Skabies 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 11

Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN


LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA LANSIA

Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kebidanan dan Keperawatan


Universitas Kader Bangsa Palembang1,2
[email protected]
[email protected]

ABSTRAK
Latar belakang: Scabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
tungau Sarcoptes Scabiei varietas Hominis. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit
ini adalah lingkungan yang kurang bersih dan personal hygiene. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan
antara frekuensi mandi, sanitasi lingkungan, dan advokasi secara simultan dengan kejadian scabies
pada lansia. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi mandi, sanitasi lingkungan, dan
advokasi secara simultan dengan kejadian scabies pada lansia. Metode: Jenis penelitian ini kuantitatif
menggunakan survey analitik dengan pendekatan studi Cross Sectional untuk melihat hubungan sesaat
antara variabel independen dan dependen. Sampel penelitian ini adalah sebagian lansia yang menderita
scabies. Waktu pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Desember 2019, dan
proses pengambilan data dilakukan pada 21 Januari s.d 22 Februari 2020, uji statistik dengan
menggunakan Uji Chi-Square. Hasil: hasil penelitian frekuensi mandinya kurang baik yaitu 4
responden (6,6%), responden yang sanitasi lingkungan kurang baik sebanyak 13 orang (21,3%),
advokasi kurang baik sebanyak 13 orang (38,2%). Hasil uji statistik diketahui ada hubungan yang
signifikan antara frekuensi mandi (p-value = 0,043), sanitasi lingkungan (p-value = 0,002), dan
advokasi (p-value = 0,025). Saran: diharapkan untuk melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit
kulit Scabies pada lansia dengan cara merubah perilaku masyarakat menjadi perilaku kesehatan.
Kata Kunci: Frekuensi Mandi, Sanitasi Lingkungan, Kejadian Scabies pada Lansia.

ABSTRACT
Background: Scabies is an infectious skin disease caused by infestation and sensitization of Sarcoptes
Scabiei mites varieties Hominis. Factors that influence the development of this disease are a less clean
environment and personal hygiene. Aim: To determine the relationship between the frequency of
bathing, environmental sanitation, and advocacy simultaneously with the incidence of scabies in the
elderly. Method: This type of quantitative research uses analytic survey with Cross Sectional study
approach to see the momentary relationship between independent and dependent variables. The sample
of this study is the majority of elderly people who suffer from scabies. The time of data collection in
this study was carried out on December 20, 2019, and the data collection process was carried out on
January 21 to February 22, 2020, statistical tests using the Chi-Square Test. Results: the results of the
study were not good at bathing frequencies, namely 4 respondents (6.6%), 13 people (21.3%)
respondents who had poor environmental sanitation, 13 people were poor advocacy (38.2%). Statistical
test results revealed that there was a significant relationship between bathing frequency (p-value =
0.043), environmental sanitation (p-value = 0.002), and advocacy (p-value = 0.025). Suggestion: It is
expected to make efforts to prevent scabies of skin diseases in the elderly by changing people's
behavior into health behaviors.

Keywords: Frequency of Bathing, Environmental Sanitation, Occurrence of Scabies in the Elderly

