Penyakit Gosong Pada Tanaman Jagung

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Penyakit gosong pada tanaman jagung

Tanaman jagung berasal dari daerah tropis dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang
terlalu ketat. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 500 LU-400 LS. Jagung
dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang
memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0 -
600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung. Suhu yang
dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 27-32 0C.Pertumbuhan
tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Intensitas sinar matahari sangat penting
bagi tanaman, terutama dalam masa pertumbuhan. Sebaiknya tanaman jagung mendapatkan
sinar matahari langsung, dengan demikian, hasil yang akan diperoleh akan maksimal.
Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat atau merana, produksi biji
yang dihasilkan pun kurang baik. Jagung termasuk tanaman yang membutuhkan air yang
cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga dan saat pengisian biji.
Pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan selama masa
pertumbuhan (Warisno, 1998).

Pembangunan pertanian diarahkan untuk kelestarian swasembada beras, mencapai


swasembada jagung dan kedelai dan meningkatkan produksi palawija lainnya. Jagung (Zea
mays. L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan.
Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan
makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan
bahan baku makanan ternak.Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat.
Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan
semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.

Cedawan yang menjadi pathogen tanaman, mengganggu proses-proses fisiologis pada


tanaman yang menjadi inangnya dalam pembahasan ini adalah jagung. Gangguan yang terus
menerus merugikan aktivitas tanaman disebut penyakit tanaman. Cendawan merugikan
tanaman dalam hal pengangkutan zat cair dan garam mineral, mengganggu proses
fotosintesa, serta mengganggu pengangkutan hasil-hasil proses fotosintesa. Cendawan dapat
merusak akar, batang, daun,buah, dan bunga, serta hasil tanaman di tempat penyimpanan.
Penyakit yang sering menyerang tanaman jagung antara lain adalah penyakit bulai
(Downy mildew), penyakit bercak daun (Leaf bligh), penyakit karat (Rust), penyakit gosong
bengkak (Corn smut/boil smut), dan penyakit busuk tongkol dan busuk biji.Isi

Penyakit hawar pada tanaman jagung


1. Penyakit Hawar pada Jagung

A. Pendahuluan

Jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras di Indonesia. Selain

menjadi sumber bahan pangan, bagi sebagian besar peternak di Indonesia, jagung menjadi

bahan pakan ternak. Berdasarkan data BPS (2012), tahun 2012 produksi jagung diperkirakan

mengalami peningkatan sebesar 7,38% namun, hingga tahun 2013 impor jagung masih tetap

dilakukan. Hal ini dikarenakan masalah kadar air yang dinilai belum sesuai dengan standar

industri pakan nasional dan akibat jamur patogen yang dapat menurunkan mutu jagung. Salah

satu penyakit utama yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil hingga 70% yaitu hawar

daun yang disebabkan oleh jamur Exserohilum turcicum (Pass.) Leonard et Sugss (Ogliari et

al., 2005). Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang paling efektif dan

dianjurkan karena aman bagi lingkungan. Oleh karena itu, uji ketahanan beberapa varietas

jagung terhadap serangan penyakit hawar daun perlu dilakukan. Infeksi berat dapat

mengakibatkan tanaman cepat mati atau mengering dan cendawan ini tidak menginfeksi

tongkol atau klobot.

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu metode dalam pengelolaan atau

pengendalian hama menggunakan berbagai kombinasi teknik yang diketahui dengan tujuan

mengurangi tingkat populasi dan status hama ke dalam tingkat toleransi tertentu sehingga

dapat dikendalikan secara alamiah (dengan musuh alami). Pengendalian ini dilakukan dengan

strategi dan taktik PHT harus pula berdasarkan pada kondisi ekologi, ekonomi dan sosial (tri,

2014).

B. Patogen
Penyebab penyakit hawar daun adalah Helminthosporium turcicum.

C. Siklus Hidup

Penyakit ini disebabkan oleh Helminthosporium turcicum untuk hawar kecil dan

Exserohilum

turcicum untuk hawar besar. Cendawan ini dapat bertahan hidup dalam bentuk

miselium dorman pada daun atau pada sisa sisa tanaman di lapangsemakin

memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi nekrotik dan disebut hawar,

D. Gejala

Pada awal infeksi  gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin

memanjang  berbentuk  ellips dan berkembang menjadi  nekrotik dan disebut hawar,

warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar 2,5-15 cm, bercak muncul awal pada

daun yang terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Cendawan ini dapat bertahan

hidup dalam bentuk miselium dorman  pada  daun  atau  pada sisa sisa tanaman di lapang.

Cara pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara :

- Menanam varietas tahan  

- Eradikasi tanaman yang terinfeksi bercak daun 

- Penggunaan fungisida (Sumartini, 1995).

