theoretical and Modeling
Approaches. Regional Research Institute, West Virginia University.
Brody SD, Kim H, Gunn J. 2013. The Effect of Urban Form on Flood Damage
along the Gulf of Mexico Coast. Journal of American Planning Association.
5:289-306.
Chen Q, Mynett AE, Minns AW. 2002. Application of cellular automata to
modelling competitive growths of two underwater species Chara aspera
and Potamogeton pectinatus in Lake Veluwe. Ecological Modelling
147:253-265. https://doi.org/10.1016/S0304-3800(01)00428-8.
Cheng J. 2011. Exploring urban morphology using multi-temporal urban growth
data: a case study of Wuhan, China. Asian Geographer 28:85–103.
Clancy D, Tanner JE, McWilliam S. 2010. Quantifying Parameter Uncertainty in A
Coral Reef Model Using Metropolis-Coupled Markov Chain. Ecological
Model. 221:1337–1347.
Dendoncker N, Rounsevell M, Bogaert P. 2007. Spatial analysis and modelling of
land use distributions in Belgium. Computers, Environment and Urban
Systems 31:188–205.
Doll CNH, Muller JP dan Morley JG. 2006. Mapping regional economic activity
from night-time light satellite imagery. Ecological Economics 57:75–92.
22
Magidi J, Ahmed F. 2018. Assessing urban sprawl using remote sensing and
landscape metrics: A Case study of City of Tshwane, South Africa (1984-
2015). The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space
Sciences.https://doi.org/10.1016/j.ejrs.2018.07.003.
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor (ID): IPB Press.
McGarigal K, Marks BJ. 1995. FRAGSTATS: Spatial Pattern Analysis Program for
Quantifying Landscape Structure. Corvallis (US): United States
Department of Agriculture.
Mehebub S, Hong H, Sajjad H. 2018. Analyzing urban spatial patterns and trend of
urban growth using urban sprawl matrix: A study on Kolkata urban
agglomeration, India. Science of the Total Environment. 628:1557-1566
Mitsova D, Shuster W, Wang X, 2011. Cellular Automata Model of Land Cover
Change to Integrate Urban Growth with Open Space Conservation.
Landscape and Urban Planning. 99:141-153.
Munibah K, Sitorus SRP, Rustiadi E, Gandasasmita K, Hartrisari. 2009. Model
hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian dan
permukiman (studi kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten). Jurnal Tanah
dan Lingkungan. 11(1):32-40.
Oh YG, Yoo SH, Lee SH, Choi JY. 2011. Prediction of paddy field change based
on climate change scenarios using the CLUE model. Paddy Water Environ.
9: 309-323.
Okata J, Murayama A. 2010. Tokyo's urban growth, urban form and sustainability,
In A. Sorensen and J. Okata (Eds.).Megacities: Urban form, governance,
and sustainability :15–41.
O’Neill RV, Krummel JR, Gardner RH, Sugihara G, Jackson B, Deangelis DL,
Milne BT, Turner MG, Zygmunt B, Christensen SW et al. 1988. Indices of
landscape pattern. Landscape Ecology 1:153–162.
O´Sullivan D, Torrens PM. 2000. Cellular models of urban systems, CASA Working
Paper. University College London.
Patino JE, Duque JC. 2013. A review of regional science applications of satellite
remote sensing in urban settings. Computers, Environement and Urban
Systems. 37:1-17. http://dx.doi.org/10.1016/j.compenvurbsys.2012.06.003.
Pethe A, Nallathiga R, Gandhi S, Tandel V. Re-thingking Urban Planning in India:
Learning from the wedge between the de jure and de facto development in
Mumbai. Cities 39:120-132
Poelmans L, Van Rompaey A. 2010. Complexity and performance of urban
expansion models. Computer Environment Urban System 34:17–27.
Puisant A, Weber C. 2002. The Utility of Very High Spatial Resolution Images to
Identify Urban Objects. Geocarto International 17:33-43
Presiden Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID)
Presiden Republik Indonesia. 2018. Peraturan Presiden tentang Rencana tata ruang
kawasan perkotaan cekungan bandung. Jakarta (ID)
24