Identifikasi Cendawan Entomopatogen
Identifikasi Cendawan Entomopatogen
Identifikasi Cendawan Entomopatogen
I.1. Pendahuluan
Pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
manusia terutama kebutuhan pangan, kegiatan ini dilakukan dengan cara
memmbudidayakan tanaman, kegiatan budidaya tanaman ini tentu tidak dapat
dipisahkan dari beberapa hambatan dalam produksinya sepeti gangguan OPT
yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada tanaman sehingga
menyebabkan penurunan hasil produksi tanaman Kegiatan budidaya tanaman
membutuhkan pengetahuan tentang pengelolaan tanaman, pengetahuan
tentang OPT, dan upaya pengendaliannya. Pengetahuan tentang pola sebaran
suatu OPT dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan tindakan upaya
pengendalian OPT pada lahan pertanian dibedakan menjadi 3 jenis yaitu
hama, penyakit dan gulma.
Priyatno et al., (2016) menyatakan bahwa Serangga merupakan jenis OPT
hama yang paling banyak dijumpai dilahan pertanian OPT ini yang
menyebabkan gangguan pada seluruh siklus pertumbuhan tanaman. Serangga
mengganggu pertumbuhan tanaman sejak fase benih, fasevegetatif, primordia,
pembungaan hingga keseluruhan fase generatif tanaman. Apabila tingkat
OPT melebihi ambang batas maka akan menyebabkan kerugian. Oleh karena
itu, perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap OPT tersebut. Salah satu
pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengontrol populasi hama serangga
ialah Pengendalian hayati. Prinsip pengendalian ini adalah dengan cara
memanfaatkan organisme lain untuk mengendalikan populasi dari hama. Salah
satu jenis organisme yang mampu mengurangi jumlah populasi serangga hama
yaitu patogen. Jenis patogen yang mampu dijadikan sebagai agen
pengendalian hayati yaitu nematode entomopatogen (NEP) dan cendawan
entomopatogen.
Jamur B.bassiana mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, mudah
diproduksi dan pada kondisi yang kurang menguntungkan dapat membentuk
spora yang mampu bertahan lama di alam Beauveria bassiana dapat diisolasi
dari serangga yang mati karena terinfeksi B. bassiana dan dari tanaman
maupun tanah. hifa jamur B. bassiana berwarna putih apur seperti kapas. Ulat
hongkong yang mati desebabkan jamur jenis ini akan tampak pada integument
luarnya hifa-hifa yang berwarna putih kapur.
Menurut (Rachmawati et al., 2016) morfologi dari jamur B. bassiana
dapat diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil identifikasi
morfologi secara makroskopis, menunjukkan ciri yakni koloni berwarna putih
seperti kapas, dan pada bawah permukaan cawan petri berwarna putih
kekuningan, biakan yang telah bersporulasi menghasilkan kumpulan spora
seperti tepung. Koloni jamur B. bassiana pada media PDA cawan petri akan
membentuk lapisan seperti tepung, jarang membentuk sinema dan koloni
bagian pinggir berwarna putih dan menjadi kuning pucat, terkadang sedikit
kemerahmerahan. Morfologi mikroskopis B. bassiana yakni spora berbentuk
bulat, dengan warna hialin, dan spora muncul ujung percabangan konidiofor
Selama ini pembiakan NEP dan cendawan entomopatogen masih
terbatas menggunakan cara in vivo yaitu pembiakan dengan menggunakan
larva serangga, diantaranya ulat hongkong (Tenebrio molitor) atau ulat
bamboo (Galeria melonella) dan ulat jagung (H. armigera). Kendala
menggunakan cara pembiakan secara in vivo adalah ketergantungan pada stok
serangga inang. Oleh sebab itu perlu dicari media pengembangbiakan secara
in vitro yang murah dan mudah digunakan petani. (Indriyanti et al., 2015)
Ulat hongkong ini merupakan larva dari serangga Tenebrio molitor.
Ulat hongkong ini dapat digunakan sebagai umpan untuk mendapatkan
nematoda entomopatogen dengan teknik pengumpanan (soil baiting
technique). Teknik pengumpanan dengan menggunakan umpan larva T.
molitor merupakan salah satu cara untuk mendapatkan nematoda
entomopatogen dengan mudah, karena Larva ini pakan untuk burung sehingga
banyak tersedia dan mudah dicari dipasaran (Saputra et al., 2017).
Menurut (Apriliyanto dan Suhastyo (2019) Jamur entomopatogen yang
virulen dapat diperoleh dari hama target atau dari rizosfir pada ekosistem
pertanaman di mana hama tersebut berada, karena tanah merupakan reservoir
alami bagi jamur entomopatogen. Virulensi isolat sangat beragam tergantung
dari asal isolat, serangga inang, maupun kondisi ekologi setempat. Untuk
memperoleh isolat yang virulen maka langkah awal yang dapat dilakukan
adalah eksplorasi dari berbagai lokasi yang berbeda.
I.2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini ialah untuk mengetahui cara
memperoleh cendawan jamur entomopatogen dari tanah menggunakan metode
pemancingan dengan serangga (insect bait method).
I.3. Bahan dan Metode
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah sebagai berikut:
1) Nampan plastik ukuran 35×28×7 cm sebanyak 5 buah
2) Ayakan tanah 600 mesh
3) Hand sprayer
4) Kain kasa hitam ukuran 30×50 cm
5) Pinset
6) Label
7) Pensil
8) Alat untuk mengambil tanah (linggis/ parang/ pisau)
Adapun bahan yang akan digunakan dalam praktikum ini ialah :
1) Larva T. molitor instar ke-3 sebanyak 10 ekor per nampan
2) Aquadest 1 L
3) Tanah dari perakaran yang sehat
4) Karet gelang
S
Pengamatan hari ke-1 Pengamatan hari ke-2