Daur penyakitTanaman Jagung Berdasarkan Tujuh Kategori Serangan Penyakit. Skor

Kategori serangan Gambar

Tidak terdapat gejala

1. Terdapat gejala hawar < 1 %. Panjang lesio pada daun 8,1 mm–16 mm.

2. Gejala hawar mencapai 1% – 5%. Panjang lesio pada daun >16 mm-24 mm

3. Gejala hawar pada tanaman mencapai 6% - 20%. Panjang lesio pada daun >24 mm 32

mm
4. Gejala hawar 21% - 50 %. Terdapat lesio pada daun – daun bagian bawah > 50%,

lesio mencapai bagian tengah (empat daun terdekat dengan tongkol atas) dan daun

5. Serangan hawar daun mencapai > 50%. Daun – daun bagian bawah mati, lesio pada

daun bagian tengah > 50% dan lesio pada daun bagian atas < 25%

6. Tanaman mati.

2.penyakit gosong pada tanaman jagung

Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae
Schw, Uredo maydis DC.

Gejala:
(1) masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi pembengkakan
pada biji jagung
(2) mula-mula berwarna putih, lama-kelamaan biji jagung yang bengkak berwarna hitam
(3) Klobot yang membungkus jagung akan terdesak kesamping, sehingga sebagian biji
jagung yang bengkak tersembul keluar
(4) akhirnya biji jagung akan pecah, dan tersebarlah spora yang berwarna hitam
berhamburan dan mengeluarkan kelenjar (gall)
Pertumbuhan dan penyebarn pathogen cocok pada kondisi kering disertai suhu
tinggi pada awal pertumbuhannya. Penyebaran pathogen melalui benih (seed borne),
tanah, aliran air, dan angin.
Pengendalian:
(1) mengatur kelembaban
(2) memotong bagian tanaman dan dibakar
(3) menanam varietas resisten
(4) perlakuan benih dengan fungisida.
Morfologi Ustilago maydis

Ustilago maydis adalah cendawan penyebab penyakit gosong bengkak pada tanaman

jagung (Zea mays L.). Cendawan ini merupakan dimorfik, artinya dalam siklus hidupnya

dapat terjadi dua bentuk, yaitu membentuk sel khamir dan membentuk misellium. Ustilago
maydis tumbuh dalam bentuk sel khamir haploid selama fase saprofit, namun berubah

menjadi miselium bersel haploid pada fase menginvasi atau menginfeksi inang.

b.      Siklus hidup

Penyakit Gosong Bengkak ( Corn Smut atau Boil Smut ) menyerang pada tongkol,

ditandai dengan masuknya cendawan ini ke dalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan

mengeluarkan kelenjar (gall). Pengendalian penyakit dilakukan dengan, mencabut tongkol

atau tanaman yang terjangkit dan membakarnya. Selain itu sebagai langkah pencegahan

dilakukan seed treatment dengan fungisida pada saat tanam. (Umar, 2015)

Cendawan ini dapat bertahan sebagai saprofit dan dalam bentuk teleospora pada sisa-sisa

tanaman sakit , pada pupuk organic atau dalam tanah. Spora tersebut mempunyai ketahanan

yang sangat tinggi sehingga dapat bertahan hidup sampai bertahun-tahun. Pada keadaan yang

cocok telaospora berkecambah,membentuksporodium yag dipencarkan oleh angin atau air.

Cendawan dapat mengandalkan infeksi dengan melalui langsung epidermis atau melalui

mulut kulit , pada semua jaringan meristem yang terdapat pada bagian-bagian tanaman diatas

tanah. Ustilago maydis biasanya dimulai dengan pertumbuhan tabung konjugasi kemudian

terjadi fusi antara sporidia yang sesuai. Selanjutnya miseelium dikariotik atau menginvasi

tanaman yang dilanjutkan dengan pembentukan tetiospora.

c.       Reproduksi Ustilago maydis

Patogen ini melakukan reproduksi dengan cara seksual (generative) dan aseksual

(vegetative). Secara aseksual menghasilkan spora. Apabila kondisi habitat sesuai, Ustilago

maaydis memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora

aseksual dapat terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora

akan berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa. Reproduksi secara aseksual melalui

kontak gametangium dan konjugasi. Kontak gametagium mengakibatkan terjadinya

singami,yaitu persatuan sel dari dua inddividu. Singami terjadi dalam dua tahap, tahap
pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan tahap kedua adalah kariogami

(peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari masing-masing induk bersatu tetapi

tidak melebur dan membentuk dikarion.

d.         Klasifikasi

Nama Patogen : Ustilago maydis

Golongan : Cendawan tingkat tinggi

Klasifikasi

Kingdom : Fungi

Phylum : Basidiomycota

Class : Ustomycetes

Order : Ustilaginales

Family : Ustilaginaceae

Genus : Ustilago

Species : Ustilago maydis

Pengendalian secara Umum

Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan cara memusnahkan bagian tanaman

yang terserang, perlakuan benih dengan fungisida dan menanam varietas tanam jagung yang

resisten. Selain itu juga masih banyak pengendalian lain seperti :

1.                Mengatur kelembaban areal pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi,

2.                Memotong bagian tanaman yang terserang kemudian dibakar,

3.                Benih yang akan ditanam dicampur dengan fungisida secara merata hingga semua

permukaan benih terkena.

g.      Pengendalian berdasarkan taktik dan strategi


Sumber inokulum atau sumber penular adalah tempat dari mana inokulum atau penular

itu berasal dan sesuai dengan urutan penularannya dibedakan menjadi sumber penular primer,

sumber penular sekunder, sumber penular tertier dan seterusnya.

Selama perkembangan penyakit dapat kita kenal beberapa peristiwa yaitu :

1. Inokulasi adalah jatuhnya inokulum pada tanaman inangnya.

2. Penetrasi dalah masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman inangnya.

3. Infeksi adalah interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya.

4. Invasi adalah perkembangan patogen di dalam jaringan tanaman inang.

Strategi pengendalian dengan mengurangi inokulum awal meliputi taktik yang terdiri

dari avoidan, esklusi, eradikasi, proteksi, resisten, dan terapi.

  Bentuk avoidan yaitu dengan menanam jagung dengan memperhatikan waktu penanaman

yang tepat dimana disesuaikan dengan waktu perkembangan Ustilago maydis yang

menyebabkan gosongnya tanaman jagung. Selain penentuan waktu tanam yang tepat

pemilihan lahan juga perlu diperhatikan misalnya tidak menanam pada lahan yang sudah

terjangkit pathogen ini atau memilih lahan yang mempunyai jumlah inokulum yang rendah

atau karena faktor lingkungan tidak sesuai untuk infeksi. Cara lain untuk mengendalikan dari

taktik avoidan ini adalah memilih lingkungan yang cocok pada tanaman jagung tetapi

menciptakan lingkungan yang tidak disukai pathogen ini misalnya Mengubah pH tanah agar

tidak sesuai dengan kebutuhan pathogen.

  Taktik esklusi adalah mengurangi inokulum awal yang berasal dari luar tanaman. Sebelum

pathogen terbawa oleh benih tanaman jagung yang berasal dari luar harus diperiksa guna

mengurangi inokulum yang sudah ada agar tidak terbawa masuk oleh benih.

  Taktik eradikasi adalah mengurangi produksi inokulum awal dengan memusnahkan atau

membuat tidak aktif sumber inokulum awal dapat melakukan pembersihan lahan dari

penyakit yang akan ditanamani jagung agar penyebab penyakit tidak dapat berkembang pada
lahan, membuang sumber yang dapat membawa inokulum masuk ke lingkungan pertanaman,

dan memusnahkan inang alternatif dari pathogen ini sebelum ditanami jagung.

  Proteksi adalah taktik melindungi tanaman terhadap serangan yang menyebabkan penyakit

seperti pemberian fungisida pada benih jagung yang akan ditanam agar tidak dapat terinfeksi

karena terhalang oleh fungisida.

  Resisten yaitu taktik yang dilakukan untuk membuat ketahanan tanaman terhadap infeksi awal

dengan aplikasi racun atau penghalang infeksi lainnya baik dari awal maupun akhir agar

tanaman tidak dapat di infeksi oleh patogen. Tindakan resistensi akan lebih baik bila

dilakukan sejak awal.

  Terapi tanaman adalah taktik perlindungan tanaman dengan mencegah pathogen menginfeksi

benih, biasanya dilakukan dengan terapi panas, terapi kimia atau kultur meristem untuk

memproduksi benih bebas penyakit atau bagian vegetatif tanaman bebas penyakit.
Daftar pustaka

Umar, dkk. 2015. Penampilan Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Kultivar Jagung Komposit pada

Pendekatan Teknologi Non-Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Teknologi Pengelolaan

Tanaman Terpadu. Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan .Volume 3 Nomor 2 Desember

2015

Sumartini dan Sri Hardaningsih. 1995. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Dalam:

Pengenalan Hama dan Penyakit Tanaman Jagung serta Pengendaliannya. Monograf Balittan

Malang. Badan Litbang Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan. Malang

Surtikanti. 2011. Hama Dan Penyakit Penting Tanaman Jagung Dan Pengendaliannya. Balai

Penelitian Serealia Maros. Sulawesi Selatan.

Ogliari, J.B., M.A. Guimaraes, I.O. Geraldi and L.E.A. Camargo 2005. New Resistance

Genes in the Zea mays Exserohilum turcicum Pathosystem Genet. Mol. Biol. vol. 28 no. 3

Sao Paulo.

Tri, 2014. UJI EFEKTIVITAS NUCLEAR POLYHEDROSIS VIRUS (NPV) TERHADAP PENGENDALIAN HAMA

PENGGEREK BATANG JAGUNG Ostrinia furnacalis Guenee (LEPIDOPTERA:PYRALIDAE) PADA

BERBAGAI INSTAR DI LABORATORIUM. Jurnal Online Agroekoteknologi . Vol.2, No.2 : 726- 734 ,

Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai