Standar Audit 200 Series
Standar Audit 200 Series
Standar Audit 200 Series
• (i) Menyusun laporan keuangan sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku,termasuk, jika relevan, penyajian wajar laporan keuangan;
• (ii) Menetapkan dan menjalankan pengendalian internal yang dipandang perlu oleh
manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola untuk
memungkinkan penyusunan laporankeuangan yang bebas dari kesalahan penyajian
material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan; dan
DEFINISI (LANJUTAN)
• Premis - lanjutan
• (iii) Menyediakan hal-hal di bawah ini bagi auditor:
• a. Akses ke seluruh informasi yang disadari oleh manajemen dan, jika relevan,
pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, relevan dengan penyusunan
laporan keuangan, seperti catatan, dokumentasi, dan hal-hal lain;
• b. Informasi tambahan yang mungkin diminta oleh auditor dari manajemen dan,
jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, untuk tujuan audit;
dan
• c. Akses tidak terbatas ke orang-orang dalam entitas yang dipandang perlu oleh
auditor untuk memperoleh bukti audit
DEFINISI (LANJUTAN)
• Premis - lanjutan
• Dalam hal kerangka penyajian wajar, butir (i) tersebut diatas dapat dibaca
sebagai “tanggung jawab penyusunan dan penyajian wajar laporan
keuangan sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan”.
• Terminologi “premis, berkaitan dengan tanggung jawab manajemen dan,
jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, yang melandasi
pelaksanaan suatu audit” juga dapat disebut sebagai “premis”
DEFINISI (LANJUTAN)
• Pertimbangan profesional:
Skeptisisme Profesional
Auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan skeptisisme
profesional mengingat kondisi tertentu dapat saja terjadi yang menyebabkan
laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material.
(Ref: Para. A18–A22)
KETENTUAN (lanjutan)
Pertimbangan Profesional
Auditor harus menggunakan pertimbangan professional dalam merencanakan dan
melaksanakan audit atas laporan keuangan. (Ref: Para. A23–A27).
Auditor harus memiliki suatu pemahaman tentang keseluruhan isi suatu SA, termasuk
materi penerapan dan penjelasan lain, untuk memahami tujuan SA dan menerapkan
ketentuan SA tersebut dengan tepat. (Ref: Para. A58–A66).
Auditor tidak diperkenankan untuk menyatakan kepatuhannya terhadap SA dalam
laporan auditor kecuali auditor telah mematuhi ketentuan SA ini dan seluruh SA lainnya
yang relevan dengan audit
KETENTUAN (lanjutan)
Pelaksanaan Audit Berdasarkan SA - lanjutan
Tujuan yang Dinyatakan dalam Setiap SA
Untuk mencapai tujuan keseluruhan auditor, auditor harus menggunakan tujuan
yang dinyatakan dalam SA yang relevan dalam merencanakan dan melaksanakan
audit, dengan memperhatikan interelasi di antara SA, untuk: (Ref: Para. A67–A69)
(a) Menentukan apakah diperlukan prosedur audit lain selain prosedur audit yang
diharuskan oleh SA untuk mencapai tujuan yang dinyatakan dalam SA; dan (Ref: Para.
A70)
(b) Mengevaluasi apakah bukti audit yang cukup telah diperoleh. (Ref: Para. A71)
KETENTUAN (lanjutan)
Pelaksanaan Audit Berdasarkan SA - lanjutan
Kepatuhan terhadap Ketentuan yang Relevan
auditor harus mematuhi setiap ketentuan suatu SA dalam suatu audit, kecuali:
(a) Keseluruhan SA tidak relevan; atau
(b) Ketentuan tersebut tidak relevan karena ketentuan tersebut bergantung pada suatu
kondisi dan kondisi tersebut tidak terjadi. (Ref: Para. A72–A73)
KETENTUAN (lanjutan)
Pelaksanaan Audit Berdasarkan SA - lanjutan
Kepatuhan terhadap Ketentuan yang Relevan - lanjutan
Dalam kondisi luar biasa, auditor dapat memutuskan untuk menyimpang dari suatu
ketentuan relevan dalam suatu SA. Dalam kondisi tersebut, auditor harus
melaksanakan prosedur audit alternatif untuk mencapai tujuan ketentuan tersebut.
