Makalah Etika Ekonomi Islam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ETIKA EKONOMI ISLAM

ETIKA PRODUKSI PERSPEKTIF ISLAM

DOSEN PEMBIMBING
Darwis S.E, M.Si

DISUSUN OLEH:
Yuyun Putria : 18.2400.095
Lidya Ernawati: 18.2400.008
A. Abd. Malik Al-Ashar : 18.2400.049
Hasan Ashari : 18.2400.080
Wiranto Chalik : 18.2400.126

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada kami. Shalawat dan taslim semoga selalu tercurah
kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad Saw. serta mengucap syukur kepada-Nya
atas segala limpahan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.

Makalah yang berjudul “Etika Produksi Perspektif Islam” bertujuan untuk memenuhi
tugas Etika Bisnis Islam. Tak pula kami ucapkan kepada Pak Darwis S.E., M.Si selaku dosen
pembimbing kami.

Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna karena
berbagai keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu, berbagai bentuk kritikan dan juga saran
akan kami terima agar kami dapat memperbaiki makalah kami.

Parepare, 20 Oktober 2019

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................3

BAB II......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................4
2.1 Pengertian Produksi dalam Islam............................................................................................4
2.2 Motif-motif Produksi Islam.....................................................................................................5
2.3 Faktor-faktor Produksi dalam Islam........................................................................................7
2.4 Aktivitas Produksi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits..................................................................8
2.5 Prinsip Aktivitas Produksi........................................................................................................9
2.6 Tujuan Produksi....................................................................................................................12
2.7 Etika Produksi Prespektif Islam............................................................................................13

BAB III...................................................................................................................................15
PENUTUP..............................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................15
3.2 Saran.....................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai ajaran yang kompherensif, Al-Qur’an dan As-Sunnah memuat banyak suruhan,
perintah, serta pedoman bagi manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya menjalankan
produksi dan pertukaran barang dan jasa, serta menditribusikan kesejahteraan dan pendapatan.
Tidak seperti konsep produksi konvensional yang menekankan motivasi produsen sebagai profit
seeker atau profit maximizer di mana semu strategi, teknik, dan konsep produksi mengarah untuk
itu, konsep produksi Islam menambahkan motivasi produsen dengan penguatan moralitas dan
tanggung jawab sosialnya. Walaupun tidak lepas dari motivasi mencari keuntungan tapi kegiatan
produksi bermakna lebih luas dari sekadar aktivitas ekonomi. Dalam Islam, motivasi produsen
harus sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan hidupnya. Jika tujuan produksi adalah
meningkatkan kesejahteraan hidup secara halal dan berkah maka motivasi produsen juga mencari
keberkahan itu yang sejalan dengan tujuan hidup seorang Muslim.

Pada dasarnya, prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim
baik individu ataupun komunitas adalah berpegang pada semua yang dihalalkan Allah dan tidak
melewati batas. Sebagaimana kaidah yang dituangkan oleh para ulama,

“Hukum asal dari transaksiadalah boleh, sampai ditemukannya dalil yang


mengharamkannya.”

Menurut kaidah ini, norma yang berkenaan dengan akad dan transaksi bisnis adalah boleh
kecuali ada teks Al-Qur’an ataupun Hadits yang mengatakn tidak boleh (Tahir, 2009). Dengan
dasar yang sama, syarat-syarat dalam melakukan aktivitas produksi diperbolehkan sepanjang
tidak bertentangan dengan teks yang tertera dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Dan inilah perbedaan paling mendasar dengan para produsen pada tatanan ekonomi
konvensional yang tidak mengenal istilah halal dan haram. Yang menjadi prioritas kerja mereka
adalah memenuhi keinginan pribadi dengan mengumpulkan laba, harta, dan uang. Dan
mengesampingkan apakah yang diproduksinya itu bermanfaat atau berbahaya, baik atau buruk,
etis atau tidak etis (Qardhawi, 2006).1

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian produksi dalam Islam dan motif-motif produksi?
2. Apa saja faktor-faktor produksi dalam Islam?
3. Apa saja aktivitas produksi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis?
4. Apa prinsip aktivitas produksi?
5. Bagaimana etika produksi perspektif Islam?

1
Qardhawi, 2006

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Produksi dalam Islam


Produksi adalah suatu proses atau siklus kegiatan-kegiatan ekonomi untuk menghasilkan
barang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi dalam waktu tertentu.
Berproduksi (istishma) adalah apabila ada seorang memproduksi bejana, mobil atau apa saja
yang termasuk dalam kategori produksi. Sebab, Rasulullah Saw. Pernah membuat cincin. Di
riwayatkan dari Anas yang mengatakan: “Nabi Saw. Telah membuat sebuah cincin” (HR. Imam
Bukhari) . Dari IbnuMas’ud: “Bahwa Nabi Saw. Telah membuat sebuah cincin yang terbuat
dari emas” (HR. Imam Bukhari). Beliau juga pernah membuat mimbar. Dari Sahal berkata:
“Rasulullah Saw. Telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau): “Perintahkan anakmu
si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku, sehingga aku bisa duduk
diaatasnya”” (HR. Imam Bukhari).

Pada masa Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi barang dan beliau menunjukkan
adanya pengakuan (taqrir) terhadap aktivitas berproduksi mereka. Status taqrir dan perbuatan
Rasul itu sama dengan sabda beliau, artinya sama-sama merupakan dalil syara’. (Abdul Aziz,
2008: 53).2

Pada sisi yang sama dinyatakan kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai
kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini mau pun masa yang akan datang.
Perusahaan selalu diasumsikan untuk memaksimumkan keuntungan dalam berproduksi. Dalam
Islam, produksi dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk memperbaiki kondisi fisik material
dan moralitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sesuai syariat Islam, kebahagiaan
dunia dan akhirat. (Monzer khaf).3.4

Dalam teori konvensional, disebutkan bahwa teori produksi adalah proses menghasilkan
atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada.
Terminologi produksi tidak ditemukan pada nash-nash , baik Al-Qur’an maupun hadis. Akan
tetapi, ada dua terminologi yang bisa dipakai dalam menjelaskan makna produksi ini, yaitu “al-
kasab” atau “al-intaj” (Abidin, 2008)5

Produksi merupakan urat nadi dalam kegiatan ekonomi. Tidak akan pernah ada kegiatan
konsumsi, distribusi, ataupun perdagangan barang dan jasa tanpa diawali oleh proses produksi.
Produksi merupakan proses untuk menghasilkan suatu barang dan jasa, atau proses peningkatan
utility (nilai) suatu benda. Dalam istilah ekonomi, produksi merupakan suatu proses siklus
2
Abdul Aziz, 2008: 53
3
Monzer Khaf
4
Abdul Aziz,M.Ag., Etika Bisnis Perspektif Islam, CV Alfabeta, (Bandung, 2013), hal.142
5
Abidin, 2008

4
kegiatan-kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan
faktor-faktor produksi (amal/kerja, modal, tanah) dalam waktu tertentu. (Marthon, 2001)6

Produksi merupakan mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan barang dan jasa yang
merupakan kebutuhan konsumen. Produsen, sebagaimana konsumen bertujuan untuk
memperoleh mashlahah maksimum melalui aktivitasnya. Jadi, produsen dalam perspektif
ekonomi Islam bukanlah seorang pemburu laba maksimal melainkan pemburu mashlahah.
Ekspresi mashlahah dalam kegiatan produksi adalah keuntungan dan berkah sehingga produsen
akan menentukan kombinasi antara berkah dan keuntungan yang memberikan mashlahah
maksimal.

Oleh karena itu, tujuan produsen bukan hanya laba, maka pertimbangan produsen juga
bukan semata pada hal yang bersifat sumber daya yang memiliki hubungan teknis output, namun
juga pertimbangan kandungan berkah (nonteknis) yang ada pada sumber daya maupun output.7

Islam mendorong pemeluknya untuk mencari rezeki yang halal dan berkah dalam rangka
beribadah kepada Allah, baik dalam sektor rill maupun moneter. Islam mendorong setiap amal
perbuatan hendaknya menghasilkan barang atau jasa tertentu yang bermanfaat bagi umat
manusia, atau yang mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraaan bersama. Jika fenomena ini
dihubungkan dengan teori ilmu ekonomi konvensional, didapati asumsi bahwa masalah
mendasar dalam perekonomian adalah karena kebutuhan manusia yang tak terbatas sedangkan
alat untuk memuaskan kebutuhan sangat terbatas. Pada kenyataannya, asumsi ini tidak
sepenuhnya berlaku dalam Islam karena Islam memandangan bahwa bukan alat pemuas
kebutuhan yang terbatas, akan tetapi manusia yang tamak dan serakah.8

2.2 Motif-motif Produksi Islam


Monzer Kahf (1995:33), menurutnya produksi merupakan pengambilan manfaat dari
setiap partikel pada alam semesta adalah merupakan tujuan ideologik umat Muslim. Hal ini jelas
karena merupakan kewajiban keagamaan bagi manusia terhadap dunia dan ia secara langsung
bersumber pada pandangan Islam mengenai manusia dan alam semesta. Karena, Islam
mengancang tujuan ini dengan dua sasaran, yaitu ajaran etik (akhlak) dan hukum.9

Dalam pandangan Islam produksi merupakan upaya manusia untuk meningkatkan tidak
hanya kondisi materialnya tetapi juga moralnya dan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya di
akhirat kelak. Hal ini, kata Monzer, karena mempunyai tiga implikasi penting , yaitu:

