LP Hiperbilirubin
LP Hiperbilirubin
LP Hiperbilirubin
Disusun Oleh:
YUSUF MARDIANTO
NIM. 201614201044
Mengetahui,
Kepala Ruang NICU RSUD Sidoarjo
KONSEP TEORI
A. PENGERTIAN
` Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis
sel darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang
ditandai dengan joundice pada kulit, sklera mukosa, dan urine. (Mitayani,
2012 : 191)
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus kearah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati
bilirubin, bila kadar bilirubin tidak dikendalikan , (Mansjoer,2008)
Hiperbiliruin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum
bilirubin.(Iyan,2009)
B. KLASIFIKASI
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk
penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian
yang di mulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah
sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki
serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain
lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan
dengan angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak menunjukkan
intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut
menunjukkan arah meluasnya ikterus.
Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer
Perkiraan
Derajat
Daerah ikterus kadar
ikterus
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atasumbilikus) 9,0 mg%
Sampai badan bawah (di bawahumbilikus) hingga 11,4 mg/dl
III
tungkai atas (di atas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl
C. ETIOLOGI
Meurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu:
1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidak
sesuaian golongan darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO
2. Gangguan konjugasi bilirubin
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar
4. Pebentukan bilirubin yang berlebihan
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid,
kloramfenikol)
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel
darah merah. Disebut juga icterus hemolitik
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9. Bayi prematur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat
akibat trauma ifeksi
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang dissebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan
sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma,shypilis.
D. Patofisologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya
kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.
Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan
diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z
dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis
atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar
(defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan
ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek.
Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya
bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia,
hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena
trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada
derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan
BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia.
E. PATHWAY
Hemoglobin
globin Hem
Biliverdin
Fe co
Indikasi fototerapi
G. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi
mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan
tangisan yang melengking.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody
Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari
test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif,
anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi
incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yang mungkin -dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5
mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl
pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm
tegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia
berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari
10mg/dl tidak fisiologis.
j. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14mg/dl tidak fisiologis
k. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis
pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
l. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses
hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan
intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti
hepatitis, serosis hati, hepatoma.
I. Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan
dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan
membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin
d. Fototherapi
Fototherapi atau terapi dengan mengguanakan sinar ultraviolet,
merupakan perawatan paling umum yang digunakan untuk
menurunkan kadar bilirubin yang yang tinggi bayi baru lahir
yang mengalami jaundice atau bayi kuning. Pada perawatan
fototherapi, bayi akan dibaringkan dalam boks bayi atau
inkubator yang diberi sinar lampu ultraviolet. Sinar ultraviolet
ini akan diserap oleh kulit bayi. Selama proses ini, bilirubin
ditubuh bayi akan diubah menjadi bentuk lain yang bisa lebih
mudah diekskresikan dalam tinja dan air kencing. Bayi tetap
berada dibawah sinar fototherapi selama beberapa hari sampai
kadar bilirubinnya menurun hingga batas yang
direkomendasikan.
A. Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat –
obat yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic
oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi
sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data
obyektif ; lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma
persalinan, hipoksia dan asfiksia
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia,
gangguan saluran cerna dan hati (hepatitis)
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan
peran orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu
terhadap bayi yang ikterus.
3. Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin. Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi
bronze)
d. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih
disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas
minum (reflek menghisap dan menelan lemah sehingga BB
bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat
menunjukkan pembesaran limfa, hepar
e. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau
kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum,
hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro
mungkin terlihat. Opistotonus dengan kekakuan lengkung
punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas
kejang (tahap krisis)
f. Pernafasan
Riwayat asfiksia
g. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami
ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat
tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan
(sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti
bayi dengan ibu diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi
berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis,
hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi pria
dibandingkan perempuan.
i. Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier,
fibrosis kistik. Faktor keluarga; missal riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit
hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir
(galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi
gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau
nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO;
penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis,
toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin,
perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.
3. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik
dan komplikasi berkenaan phototerapi.
4. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan
dengan terpapar lingkungan panas.
C. Intervensi
Indicator Skala :
1. Tidakpernahmenunju
kkan.
2. Jarangmenunjukkan
3. Kadangmenunjukkan
4. Seringmenunjukkan
5. Selalumenunjukkan
2 Resiko Setelah dilakukan Monitor Cairan
tindakan keperawatan 1. Tentukan riwayat
tinggi
selama 2x24 jam jumlah dan tipe
kekurang intake
diharapkan tidak ada
an resiko kekurangan cairan cairandaneliminasi
volume pada klien. 2. Tentukan
KriteriaHasil : kemungkinan faktor
cairan 1. TD dalam rentang resiko daari
b.d. yang diharapkan ketidakseimbanganc
phototera 2. Tekanan arteri rata-rata airan (hipertermia,
dalam rentang yang terapidiuretik,
pi.
diharapkan kelainan renal, gagal
3. Nadi perifer teraba jantung, diaporesis,
4. Keseimbangan intake disfungsi hati)
dan output dalam 24 3. Monitor berat badan
jam 4. Monitor serum
5. Suara nafas tambahan danelektrolit urine
tidakada 5. Monitor serum
6. Berat badan stabil danosmolaritas urine
Indicator Skala : 6. Monitor BP, HR, RR
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan