Makalah Metode Kultur

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH METODE KULTUR, IMMUNOSEROLOGI DAN

BIOLOGI MOLEKULER VIRUS

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Virologi

Dosen Pengampu:

Indra Lesmana R., M.Biotech

Oleh:

Ariska Septiana (P3.73.34.1.19.051)


Nia Rista E. (P3.73.34.1.19.066)

Poltekkes Kemenkes Jakarta III

Jurusan Teknologi Laboratorium Medik

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat


dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Metode Kultur, Immunoserologi dan Biologi Molekuler Virus
tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah virologi pada program studi D-III
Teknologi Laboratorium Medis. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang metode kultur, pemeriksaan immunoserologi
dan biologi molekuler virus bagi pembaca dan penulis.
Kami mengucapkan termakasih kepada bapak Indra Lesmana R., M.
Biotech, selaku dosen mata kuliah virologi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang
sedang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari dalam membuat makalah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu kritik dan saran dari Bapak dan Ibu dosen serta
para pembaca sangat kami perlukan demi menyempurnakan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2

1.3 Tujuan.................................................................................................2

BAB II............................................................................................................3

PEMBAHASAN............................................................................................3

2.1 Metode Kultur Virus..........................................................................3

2.1.1 Pembiakkan atau Kultur Virus Dengan Hewan Percobaan (In


Vivo).......................................................................................................3

2.1.2 Pembiakkan Virus dengan Kultur Jaringan (In Vitro)..................4

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan virus dalam


biakan jaringan:......................................................................................8

2.1.4 Pembiakan virus dalam telur berembrio (In Ovo).........................8

2.2 Pemeriksaan Immunoserologi Virus..............................................10

2.2.1 Hemaglutinasi..............................................................................10

2.2.2 ELISA (Antibodi Immunosorbent Enzyme-linked)....................12

2. 3. Metode Biologi Molekuler.............................................................15

2.3.1 PCR (Polymerase chain reaction)................................................15

2.3.2 PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment


Length Polimorfism)............................................................................16

ii
2.3.3 LAMP (Loop-mediated isothermal amplification)......................20

BAB III........................................................................................................23

PENUTUP...................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Virus adalah mikroorganisme yang hidup secara obligat intra seluler,
oleh karena itu cara pembiakannya lebih sulit dibandingkan pembiakan
bakteri. Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi
sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam
material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk
hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk
bereproduksi sendiri.
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau
RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam
bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau
kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang
digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang
dibutuhkan dalam daur hidupnya. (Wikipedia)
Pembiakan virus ada tiga, yaitu pembiakan virus dengan hewan
percobaan (in vivo), pembiakan virus dengan kultur jaringan (in vitro)
dan pembiakan virus dalam telur berembrio (in ovo).
Untuk mendeteksi virus ada beberapa metode yang digunakan, yaitu
berdasarkan sifat-sifat biologi dan bagian dari partikel virus, yaitu asam
nukleat. Deteksi berdasarkan asam nukleat dapat dilakukan secara
serologi dan molekuler. Pemeriksaan serologi mempunyai arti
diagnostik lebih tinggi dibandingkan isolasi virus. Salah satu teknik tes
serologi adalah Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA),
sedangkan teknik tes molekuler yang umum digunakan adalah
Polymerase Chain Reaction (PCR).

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana metode kultur pada virus ?
2. Bagaimana metode tes immunoserologi pada virus ?
3. Bagaimana metode tes biologi molekuler pada virus ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode kultur pada virus.
2. Untuk mengetahui metode tes immunoserologi pada virus.
3. Unuk menegtahui metode tes biologi molekuler pada virus.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Metode Kultur Virus


Virus adalah parasit obligat intrasel, karenanya virus tidak dapat
berkembang biak di dalam medium mati. Ada tiga cara yang umum
digunakan untuk membiakkan virus, yaitu pembiakan virus dengan
hewan percobaab (in vivo), pembiakan virus dengan kultur jaringan (in
vitro) dan pembiakkan virus alam telur (in ovo).
2.1.1 Pembiakkan atau Kultur Virus Dengan Hewan Percobaan (In Vivo)
Merupakan salah satu cara yang paling tua untuk
membiakkan atau mengkultur virus. Hewan percobaab pada biakan
ini menggunakan hewan percobaan sebagai media untuk menanam
virus. Jenis hewan percobaan, umur, jenis kelamin, serta cara
penyuntikan tergantung dari jenis virus yang akan dikultur. Contoh:
- Virus Polio
Hewan yang digunakan adalah kera, cara penyuntikan intra
cerebral/intra spinal/intra nasal/intra muskular. Dalam waktu 2
minggu setelah penyuntikan maka kera akan lumpuh. Berarti
didalam tubuh kera ada dan berkembang virus polio dan di dalam
tinja kera dapat ditemukan virus polio.
- Virus Rabies
Hewan yang digunakan adalah tikus putih dewasa yang disuntik
secara intra cerebral. 1-2 minggu kemudian tikus akan sakit,
bulunya rontok dan mati.
- Virus Dengue
Hewan yang digunakan adalah bayi tikus putih umur 1-3 hari,
disuntik secra intra cerebral. Setelah 7-10 hari tikus akan
mengalami kejang-kejang atau lemas lalu mati. Maka darah tikus
tadi mengandung virus.

3
4

- Virus Cacar
Virus cacar dapat digoreskan pada kulit atau kornea kelinci.
Jaringan otak anjing rabies yang disuntikkan intraserebral pada
mencit atau kelinci akan menyebabkan terjadinya ensefalitis.

Pada kultur dengan hewan percobaan ini, pertumbuhan virus


pada binatang dapat diketahui dengan melihat gejala-gejala
penyakit, adanya kelainan-kelainan yang tampak dan kematian
binatang tersebut. Kadang-kadang adanya kekebalan pada
binatang percobaan mengganggu pertumbuhan virus yang
disuntikkan. Pada binatang percobaan dapat pula diselidiki
patogenesis, respons kekebalan dan epidemiologi penyakit virus.

2.1.2 Pembiakkan Virus dengan Kultur Jaringan (In Vitro)


Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu
menumbuhkan sel yang terinfeksi secara in vitro. Kultur jaringan
merupakan suatu metode untuk memperbanyak jaringan atau sel
yang berasal atau yang didapat dari jaringan orisinal tumbuhan atau
hewan setelah terlebh dahulu mengalami pemisahan (disagregasi)
secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis) secara in vitro (dalam
tabung kaca).
Kultur sel didapat dari jaringan secara langsung disebut kultur
sel primer, sedangkan kultur sel yang telah mengalami penanaman
berulangkali (passage) disebut kultur cell line atau sel strain.
In vitro pada sel yang ditumbuhkan dalam bentuk potongan
organ (biakan organ), potongan kecil jaringan (biakan jaringan), sel-
sel yang telah dilepaskan dari pengikatnya (biakan sel). Biakan
organ dan biakan jaringan hanya dapat bertahan dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu saja. Sedangkan biakan sel dapat bertahan
beberapa hari sampai beberapa waktu yang tak terbatas, tergantung
pada jenis biakan.
5

Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk


mendapatkan stock virus. Virus yang telah diremajakan disimpan
pada suhu -700 oC dan disebut sebagai master-stock, sub master
stock, dst., tergantung pada jumlah peremajannya. Virus stock
ditumbuhkan dengan menginfeksi sel pada multiplicity of infection
(m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus
melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di dalam
kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media
ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah
lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau
dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung
dengan infectivity assay.
Jika diperlukan virus dengan ju lah banyak, misalnya pada
pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi,
seperti 10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel
akan terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadinya satunkali
dan virus segera dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang
terinfeksi menghasilkan progeni virus dengan kisaran 10-10.000
partikel virus per sel.
Tanda-tanda virus dapat tumbuh dalam media jaringan dapat
diketahui dengan melihat adanya:
1. Cytopathogenic efek (CPE)
CPE adalah suatu perubahan morfologis sel biakan jaringan
monolayer yang semula sel-selnya terbentuk kumparan dan
tersusun teratur kemudian berubah sel-selnya menjadi b undar-
bundar, berkelompok, sebagian terlepas dari dinding botol, inti
membesar, struktur inti menjadi kasar dan tampak lebih gelap
(piknotis). Keadaan ini menunjukkan adanya pertumbuhan virus.
Contohnya adalah biakan ginjal kera yang ditanami virus polio,
setelah 4-5 hari kemudian (suhu 37oC) akan menunjukkan CPE.
Hal yang sma terjadi pada biakan ginjal kelinci yang ditanami
6

virus Rubella dan pada biakan jaringan ginjal kera yang ditanami
virus Coxsackie B atau kera Hela cell yang ditanami Coxsac kie
A.
2. Adanya perubahan metabolisme sel biakan jaringan dan
kegagalan pembentukan asam dari biakan jaringan.
3. Adanya pembentukan antigen dalam biakan jaringan tergantung
dari jenis virusnya, bisa antigen netralisasi, antigen ikatan
komplemen dan antigen hemaglutinin.
4. Terjadinya hemabsorpsi yaitu pengikatan eritrosit hewan tertentu
dalam konsentrasi tertentu oleh sel biakan jaringan yang ditandai
dengan tersusunnya eritrosit, seperti kalung mutiara disekitar sel
yang mengandung virus tersebut. Tanda ini bisa terjadi sebelum
terjadinya CPE atau tanpa CPE sama sekali.
5. Adanya interferensi, bilsa suatu biakan jaringan Hela cell yang
ditanami virus Coxackie A tipe 7, sesudah deramkan 37oC selama
1 minggu, ternyata tidakada CPE, tetapi apabila biakan jaringan
tersebut ditanami suatu virus (misalnya virus polio 10 yang
diketahui dapat menyebabkan CPE, ternyata pada biakan jaringan
tidak terjadi CPE. Hal ini berarti ada interferensi, jadi virus
Coxackie tumbuh sehingga sel biakan jaringan Hela cell
membentuk interferon yang menghalangi pertumbuhan Virus
Polio.
6. Adanya perubahan morfologis karena virus onkogenik (virus
yang mempunyai daya membentuk tumor) akan tampak
perubahan morfologis dan susuna sel biakan jaringan berupa
beberapa mikrotumor. Sel-sel biakan jaringan bertumpuk-tumpuk
tidak merupakan suatu m,onolayer lagi dan tampak adanya sel-sel
datia dengan banyak inti didalamnya. Contohnya adalah
Adenovirus, virus SV 40.
7

Di alam penggunaannya biakan jarimgan yang berasal dari


manusia maupun hewan dibagi menjadi dua yaitu biakan jaringan
prmer dan stable sell line.
1. Biakan jaringan primer
Pada umumnya bakan jaringan berasal dari hewan (anjing.
Kera, kelinci, ayam, babi, tikus, serangga, dll.) dan bisa juga
dari manusia. Biakan jaringan baik yang berasal dari hewan
ataupun dari manusia bisa dibuat jaringan normal, embrional,
atau abnormal.
Contoh:
- Dari jaringan dewasa normal dibuat dari:
Ginjal kera atau ginjal kelinci dan hati manusia.
- Jaringan embrional:
Paru-paru dan usus embrio manusia, embrio tikus,
embrio anjing.
- Jaringan abnormal:
Terutama dari tumor jinak atau ganas seperti, Roos
Sarcoma dari tikus karsinoma epidermoid dari cervix dan
karsinoma epidermoid dari nasopharynx manusia.
2. Stable cell line
Stable cell line diperoleh dengan pasase sel primer sehingga
sifat sel tidak berubah. Contohnya:
- Hela cell (Helena lane), berasal dari epidermoid
karsinoma cervix.
- KB cell, berasal dari epidermoid karsinoma
nasopharynx.
- LLCMK2, berasal dari ginjal kera Rhesus.
- BSCL cell, dari ginjal kera Grivet.
- BHK21 dari ginjal Hamster bayi, pasase ke 21.
8

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan virus dalam biakan


jaringan:
1. Suhu
Biakan jaringan bisa hidup terus pada suhu 40-41oC, tetapi
biakan jaringan sudah ditanami virus maka virus hanya bisa
hidup pada suhu 36-37oC. apabila suhu kurang dari 36oC
maka pertumbuhannya akan sangat lambat atau tidak tumbuh
sama sekali.
2. PH
Virus paling baik tumbuh pada pH 7-7,5, bila kurang dari 7
biasanya virus akan mati. Untuk menghindarkan timbulnya
keasaman pada waktu pertumbuhan virus, maka mediumnya
jangan diberi glukosa dan ditambahkan Na2CO3 (Natrium
bikarbonat).
3. Keadaan biakan jaringan
Cara menyimpan biakan jaringan berpengaruh terhadap
pertumbuhan virus. Biakan jaringan dapat diletakkan miring
3o bisa stasioner (diam) atau diputar. Ada beberapa virus
yang pertumbuhannya subur dalam keadaan memutar dengan
alat tertenu (dalam keadaan rotasi dengan alat roller drum).
4. Jenis virus, jenis biakan jaringan, jenis dan konsentrasi
sumber protein serta komposisi medium.

2.1.4 Pembiakan virus dalam telur berembrio (In Ovo)


Telur merupakan perbenihan virus yang sudah steril dan embrio telur
yang tumbuh di dalamnya tidak membentuk zat anti yang dapat
mengganggu pertumbuhan virus. Karena telur merupakan sumber sel
hidup yang relatif murah untuk isolasi virus, maka cara in ovo ini sering
digunakan dalam laboratorium. Embrio berada dalam kantung amnion
yang berisi cairan amnion yang berwarna putih jernih. Telur berembrio
yang biasa digunakan adalah telur ayam negri, telur ayam kampung, atau
9

telur bebek. Umur dari telur, cara penyuntikan, suhu pengeraman dan
lamanya pengeraman tergantung dari jenis virus yang akan disuntikkan.
Umur telur berembrio, suhu dan lamanya pengeraman serta cara
penyuntikan yang bermacam-macam tergantung kepada jenis virus yang
akan dibiakkan atau diisolasi.
1. Inokulasi pada selaput Chorio Allantois (Dropping CAM)
- Intra amnion/Intra alantois:
Untuk Herpes simplex, influenza dan Parotitis epidemika dipakai
telur berumur 9-12 hari dengan lama pengeraman 2x24 jam pada
suhu 37oC.
- Intra yolk sac:
Untuk Q-fever, telur berembrio berumur 6-8 hari, 10x24 jam
pada suhu 37oC. untuk Trakhoma, telur berembrio berumur 7-10
hari, lama pengeraman 1-2 minggu pada suhu 37oC.
- Intra embrional
Untuk Japanese B Encephalitis, dipkai telur berembrio umur 8-
19 hari dan dieramkan pada suhu 37oC.

2. Inokulasi pada CAM (Chorio Allantois Membrane)


- Untuk Fowl pox, Variola, Vaccina dan Cowpox terbentuk pocs
khas untuk masing-masing virus.
- Untuk Herpes simplex membentuk plaque.
- Pocks adalah bintik-bintik putih berbentuk bundar dan menonjol
pada permukaan CAM.
- Plaques adalah bintik-bintik putih berbentuk bundar yang sangat
datar dan transparan.
3. Hasil penyuntikan pada:
- Intra amnion/intra alantois
Membentuk antigen hemaglutinin dan ikatan komplemen.
- Intra Yolk sac
Membentuk antigen ikatan komplemen.
10

- Intra embrional
Penyuntikan virus akan menyebabkan kematian embrio. Tetapi
tidak boleh menunggu sampai embrio mati karena virusnya akan
mati juga. Untuk itu telur berembrio harus diperiksa setiap hari
dikamar gelap, apabila geraknya mulai lambat, embrio
dikeluarkan dan virusnya diambil.