6
Marthon, 2001
7
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta; Rajawali Pers; 2012), hal.259
8
Fordebi, Adesy, Ekonomi dan Bisnis Islam, (Jakarta; Rajawali Pers; 2016), hal. 248
9
Monzer Khaf (1995:33)

5
1. Produk-produk yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai moralnya sebagai di tetapkan
dalam Al-Qur’an dilarang. Semua jenis kegiatan produksi yang merupakan martabat
manusia atau menyebabkan ia terperosok ke dalam kejahatan dalam rangka meraih tujuan
ekonomi semata-mata dilarang juga. Dengan demikian Nabi Muhammad Saw. Melarang
beberapa bentuk kegiatan ekonomi tertentu seperti pelacuran dan penghasilan yang
diperoleh dari kegiatan ekonomi tersebut.
2. Aspek sosial produksi di tekankan dan secara ketat dikaitkan dengan proses produksi.
Sebenarnya distribusi keuntungan dari produksi di antara sebagian besar orang dan
dengan cara yang seadil-adilnya adalah tujuan utama ekonomi masyarakat.
3. Masalah ekonomi bukanlah masalah yang jarang terdapat dalam kaitannya dengan
berbagai kebutuhan hidup tetapi ia timbul karena kemalasan dan kealpaan manusia dalam
usahanya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dari anugerah-anugerah Allah swt.
Baik dalam bentuk sumber-sumber manusiawi maupun sumber-sumber alami. Kemalasan
dan kealpaan disebut “ke-zaliman” atau “kekejaman” dalam Al-Qur’an. Sebuah Hadits
Nabi saw. Menceritakan bahwa beliau menyeruakan: “Mintalah pertolongan kepada
Allah dan jangan merasa tidak mampu, karena tidak ada sesuatu pun yang tidak
mungkin dikerjakan”.

Ajaran-ajaran etik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits banyak memberikan
tuntunan dan bimbingan kearah produksi yang lebih baik, sebagaimana tersebut dalam Q.S. Al-
Nahl dan Hadits-hadits tersebut di atas. Intinya, ajaran Islam memberikan respon positif dalam
hal produksi dan produktivitas umat manusia, bahkan itu akan diberi pahala oleh Tuhan bila
perbuatannya mendatangkan kebaikan. Namun diberikan dosa dan nista bila perbuatan yang
dihasilkan mendatangkan kemudaratan dan kezaliman.

Adupun aspek hukum juga berperan dalam produksi dengan memberikan justifikasi
apakah barang itu halal di produksi tidak, ataus ebaliknya.

Dari pronsip inilah motif berproduksi adalah menciptakan kemaslahatan atau


kesejahteraan individu (self interest) dan kesejahteraan kolektif (social interest). Setiap Muslim
harus bekerja secara maksimal dan optimal, sehingga tidak hanya dapat mencukupi dirinya
sendiri tetapi harus dapat mencukupi kebutuhan anak dan keluarganya. Hasil yang dimakan oleh
dirinya sendiri dan keluarganya oleh Allah Swt. Dihitung sebagai sedekah, sekalipun itu sebagai
kewajiban. Ini menunjukkan betapa mulyanya harga sebuah produksi apalagi jika sampai
memperkerjakan orang lain (karyawan) yang banyak sehingga mereka dapat menghidupi
keluarganya. (Nur Diana, 2008: 41)10

Menurut Umar Chapra (2000: 12), motif produksi adalah memenuhi kebutuhan pokok
setiap individu dan menjamin setiap orang mempunyai standar hidup manusiawi, terhormat dan
sesuai dengan martabat manusia sebagai khalifah. Tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut dapat

10
Nur Diana, 2008: 41)

6
menimbulkan masalah mendasar bagi manusia. Oleh sebab itu, setiap Muslim juga harus
berusaha meningkatkan pendapatan agar menjadi mustahiq yang dapat membantu kaum lemah
(mustad’afin) melalui pembayaran zakat, infak, sedekah dan wakaf.11.12

1.3 Faktor-faktor Produksi dalam Islam


Dalam aktivitas produksinya, produsen mengubah berbagai faktor produksi menjadi
barang/jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi, faktor produksi di bedakan
menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan variabel tetap (variabel input). Faktor produksi
tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi.
Ada atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu haruslah tetap tersedia. Sementara
jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya. Makin besar
tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan. Perngertian faktor
produksi tetap dan variabel, terkait erat dengan waktu yang dibutuhkan untuk menambah atau
mengurangi faktor produksi tersebut.