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 74


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

PENDAHULUAN berorientasi sehat, dengan tujuan untuk


Banyak penyakit yang menyerang meningkatkan, memelihara dan melindungi
manusia jika lingkungan sekitarnya tidak kesehatannya baik fisik, mental spiritual
bersih, salah satunya adalah penyakit maupun sosial. Salah satu indikator PHBS
Scabies. Hal ini dipengaruhi karena dalam tatanan rumah tangga adalah
kebiasaan masyarakat yang kurang kebersihan perorangan atau kebersihan diri
memperhatikan dan menjaga kebersihan (Muchtadi, 2011).
diri dan lingkungannya, dengan menjaga Penyakit skabies banyak terjadi di
bersihan diri masyarakat beranggapan Indonesia, hal ini di sebabkan karena
sudah cukup dan tidak akan menimbulkan Indonesia merupakan negara beriklim
masalah kesehatan khususnya penyakit tropis. Prevalensi skabies di indonesia
kulit (Riyadhy, Sahrudin, & Karma, 2017). menurut data depkes RI prevalensi skabies
Penyakit kulit Skabies adalah kondisi di Indonesia. Walaupun terjadi penurunan
dimana kulit mengalami rasa gatal yang prevalensi namun dapat dikatakan bahwa
dikarenakan hewan kecil (tungau yang Indonesia belum terbebas dari penyakit
disebut Sarcoptes scabiei. Tungau ini skabies dan masih menjadi salah satu
menggali lubang pada kulit dan masalah penyakit menular di Indonesia.
menyebabkan rasa gatal pada area tersebut Skabies sendiri menduduki peringkat ke 3
(Muchtadi, 2011). Scabies adalah penyakit dari 12 penyakit kulit tersering di
kulit menular yang disebabkan oleh Indonesia (Riyadhy dkk., 2017).
infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Seiring bertambahnya usia, berbagai
Scabiei varietas Hominis. Faktor-faktor perubahan akan terjadi di kulit. Selain
yang mempengaruhi perkembangan keriput, perubahan lain yang umum terjadi
penyakit ini adalah lingkungan yang adalah munculnya rasa gatal gatal pada
kurang bersih dan personal hygiene kulit. Kondisi ini bisa disebabkan oleh
(Harahap, 2010). perubahan struktur kulit akbat usia tua.
Manusia perlu menjaga kebersihan Rasa gatal juga bisa muncul akibat
diri yaitu dengan mandi agar sehat, tidak penyakit lain yang diderita, seperti
bau, tidak menyebarkan kotoran atau dermatitis dan penyakit ginjal. Lansia
menyebabkan penyakit bagi diri sendiri memang lebih berisiko mengalami gatal-
maupun orang lain. PHBS (Perilaku Hidup gatal pada kulit, dibandingkan dengan anak
Bersih Sehat) adalah perwujudan muda. Sebab, kulit lansia telah menerima
paradigma sehat dalam budaya hidup paparan berbagai zat yang tidak baik bagi
perorangan, keluarga dan masyarakat yang

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 75


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

kulit selama puluhan tahun (Muchtadi, sudah cukup dan tidak akan menimbulkan
2011). masalah kesehatan khususnya penyakit
Penyakit scabies disebabkan oleh kulit (Harahap, 2010).
faktor kebersihan yang kurang dipelihara Perilaku hidup bersih dan sehat
secara baik. Seperti pakaian, alat tidur (PHBS) anggota keluarga ikut
berupa kasur, sprei, bantal, tempat tidur berkontribusi pada kesehatan. Secara
yang jarang diganti, kondisi kamar yang umum, seseorang masih menganggap
pengap, dan perilaku personal hygiene perilaku hidup bersih dan sehat merupakan
yang kurang baik dapat memicu terjadinya urusan pribadi yang tidak terlalu penting.
gatal-gatal.Tempat-tempat yang menjadi Masih ada beberapa keluarga yang tidak
favorit bagi sarcoptes scabei adalah memiliki jamban di rumah atau buang air
daerah-daerah lipatan kulit, seperti telapak besar sembarangan. Mereka belum
tangan, kaki, selangkangan, lipatan paha, mengetahui bahwa buruknya perilaku
lipatan perut, ketiak dan daerah vital. terkait sanitasi oleh salah satu anggota
Penyakit scabies disebabkan faktor masyarakat, juga akan mempengaruhi
kebersihan yang kurang dipelihara secara kualitas kesehatan lainnya (Muchtadi,
baik. Alat tidur berupa kasur, sprei, bantal, 2011).
tempat tidur dan kondisi kamar yang PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat)
pengap, dapat memicu terjadinya gatal- adalah perwujudan paradigma sehat dalam
gatal (Harahap, 2010). Personal Hygiene budaya hidup perorangan, keluarga dan
yang buruk dapat menyebabkan tubuh masyarakat yang berorientasi sehat, dengan
terserang berbagai penyakit tujuan untuk meningkatkan, memelihara
seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, dan melindungi kesehatannya baik fisik,
penyakit mulut dan dapat menghilangkan mental spiritual maupun sosial.Salah satu
fungsi bagian tubuh tertentu seperti halnya indikator PHBS dalam tatanan rumah
kulit (Muchtadi, 2011). tangga adalah kebersihan perorangan atau
Banyak penyakit yang menyerang kebersihan diri. Kebersihan lingkungan
manusia jika lingkungan sekitarnya tidak seseorang merupakan cermin dari
bersih, salah satunya adalah penyakit kebersihan diri sendiri dalam kehidupan
Scabies. Hal ini dipengaruhi karena sehari-hari. Salah satu penyakit yang
kebiasaan masyarakat yang kurang ditimbulkan oleh kurangnya kebersihan
memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan adalah penyakit kulit
diri dan lingkungannya. Dengan menjaga (Muchtadi, 2011).
bersihan diri masyarakat beranggapan