Kebutuhan untuk menyimpang dari suatu ketentuan relevan diharapkan hanya
terjadi ketika ketentuan tersebut hanya untuk suatu prosedur khusus yang akan
dilaksanakan dan, dalam kondisi tertentu perikatan audit, prosedur tersebut tidak
akan efektif untuk mencapai tujuan ketentuan tersebut. (Ref:Para. A74)
KETENTUAN (lanjutan)
Pelaksanaan Audit Berdasarkan SA - lanjutan
Kegagalan untuk Mencapai suatu Tujuan
Jika suatu tujuan dalam suatu SA yang relevan tidak dapat dicapai, auditor harus
mengevaluasi apakah hal ini menghalangi auditor untuk mencapai tujuan
keseluruhan auditor dan oleh karena itu, mengharuskan auditor, berdasarkan SA,
untuk memodifikasi opini auditor atau menarik diri dari perikatan (jika penarikan diri
dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan atau regulasi yang berlaku).
Kegagalan untuk mencapai suatu tujuan merupakan suatu hal signifikan yang
membutuhkan suatu dokumentasi menurut SA 230. (Ref:Para. A75–A76)
KETENTUAN (LANJUTAN)
Dokumentasi audit yang memenuhi ketentuan SA 230 dan ketentuan
dokumentasi tertentu dari SA lain yang relevan, memberikan bukti bagi basis
kesimpulan auditor dalam pencapaian tujuan keseluruhan auditor. Meskipun
auditor tidak perlu mendokumentasikan secara terpisah (seperti dalam suatu
ceklis) bahwa setiap tujuan SA telah tercapai, dokumentasi tentang kegagalan
untuk mencapai suatu tujuan membantu pengevaluasian auditor atas apakah
kegagalan tersebut telah menghalangi auditor dalam mencapai tujuan
keseluruhan auditor.
Ketentuan Etika yang Berkaitan dengan Audit atas
Laporan Keuangan (Ref: Para. 14) (1)
Auditor harus memenuhi ketentuan etika yang relevan,termasuk
ketentuan yang berkaitan dengan independensi, sehubungan dengan
perikatan audit atas laporan keuangan. Ketentuan etika tersebut
tercantum dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik (“Kode Etik”)
yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia, yang terdiri
dari Bagian 1 dan Bagian 3 dan 4A.
Kode Etik Akuntan Indonesia - 2020.pdf
Ketentuan Etika yang Berkaitan dengan Audit atas
Laporan Keuangan (Ref: Para. 14) (2)
• Bagian 1 dari Kode Etik menetapkan prinsip dasar etika profesi yang relevan bagi
auditor ketika melaksanakan suatu audit atas laporan keuangan dan menyediakan
suatu kerangka konseptual untuk menerapkan prinsip dasar tersebut. Prinsip-
prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh auditor menurut Kode Etik adalah sebagai
berikut: (a) Integritas;(b) Objektivitas; (c) Kompetensi dan kecermatan profesional;
(d) Kerahasiaan; dan (e) Perilaku profesional.
• Bagian 3 dan 4A dari Kode Etik memberikan ilustrasi bagaimana kerangka
konseptual diterapkan dalam situasi tertentu.
Ketentuan Etika yang Berkaitan dengan Audit atas
Laporan Keuangan (Ref: Para. 14) (3)
Oleh karena perikatan audit menyangkut kepentingan publik, sebagaimana
diatur dalam Kode Etik, auditor harus independen dari entitas yang diaudit.
Kode Etik menjelaskan independensi sebagai independensi dalam pemikiran
dan independensi dalam penampilan. Independensi auditor melindungi
kemampuan auditor untuk merumuskan suatu opini audit tanpa dapat
dipengaruhi. Independensi meningkatkan kemampuan auditor dalam
menjaga integritasnya, serta bertindak secara objektif, dan memelihara suatu
sikap skeptisisme profesional.
Ketentuan Etika yang Berkaitan dengan Audit atas
Laporan Keuangan (Ref: Para. 14) (4)
Standar Pengendalian Mutu (“SPM”) atau ketentuan setara lainnya, mengatur
tanggung jawab KAP untuk menetapkan dan memelihara sistem pengendalian
mutu untuk perikatan audit. Standar Pengendalian Mutu 1 (SPM 1)
menetapkan tanggung jawab KAP untuk menetapkan kebijakan dan prosedur
yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai bahwa KAP dan
personelnya mematuhi ketentuan etika yang relevan, termasuk yang berkaitan
dengan independensi. SA 220 menetapkan tanggung jawab rekan perikatan
sehubungan dengan ketentuan etika yang relevan.
ELEMEN Standar Pengendalian Mutu 1 (“SPM 1”)
SPM 1.pdf
• Tanggung Jawab Kepemimpinan atas Mutu Audit
• Ketentuan Etika yang Relevan
• Penerimaan dan Keberlanjutan Hubungan dengan Klien dan Perikatan Audit
• Penugasan Tim Perikatan
• Pelaksanaan Perikatan
• Pemantauan
• Dokumentasi (REF SA 220 - Pengendalian Mutu untuk Audit atas
Laporan Keuangan).
Skeptisisme Profesional (Ref: Para. 15) - Lanjutan
Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadap antara lain
hal-hal sebagai berikut:
• Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh.
• Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dokumen
dan respons terhadap permintaan keterangan yang digunakan sebagai
bukti audit.
• Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan.
• Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit tambahan selain
prosedur yang disyaratkan oleh SA
Skeptisisme Profesional (Ref: Para. 15) - lanjutan
• Mempertahankan skeptisisme profesional selama audit diperlukan jika auditor
berusaha untuk, mengurangi risiko, seperti misalnya: • Kegagalan dalam melihat
kondisi-kondisi tidak lazim. • Terlalu menyama ratakan kesimpulan ketika menarik
kesimpulan tersebut dari observasi audit. • Menggunakan asumsi yang tidak tepat
dalam menetapkan sifat, saat, dan luas prosedur audit serta penilaian atas hasilnya.
• Auditor tidak dapat mengabaikan pengalaman lalu mengenai kejujuran dan
integritas manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola entitas.
Namun,suatu keyakinan bahwa manajemen dan pihak yang bertanggung jawab
atas tata kelola adalah jujur dan memiliki integritas tidak melepaskan auditor dari
kebutuhan untuk memelihara skeptisisme profesional atau memperbolehkan auditor
menerima bukti audit yang kurang persuasif, ketika memperoleh keyakinan
memadai.
Risiko Kesalahan Penyajian Material
• Risiko kesalahan penyajian material dapat terjadi di dua tingkat: • Tingkat laporan
keuangan secara keseluruhan; dan • Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo
akun, dan pengungkapan.
• Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan secara
keseluruhan mengacu ke risiko kesalahan penyajian material yang berdampak luas
(pervasif) terhadap laporan keuangan secara keseluruhan dan berpotensi
memengaruhi banyak asersi.
• Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi dinilai untuk menentukan sifat,
saat, dan luas prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit yang
cukup dan tepat.
• SA 315 menetapkan ketentuan dan memberikan panduan dalam mengidentifikasi dan
menetapkan risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan dan
tingkat asersi.
Pertimbangan Profesional (Ref: Para. 16)
Pertimbangan profesional merupakan hal penting untuk melaksanakan audit
secara tepat. Hal ini karena interpretasi ketentuan etika dan SA yang relevan,
serta keputusan yang telah diinformasikan yang diharuskan selama audit tidak
dapat dibuat tanpa penerapan pengetahuan dan pengalaman yang relevan
pada fakta dan kondisi terkait.
Pertimbangan profesional diperlukan terutama dalam membuat keputusan
tentang :
Pertimbangan Profesional (Ref: Para. 16) lanjutan
• Materialitas dan risiko audit.
• Sifat, saat, dan luas prosedur audit yang digunakan untuk memenuhi ketentuan SA dan
mengumpulkan bukti audit.
• Pengevaluasian tentang apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh, dan
apakah pengevaluasian lebih lanjut dibutuhkan untuk mencapai tujuan SA dan tujuan
keseluruhan auditor.
• Pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen dalam menerapkan kerangka
pelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas.
• Penarikan kesimpulan berdasarkan bukti audit yang diperoleh, sebagai contoh, penilaian
atas kewajaran estimasi yang dibuat oleh manajemen dalam menyusun laporan
keuangan.
Pertimbangan Profesional (Ref: Para. 16) lanjutan
Pertimbangan profesional perlu dilakukan sepanjang audit, juga perlu
didokumentasikan dengan tepat. Dalam hal ini, auditor diharuskan untuk
membuat dokumentasi audit yang cukup untuk memungkinkan seorang auditor
lain yang berpengalaman, yang sebelumnya tidak memiliki hubungan dengan
audit tersebut, memahami pertimbangan profesional signifikan yang dibuat
dalam menarik kesimpulan atas hal-hal signifikan yang timbul selama audit.
Pertimbangan profesional tidak untuk digunakan sebagai justifikasi untuk
keputusan yang tidak didukung oleh fakta dan kondisi perikatan atau bukti
audit yang tidak cukup dan tidak tepat.
Bukti audit yang cukup dan tepat
Bukti audit diperlukan untuk mendukung opini dan laporan auditor. Bukti audit
bersifat kumulatif dan terutama diperoleh dari prosedur audit yang dilaksanakan
selama audit. Namun, bukti audit juga mencakup informasi yang diperoleh dari
sumber-sumber lain, seperti audit periode lalu (sepanjang auditor telah menentukan
apakah telah terjadi perubahan sejak audit periode lalu yang dapat memengaruhi
relevansi audit periode lalu dengan audit periode kini), atau prosedur pengendalian
mutu suatu KAP untuk penerimaan dan keberlanjutan klien. Selain sumber-sumber
lain yang diperoleh dari dalam dan luar entitas, catatan akuntansi entitas merupakan
sumber bukti audit yang penting. Selain itu, informasi yang dapat digunakan sebagai
bukti audit mungkin telah disusun oleh seorang pakar yang dipekerjakan atau
ditugaskan oleh entitas.
Bukti audit yang cukup dan tepat - lanjutan
Bukti audit terdiri dari informasi yang mendukung dan menguatkan asersi manajemen
dan setiap informasi yang bertentangan dengan asersi tersebut. Sebagai tambahan,
dalam beberapa kasus, ketiadaan informasi (sebagai contoh, penolakan manajemen
untuk menyediakan representasi yang diminta) digunakan oleh auditor dan, oleh
karena itu, juga merupakan bukti audit. Sebagian besar pekerjaan auditor dalam
merumuskan opini auditor terdiri dari pemerolehan dan pengevaluasian bukti.
Hal mengenai apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh untuk
mengurangi risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, dan memungkinkan
auditor untuk menarik kesimpulan wajar yang mendasari opini auditor, merupakan
suatu pertimbangan profesional. Lihat SA 500
Keterbatasan Inheren dalam Suatu Audit
Auditor tidak diharapkan untuk, dan tidak dapat, mengurangi risiko audit hingga
tidak ada sama sekali dan oleh karena itu auditor tidak dapat memperoleh
keyakinan absolut bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian
material karena kecurangan atau kesalahan. Hal ini disebabkan adanya
keterbatasan inheren (bawaan) dalam suatu audit, yang mengakibatkan hampir
semua bukti audit yang menjadi basis bagi auditor dalam menarik kesimpulan
dan menyatakan opini merupakan bukti yang bersifat persuasif bukan konklusif.
Keterbatasan bawaan suatu audit timbul dari:
• Sifat pelaporan keuangan; • Sifat prosedur audit; dan • Kebutuhan agar audit
dilaksanakan dalam jangka waktu dan biaya yang wajar
Hal-Hal Lain yang Memengaruhi Keterbatasan Inheren suatu Audit
• Dalam hal asersi atau hal pokok tertentu, dampak potensial dari keterbatasan inheren
atas kemampuan auditor untuk mendeteksi kesalahan penyajian material adalah
signifikan. Asersi atau hal pokok tersebut mencakup:
• Kecurangan, terutama kecurangan yang melibatkan manajemen senior atau kolusi.
Lihat SA 240
• Eksistensi dan kelengkapan hubungan dan transaksi pihak berelasi. Lihat SA 550
• Keterjadian atas ketidak patuhan terhadap peraturan perundangan-undangan dan
regulasi. Lihat SA 250
• Peristiwa atau kondisi masa depan yang dapat menyebabkan suatu entitas tidak
dapat melanjutkan kelangsungan usahanya. Lihat SA 570
Hal-Hal Lain yang Memengaruhi Keterbatasan Inheren suatu Audit - lanjutan
Oleh karena keterbatasan inheren suatu audit, terdapat suatu risiko yang tidak
terhindarkan bahwa beberapa kesalahan penyajian material dalam laporan
keuangan belum tentu dapat terdeteksi, meskipun audit telah direncanakan dan
dilaksanakan dengan tepat berdasarkan SA. Oleh karena itu, penemuan
kemudian atas suatu kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan
yang disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan tidak dengan sendirinya
mengindikasikan adanya suatu kegagalan dalam pelaksanaan audit
berdasarkan SA. Namun, keterbatasan inheren suatu audit bukan merupakan
suatu pembenaran bagi auditor untuk menerima bukti audit yang kurang
persuasif.
STANDAR AUDIT (SA) 210
PERSETUJUAN ATAS KETENTUAN
PERIKATAN AUDIT
STANDAR AUDIT (SA) 220
PENGENDALIAN MUTU UNTUK AUDIT ATAS
LAPORAN KEUANGAN
STANDAR AUDIT (SA230)
DOKUMENTASI AUDIT
STANDAR AUDIT (SA) 240
TANGGUNGJAWAB AUDITOR TERKAIT DENGAN
KECURANGAN DALAM SUATU AUDIT ATAS LAPORAN
KEUANGAN
STANDAR AUDIT (SA) 250