Al Ghazali menyebutkan bahwa bahwa beberapa faktor produksi antara lain:

1. Tanah
Tanah dengan segala potensinya, sebagai barang yang tidak akan pernah bisa
dipisahkan dari bahasan tentang produksi.
2. Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan human capital bagi suatu perusahaan. Di berbagai macam
jenis produksi, tenaga kerja merupakan aset bagi keberhasilan suatu perusahaan,
karena kualitas dan kuantitas produksi sangat ditentukan oleh tenaga kerja.
3. Modal/capital
Modal merupakan objek material yang digunakan untuk memproduksi suatu
kekayaan ataupun jasa ekonomi.
4. Manajeman Produksi
Untuk mendapatkan kualitas produksi yang baik di perlukan manajemen yang baik
juga
5. Teknologi
Alat-alat produksi baik berupa mesin, pabrik maupun yang lain.
6. Bahan baku
Bahan baku atau material yang berupa pertambangan, pertanian, dan hewan. Ketika
seorang produsen akan memprediksi suatu barang/jasa, maka salah satu hal yang
harus dipikirkan yaitu bahan baku.

11
Umar Chopra (2000: 12)
12
Abdul Aziz,M.Ag., Etika Bisnis Perspektif Islam, CV Alfabeta, (Bandung, 2013), hal.146-148

7
Karena jikalau bahan baku tersedia dengan baik maka produksi akab berjalan dengan
lancar, jikalau sebaliknya maka akan menghambat jalannya suatu produksi.13

1.4 Aktivitas Produksi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits


Di dalam ajaran Islam ditemukan sejumlah ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits baik secara
tersirat ataupun tersurat menjelaskan pentingnya aktivitas produksi untuk kemashlahatan
manusia, baik dirasakan secara individu ataupun masyarakat. Di antara ayat-ayat dan hadis
tersebut adalah sebagai berikut:

- QS Hud (11): 37
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah
kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka
itu akan di tenggelamkan”.

Ayat ini memberikan contoh perintah dari Allah Swt. untuk membuat perahu yang
nantinya akan dipergunakan oleh Nabi Nuh dan umatnya yang beriman untuk berlayar. Perintah
Allah Swt. kepada Nabi Nuh untuk membuat perahu di bawah pengawasan-Nya. Membuat
perahu, masuk dalam kategori proses produksi karena mengelola sumber daya alam yang telah
disedikan di bumi ini menjadi suatu barang yang memberi manfaat atau nilai tambah. Awalnya
masih berbentuk papan atau balok, namun ketika diolah dan digabungkan, membentuk sebuah
kapal yang bisa berlayar dan menyelamatkan Nabi Nuh dan umatnya dari adzab Allah swt (As-
Sa’di, 2012).14

Pelajaran lainnya adalah bahwa tujuan dari pembuatan perahu itu bukan sekadar berlayar,
tetapi untuk menyelamatkan Nabi Nuh dan umatnya dari malapetaka. Jadi, tidak hanya tujuan
jangka pendek yang harus dicapai, namun tujuan jangka panjang turut mendapatkan perhatian.
Dalam konteks ekonominya, tujuan utama dari usaha produktif bukan sekedar mendapat
keuntungan dan memasarkan produk untuk di konsumsi masyarakat sehingga akan terjadi
peningkatan fisik. Tujuan ini merupakan tujuan jangka pendek yang bersifat duniawi. Akan
tetapi, lebih dari sekadar tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk ibadah kepada Allah
swt. semata-mata. (Abidin, 2008)15

- QS Al-Anbiyaa (21): 80
“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperanganmu; maka hendaklah kamu bersyukur (kepada
Allah)”.

Allah swt. mengajarkan Nabi Daud as. cara membuat baju besi. Hal ini sesuai firman
Allah swt. di surat saba ayat 11, “(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah

13
Dr. Ika Yunia Fauziah, Lc., M.E.I., Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc., M.S.Sc., Prinsip Dasar Islam, Prenadamedia
Group (Jakarta, 2014), Hal.118-122
14
As-Sa’di, 2012
15
Abidin, 2008

8
anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu
kerjakan.” Maksudnya, buatlah lempengan yang tidak terlalu besar agar tidak mengikis paku
penyambung. Dan buatlah paku yang lentur untuk mengokohkan lempengan-lempengan. Karena
itu Allah Ta’ala berfirman “Guna memelihara kamu dalam peperanganmu”.”Maka hendaklah
kamu bersyukur” atas berbagai nikmat Allah yang dianugerahkan kepadamu. Sebab dia telah
mengajarkan pembuatan baju besi kepada Daud as., maka ajarkanlah cara tersebut kepada orang
lain. (Ar-Rifai, 2009)16

Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa ilmu untuk membuat baju besi langsung diajarkan
oleh Allah kepada Nabi Daud as. proses produksi ini langsung diajarkan oleh Allah sang pemilik
ilmu yang Maha Mengetahui. Tujuan produksi baju besi dalam ayat ini sebagai pelindung ketika
peperangan terjadi (dipakai dalam rangka berjihad fi sabilillah, kemudian Nabi Daud as.
diperintahkan untuk bersyukur kepada Allah swt. yang telah mengajarkan ilmu membuat baju
besi kemudian mengajarkan ke orang lain.

Rasulullah saw. menjelaskan tentang prinsip ekonomi dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Zubair bin Awwam Radhiallahu ‘anhu, bahwa
beliau bersabda:

“Sesungguhnya, seorang diantara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari
kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup
kebutuhannya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka atau
tidak”.(HR Bukhari)

Dengan contoh yang sangat sederhana dan klasik menurut Zaky Al Kaaf (2002: 19). Nabi
dapat menegaskan soal-soal ekonomi dalam bagiannya:

1. Seperti mencari kayu bakar yang berarti Rasulullah saw. mengisyaratkan produksi.
2. Kemudian berusaha menjualnya berarti mengerjakan distribusi karena dengan
menjual berarti seseorang telah mencoba mendistribusikan kayu tersebut kepada
orang yang membutuhkannya.
3. Memenuhi kebutuhannya berarti ia melakukan aktivitas konsumsi.

“Tidak ada makanan yang dimakan oleh seseorang, yang lebih baik dari makanan yang
merupakan usaha tangannya sendiri, karena Nabi Allah swt., Daud as., makan dari hasil usaha
tangannya sendiri”. (HR Bukhari)

1.5 Prinsip Aktivitas Produksi


Prinsip-prinsip etika produksi yang implementatif terkandung dalam prinsip tauhid,
prinsip keadilan, prinsip kebajikan, prinsip kemanusiaan, serta prinsip kebebasan dan tanggung
jawab.

16
Ar-Rifai, 2009

9
1. Prinsip Tauhid (at-Tawhid)

Prinsip tauhid adalah ajaran fundamental Islam. Prinsip ini mengatakan bahwa produsen
melangsungkan kegiatannya karena ketundukannya pada Allah dan termotivasi beribadah pada-
Nya. Berdasarkan prinsip ini, Allah swt. telah menetapkan batas, aturan, dan hukum atas
aktivitas produksi yang dilakukan manusia, menegaskan kewajiban mereka pada Allah swt.
kepada sesama manusia, dan alam semesta. Berdasarkan prinsip ini, manusia dibebaskan dari
belenggu materialistik walaupun secara mutlak tidak di tolak. (Sukarno,2010)

Prinsip tauhid menempatkan kedudukan tertinngi dalam manifestasi ketundukan pada


sang khalik sehingga kegiatan produksi adalah wujud dari ketundukan manusia terhadap
penciptanya. Setiap pelaku ekonomi hendak melakukan kegiatan produksi maka sudah sepantas-
nyalah ia mengacu pada prinsip tauhid sehingga tindakannya tidak mendatangkan mudharat.

Begitu juga dengan kegiatan produksi yang merupakan manifestasi dari ketundukan pada
sang khalik. Implementasi dari prinsip tauhid dalam kegiatan produksi terwujud dari produksi
yang dihasilkan berupa produk-produk halal dan baik. Dengan memerhatikan etika dalam
produksi tentunya sumber modal pun diperoleh dari yang halal bukan bersumber dari yang
haram seperti proses ribawi, gharar, maisir, riswah.

2. Prinsip Kemanusiaan (al-Insaniyyah)

Dalam kegiatan produksiprinsip kemanusiaan diimplementasikan secara luas dimana


semua manusia mempunyai hak untuk mngaktualisasikan kemampuan produktifnya untuk
meningkatkan kapasitas kesejahteraannya. Hal ini dikarenakan manusia mempunyai kebutuhan
spesifik , menjadi pengelola dan mengambil manfaat dari sumber daya ekonomi, serta mampu
merekayasa keadilan sosial bagi anggota masyarakat.

Implementasi prinsip kemanusiaan melahirkan konsekuensi:


a. Kegiatan produktif diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia bukan
hanya sebagian orang saja.
b. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ekonomi menjadi hak semua manusia
mengapa implementasinya dapat disusun oleh kebijakan masyarakat atau negara.
c. Kegiatan produksi merupakan manifestasi ketundukan pada Tuhan sehingga menjadi
ibadah manusia
d. Peningkatan kesejahteraan individu dan masyarakat menjadi tujuan kegiatan produksi
yang berbasis kemanusiaan.

3. Prinsip Keadilan

Implementasi prinsip keadilan bisa meningkatkan kapasitas produksi denngan tujuan


memperbesarkan volume kesejahteraan manusia secara umum. Dalam konsep produksi Islam
bentuk keadilannya adalah distributif yang memiliki dua pengertian. Pertama, pihak-pihak yang

10
terlibat mendapatkan porsi kesejahteraan sesuai dengan input yang diberikannya secara
proporsional. Kedua, hak-hak masyarakat dan konsumen sebagi stakeholder produksi harus
dipenuhi produsen.

Pemahaman yang utuh seorang produsen terhadap pengembangan dan pelaksanaan


prinsip keadilan menghasilkan sistem nilai produksi yang memiliki implikasi sosial tinggi
terhadap masyararakat, pertumbuhan ekonomi, dan kemandirian ekonomi, implementasinya
melahirkan konsekuensi sebagai berikut:

a. Kegiatan produksi bertujuan menggagas pemerataan sumber daya ekonomi untuk


mewujudkan kemandirian ekonomi
b. Kegiatan produksi adalah fondasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui output serta distribusi keuntungan yang dihasilkannya
c. Kegiatan produksi menggagas upaya kelestarian lingkungan
d. Produsen memerhatikan tingkat kesejahteraan karyawannya secara proposional
e. Produsen memerhatian kebutuhan dan kepentingan masyarakat dengan terlibat dalam
program pemberdayaan masyarakat
f. Pengendalian dan pemecahan masalah dalam produksi melibatkan manajemen dalam
pengambilan keputusan bisnis.

4. Prinsip Kebajikan (al-Mashlahah)


Prinsip ini menegaskan pemahaman bahwa manusia harus melakukan sebanyak mungkin
kebajikan dalam hidupnya. Prinsip ini memiliki implikasi vertikal dan horizontal. Pada dimensi
vertikal, prinsip ini adalah perintah Allah swt. dan setiap kebajikan akan mendapatkan balasan.
Sedangkan dimensi horizontal kebaikan yang dilakukan kepada sesama manusia dan lingkungan
alamnya.
Secara umum, prinsip ini adalah landasan kegiatan produksi dalam Islam yaitu
meningkatan kualitas hidup manusia secara kolektif. Islam menarik kegiatan produksi tidak
hanya di wilayah ekonomi an sich tapi juga memiliki implikasi luas di masyarakat dan negara.
Kebajikan menjadi parameter umum saat produsen mengimplementasikan kegiatan produksinya
yaitu kewajiban membayar zakat dan mengeluarkan sedekah.
Implementasi prinsip kebajikan dalam kegiatan produksi memberikan konsekuensi
sebagai berikut:
a. Produsen hanya memproduksi barang dan jasa yang halal dan tidak merusak
keluruhan martabat manusia
b. Produsen memberikan perhatian yang besar pada stakeholder produksi terutama
masyarakat sekitar dalam bentuk corpoorate social responsibility
c. Produsen dituntut untuk memelihara sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya. Dalam rangka menstabilkan kegiatan produksi secara berkesinambungan.
Produsen memperlakukan karyawannya secara proposional dan akuntabel untuk
meningkatkan kinerja dan produktivitasnya dan akuntabel untuk meningkatkan

11
kinerja dan produktivitasnya melelui implementasi nilai-nilai positif dalam budaya
perusahaan (corporate culture).

5. Prinsip kebebasan (al-Hurriyah) dan Tanggung Jawab (al-Fardh)


Dalam kegiatan produksi, prinsip kebebasan dan tanggung jawab bersifat inheren.
Kegiatan produksi mengambil manfaat, mengeksplorasi, dan mengelola sumber daya ekonomi
disertai larangan merusak dan tanggung jawab untuk melestarikannya. Hal ini menandakan
bahwa prinsip kebebasan dan tanggung jawab bermakna untuk menjadi manusia yang berkualitas
maka setiap perbuatan bebas manusia harus mengandung implikasi moral dan psikologis yaitu
tanggung jawab kepada diri, masyarakat dan tuhannya.
Implementasi prinsip kebebasan tanggung jawab dalam kegiatan produksi melahirkan
konsekuensi antara lain:
a. Setiap manusia diberi kebebasan oleh tuhannya untuk mengaktualisasikan berbagai
cara dalam menjalani kehidupan sesuai dengan fitrahnya tapi dalam setiap pilihan
bebas itu akan diminta pertanggungjawabannya di hari akhir.
b. Setiap produsen diberi kebebasan untuk melangsungkan kegiatan produksi disertai
tanggung jawab untuk menjaga keluhuran martabat manusia, nilai-nilai agama dan
kelestarian lingkungan hidup. Implikasinya adalah setiap kegiatan produksi harus
memberikan pengaruh positif bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan ekonomi, dan
peningkatan kesejahteraan secara umum.
c. Tanggung jawab produsen merupakan konsekuensi logis dari kebebasannya untuk
mengembangkan kapasitas produksinya. Tanggung jawab memiliki makna esktologis
yaitu tanggung jawab di hadapan tuhannya walaupun implementasinya berkaitan
dengan sesama manusia dan lingkungannya.

Prinsip-prinsip etika produksi bersifat imperatif. Makasudnya menuntut


pemberlakuannya dalam kegiatannya produksi. Sehingga impelementasi dari prinsip ini
memberikan pengaruh yang signifikan bagi mekanisme dan kinerja sektor produksi dalam
rangka mencapai tujuan objektifnya yaitu mensejahterakan kehidupan manusia secara total.17

1.6 Tujuan Produksi

Ekonomi Islam sangat menganjurkan dilaksanakannya aktivitas produksi dan


mengembangkannya, baik segi kuantitas maupun kualitas. Ekonomi Islam tidak rela jika tenaga
manusia atau komonditas terlantar begitu saja. Islam menghendaki semua tenaga dikerahkan
untuk meningkatkan produktivitas lewat itqan (ketekunan) yang diridhai oleh Allah atau ihsan
yang diwajibkan Allah atas segala sesuatu. Karena itulah menurut Qardhawi (2006: 124)
produksi mesti diarahkan untuk mencapai swadaya, baik swadaya dalam bidang komoditas

17
Fordebi, Adesy, Ekonomi dan Bisnis Islam, (Jakarta; Rajawali Pers; 2016), hal. 252-262

12
ataupun swadaya dalam bidang jasa, yang selanjutnya menciptakan kehidupan yang layak yang
dianjurkan Islam bagi manusia. Lebih lanjut menurut Qardhawa, produksi mempunyai dua
tujuan utama, yaitu mewujudkan swasembada individu dan swasembada masyarakat dan umat.

Tujuan utama dari usaha produktif bukan sekadar mendapatkan keuntungan dan
memasarkan produk untuk konsumen, tujuan ini hanyalah tujuan jangka pendek yang bersifat
duniawi. Ada jangka panjang yang hendak dituju dari aktivitas produksi yaitu untuk tujuan
ukhrawi, mengingat kembali tujuan utama diciptakannya jin dan manusia adalah untuk beribadah
kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan apapun. Dan segala aktivitas kita tak bisa
dipisahkan dari tema sentral ini yaitu ubudiah kepada Allah (Abidin, 2008).18

1.7 Etika Produksi Prespektif Islam


Prinsip-prinsip etika produksi yang implementatif terkandung dalam prinsip tauhid,
prinsip keadilan, prinsip kebajikan, prinsip kemanusiaan, serta prinsip kebebasan dan tanggung
jawab. Implementasi prinsip etika produksi ini akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan
ekonomi, pemerataan dan keadilan distributif, kelestarian lingkungan hidup, serta tanggung
jawab sosial produsen. Untuk mengupayakan prinsip etika yang implementatif diperlukan
pengujian epistemology dari aksioma-sksioma moral dalam Al-Qur’an.

Dalam kegiatan etika Islami, perlunya landasan moral dalam kegiatan produksi tidak
hanya bergerak pada ranah ekonomi an sich tapi juga sosial. Selain itu, kegiatan produksi
merupakan tanggung jawab social untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta manifestasi
keterhubungan manusia dengan Tuhan. Prinsip-prinsip etika produksi melainkan hanya
menginjeksiaksioma-aksioma moral dalam Al-Qur’an sebagai landasan etis kegiatan produksi.

Adapun pembahasan prinsip etika produksi Islam dilakukan dengan menjadikan Al-
Qur’an sebagai landasan ontologism kegiatan produksi. Kaidah-kaidah moral imperative dalam
Al-Qur’an dipetakan secara rasional untuk menentukan pemberlakuannya, mengidentifikasi
unsur hak dan kewajiban yang terkandung didalamnya, dan relevansinya dengan konsep lain.
Morality concept tersebut dirumuskan menjadi aksiomaetika serta diuji coba untuk mencari
kevergensinya dengan aksioma yang lain. Setelah itu baru meletakkan aksioma tersebut dalam
ranah pemikiranekonomi Islam dan mengaitkannya dengan pembahasan etika dalam Islam.19

Islam mengajarkan semua aktivitas yang dilakukan manusia berlandaskan prinsip etika.
Islam menjadi kategori moral imperatif dalam kehidupan. Ajaran Islam tidak pernah
memisahkan antara ekonomi dengan sistem nilai. Umat Isalm dapat melakukan kegiatan apapun
juga namun harus diukur dengan iman dan etika. Islam membebaskan untuk melakukan kegiatan
ekonomi berdasarkan parameter syariah.

18
Fordebi, Adesy, Ekonomi dan Bisnis Islam, (Jakarta; Rajawali Pers; 2016), hal. 262-264
19
Abdul Aziz,M.Ag., Etika Bisnis Perspektif Islam, CV Alfabeta, (Bandung, 2013), hal.148-149

13
Ini menegaskan bahwa sistem etika merupakan kebutuhan manusia. Manusia mengatur
hidupnya berdasarkan berbagai norma yang salah satunya adalah norma moral. Wlaupun norma
moral tidak sepenuhnya dapat mencakupi kebutuhan manusia akan aktualisasi diri setidaknya
manusia perlu menyusun serta menegakkan prinsip kebaikan.

Syariat Islam tidak membenarkan pembuatan segal komoditas yang hanya bisa digunakan
untuk hal yang diharamkan, atau mayoritas barang itu digunakan untuk berbuat dosa, walaupun
sebagian kecil komoditas tersebut dapat digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan. Sebab,
sebagian kecil dan hal yang jarang ini tidak bisa dijadikan pijakan bagi suatu hukum. Misalnya
produksi ganja, narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Menurut Qardhawi, adapun jika
suatu hasil produksi dapat digunakan untuk berbuat baik dan buruk secara bersamaan, seperti
pakaian you can see yang halal dikenakan wanita di rumah untuk menghibur suami dan tidak
halal dikenakan di luar rumah, maka hal ini tidak diharamkan (Qardhawi, 2006).

Di antara produk yang dilarang keras peredarannya dalam Islam ialah produk yang
merusak akidah, etika, dan moral manusia, seperti produk yang berhubungan dengan pornografi
dan sadisme, baik dalam opera, film, musik, media cetak ataupun elektronik. Karena dampak
negatif dari produk seperti ini lebih berbahaya daripada ganja dan narkotika, walaupun korban
yang jatuh akibat narkotika sangat kasat mata. Sebab pornografi dan sadisme merusak jiwa,
sedangkan ganja dan narkoba hanya merusak tubuh. Ganja dan narkotika adalah bahaya yang
selalu diawasi dan diintai, sedangkan pornografi dan sadisme beredar dengan bebas.

Etika terpenting lainnya dalam melaksanakan aktivitas produksi adalah dengan menjaga
sumber daya alam karena ia merupakan nikmat dari Allah kepada hamba-Nya. Setiap hamba
wajib mensyukurinya, dan salah satu cara mensyukurinikmat adalah dengan menjaga sumber
daya alam dari populasi, kehancuran, atau kerusakan. Qardhawi menjelaskan bahwa kerusakan
dibumi terdiri dari dua bentuk, yaitu kerusakan materi dan kerusakan spiritual. Tang berbentuk
materi misalnya sakitnya manusia, tercemarnya alam, binasanya makhluk hidup, terlantarnya
kekayaan, dan terbuangnya manfaat. Sedangkan yang berbentuk spiritual adalah tersebarnya
kezaliman, meluasnya kebatilan, kuatnya kejahatan, rusaknya hati kecil, dan gelapnya otak.
Kedua jenis kerusakan ini adalh tindakan kriminal yang tidak diridhai Allah swt.

Umumnya, industri didirikan dengan modal beberapa orang yang saling melakukan
perseroan untuk secara Islami dalam pendirian industri tersebut. Sedangkan dari segi
kegiatannya, seperti kegiatan administrasi, kerja, berproduksi ataupun yang lain, bisa
diberlakukan hukum-hukum ijarah atas seorang ajir. Adapun dari segi pemasaran hasil
produksinya, bisa diberlakukan hukum-hukum jual beli dan perdagangan luar negeri, sekaligus
tidak boleh melakukan penipuan, baik yang berbentuk tadlis maupun ghaban, dan penimbunan
(ihtikar), sebagaimana tidak diperbolehkan untuk mempermainkan harga dan hukum-hukum jual
beli yang lain.20

20
Fordebi, Adesy, Ekonomi dan Bisnis Islam, (Jakarta; Rajawali Pers; 2016), hal. 264-266

14
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Produksi adalah suatu proses atau siklus kegiatan-kegiatan ekonomi untuk menghasilkan
barang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi dalam waktu tertentu.
Berproduksi (istishma) adalah apabila ada seorang memproduksi bejana, mobil atau apa saja
yang termasuk dalam kategori produksi.

Motif berproduksi adalah menciptakan kemaslahatan atau kesejahteraan individu (self


interest) dan kesejahteraan kolektif (social interest). Setiap Muslim harus bekerja secara
maksimal dan optimal, sehingga tidak hanya dapat mencukupi dirinya sendiri tetapi harus dapat
mencukupi kebutuhan anak dan keluarganya.

Tujuan utama dari usaha produktif bukan sekadar mendapatkan keuntungan dan
memasarkan produk untuk konsumen, tujuan ini hanyalah tujuan jangka pendek yang bersifat
duniawi.

Perngertian faktor produksi tetap dan variabel, terkait erat dengan waktu yang dibutuhkan
untuk menambah atau mengurangi faktor produksi tersebut.

Al Ghazali menyebutkan bahwa bahwa beberapa faktor produksi antara lain:

1. Tanah
2. Tenaga kerja
3. Modal/capital
4. Manajeman Produksi
5. Teknologi
6. Bahan baku

2.2 Saran
Dari makalah yang telah  kami buat, kami berharap agar para pembaca dapat
mengaplikasikan bagaiamana cara dan etika berproduksi secara Islami.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adesy, F. &. (2016). Ekonomi Dan Bisnis Islam. Jakarta : Rajawali Pers.

Aziz, A. (2013). Etika Bisnis Perspektif Islam. Bandung: CV.Alfabeta.

Ika Yunia Fauzia, Abdul. K. (2014). Prinsip Dasa Ekonomi Islam. Jakarta: Prenadamedia Group.

16

Anda mungkin juga menyukai