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 76


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

Dampak yang sering mencul pada METODE PENELITIAN


penyakit skabies yaitu gangguan rasa Penelitian ini merupakan jenis
nyaman karena rasa gatal yang hebat penelitian kuantitatif menggunakan survey
ketika malam hari dan bisa mengganggu analitik dengan pendekatan studi Cross
tidur sehingga keesokan harinya penderita Sectional untuk melihat hubungan sesaat
sering mengantuk, pusing, dan keluhan lain antara variabel independen dan dependen.
akibat kurang tidur (Muchtadi, 2011). Pengumpulan data sekaligus pada suatu
Penelitian Muslih (2012), yang saat artinya tiap subyek penelitian hanya di
dilakukan terhadap pasien di Puskesmas observasi sekali saja dan pengukuran
ditemukan 42,2% penderita Scabies dilakukan terhadap status karakter atau
memiliki personal hygiene yang buruk. variabel subjek pada saat pemeriksaan
Tempat tinggal bersama merupakan tempat (Notoatmodjo, 2011).
yang rentan terjadinya Scabies, Pengumpulan data dilakukan pada
dikarenakan kebersihan yang kurang tanggal 20 Desember 2019, dan proses
terjaga, personal hygiene yang buruk, pengambilan data dilakukan pada 21
sanitasi yang buruk, gizi yang kurang Januari s.d 22 Februari 2020. Penelitian ini
seimbang, dan kondisi ruangan yang telah dilaksanakan di wilayah kerja
lembab dan kurang mendapat sinar Puskesmas Kabupaten Ogan Ilir tahun
matahari secara langsung. 2020. Populasi pada penelitian ini adalah
Berdasarkan hasil penelitian bahwa semua yang menderita Scabies berjumlah
lansia yang mengalami penyakit Scabies di 157 orang. Sampel dalah sebagian lansia
lingkungan wilayah di Kabupaten Ogan Ilir yang menderita Scabies. Besar sampel
sebanyak 55,5%, lebih besar dibandingkan dalam penelitian ini dengan menggunakan
dengan yang tidak mengalami penyakit rumus Notoatmodjo (2011):
Scabies 44,3% dikarenakan kurangnya
N
Perilaku hidup bersih dan sehat dari santri n
1  N (d 2 )
itu sendiri. N 157
n n 
Berdasarkan latar belakang dan data 1  N (d 2 ) 1  157 ( 0 ,1 2 )
di atas, peneliti ingin melakukan penelitian
157
yang berjudul “Hubungan Perilaku Hidup n  n  61 , 09
2 , 57
Bersih dan Sehat (PHBS) dan Lingkungan
dengan Kejadian Scabies pada Lansia”. Dengan menggunakan rumus di atas
berdasarkan tingkat kepercayaan 0,1 (90%)
diperoleh sampel 61 orang, Cara

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 77


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

pengambilan sampel dilakukan dengan Masalah etik penelitian merupakan


Simple Random Sampling yaitu sampel masalah yang sangat penting dalam
diambil secara acak dan semua mendapat penelitian, mengingat penelitian
kesempatan untuk menjadi sampel. keperawatan berhubungan langsung
Tehnik pengolahan data setelah data dengan manusia, maka segi etika penelitian
terkumpul secara manual kemudian di olah harus diperhatikan. Masalah etika yang
dengan menggunakan komputer melalui harus diperhatikan antara lain adalah;
beberapa tahap antara lain; editing, coding, informed consent, anominity, dan
entri, dan cleaning. Analisis data confidentially (Hidayat, 2011).
menggunakan analisis univariat dan
analisis bivariat. HASIL PENELITIAN
Adapun analisa yang dilakukan Analisa Responden Berdasarkan
terhadap penelitian ini yaitu dengan Karakteristik
Analisa data ini untuk memperoleh
menggunakan analisa data secara univariat
gambaran distribusi frekuensi responden
yaitu untuk mengetahui distribusi
berdasarkan karakteristik (frekuensi mandi,
frekuensi, kemudian analisa bivariat untuk
sanitasi lingkungan, dan advokasi) dapat
mengetahui hubungan variabel dengan
dilihat pada table dibawah ini.
menggunakan Uji Chi-Square test.

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik
Frekuensi Persentase
No Variabel
(f) (%)
1 Frekuensi Mandi Kurang baik 14 23
Baik 47 77
2 Sanitasi Lingkungan Kurang baik 35 57,4
Baik 26 42,6
3 Advokasi Kurang baik 32 52,5
Baik 29 47,5
4. Kejadian Scabies pada lansia Ya 34 55,7
Tidak 27 44,3

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa Analisa Hubungan Independen


sebagian besar responden dengan frekuensi (frekuensi mandi, sanitasi lingkungan,
advokasi), dengan Variabel Dependen
mandi kurang baik (23%), sanitasi
(kejadian scabies pada lansia)
lingkungan kurang baik (57,4%), advokasi Analisa ini bertujuan untuk
kurang baik (52,5%) dan yang mengalami mengetahui hubungan secara simultan dan
scabies pada lansia (55,7%). parsial antara variabel independen

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 78


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

(frekuensi mandi, sanitasi lingkungan, (kejadian scabies pada lansia).


advokasi), dengan variabel dependen

Tabel 2
Hubungan Frekuensi Mandi dengan Kejadian Scabies pada Lansia
Kejadian Scabies OR
Frekuensi Jumlah p-value
Ya Tidak 95% CI
Mandi
n % n % n %
Kurang Baik 4 28,6 10 71,4 14 100 0,22
0,043
Baik 30 63,8 17 36,2 47 100 (,062-,834)
Jumlah 34 55,7 27 44,3 61 100

Pada tabel di atas, terlihat bahwa ada hubungan yang bermakna antara
proporsi kejadian Scabies pada lansia frekuensi mandi dengan kejadian Scabies.
yang frekuensi mandinya kurang baik yaitu Dari analisa didapat nilai OR 0,22 yang
4 responden (28,6%) lebih kecil berarti bahwa frekuensi mandi yang
dibandingkan dengan responden yang kurang baik dapat mengakibatkan penyakit
frekuensi mandinya baik sebanyak 30 Scabies, dibandingkan dengan mandi yang
orang (63,8%). Hasil uji Chi-Square baik dapat mencegah penyakit Scabies
diperoleh nilai p value 0,043< 0,05, berarti 0,22 kali.

Tabel 3
Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Scabies pada Lansia
Kejadian Scabies OR
Sanitasi Jumlah p-value
Ya Tidak 95% CI
Lingkungan
n % n % n %
Kurang baik 13 37,1 22 62,9 35 100 0,141
0,002
Baik 21 80,8 5 19,2 26 100 (,043-,463)
Jumlah 34 55,7 27 44,3 61 100

Pada tabel di atas terlihat bahwa lingkungan dengan kejadian penyakit


proporsi kejadian Scabies pada responden Scabies pada lansia.
yang sanitasi lingkungan kurang baik Dari analisa didapat nilai OR 0,14
sebanyak 13 orang (37,1%), lebih kecil (95% CI 0,043-0,046) bahwa responden
bila dibandingkan dengan dengan sanitasi yang sanitasi lingkungannya kurang baik
lingkungannya baik sebanyak 21 orang mempunyai faktor pencegahan (preventif)
(80,8%). Hasil uji Chi-Square diperoleh 0,12 kali terjadinya penyakit kulit Scabies,
nilai p-value 0,002< 0,05, berarti ada bila dibandingkan dengan responden yang
hubungan yang bermakna antara sanitasi sanitasi lingkungannya baik.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 79