2.2 Pemeriksaan Immunoserologi Virus


2.2.1 Hemaglutinasi
Uji ini memanfaatkan protein pada permukaan virus
influenza yang mampu berikatan pada sel darah merah pada
mamalia dan protein pada unggas. Kelemahan uji deteksi ini adalah
virus hidup dan mati tetap terdeteksi, sehingga tidak dapat
digunakan untuk uji identifikasi virus hidup. Kelemahan lainnya
adalah ada kemungkinan faktor kontaminasi senyawa lain sebagai
agen hemaglutinasi sehingga uji ini kurang bersifat spesifik.
Kelebihan uji deteksi ini adalah relatif murah dan mudah untuk
dilakukan.
Poliklonal dan antibodi monoklonal dapat dikembangkan
dalam beberapa cara yang berbeda. paling mudah adalah untuk
menyuntikkan hewan inang, seperti tikus untuk monoklonal
pengembangan atau kelinci atau kambing untuk pengembangan
poliklonal,dengan bahan inactivated dan kemudian sekering limpa
atau mengumpulkan darah mereka hewan yang memiliki titer tinggi
ke agen target. Antibodi diproduksi oleh Sel B dari sistem
kekebalan tubuh setelah terpapar pada konsentrasi femtomolar dari
antigen, menghasilkan hingga 109 molekul antibodi tertentu dalam
Minggu. Mereka tidak hanya spesifik tetapi cukup stabil juga.
Selain itu, dan organisme imunisasi menghasilkan sel memori yang
11

memungkinkan hewan respon yang lebih cepat setelah reexposure


dengan antigen yang sama.
Hemaglutinasi digunakan untuk mendiagnosis beberapa virus
yang diselimuti seperti virus influenza. Metode ini bergantung pada
fitur spesifik dari beberapa virus yang diselimuti yang dapat
terserap ke sel darah merah (sel darah merah). Pada uji
Hemaglutinasi menggunakan sampel serum dan menggunakan
eritrosit 0,5%.

Pembuatan Eritrosit 0,5%


1. sebanyak 5 ml darah ayam ditampung dalam tabung
reaksi steril yang berisi antikoagulan
2. Kemudian darah di sentrifus dengan kecepatan
2500rpm selama 10 menit
3. Supernatan dibuang dan endapan ditambahkan NaCl
0,9% kemudian di sentrifus sampai supernatan jernih
4. Dilakukan pencucian tersebut secara berulang
sebanyak 3 kali hingga di dapatkan suspensi eritrosit
100%
5. Suspensi eritrosit 0,5% diperoleh dengan cara
penambahan NaCl 0,9% pada eritrosit hingga
konsentrasi 0,5% (Ernawati dkk.,2008)
Cara Kerja
1. mengisi microplate dengan 25 mikron NaCl 0,9%
mulai dari lubang 1 sampai 12 menggunakan multi
channel pipet 25 mikron
2. Dilanjutkan mengisi lubang pertama dengan antigen
25 mikron dengan alat mikropipet 25 mikron
selanjutnya antigen dan NaCl 0,9% dicampur kan
dengan menggunakan multi channel pipet 25 mikron
12

pada lubang pertama kemudian dipindahkan ke


lubang 2 demikian seterusnya sampai lubang 11
3. ubang ke-12 digunakan untuk kontrol eritrosit tanpa
antigen
4. Semua lubang diisi dengan 50 mikron eritrosit ayam
0,5% kemudian microplate digoyangkan dan
diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit atau
sampai eritrosit pada sumuran kontrol mengendap
semua Kemudian dibaca titernya pembacaan titer
sebaiknya dibandingkan dengan kontrol eritrosit) .
(Darmawi dkk,2015)

Interpretasi hasil uji diatas sebagai berikut hemaglutinasi


sempurna atau 100% adalah hemaglutinasi terlihat jelas berupa
lapisan eritrosit secara merata atau difusi pada dasar sumuran dan
Penjernihan dari cairan bagian atas tanpa terjadinya pengendapan
eritrosit berbentuk titik di tengah sumur antigen adalah Jumlah
terkecil dari pengenceran tertinggi yang masih mampu
menunjukkan reaksi hemaglutinasi

2.2.2 ELISA (Antibodi Immunosorbent Enzyme-linked)


ELISA (Antibodi Immunosorbent Enzyme-linked) adalah
alat diagnostik yang paling sering digunakan untuk deteksi virus yang
menggabungkan spesifisitas yang sangat indah dari pengikatan antigen
antibodi dan sensitivitas reaksi enzim.
Pada prinsipnya, ELISA adalah format uji biokimia analitik
yang menggunakan enzim immunoassay fase padat untuk mendeteksi
keberadaan antigen dalam sampel cairan. ELISA saat ini digunakan
untuk diagnosis virus patogen manusia termasuk human
immunodeficiency virus (HIV), virus hepatitis B (HBV), dan infeksi
13

virus hepatitis C (HCV) di laboratorium klinis. (Molecular Virology of


Human Pathogenic Viruses Hal.49)
Terdapat beberapa jenis teknik ELISA, yaitu :

 Direct ELISA
Direct ELISA (ELISA langsung) merupakan jenis
ELISA yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur
konsentrasi antigen pada sampel. Antigen yang akan
dideteksi akan berikatan langsung (direct) dengan antibodi
derector (antibody yang telah dilabeli oleh enzim).
antigen diimobilisasi langsung ke permukaan pelat mikrotiter
multi-sumur seperti pelat polistiren 96 lubang, dan kemudian
dikomplekskan dengan antibodi primer berlabel enzim
khusus untuk antigen. Setelah antibodi primer berlabel enzim
mengikat antigen, antibodi primer terkonjugasi mengkatalisis
reaksi dengan substratnya masing-masing sehingga
menghasilkan keluaran kolorimetri yang terlihat yang diukur
dengan spektrofotometer atau pembaca pelat mikro
absorbansi. ELISA langsung cocok untuk deteksi antigen
kualitatif dan kuantitatif dalam sampel yang diminati,
skrining antibodi, dan pemetaan epitop.

Keuntungan
 Lebih sedikit reagen dan lebih sedikit langkah yang
diperlukan untuk membuat format ELISA ini
sederhana dan cepat sambil meminimalkan potensi
kesalahan pengguna
 Reaktivitas silang antibodi sekunder dihilangkan

Kekurangan
14

− mobilisasi antigen tidak spesifik sehingga berpotensi


menimbulkan interferensi latar belakang yang tinggi
− Antibodi primer harus diberi label tersendiri, yang
memakan waktu dan mahal
− Imunoreaktivitas dari antibodi primer dapat
dipengaruhi secara negatif oleh pelabelan dengan
enzim

 Indirect ELISA
Merupakan ELISA dua langkah yang melibatkan dua
proses pengikatan antibodi primer dan antibodi sekunder
berlabel. Antibodi primer diinkubasi dengan antigen diikuti
dengan inkubasi dengan antibodi sekunder. Namun, ini dapat
menyebabkan sinyal nonspesifik karena reaksi silang yang
mungkin ditimbulkan oleh antibodi sekunder.

 ELISA Sandwich.
Mengukur antigen antara dua lapisan antibodi (yaitu
antibodi penangkap dan deteksi). Antigen yang akan diukur
harus mengandung setidaknya dua epitop antigenik yang
mampu mengikat antibodi, karena setidaknya dua antibodi
bekerja dalam sandwich. Baik antibodi monoklonal atau
poliklonal dapat digunakan sebagai antibodi penangkap dan
pendeteksi dalam sistem ELISA Sandwich. Antibodi
monoklonal mengenali epitop tunggal yang memungkinkan
deteksi halus dan kuantifikasi perbedaan kecil antigen.
Poliklonal sering digunakan sebagai antibodi penangkap
untuk menarik antigen sebanyak mungkin. Keuntungan
ELISA Sandwich adalah sampel tidak harus dimurnikan
sebelum analisis, dan pengujiannya bisa sangat sensitif
(hingga 2 hingga 5 kali lebih sensitif.
15

2. 3. Metode Biologi Molekuler

2.3.1 PCR (Polymerase chain reaction)


Polymerase chain reaction (PCR). Reaksi rantai polimerase
(PCR) bergantung pada spesifisitas pasangan basa antara probe
oligonukleotida sintetik pendek dan sekuens komplementer dalam
campuran kompleks asam nukleat untuk sintesis DNA prima
menggunakan DNA polimerase termostabil. Beberapa siklus anil
primer, ekstensi, dan denaturasi termal dilakukan dalam proses
otomatis, menghasilkan amplifikasi besar-besaran dari urutan target
yang terletak di antara dua primer (peningkatan 2n kali lipat setelah
n siklus amplifikasi, yaitu, lebih dari satu juta salinan setelah 20
siklus). (Alan_J._Cann_Principles_of_Molecular_Virology. Hal.21)
Deteksi virus dapat ditingkatkan dengan memperkuat virus
DNA menggunakan PCR, sedangkan RNA dapat disalin ke DNA
dan diperkuat menggunakan RT (reverse transcriptase) -PCR.
Prosedurnya membutuhkan primer oligonukleotida khusus untuk
urutan virus.Uji ini menggunakan sampel serum/sampel dari
tubuh,seperti sputum,dsb. Produk yang diperkuat bisa dideteksi
dengan elektroforesis dalam gel agarosa, diikuti dengan transfer ke
membran nitroselulosa, yaitu diinkubasi dengan probe berlabel. Ada
juga teknik PCR yang tersedia untuk menentukan jumlah salinan
asam nukleat tertentu dalam sebuah sampel. PCR real-time biasanya
digunakan untuk tujuan ini. Dalam teknik ini peningkatan DNA
konsentrasi selama PCR dimonitor dengan menggunakan label
fluorescent; semakin besar jumlah salinan awal DNA, semakin
cepat terjadi peningkatan fluoresensi yang signifikan diamati. Siklus
PCR di mana fluorescent sinyal melewati ambang batas yang
16

ditentukan ditentukan dan ini memberikan perkiraan nomor salinan


awal.Pemeriksaan yang dapat di lakukan untuk uji ini adalah untuk
deteksi Human Papilloma Virus (HPV),Human Immunodefeciency
Virus (HIV),Hepatitis C,COVID 19.

2.3.2 PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length


Polimorfism)
Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length
Polimorfism (PCR-RFLP) adalah metode untuk menganalisis hasil
DNA fragmen panjang perbedaan yang mencerna menggunakan
enzim restriksi dengan endonuklease.
RFLP merupakan marker yang sangat dapat dipercaya dalam
analisis linkage dan breeding dan dapat ditentukan dengan mudah
jika karakter terdapat dalam bentuk homozigot atau heterozigot.
RFLP digunakan sebagai marker molekular karena spesifik untuk
setiap tunggal atau kombinasi dari enzim restriksi. Aplikasi dari
RFLP dapat digunakan untuk pemetaan genom, genome typing, tes
paternitas, forensic dan diagnostik hereditas penyakit.
RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi yang tinggi
dan mudah ditransfer antar laboratorium. Selain itu, RFLP bersifat
kodominan sehingga dapatmendeteksi adanya heterozigositas dan
tidak diperlukan informasi sekuens target.Karena didasarkan pada
homologi sekuens, maka RFLP ini sering direkomendasikanuntuk
analisis filogenetik antarspesies yang berkerabat. RFLP cocok untuk
membuat linkage map yaitu peta untuk mengidentifikasi lokus gen
yang spesifik danmempunyai kemampuan yang tinggi untuk
mengidentifikasi perbedaan pada tingkat populasi, spesies, atau
individu. RLFP merupakan teknik yang sederhana namunakan lebih
sensitif bila menggunakan penanda spesifik untuk menganalisis
kesamaanmaupun menggunakan variabilitas gen-gen (Fatchiyahdkk,
2011). Pada uji ini sama dengan PCR sampel dan deteksi virusnya .
17

Langkah-langkah kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium


meliputi :

a. Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap pertama dari berbagai
teknologi analisis DNA DNA dapat ditemukan baik pada
kromosom inti maupun pada organel yaitu pada mitokondria
dan kloroplas. Untuk mengekstrak DNA diperlukan langkah-
langkah laboratorium untuk memecahkan dinding sel dan
membran inti, dan dilanjutkan dengan pemisahan DNA dari
berbagai komponen sel yang lain. Pada saat melakukannya
harus dijaga agar DNA tidak rusak dan didapatkan DNA
dalam bentuk rantai yang panjang.
Proses pengeluaran DNA dari tempatnya berada
(ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan dengan homogenasi
dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis untuk
mencegah DNA rusak. Untuk membantu terjadinya lisis
biasanya dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 60oC. Dalam
proses ini biasa digunakan senyawa senyawa phenol,
chloroform dan isoamyl alcohol untuk memaksimalkan
proses lisis.
Proses selanjutnya adalah pemisahan DNA dari
komponen sel yang lain atau kontaminan yang tidak
diinginkan. Pemisahan DNA dari komponen sel yang lain,
termasuk debris sel, dilakukan dengan sentrifugasi.
Kontaminan yang umum ditemukan adalah
polisakarida yang dapat mengganggu proses PCR dengan
cara menghambat aktivitas Taq polymerase, atau poliphenol
yang dalam bentuk teroksidasi akan mengikat DNA secara
kovalen. Untuk menghindarkan hal ini jaringan yang
digunakan dijaga tetap dingin sebelum dan selama proses
18

ekstraksi. Selain itu dilakukan penambahan antioksidan


seperti PVP.
Setelah dilakukan ekstraksi dilakukan presipitasi
DNA dengan menggunakan ethanol atau isopropanol.
Selain DNA semua bahan yang lain kan larut dalam ethanol
dingin. Sehingga saat dilakukan sentrifugasi DNA akan
mengendap dan terpisah dari senyawa-senyawa/bahan lain.
Sebagai bahan untuk RFLP harus digunakan DNA yang
bersih dari kontaminan (mempunyai kemurnian tinggi) dan
dengan berat molekul yang tinggi. Selama proses ekstraksi
DNA beberapa hal yang dapat terjadi adalah :
 DNA patah-patah selama proses isolasi
 DNA terdegradasi oleh enzim nuclease
 Terjadi kontaminasi oleh polisakarida
 Metabolit sekunder ikut terisolasi

b. Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan


elektroforesis gel
DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan enzim
restriksi tertentu yang dipilih dengan hati-hati. Setiap enzim
restriksi pada kondisi yang sesuai akan mengenali dan
memotong DNA sehingga dihasilkan fragmen-fragmen
DNA. Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya
dielektroforesis pada gel agarosa. Karena fragmen-fragmen
tersebut tidak akan terlihat sebagai smear berkesinambungan
bila diwarnai dengan ethidium bromide, maka pewarnaan
saja umumnya tidak dapat mendeteksi adanya polimorfisme.
Dengan demikian perlu dilakukan hibridisasi dan visualisasi
untuk mendeteksi fragmen tertentu. Hibridisasi dan visuali
sasi dilakukan dengan Southern blotting.
19

c. Transfer DNA dengan Southern blotting


Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan
transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau
membrane nitroselulosa. Transfer DNA disebut ‘Southern
blotting’, mengacu kepada nama penemu teknik tersebut
yaitu E.M. Southern (1975). Pada metode ini mula-mula
gel didenaturasi dengan larutan dasar dan diletakkan pada
suatu nampan. Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis
diletakkan nilon berpori atau membrane nitroselulosa,
kemudian di atasnya diberi pemberat. Semua fragment hasil
pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya
berada pada gel akan ditransfer secara kapiler ke membrane
tersebut dalam bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan
sama dengan yang berada pada gel.

d. Hibridisasi DNA
DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau
membrane nitroselulosa selanjutnya dihibridisasi dengan
probe. Membran diinkubasi bersama probe DNA. Bila
antara probe dan DNA target merupakan komplemen maka
akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang digunakan dilabeli
maka selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila
kondisi hibridisasi yang digunakan mempunyai stringency
yang tinggi (highly stringent), maka tidak akan terjadi
hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang
jauh atau non homolog. Jadi probe DNA akan mengenali
hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog
diantara beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta fragmen yang
bermigrasi sepanjang gel. Fragmen yang diinginkan dapat
20

dideteksi setelah dilakukan pemaparan membrane yang telah


mengalami hibridisasi pada film.
Probe DNA umumnya berasal dari perpustakaan
DNA (DNA library), baik dari genom maupun cDNA, yang
merupakan sekumpulan vector yang mengandung wakil dari
DNA original yang dipotong menjadi banyak potongan.
Vektor tersebut dapat ditransfer pada bakteri sehingga DNA
yang dibawanya dapat dilipatgandakan. Probe DNA juga
dikonversi menjadi molekul untai tunggal dan dilabeli
menggunakan metode standar seperti radioisotope dan
digoxygenin, dan selanjutnya digunakan untuk hibridisasi.
Keunggulan metode PCR RFLP
 Tidak memerlukan pengetahuan atau data tentang sekuens
DNA genom yang akan dianalisa,
 Hanya memerlukan sampel DNA dalam jumlah yang sedikit,
 Teknik ini dapat digunakan untuk berbagai jenis sampel
DNA,
 Penanda yang dihasilkan lebih dapat dipercaya dan hasil
pengulangan lebih baik jika dibandingkan dengan RAPD

Kekurangan dari RFLP


 Kelemahan dalam metode PCR-RFLP adalah membutuhkan
waktu yang panjang karena melalui dua tahap analisis
penting yaitu PCR itu sendiri dan pemotongan DNA hasil
PCR dengan enzim restriksi.

2.3.3 LAMP (Loop-mediated isothermal amplification)


Metode LAMP telah diguna-kan secara luas untuk deteksi
suatu gen atau suatu organisme melalui sekuen spesifik bahan
genetiknya. Pelacakan publikasi melalui pubmed
(www.pubmed.nih.gov.) dengan memasukkan kata kunci “loop-
21

mediated isothermal amplification” pada tanggal 27 September


2005 didapat 50 judul publikasi tentang metode LAMP dengan 21
judul yang terbit pada tahun 2004 dan 18 judul terbit pada tahun
2005.
Reaksi LAMP terdiri atas tahapan produksi material awal berupa
struktur dumb-bell (starting material producing step), tahapan
amplifikasi siklus (cycling amplification step) dan tahapan perpan-
jangan dan siklus berulang (elongation and recycling step). Reaksi
pada produksi material awal merupakan tahapan yang kritis untuk
keberhasilan reaksi LAMP
Campuran reaksi yang digunakan dalam LAMP mirip dengan
campuran reaksi pada PCR kecuali beberapa komponen. Enzim
yang digunakan adalah Bst(Bacillus steatothermopilus) DNA poli-
merase yang bekerja optimum pada suhu 60-65oC. Primer yang
digunakan sejum-lah 4 buah dengan perbandingan inner primer
(FIP, BIP) dan outer primer (F3, B3) sebesar 8:1 dan pada
umumnya sejumlah 40 dan 5 pmol. Betaine diguna-kan untuk
destabilisasi struktur rantai ganda DNA sehingga mudah untuk
memisahkan 2 utas rantai DNA dan digunakan pada konsentrasi 0,8
M (Thai et al., 2004), 1 M (Notomi et al., 2000) dan 1,6 M
(Gunimaladevi et al., 2004, 2005; Savan et al., 2004).
LAMP dan RT-LAMP telah dimanfaatkan untuk melakukan
deteksi terhadap ber-bagai patogen pada tanaman, manusia, dan
ikan. Metode LAMP telah berhasil untuk mendeteksi penyakit pada
manusia, misalnya Trypanosoma (Kuboki et al., 2003),
Mycobacterium tuberculosis(Iwamoto et al., 2003), severe acute
respiratory syndrome (SARS) coronavirus (Thai et al., 2004),
herpesvirus (Yoshikawa et al., 2004).
Metode LAMP banyak diaplikasikan untuk mendeteksi
berbagai macam patogen seperti Mycobacterium tuberculosis
,Salmonella, hepatitis virus B.
22

Keunggulan metode LAMP adalah:

1. Menggunakan suhu tunggal dan dapat dilakukan dengan


penangas air dan atau pelat pemanas (heating block) sehingga
dapat diaplikasikan di lapang
2. Prosedur pelaksanaan dan pengamatan hasil mudah dan
sederhana;
3. Spesifisitas tinggi karena menggunakan 4 atau 6 primer yang
mampu mengenali 6 atau 8 sekuen nukleotida yang berbeda
menggunakan enzim Bst polymerase dengan aktivitas
perpindahan untai (strand displacement activity) yang
mencegah terjadinya inhibisi amplifikasi;
4. Proses cepat sekitar 30 sampai 60 menit (4-5 jam untuk PCR,
dari awal amplifikasi sampai hasil analisis); dan
5. Sensitivitas sangat tinggi (dapat mengamplifikasi DNA 109
hingga 1010 kali dalam waktu 15 menit sampai 60 menit).
Amplifikasi dapat dideteksi melalui keberadaan produk
amplifikasi. Visualisasi produk LAMP dapat dilakukan
dengan melihat adanya endapan putih pada reaksi LAMP
positif (presipitat garam magnesium piropospat) (Mori et al.
2001) dengan penambahan fluoresence detection reagent
(FDR) atau syber green dan juga dengan elektroforesis gel
dimana hasil visualisasi teknik LAMP seperti anak tangga.
Pada metode ini Sampelnya sama dengan PCR,RFLP dan virus
yang di deteksi adalah MERS CoV,dan SARS.
BAB III

PENUTUP

.1 Kesimpulan
Peran virus dalam kehidupan sangat penting, karena virus
dikenal sebagai penyebab penyakit infeksi pada manusia dan
tumbuhan. Tiap virus secra khusus menyerang sel-sel tertentu pada
inangnya. Virus dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia, hewan maupun tumbuhan diantara pada manusia adalah
influenza, AIDS, sedang pada hewan dapat menyebabkan Rabies,
New Castle Disease, pada tumbuhan dapat menyebabkan TMV,
Tungro.
Virus adalah mikroorganisme yang hidup secara obligat intra
seluler, oleh karena itu cara pembiakannya lebih sulit daripada
pembiakan bakteri. Ada tiga cara yang umum digunakan untuk
membiakkan virus yaitu, inokulasi pada hewan percobaan, inokulasi
pada telur berembrio dan inokulasi pada biakan jaringan.
Uji serologi dilakukan untuk mengidentifikasi virus sebagai
agen penyebab penyakit. Prinsip dasar uji serologi adalah terjadinya
ikatan antara antigen dengan antibodi yang homolog untuk
membentuk ikatan antigen-antibodi komplek. Uji serologi yang
umum dilakukan untuk mendiagnosis keberadaan virus yaitu uji
Hemaglutinasi dan uji ELISA.
Uji Hemaglutinasi digunakan untuk mendiagnosis beberapa
virus yang diselimuti seperti virus influenza. Metode ini bergantung
pada fitur spesifik dari beberapa virus yang diselimuti yang dapat
terserap ke sel darah merah (sel darah merah). Pada uji
Hemaglutinasi menggunakan sampel serum dan menggunakan
eritrosit 0,5%.

23
24

Pada uji ELISA prinsipnya adalah format uji biokimia analitik


yang menggunakan enzim immunoassay fase padat untuk
mendeteksi keberadaan antigen dalam sampel cairan. ELISA saat ini
digunakan untuk diagnosis virus patogen manusia.
Seiring dengan kemajuan dan berkembangnya ilmu
pengetahuan di bidang biologi molekuler dan bidang pengembangan
dari bioteknologi saat ini merupakan langkah baru untuk
menentukan penyebab infeksi sehingga digunakan sebagai alat bantu
pembantu diagnosis, karena metode biologi molekuler lebih sensitif,
lebih spesifik, dan lebih cepat. Namun kekurangan dari metode
biologi molekuler ini adalah membutuhkan biaya yang cukup mahal.
25
DAFTAR PUSTAKA

- Molecullar Virology of Human Pathogenic Viruses hal.54


- http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Virologi_SC.pdf Hal.26
- http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Virologi_SC.pdf Hal.27
- Ebook Molecullar Virology of Human Pathogenic Viruses
hal.54
- Molecular Virology of Human Pathogenic Viruses Hal.53
- Molecular Virology of Human Pathogenic Viruses Hal.49
- Molecular Virology of Human Pathogenic Viruses Hal.48
- Alan_J._Cann_Principles_of_Molecular_Virology. Hal.21
- Molecular Virology of Human Pathogenic Viruses Hal.51
- https://jurnal.ugm.ac.id/jfs/article/view/156/111
- https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JM/article/view/769
4 hal 1
- https://www.academia.edu/37482914/Paper_RFLP_Restricti
on_Fragment_Length_Polymorphism_
- https://www.aatbio.com/resources/faq-frequently-asked-
questions/What-is-a-Direct-ELISA
- https://www.sinobiological.com/category/sandwich-elisa-
principle
- https://www.sinobiological.com/category/indirect-elisa

26

Anda mungkin juga menyukai