Kelompok 1 - Hipotermi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

Disusun Oleh:
KELOMPOK I
1. AGNES M.R WASAK LODANG
2. AMELIA ALBERTINA DJULI
3. ANJELINA LAKA TAMAR
4. ANSELINDRA P. LONDU HAU
5. ANTONETA PATI
6. ANUS LANDUKARA
7. APRIANI MBURU PANDA HUKI
8. ARIF RIDWAN

TINGKAT IIA
DOSEN PEMBIMBING:
1. INEKE NOVIANA S.Tr Kep, M.Tr Kep
MATA KULIA: KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU
2020-2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipotermia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan suhu tubuh dari

batas normal menjadi <35oC atau 95oF secara involunter. Hipotermia terjadi

karena pelepasan panas melalui konduksi, konveksi, radiasi, atau evaporasi.

Lokal cold injury dan frostbite terjadi karena hipotermia menyebabkan

penurunan viskositas darah dan kerusakan intraseluler (intracellular injury).

Hipotermia dapat dikategorikan sebagai hipotermia ringan (32 – 35oC),

hipotermia sedang (28 – 31oC) dan hipotermia berat (dibawah 28oC). Gejala yang

sering terjadi mulai dari pusing, menggigil, hingga halusinasi seperti orang yang

kesurupan. Meskipun gejala awal yang terjadi hanya gejala ringan, penyakit ini

banyak menyebabkan kematian. Faktor risiko hipotermia semakin meningkat

pada orang tua, anak – anak, pecandu alkohol dan pendaki gunung (Setiati,

2014).

Pendakian atau mendaki gunung merupakan sebuah kegiatan outdoor

yang dapat dilakukan oleh setiap orang, asalkan memiliki kemampuan fisik yang

memadai. Fenomena mendaki gunung sekarang tidak hanya dilakukan oleh

orang-orang terlatih, tetapi banyak mahasiswa maupun remaja yang melakukan

pendakian tanpa memiliki kemampuan dan persiapan yang matang hanya untuk

sekedar mengikuti tren tanpa mengetahui risiko yang mungkin terjadi. Kegiatan

mendaki gunung ini memiliki risiko yang mengancam keselamatan fisik maupun
jiwa para pendaki. Untuk meminimalkan risiko tersebut ada beberapa persiapan yang
harus disiapkan guna mencegah terjadinya hipotermia pada saat pendakian.

Pada Desember tahun 2014 ditemukan seorang peneliti dari LIPI meninggal

dunia di gunung Binaya.

1.2 TUJUAN

Mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kemampuan

Pertolongan Pertama Hipotermia.

1.3 MANFAAT

Sebagai bahan tinjauan keilmuan dibidang keperawatan gawat darurat

sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik dalam menerapkan

asuhan keperawatan khususnya dalam perawatan kegawatdaruratan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Risiko hipotermia ialah berisiko mengalami kegagalan termoregulasi yang dapat


mengakibatkan suhu tubuh berada di bawah rentang normal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Suhu normal bayi baru lahir adalah 360- 36,40 celcius (suhu aksila), dan 36,50-370
celsius (suhu rektal) (Maryunani, 2008).

 Faktor Risiko

a. Berat badan ekstrem


b. Kerusakan hipotalamus
c. Konsumsi alkohol
d. Kurangnya lapisan lemak subkutan
e. Suhu lingkungan rendah
f. Malnutrisi
g. Pemakaian pakaian yang tipis
h. Penurunan laju metabolisme
i. Terapi radiasi
j. Tidak beraktivitas
k. Transfer panas (mis, konduski, konveksi, evaporasi, radiasi)
l. Trauma
m. Prematuritas
n. Penuaan
o. Bayi baru lahir
p. Berat badan lahir rendah
q. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan hipotermia
r. Efek agen farmakologis
 Kondisi klinis terkait
a. Berat badan ekstrem
b. Dehidrasi
c. Kurang mobilitas fisik

B.ETIOLOGI

Hipotermia terjadi ketika panas yang dihasilkan tubuh tidak sebanyak panas yang hilang.
Sejumlah kondisi yang berpotensi membuat panas tubuh banyak hilang dan menyebabkan
hipotermia, yaitu:

 Terlalu lama berada di tempat dingin.


 Mengenakan pakaian yang kurang tebal saat cuaca dingin.
 Terlalu lama mengenakan pakaian basah.
 Terlalu lama di dalam air, misalnya akibat kecelakaan kapal.

Hipotermia dapat dialami oleh siapa saja. Namun, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko
seseorang mengalami hipotermia, yaitu:

 Usia. Hipotermia rentan dialami oleh bayi dan lansia.


 Kelelahan.
 Gangguan mental, misalnya demensia.
 Konsumsi alkohol dan NAPZA.
 Konsumsi obat-obatan untuk depresi dan obat penenang.
 Hipotiroidisme, radang sendi, stroke, diabetes, dan penyakit Parkinson.

Pada bayi, suhu yang terlalu dingin bisa membuat bayi mengalami keringat dingin akibat
hipotermia.
Gejala Hipotermia

Gejala hipotermia bervariasi, tergantung kepada tingkat keparahannya. Berikut ini


merupakan gejala hipotermia dari yang ringan hingga berat:

 Kulit pucat dan terasa dingin ketika disentuh


 Mati rasa
 Menggigil
 Respons menurun
 Gangguan bicara
 Kaku dan sulit bergerak
 Penurun kesadaran
 Sesak napas hingga napas melambat
 Jantung berdebar hingga denyut jantung melambat

Pada bayi, hipotermia ditandai dengan kulit yang terasa dingin dan terlihat kemerahan. Bayi juga
terlihat diam, lemas, dan tidak mau menyusui

Tanda Hipotermia

1.       Hipotermia sedang:


a.       Kaki teraba dingin
b.      Kemampuan menghisap lemah
c.       Tangisan lemah
d.      Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
2.      Hipotermia berat
a.       Sama dengan hipotermia sedang
b.      Pernafasan lambat tidak teratur
c.       Bunyi jantung lambat
d.      Akan timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolic

3.      Stadium lanjut hipotermia


a.       Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
b.      Bagian tubuh lainnya pucat
c.       Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan
d.      (sklerema)

Menurut tingkat keparahannya, Gejala Klinis hipotermia dibagi menjadi 3 ,


1.      Mild atau ringan (34-36°c)
a.       Sistem saraf pusat: amnesia, apati, terganggunya persepsi halusinasi
b.      Cardiovaskular: denyut nadi cepat lalu berangsur melambat, meningkat4nya tekanandarah,
c.       Penafasan: nafas cepat lalu berangsur melambat,
d.      Saraf dan otot: gemetar, menurunnya kemampuan koordinasi otot
2.      Moderate, sedang (30–34°C)
a.       Sistem saraf pusat: penurunan kesadaran secara berangsur, pelebaran pupil
b.      Cardiovaskular: penurunan denyut nadi secara berangsur
c.       Pernafasan: hilangnya reflex jalan nafas(seperti batuk, bersin)
d.      Saraf dan otot: menurunnya reflex, berkurangnya respon menggigil, mulai munculnya kaku
tubuh akibat udara dingin
3.      Severe, parah (<30°C)
a.       Sistem saraf pusat: koma,menurunnya reflex mata(seperti mengdip
b.      Cardiovascular: penurunan tekanan darah secara berangsur, menghilangnya tekanan  darah
sistolik
c.       Pernafasan: menurunnya konsumsi oksigen
d.      Saraf dan otot: tidak adanya gerakan, menghilangnya reflex perifer

C. PATOFISIOLOGI
Kegagalan untuk mengahasilkan panas yang adekuat disebabkan tidak adanya jaringan
adipose cokelat (yang mempunyai aktivitas metabolik yang tinggi), pernafasan yang lemah
dengan pembakaran oksigen yang buruk, dan masukan makanan yang rendah. Kehilangan panas
yang meningkat karena adanya permukaaan tubuh yang relative besar dan tidak adanya lemak
subkutan, tidak adanya pengaturan panas bayi sebagai disebabkan oleh panas 13 immature dari
pusat pengaturan panas dan sebagian akibat kegagalan untuk memberikan repson terhadap
stimulus dari luar. Keadaan ini sebagian disebabkan oleh mekanisme keringat yang cacat,
demikian juga tidak adanya lemak subkutan. (Maryunani, 2013)

 Seorang anestesiologist harus mengetahui management control termoregulasi pasien.


Tindakan anestesi mennyebabkan gangguan fungsi termoregulator yang
ditandai dengan peningkatan ambang respon terhadap panas  dan penurunan ambang
respon t e r h a d a p   d i n g i n . H a m p e r s e m u a o b a t - o b a t a n a s t e s i m e n g g a n g g u
respon termoregulasi.
Temperature inti pada anastesi umum akan mengalami penurunan
antara 1,0-1,5C selama satu jam pertama anestesi yang diukur pada
membrane timpani. Sedangkan pada anestesi spinal dan epidural
menurunkan ambang vasokonstriksi dan menggigil pada tingkatan yang
berbeda, akan tetapi ukurannya kurang dari 0,6˚C dibandingkan anestesi
umum dimana pengukuran dilakukan diatas ketinggian blok.
Pemberian obat local anestesi untuk sentral neuraxis tidak langsung
berinteraksi dengan pusat control yang ada di hipotalamus dan pemberian
local anestesi intravena pada dosis equivalen plasma level setelah anestesi
regional tidak berpengaruh terhadap termoregulasi.
Mekanisme gangguan pada termogulasi selama anestesi regional
tidak diketahui dengan jelas, tapi diduga perubahan system termogulasi
ini disebabkan pengaruh blukade regional pada jalurinformasi
termalaveren.

D. PATHWAY
1. Pathway Hipotermia

Obat-obatan

Kekurangan Yodium
Faktor Lingkungan (Radiasi, Disfungsi Hipotalamus
Evaporasi, Konveksi, Konduksi) Defisit Hormon Tiroid

Defisit Hormon Epinefrin


Penurunan BMR

Hipotermia

Metabolisme Lemak Coklat


Metabolisme Meningkat Vasokonstriksi

Penggunaan Glukosa Akral Dingin Pucat


Bilirubin Asam Lemak
Cutis
Jaondice Asidosis Metabolik Penggunaan O 2
Marmorata

Neonatal Jaondice Hipoglikemi Produksi Surfaktan Kerusakan Integritas


Kulit

Risiko
Distress Hipoksemia
Gangguan Ketidakstabilan
Pernafasa
Pertukaran Gas Kadar Gula
n
Penurunan
Restraksi Subcostal Respiratori kerja
Gruting otak

Gangguan Pola
Risiko Perfusi Jaringan
Nafas
Tidak Efektif
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

2.6 Penatalaksanaan
1.      Penstabilan suhu tubuh dengan menggunakan selimut hangat (tapi hanya pada bagian dada,
untuk mencegah turunnya tekanan darah secara mendadak) atau menempatkan pasien di ruangan
yang hangat. Berikan juga minuman hangat(kalau pasien dalam kondisi sadar).
2.      Radiant Warner adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-
tindakan.
3.      Servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan
mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).
4.      Melakukan tujuh rantai hangat, yaitu menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering,
bersih, penerangan cukup.
5.      Mengeringkan tubuh bayi segera ssetelah lahir dengan handuk kering dan bersih
6.      Memberi ASI sedini mungkin dalam waktu 30 menit setelah melahirkan agar bayi memperoleh
kalori.
7.      Mempertahankan kehangatan pada bayi.
8.      Memberi perawatan bayi baru lahir yang memada
9.      melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan / perawatan bayi baru lahir
10.  Menunda memandikan bayi baru lahir :
a.        pada bayi normal tunda memandikannya sampai 24 jam.
b.       pada bayi berat badan lahir rendah tunda memandikannya lebih lama lagi.
11.  Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus  dibiarkan
telanjang untuk keperluan observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan dibawah
cahaya penghangat.Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap berada
dalam  keadaan hangat.
12.  Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas tubuh  akibat
penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi penutup kepala.
13.  Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala
diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila
tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimu.
14.  Pada bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas
tungku.
15.  Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada jarak setengah
meter diatas bayi.
16.   Terapi yang bisa diberikan untuk orang dengan kondisi hipotermia, yaitu jalan nafas harus tetap
terjaga juga ketersediaan oksigen yang cukup.

G. PENDIDIKAN KESEHATAN

BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipotermia


1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam
menggali permasalahan yang dialami klien meliputi usaha pengumpulan data tentang status
kesehatan seorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan
(Muttaqin, 2011). Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang
terorganisasi, dan meliputi empat aktivitas dasar atau elemen dari pengkajian yaitu pengumpulan
data secara sistematis, memvalidasi data, memilah, dan mengatur data, dan mendokumentasikan
data dalam format (Wartonah, 2015). Pengkajian keperawatan pada bayi BBLR meliputi :
a. Biodata (Maryunani, 2013)
1) Identitas bayi : nama, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada.
2) Identitas orang tua : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.

b. Keluhan utama : bearat badan < 2500 gr, tinggi badan < 45 cm, lingkar dada < 30 cm, lingkar
kepala < 33 cm, hipotermia.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat penyakit dahulu
1) Masalah yang berkaitan dengan ibu (Pantiawati, 2010)
Penyakit yang berkaitan dengan ibu seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, absorpsio
plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan diabetes millitus. Status sosial
ekonomi yang rendah, dan tiadanya perawatan sebelum kelahiran/ prenatal care. Riwayat
kelahiran prematur atau absorpsi, penggunaan obat-obatan, alkohol, rokok dan kafein. Riwayat
ibu : umur di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun dan latar belakang pendidikan rendah,
kehamilan kembar, status sosial ekonomi yang rendah, tidak adanya perawatan sebelum
kelahiran, dan rendahnya gizi, konsultasi yang pernah dilakukan, kelahiran prematur sebelumnya
dan jarak kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual
lain, keadaan seperti toksemia, abrupsio plasenta, plasenta previa, dan prolapsus tali pusat,
konsumsi kafein, rokok, alkohol, dan obat-obatan, golongan darah, faktor Rh.
2) Bayi pada saat kelahiran (Pantiawati, 2010)
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan pada saat
kelahiran, SGA, atau terlalu besar di bandingkan umur kehamilan, berat biasanya kurang dari
2500 gram, kurus , lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada, kepala relative lebih besar
dibandingkan badan, 3 cm lebih besar dibanding lebar dada, kelainan fisik yang mungkin
terlihat, nilai APGAR pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4
sampai 6 kegawatan sedang, dan 7 sampai 10 normal.
f. Pengkajian per sistem tubuh
1) Pernafasan (Maryunani, 2013)
Observasi bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrian, adanya insisi, selang dada, atau
penyimpangan lain. Observasi otot aksesori : pernafasan cuping hidung atau substansial,
interkostal, atau retraksi subklavikular. Tentukan frekuensi dan keteraturan pernafasan.
Auskultasi bunyi pernafasan : stridor, krekels, mengi, ronki basah, area yang tidak ada bunyinya,
mengorok, penurunan udara masuk, keseimbangan bunyi nafas. Jumlah pernafasan rata-rata 40-
60 per menit dibagi dengan periode apneu. Pernafasan tidak teratur dengan flaring nasal (nasal
melebar) dengkuran, retraksi (interkostal, supra sternal, substernal). Terdengar suara gemersik
pada auskultasi paru-paru. Takipneu sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran cesaria
atau persentasi bokong. Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari
dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang mengganggu pernafasan, mengorok,
pernafasan cuping hidung.
2) Kardiovaskuler (Maryunani, 2013)
Tentukan frekuensi, irama jantung, tekanan darah. Auskultasi bunyi jantung, termasuk
adanya mur-mur. Observasi warna kulit bayi : sianosis, pucat, pletora, ikterik, mottling. Kaji
warna kuku, membran mukosa, bibir. Gambarkan nadi perifer, pengisian kapiler (<2-3 detik),
perfusi perifer mottling. Denyut jantung rata-rata 120-160 per menit pada bagian apekal dengan
ritme yang teratur. Pada saat kelahiran : kebisingan jantung terdengar pada setengah bagian
interkostal yang menunjukkan aliran dari kanan ke kiri karena hipertensi atau etektasis paru.
3) Hematologi (Maryunani, 2013)
Kaji adanya tanda-tanda perdarahan dan observasi gejala Disseminated Intravascular
Coagulation/ (kondisi terjadinya pembekuan darah pada pembuluh darah kecil tubuh).
4) Gastrointestinal (Maryunani, 2013)
Penonjolan abdomen dan pengeluaran mekonium terjadi dalam waktu 12 jam. Reflek
menelan dan mengisap lemah. Ada atau tidaknya anus, ketidaknormalan kogenital lain.
5) Genitourinaria (Maryunani, 2013)
a) Genitalia / reproduksi : bayi perempuan klitoris menonjol, labia mayora belum berkembang.
Bayi laki-laki skrotum yang menonjol dengan rugae kecil. Testis belum turun diskrotum.
b) Urinaria : berkemih setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk melarutkan ekskresi
kedalam urine.
6) Neurologis- Muskuloskeletal (Maryunani, 2013)
a) Neurologis :
Reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak tidak resisten, gerak kembalinya hanya
berkembang sebagian. Saat bayi menelan, menghisap, dan batuk sangat lemah atau tidak efektif.
Tidak ada atau menurunnya tanda neurologis. Mata mungkin tertutup atau mengatup apabila
umur kehamilan belum mencapai 25-26 minggu. Suhu tubuh tidak stabil, biasanya hipotermi.
Gemetar, kejang dan mata berputar-putar biasanya bersifat sementara tetapi mungkin juga ini
mengindikasikan adanya kelainan neurologis.
b) Muskuloskeletal
Organ telinga dengan tulang kartilago yang belum tumbuh sempurna, lembut dan lunak.
Tulang tengkorak dan tulang rusak lunak. Gerakan lemah dan tidak agresif.
7) Suhu (Maryunani, 2013)
Tentukan suhu kulit dan aksila dan suhu lingkungan. Suhu tubuh pada BBLR harus
dipertahankan, karena cenderung mengalami hipotermia.
8) Kulit (Maryunani, 2013)
Kulit yang tampak mengkilat dan kering sering dimiliki oleh BBLR. Kulit berwarna merah,
merah muda, kekuning-kuningan. Sianosis atau campuran bermacam warna. Sedikit vernik
kaseosa. Rambut lanugo disekitar / disekujur tubuh. Kurus, kulit tampak transparan, halus dan
mengkilap. Edema yang menyeluruh, atau dibagian tertentu yang terjadi saat kelahiran. Kuku
pendek, belum melewati ujung jari, rambut jarang mungkin tidak ada sama sekali. Pteki atau
ekimosis.
9) Aktivitas- Istirahat (Maryunani, 2013)
Hari pertama bayi BBLR tidur sehari rata-rata 20 jam dan akan sadar 2-3 jam dengan tangis
masih lemah, tidak aktif, tremor.
10) Ginjal (Pantiawati, 2010)
Bayi BBLR akan berkemih setelah 8 jam kelahirannya, ketidakmampuan dalam melarutkan
ekskresi ke dalam urine.
11) Temuan sikap (Pantiawati, 2010)
Tangis yang lemah, tidak aktif dan tremor.

2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).Diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis,
yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa klien dalam
kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan
pemberian Perencanaan keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan, dan pencegahan.
Diagnosis ini terdiri atas diagnosis aktual dan diagnosis risiko. Sedangkan diagnosis positif
menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat dan mencapai kondisi yang lebih sehat atau
optimal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosis keperawatan dibagi menjadi lima kategori, yaitu fisiologis, psikologis, perilaku,
relasional, dan lingkungan. Lima kategori tersebut dapat dibagi lagi menjadi 14 subkategori.
Dalam hal ini peneliti mengambil diagnosis risiko hipotermi yang termasuk ke dalam kategori
lingkungan dan subkategori keamanan dan proteksi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosis risiko menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupannya yang dapat menyebabkan klien berisiko atau mengalami masalah kesehatan. tidak
ditemukan tanda/gejala mayor dan minor pada klien, namun memiliki faktor risiko mengalami
masalah kesehatan. Perumusan diagnosis keperawatan risiko terdiri dari komponen problem (P)
dan etiologi (E), yang penulisan yaitu masalah dibuktikan dengan faktor risiko. Rumusan
diagnosis keperawatan pada penelitian ini ialah risiko hipotermia dibuktikan dengan berat badan
lahir rendah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Risiko hipotermia adalah berisiko mengalami kegagalan termoregulasi yang dapat
mengakibatkan suhu tubuh dibawah rentang normal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Suhu
normal bayi baru lahir adalah 360- 36,40 celcius (suhu aksila), dan 36,50-370 celsius (suhu rektal)
(Maryunani, 2008). Faktor risiko yang dapat menyebabkan risiko hipotermia, yaitu : berat badan
ekstrem, kurangnya lapisan lemak subkutan, suhu lingkungan rendah, prematuritas, bayi baru
lahir, berat badan lahir rendah. Kondisi yang terkait dalam risiko hipotermia, yaitu berat badan
ekstrem, dehidrasi, kurang mobilitas fisik (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
klien, dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Deswani, 2011).
Perencanaan keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Perencanaan keperawatan terdiri dari beberapa
komponen, yaitu label, definisi, dan tindakan. Komponen label merupakan nama dari
Perencanaan keperawatan yang merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi terkait
Perencanaan keperawatan tersebut. Komponen definisi menjelaskan tentang makna dari label
Perencanaan keperawatan, pada penilisannya akan diawali dengan kata kerja berupa perilaku
yang dilakukan perawat, bukan perilaku pasien. Komponen tindakan merupakan rangkaian
perilaku atau yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan Perencanaan
keperawatan. Tindakan pada Perencanaan keperawatan terdiri atas observasi, terapiutik, edukasi,
dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Berikut ini adalah Perencanaan keperawatan
yang diberikan pada pasien BBLR dengan risiko hipotermia :

Tabel 1
Perencanaan Keperawatan pada Risiko Hipotermia

No Diagnosis Tujuan dan kriteria hasil Perencanaan Keperawatan SIKI

Keperawatan
1 2 3 4

1 Risiko Setelah diberikan Manajemen hipotermia


hipotermia tindakan keperawatan
1) Monitor suhu
dibuktikan selama 3 kali 24 jam
dengan berat maka diharapkan risiko 2) Identifikasi penyebab hipotermia

badan lahir hipotermia tidak terjadi, (misalnya: terpapar suhu lingkungan

Rendah dengan kriteria hasil : rendah, pakaian tipis, kerusakan


hipotalamus, penurunan laju
1) Mengigil menurun
metabolisme, kekurangan lemak
2) Kulit merah subkutan)
menurun
3) Monitor tanda dan gejala akibat
3) Akrosianosis hipotermia (hipotermia ringan :
menurun takipnea, disartria, menggigil,
hipertensi, diuresis; hipotermia
4) Dasar kuku sianotik
sedang : aritmia, hipotensi, apatis,
menurun
koagulopati, refleks menurun;
5) Suhu tubuh cukup hipotermia berat : oliguria, refleks
membaik menghilang, edema paru, asam basa

6) Suhu kulit cukup abnormal )

membaik
1 2 3 4

5) Ganti pakaian dan/ atau linen yang


basah

6) Lakukan penghangatan pasif (selimut,


menutup kepala, pakaian tebal)

7) Lakukan penghangatan aktif eksternal


(kompreshangat, botol hangat, selimut
hangat, perawatan metode kangguru)

8) Lakukan penghangatan aktif internal


(infus cairan hangat, oksigen hangat)

Regulasi temperatur

1) Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5o


C- 37,50 C)

2) Monitor warna dan suhu kulit

3) Bedong bayi segera setelah lahir untuk


mencegah kehilangan panas

4) Masukkan bayi BBLR ke dalam plastik


segera setelah lahir

5) Gunakan topi bayi untuk mencegah


kehilangan panas pada bayi baru lahir

6) Pertahankan kelembaban inkubator 50%


atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas karena posisi
evaporasi

7) Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan


Sumber : Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, 2018 & Standar Perencanaan Keperawatan Indonesia, PPNI Tim
Pokja SIKI DPP, 2018
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan
(Wartonah, 2015). Implementasi pada proses keperawatan berorientasi pada tindakan, berpusat
pada klien, dan diarahkan pada hasil. Setelah menyusun rencana asuhan berdasarkan fase
pengkajian dan diagnosis, perawat mengimplementasikan Perencanaan dan mengevaluasi hasil
yang diharapkan. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan
untuk melaksanakan Perencanaan (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan
keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Wartonah, 2015). Evaluasi berfokus pada klien, baik
itu individu maupun kelompok. Evaluasi dapat berupa evaluasi tujuan/ hasil, proses, dan struktur.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menggambarkan hasil observasi dan analisis perawat
terhadap respon klien segera setelah tindakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan. Perawat akan
menggunakan pendokumentasian dari pengkajian dan kriteria hasil yang diharapkan sebagi dasar
untuk menulis evaluasi sumatif (Deswani, 2011). Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, 2013).
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hipotermia pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 derajat celciu, yang terbagi atas:
hipotermi ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5 derajat celcius, hipotermi sedang yaitu
antara 2-36 derajat celcius, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 derajat celcius

Penyebab terjadinya hipotermia pada bayi yaitu

1. Jaringan lemak subkutan tipis


2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar
3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit
4. Bayi baru lahir tidak ada respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan
5. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinngi
mengalami hipotermia
6. Bayi dipisahkan dengan ibunya segera mungkin setelah lahi
7. Berat bayi lahir yang kurang dan kehamilan premature
8. Tempat melahirkan yang dingin
9. Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernapasan,
hipoklikemia perdarahan intra kranial

4.2 Saran
Hipotermia pada bayi baru lahir dapat lebih mudah ditangani bahkan dicegah apabila ada
krja sama yang baik antar petugas kesehatan dan anggota keluarga.

Sebagai tenanga kesehatan seharusnya memberikan pendidikan kesehatan kepada calon


ibu, calon ayah dan anggota keluarga lainnya bahwa bayi yang lahir tidak terlepas dari resiko
hipotermia sehingga keluarga paham akan hal tersebut. Dengan demikian keuarga sudah di
persiapkan untuk melengkapi kebutuhan misalnya topi bayi untuk digunakan bayi saat setelah
lahir. Keluarga juga akan paham tentang apa yang harus dilakukan untuk mencegah bayi
kehilangan panas tubuh berlebihan

Anda mungkin juga menyukai