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

Tabel 4
Hubungan Advokasi dengan Kejadian Scabies pada Lansia
Kejadian Scabies OR
Jumlah p-value
Advokasi Ya Tidak 95% CI
n % n % n %
Kurang baik 13 40,6 19 59,4 32 100 0,261
0,025
Baik 21 72,4 8 27,6 29 100 (,089-,766)
Jumlah 34 55,7 27 44,3 61 100

Pada tabel di atas terlihat bahwa responden yang frekuensi mandinya baik
proporsi kejadian Scabies pada responden sebanyak 47 orang (77%).
yang melakukan advokasi kurang baik Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai
sebanyak 13 orang (40,6%), lebih kecil p value 0,043< 0,05, berarti ada hubungan
bila dibandingkan dengan yang melakukan yang bermakna antara frekuensi mandi
advokasi baik sebanyak 21 orang (72,4%). dengan kejadian Scabies pada Lansia. Dari
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai analisa didapat nilai OR 0,22 (95% CI
p-value 0,025< 0,05, berarti ada hubungan 0,062-0,834) yang berarti bahwa frekuensi
yang bermakna antara advokasi dengan mandi yang baik dapat mengakibatkan
kejadian penyakit Scabies pada Lansia. penyakit Scabies, kurang dapat
Dari analisa didapat nilai OR 0,26 (95% CI dibandingkan mencegah penyakit Scabies
0,089-0,766) bahwa advokasi yang baik 0,22 kali, dibandingkan dengan mandi
mempunyai faktor pencegahan (preventif) yang kurang baik.
0,26 kali terjadinya penyakit kulit Scabies Personal higiene yang rendah dapat
pada Lansia, bila dibandingkan dengan menjadi faktor penunjang berkembangnya
yang melakukan advokasi secara tidak penyakit kulit, seperti Scabies. Seseorang
baik. dikatakan memiliki kebersihan diri baik
apabila, orang tersebut dapat menjaga
PEMBAHASAN kebersihan tubuhnya yang meliputi
Hubungan Frekuensi Mandi dengan kebersihan kulit (dilihat berdasarkan
Kejadian Scabies pada Lansia frekuensi mandi dalam sehari,
Berdasarkan hasil penelitian yang
menggunakan sabun atau tidak ketika
telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
mandi), tangan dan kuku, pakaian, handuk
responden yang memiliki distribusi
dan tempat tidur (Sulistyo, 2013).
frekuensi mandi yang kurang baik
Sejalan dengan penelitian yang
sebanyak 14 orang (23%), lebih kecil dari
dilakukan Nurmuafidah tahun 2016, bahwa
dari 89,8% lansia mengalami Scabies

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 80


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

dikarenakan lansia frekuensinya mandinya 0,463) bahwa responden yang sanitasi


kurang dari 2x sehari. lingkungannya baik mempunyai faktor
Berdasarkan penelitian Yulan di pencegahan (preventif) 0,12 kali terjadinya
Panti tahun 2015, lansia pada kelompok penyakit kulit Scabies, bila dibandingkan
umur 61-70 tahun lebih banyak dengan responden yang sanitasi
mempunyai masalah kesehatan khususnya lingkungannya kurang baik.
yang berhubungan dengan personal hygine Sanitasi merupakan salah satu
yaitu dari 30 orang lansia, ada 13 orang komponen dari kesehatan lingkungan,
mempunyai masalah kesehatan berupa, yaitu perilaku yang disengaja untuk
gatal-gatal pada kulit, penyakit diare, sakit membudayakan hidup bersih untuk
gigi, dan gusi akibat dari personal hygiene mencegah manusia bersentuh langsung
yang tidak baik. Dari hasil penelitian, dengan kotoran dan bahan buangan
peneliti berasumsi bahwa frekuensi mandi berbahaya lainnya, dengan harapan dapat
yang baik akan mencegah penyakit menjaga dan meningkatkan kesehatan
khususnya scabies tidak terjadi pada manusia. Sanitasi sangat menentukan
lansia. keberhasilan dari paradigma pembangunan
Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan kesehatan lingkungan lima tahun ke depan
Kejadian Scabies pada Lansia yang lebih menekankan pada aspek
Berdasarkan dari hasil tabel diatas,
pencegahan dari aspek pengobatan.
maka sanitasi lingkungan yang kurang baik
Dengan adanya upaya pencegahan yang
sebanyak 35 orang (57,4%), dibandingkan
baik, angka kejadian penyakit yang terkait
dengan sanitasi lingkungannya baik
dengan kondisi lingkungan dapat di cegah.
sebanyak 26 orang (42,6%).
Selain itu anggaran yang diperlukan upaya
Proporsi kejadian Scabies pada
preventif juga relative lebih terjangkau
responden yang sanitasi lingkungan kurang
daripada melakukan upaya pengobatan
baik sebanyak 13 orang (37,1%), lebih
(Elliott, 2013).
kecil bila dibandingkan dengan dengan
Sejalan dengan penelitian yang
sanitasi lingkungannya baik sebanyak 21
dilakukan Desmawati (2015), bahwa
orang (80,8%). Hasil uji Chi-Square
memiliki sanitasi lingkungan buruk dengan
diperoleh nilai p-value 0,002< 0,05, berarti
prevalensi 49% santri menderita skabies.
ada hubungan yang bermakna antara
Sanitasi lingkungan yang buruk sangat rat
sanitasi lingkungan dengan kejadian
keterkaitannya dengan angka kejadian
penyakit Scabies pada Lansia. Dari analisa
skabies, dan kejadian skabies akan lebih
didapat nilai OR 0,14 (95% CI 0,043-
meningkat lagi.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 81


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

Menurut pendapat peneliti, bahwa penyakit kulit Scabies, bila dibandingkan


faktor yang mempengaruhi kesehatan salah dengan yang melakukan advokasi secara
satunya faktor lingkungan baik fisik kurang baik.
maupun biologi. Faktor lingkungan hal ini Advokasi (advocacy) adalah kegiatan
diantaranya kondisi rumah dan sosial memberikan bantuan kepada masyarakat
ekonomi. Dikatakan pula skabies banyak dengan membuat keputusan (Decision
ditemukan pada rumah-rumah yang berada makers) dan penentu kebijakan (Policy
di lokasi kumuh, yang kondisi tidak makers) dalam bidang kesehatan maupun
memenuhi syarat higiene lingkungan sehat. sektor lain diluar kesehatan yang
Kurangnya pemahaman masyarakat mempunyai pengaruh terhadap
tentang sanitasi rumah yang baik untuk masyarakat. Dengan demikian, para
menjaga kesehatan menyebabkan pembuat keputusan akan mengadakan atau
timbulnya penyakit skabies pada lansia. mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam
Hubungan Advokasi dengan Kejadian bentuk peraturan, undang-undang, instruksi
Scabies pada Lansia yang diharapkan menguntungkan bagi
Berdasarkan dari hasil tabel diatas,
kesehatan masyarakat umum (Saleha,
maka responden yang melakukan advokasi
2016). Advokasi Kesehatan, yaitu
kurang baik sebanyak 32 orang (52,5%),
pendekatan kepada para pimpinan atau
bila dibandingkan dengan responden yang
pengambil kebijakan agar dapat
melakukan advokasi secara baik sebanyak
memberikan dukungan masksimal,
29 orang (47,5%).
kemudahan perlindungan pada upaya
Pada tabel terlihat bahwa proporsi
kesehatan (Depkes 2015). advokasi suatu
kejadian Scabies pada responden yang
upaya persuasif yang mencakup kegiatan-
melakukan advokasi kurang baik sebanyak
kegiatan penyadaran, rasionalisasi,
13 orang (40,6%), bila dibandingkan
argumentasi dan rekomendasi tindak lanjut
dengan yang melakukan advokasi baik
mengenai sesuatu.
sebanyak 21 orang (72,4%). Hasil uji Chi-
Sejalan dengan penelitian yang
Square diperoleh nilai p-value 0,025<
dilakukan Juriawan (2017), bahwa
0,05, berarti ada hubungan yang bermakna
advokasi yang baik mempunyai faktor
antara advokasi dengan kejadian penyakit
pencegahan (preventif) 0,26 kali terjadinya
Scabies pada Lansia. Dari analisa didapat
penyakit kulit Scabies, bila dibandingkan
nilai OR 0,26 (95% CI 0,089-0,766) bahwa
dengan yang melakukan advokasi secara
advokasi baik mempunyai faktor
tidak baik.
pencegahan (preventif) 0,26 kali terjadinya

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 82


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

Menurut asumsi peneliti, bahwa Saran


advokasi penting untuk meningkatkan 1. Disarankan untuk Petugas
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Puskesmas Dapat menambah dan
Advokasi dengan menggunakan promosi memperbaharui informasi kesehatan
kesehatan melalui pendekatan keluarga terutama mengenai pentingnya
menjadi salah satu usaha untuk perilaku hidup bersih dan sehat
meningkatkan perilaku hidup bersih untuk dengan menjaga kebersihan diri dan
mencegah penyakit skabies pada lansia. lingkungan, melakukan pembinaan
secara rutin kepada lansia Khususnya
KESIMPULAN DAN SARAN kebersihan diri sendiri seperti mandi
Kesimpulan 2x sehari dengan menggunakan
sabun mandi, mengganti pakaian jika
1. Ada hubungan signifikan antara
pakaian sudah lembab atau
frekuensi mandi dengan kejadian
bercampur keringat.
scabies pada Lansia (nilai p-value =
2. Disarankan untuk Peneliti
0,043)
Selanjutnya dapat menambah
2. Ada hubungan signifikan antara
wawasan dan pengetahuan tentang
sanitasi lingkungan dengan kejadian
penyakit parasit terutama tungau
scabies pada Lansia (nilai p-value
penyebab penyakit Scabies.
=0,002)
3. Ada hubungan signifikan antara
advokasi dengan kejadian scabies
pada Lansia (nilai p-value = 0,025).

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Personal Hygiene konsep, proses dan aplikasi dalam praktik
keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Amanata. 2014. Profil Dinas Kota Palembang. Palembang.
Arifin, Zainal. 2013. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Depkes RI. 2015. Indonesia Sehat. Cetakan Pertama, Dirjen Pelayanan Medik. Jakarta.
Desmawati. 2015. Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Scabies Di Pondok Pesantren Al-Kautsar Pekanbaru.Vol. 2, No. 1. Februari 2015.
Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 83


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Miftah Apriani1, Ria Wulandari2

Elliott T, Worthington T, Osman H, & Gill M. 2013. Mikrobiologi kedoteran dan infeksi.
Edisi ke 4. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran EGC.
Harahap, M. 2010. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Juriawan. 2017. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Lingkungan dengan
Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Darul Muttaqien Kayuagung Kabupaten Ogan
Komering Ilir tahun 2017. Thesis Universitas Kader Bangsa Palembang.
Muafidah, Nur., dkk. 2016 Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Scabies pada
Santri di Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang tahun 2016. Di
akses pada 28 Februari 2020.
Muchtadi, D. 2011. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung: Alfabeta.
Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ridwan, Ahwath, Riyadhy., Sahrudin,& Ibrahim, Karma. 2017. Hubungan Pengetahuan,
Personal Hygiene, dan Kepadatan Hunian dengan Gejala Penyakit Skabies pada Santri
di Pondok Pesantren Darul Muklisin Kota Kendari 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan MasyarakatVol.2/No.6/Mei 2017; ISSN 2502-731x.
Saleha, S. 2016. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas.Jakarta: Salemba Medika.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung
Wawan, A & Dewi, M. 2010. Buku Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 84

Anda mungkin juga menyukai