KAD Ec Abses Perianal - Aselia Pokatong (01073180095)
KAD Ec Abses Perianal - Aselia Pokatong (01073180095)
KAD Ec Abses Perianal - Aselia Pokatong (01073180095)
Oleh:
Aselia Amblin Pokatong
01073180095
Pembimbing :
dr. Jeremia Immanuel Siregar, Sp.PD
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal
30 Maret 2021 pukul 12.00 di Lantai 8 Siloam Lippo Village
Pasien juga mengatakan adanya demam 1 hari SMRS namun tidak sempat
diukur. Pasien mengeluhkan adanya lemas sejak malam SMRS, pasien
menyangkal lemas diperingan atau diperparah oleh aktivitas tertentu, lemas
dirasakan secara terus menerus. Pasien menyangkal adanya sesak nafas, keringat
malam, nyeri dada, nyeri perut, kulit atau mata menjadi kuning, pucat, diare
maupun keluhan sampai pingsan/hilang kesadaran. Pasien mengatakan cairan
keluar lagi dari benjolan saat pagi hari SMRS. Pasien menyangkal adanya keluhan
pada BAB.
Pasien selama ini tidak pernah memeriksakan diri untuk gula darah
sehingga tidak mengetahui adanya riwayat diabetes, dan mengaku baru
mengetahui gula darah meningkat saat masuk rumah sakit. Pasien menyangkal
adanya rasa haus yang lebih dari biasanya, nafsu makan meningkat, penurunan
berat badan. pasien mengaku BAK dalam sehari setidaknya ≥6 kali dan sampai
bangun di malam hari. Pasien mengaku dalam 2 – 3 bulan terakhir tekanan darah
pasien naik-turun pasien berpikir penyebabnya adalah stress dan hanya kadang-
kadang saja saat pasien sedang memeriksa ujian siswa. Saat masuk rumah sakit
tekanan darah pasien 146/75. Pasien tidak mengonsumsi obat darah tinggi.
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 135 x/menit, regular, kuat angkat, simetris
Suhu : 36,2 0C
Laju napas : 18 x/menit, reguler
Sp O2 : 99% dengan O2 ruangan
Status Gizi
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 85 kg
BMI : 33 kg/m2
HEMATOLOGI
Differential Count
Basophil 0 % 0-1
Eosinophil 1 % 1-3
Band Neutrophil 3 % 2-6
Segment 77 (↑) % 50 - 70
Neutrophil 14 (↓) % 25 - 40
Lymphocyte 5 % 2-8
Monocyte
ESR 15 mm/hours 0 - 20
PT-APTT
Prothrombin Time
Control 10,90 Seconds 9,3 – 12,7
Patient 10,40 Seconds 9,4 –11,3
A.P.T.T
Control 24,00 Seconds 21,3 –28,9
Patient 22,70 Seconds 23,40 – 31,50
BIOCHEMISTRY
Electrolytes
Base Excess (BE) -12,3 (↓) mmol/L (-) 2,4 – (+) 2,3
Hematocrit 47 %
HEMATOLOGI
BIOCHEMISTRY
Base Excess (BE) -6,5 (↓) mmol/L (-) 2,4 – (+) 2,3
Hematocrit 26 %
1.5 Resume
Pasien perempuan usia 44 tahun datang dengan keluhan lemas sejak
malam hari SMRS . pasien memiliki benjolan pada kedua bokong sejak 1 minggu
SMRS yang disertai nyeri, kemerahan dan rasa panas. 2 hari SMRS nyeri
diperberat dan keluar cairan berwanra kuning kecoklatan dari benjolan. Cairan
keluar lagi pada pagi hari SMRS Pasien juga mengeluhkan adanya demam 1 hari
SMRS. Pasien tidak pernah mengetahui adanya riwayat diabetes mellitus dan baru
mengetahui gula darah meningkat saat masuk rumah sakit. Pasien BAK ≥6 kali
sehari sampai bangun di malam hari. Tekanan darah pasien 2 – 3 bulan terakhir
naik namun pasien tidak mengonsumsi obat. Tekanan darah saat masuk RS
146/75. Pasien mengaku Ayah pasien memiliki riwayat darah tinggi. Pemeriksaan
fisik didapatkan pasien Obesitas
Hasil laboratorium menunjukkan adanya infeksi bakteri yang ditandai
leukositosis disertai shift to the right. Selain itu terdapat hiperglikemia dengan
HbA1C meningkat, ketonemia serta hiponatremia. berdasarkan analisa gas darah
didapatkan pasien asidosis metabolik.
Rencana diagnositik:
- Non Medikamentosa
Rawat ruang biasa
Pemberian cairan → NaCL 0,9% 250-500 ml/jam atau 4-14
ml/kgBB/jam
kalium 3-5 mEq →20-30mEq/L untuk jaga kadar kalium
- Medikamentosa
Insulin bolus IV → 0,1 U/kgBB = 8,5 U → lanjut 8,5 U / jam
2. Abses Perianal
Atas Dasar:
- Pasien memiliki keluhan benjolan pada kedua bokong sejak 4 hari SMRS
yang disertai nyeri, kemerahan dan rasa panas saat disentuh
- Benjolan mengeluarkan cairan berwarna kuning kecoklatan 2 hari SMRS
- Pasien juga memiliki demam sejak 1 hari SMRS
- Riwayat diabetes tidak terkontrol
- Pemeriksaan fisik: didapatkan luka paska insisi dan drainase tertutup
verban
- Leukositosis dan shift to the right
Dipikirkan:
Rencana Diagnosis:
- Kultur pus
Rencana Terapi
- Non medikamentosa
- Medikamentosa
3. Hipoalbuminemia
Atas dasar:
Rencana Diagnostik:
- (-)
Rencana Terapi:
4. Hiponatremia
Atas dasar:
= 2(135)+ (378/10)+(39/16)
Rencana Diagnostik:
- Urine Sodium
-
Rencana Terapi:
- Pasien tidak minum obat karena tidak mengetahui adanya riwayat diabetes
- Pasien BAK ≥6 kali sampai terbangun di malam hari
- Pemeriksaan fisik didapatkan IMT pasien 33 kg/m2
- GDS 378, HbA1C 11,5
Dipikirkan:
Pasien memilki diabetes mellitus yang tidak terkontrol karena pasien tidak
mengetahui sebelumnya dan baru diketahui pada saat masuk rumah sakit. Keluhan
klasik diabetes mellitus berpa 3P (poliuria, polidipsia, polifagia) pada pasien
keluhan klasik yang didapatkan pada pasien beruka BAK sering ≥6 kali hingga
pasien bangun di malam hari. Pasien juga memiliki faktor risiko obesitas dimana
IMT pasien didapatkan 33 kg/m2 yang termasuk kategori obesitas II. Hasil GDS
pasien didapatkan >200 dan HbA1C pasien didapatkan >6,5 yang menandakan
pasien sudah setidaknya mengalami hiperglikemia dalam 3 bulan terakhir.
Rencana Diagnosis:
- Pantau GDS
- Cek HbA1C setiap 3 bulan
Rencana Terapi:
- Non-medikamentosa
Edukasi pasien mengenai penyakit DM, keteraturan minum obat,
pemantauan secara berkala, dan komplikasi yang dapat terjadi
6. Hipertensi
Atas dasar:
- Pasien mengatakan 2 – 3 bulan terakhir tekanan darah pasien naik
- Saat masuk rumah sakit teknana darah pasien 145/75
Dipikirkan:
Rencana Diagnostik:
- (-)
Rencana Terapi:
3.1 DEFINISI
Ketoasidosis diabetic (KAD) adalah salah satu komplikasi akut diabetes
yang didefinisikan sebagai sebuah triad yang terdiri dari, hiperglikemia, asidosis
metabolik, dan ketonemia. Selain itu, osmolaritas plasma dapat meningkat dan
adanya peningkatan anion gap.1,2 Gangguan metabolik ini merupakan hasil dari
kombinasi defisiensi insulin absolut atau relatif dan adanya peningkatan hormon
kontra-regulasi berupa glukagon, katekolamin, kortisol dan hormone pertumbuhan.
Ketoasidosis diabetic umumnya terjadi pada pasien dengan diabetes tipe 1, namun
dapat juga terjadi pada pasien dengan diabetes tipe 2 yang sedang mengalami
stress katabolik karena suatu penyakit akut.3
Level insulin yang rendah dapat ditemukan pada defisiensi insulin absolut
atau relatif pada diabetes tipe 1; atau defisiensi relatif dengan resisten insulin pada
diabetes tipe 2.4 Defisiensi insulin, meningkatnya hormon kontra-regulasi insulin
(kortisol, glukagon, growth hormone dan katekolamin) dan resisten insulin perifer
dapat menyebabkan hiperglikemia, dehidrasi, ketosis dan electrolyte imbalance
yang mendasari patofisiologi dari KAD. Hiperglikemia pada KAD terjadi melalui
akselerasi glukoneogenesis, glikogenolisis dan menurunnya pemanfaatan glukosa
yang disebabkan defisiensi insulin absolut.5
3.4 DIAGNOSIS
Diagnosis ketoasidosis diabetik bergantung pada pendekatan anamnesis,
tanda-tanda klinis, analisa gas darah dan ketonuria. Manifestasi klinis KAD
seringkali tidak spesifik. Gejala umum yang dikeluhkan pasien berupa nyeri
abdomen, mual, muntah, dan trias klasik dari hiperglikemia yaitu: polidipsia,
polifagia, dan poliuria. Selain itu dapat juga dikeluhkan adanya bau napas seperti
buah karena adanya kelebihan aseton. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
takikardia, hipotensi, pernapasan Kussmaul dan dehidrasi (mukosa mulut kering,
turgor kulit menurun dan capillary refill). Dengan bertambah parahnya
hiperglikemia dan asidosis, dapat muncul manifestasi neurologis seperti
perubahan status mental (confusion, stupor, koma). 7,8
Selain pemeriksaan gula darah, analisa gas darah, dan keton, perlu
diperiksa juga elektrolit, fosfat, blood urea nitrogen (BUN), dan kreatinin;
urinalisis; pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis; dan EKG. Level
potassium dapat berkurang atau normal pada pasien dengan KAD. Level
potassium inisial kurang dari 3,3 mEq/L yang menunjukkan adanya hipokalemia.
Level amliase dan lipase dapat meningkat pada pasien KAD, bahkan tanpa adanya
pankreatitis. Leukositos dapat terjadi tanpa adanya infeksi, peningkatan neutrofil
batang lebih akurat memprediksi adanya infeksi. Pemeriksaan foto x-ray toraks,
urinalisis dan kultur darah perlu ditambahkan untuk mengevaluasi infeksi.
Penemuan laboratorium lainnya dapat berupa peningkatan hemoglobin,
peningkatan level transaminase hepatik, peningkatan kreatinin kinase dan level
troponin tanpa adanya kerusakan miokard. Pemeriksaan level HbA1C
9
mengindikasikan derajat kontrol glikemik pada pasien dengan diabetes.
3.5 TATALAKSANA
Tujuan tatalaksana ketoasidosis diabetik berupa restorasi volume cairan;
resolusi dari hiperglikemia dan ketosis/acidosis; koreksi gangguan elektrolit; dan
terapi penyebab mendasari dan mencegah komplikasi. 10
Terapi inisial dari ketoasidosis diabetik yang paling utama berupa terapi
cairan, dimana tujuan dari pemberian cairan ialah mengembalikan volume
sirkulasi, mengeluarkan benda keton dan mengoreksi gangguan elektrolit yang
disebabkan oleh perubahan cairan yang terjadi karena dehidrasi.7 Pemberian
cairan intravena perlu diberikan secepatnya setelah mengetahui status dehidrasi
pasien. Umumnya diberikan cairan salin 0,9% 15-20mL/kgBB/jam, atau 1 L/jam.
Selama pemberian cairan perlu dimonitor status cairan, status kardiak, produksi
urine, tekanan darah dan level elektrolit. Ketika pasien sudah stabil, maka cairan
dapat diturunkan menjadi 4-14mL/kgBB/jam atau 250-500ml/jam. Apabila
terdapat perubahan konsentrasi sodium yang sudah terkoreksi (normal atau
meningkat lebih dari 135mEq/L), maka solusi cairan dapat diganti menjadi salin
0,45%, bila kadar serum sodium terkoreksi rendah maka dapat diberikan salin
isotonic dengan laju yang sama. Dekstrosa dapat diberikan apabila level glukosa
menurun hingga 200mg/dL.6,9 Pergantian cairan harus memperbaiki defisit cairan
dengan perkiraan waktu 24 jam pertama. Target pergantian cairan sebesar 50%
dari kekurangan cairan dalam 8-12 jam pertama kemudian sisanya dalam 12-16
jam berikutnya.11 Setelah fungsi ginjal yang telah dinilai dan terjaga dengan baik,
maka cairan infus harus ditambahkan 20-30mEq/L kalium (2/3 KCl dan 1/3
KPO4), sampai pasien stabil dan dapat menerima suplementasi oral. Setelah
pergantian cairan diperbaiki, perubahan osmolalitas serum tidak boleh melebihi 3
mOsm/kg H2O/jam.6
Gambar 3. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik9
Pada pemberian terapi insulin, koreksi asidosis dan ekspansi volume dapat
menurunkan konsentrasi serum kalium. Sehingga untuk mencegah hipokalemia,
dilakukan penggantian kalium apabila kadar serum kalium di bawah 5,5 mEq/L
dengan asumsi produksi urin adekuat. Umumnya pemberian 20-30 mEq/L kalium
(2/3 KC dan 1/3 KPO4) untuk setiap liter cairan infus mencukupi untuk
mempertahankan kadar serum kalium 4-5 mEq/L. namun apabila pasien dengan
KAD didapatkan menglami hipokalemia yang signifikan, maka diberikan terapi
KCl 40mEq/L dan pemberian insulin ditunda sampai kadar kalium terkoreksi
lebih dari 3,3 mEq/L untuk mencegah terjadinya aritmia, henti jantung dan
kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium tidak dapat dilakukan apabila tidak
6,11
ada produksi urin, adanya kelainan ginjal atau kadar kalium > 6 mEq/L.
Level fosfat dapat meningkat atau normal, namun dapat menurun dengan
pemberian terapi insulin karena fosfat masuk ke ruang intraseluler. Pemberian
fosfat direkomendasikan apabila level fosfat menurun di bawah 1,0 mg/dL atau
ketika terjadi komplikasi. Walaupun beberapa penelitian tidak menemukan
keuntungan dari penggantian fosfat, namun defisiensi fosfat dihubungkan dengan
adanya kelelahan otot, rabdomiolisis, hemolisis, gagal nafas, dan aritmia. Selain
itu, KAD dapat menghasilkan penurunan pada kadar magnesium, yang dapat
mengakibatkan paresthesia, tremor, spasm otot, kejang, dan aritmia. Sehingga
perlu diberikan hanya bila turun di bawah 1,2 mg/dL atau terdapat gejala
hipomagnesium. 9
3.6 PROGNOSIS
Prognosis pada pasien dengan ketoasidosis diabetik yang diterapi
didapatkan hasil yang baik terutama pada pasien muda yang tidak ditemukan
infeksi. Prognosis yang buruk didapatkan pada pasien berusia lanjut dengan
penyakit lain yang parah seperti infak miokard, sepsis atau pneumonia, terutama
pada pasien yang dirawat diluar unit intensif. Mortalitas pada penyakit
ketoasidosis diabetic sebesar 0,2 – 2%. Adanya keadaan koma saat diagnosis,
hipotermia dan oliguria menjadi tanda-tanda prognosis yang buruk.12
Refeeding syndrome
Pasien selama 2-3 bulan terakhir ini tekanan darahnya naik turun, namun
pasien tidak memiliki obat rutin untuk hipertensinya. Pasien saat masuk rumah
sakit terukur tekanan darah pasien 145/75 mmHg. Berdasarkan JNC-8 pasien
sudah dapat dikategorikan ke dalam hipertensi stage 1. Tatalaksan pada pasien
belum diberikan terapi medikamentosa, pasien dapat diedukasi terlebih dahulu
untuk modifikasi gaya hidup. Apabila tidak mencapai target tekanan darah dengan
modifikasi gaya hidup maka dapat diberikan obat antihipertensi lini pertama
seperti Amlodipin 5mg 1x1.