Makalah Kel 7tftrggv

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ILMU KALAM

“ALIRAN ALIRAN DALAM ILMU KALAM KLASIK

(ASY’ARIYAH DAN MATURIDIYAH)”

DOSEN PENGAMPU

Cecep Hilman , M.Pd.

DISUSUN OLEH

Kelompok 7

PAI regular A

Fadhlan Ridhwanullah

Halpi Julmiraj

Hasna Yulistina

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI

FAKULTAS TARBIYAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2018-2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Ilmu Kalam dengan judul “Aliran
Aliran Dalam Ilmu Kalam Klasik (Asy’ariyah Dan Maturidiyah)”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Sukabumi, 1 Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
i
………………………………………………………………...
DAFTAR ISI
ii
…………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
1
……………………………………………………………..
A. Latar Belakang
1
………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah
1
………………………………………………………………
C. Tujuan
1
…………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN
2
……………………………………………………………...
A. Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah
2
………………………………………….
B. Aliran Asy’ariyah
3
……………………………………………………………….
1. Riwayat Singkat Al Asy’ari
3
………………………………………………..
2. Tokoh Tokoh Aliran Asy’ariyah
4
…………………………………………..
3. Metode Asy’ariyah
4
…………………………………………………………
4. Pandangan-Pandangan Asy’ariyah
5
………………………………………...
5. Doktrin-doktrin Teologi Al-asy’ari 5
………………………………………..
C. Aliran Maturidiyah
8
……………………………………………………………...
1. Definisi Al-Maturidiyah
8
……………………………………………………
2. Sejarah Aliran Al-Maturidi
8
………………………………………………...
3. Karya Aliran Al-Maturidi
9
………………………………………………….
4. Tokoh-Tokoh Dan Ajarannya
10
……………………………………………...
5. Doktrin-doktrin teologi Al-Maturidi
10
……………………………………….
6. Golongan-Golongan Dalam Al-Maturidi
13
…………………………………..
7. Pengaruh Al-Maturidi di dunia Islam
14
………………………………………
D. Perbedaan Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah
14
……………………………………..

BAB III PENUTUP


17
……………………………………………………………………
A. Simpulan
17
………………………………………………………………………..
B. Saran
17
…………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA
19
…………………………………………………………………

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya berbagai macam golongan-golongan aliran pemikiran dalam Islam
telah memberikan warna tersendiri dalam agama Islam. Pemikiran-pemikiran ini muncul
setelah wafatnya Rosulullah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya
berbagai golongan dengan segala pemikiranya. Diantaranya adalah faktor poitik
sebagaimana yang telah terjadi pertentangan antara kelompok Ali dengan pengikut
Muawiyah, sehingga memunculkan golongan yang baru yaitu golongan khawarij. Lalu
muncullah golongan-golongan lain sebagai reaksi dari golongan satu pada golingan yang
lain.
Asy'ariyah sebagai salah satu aliran dalam teologi Islam, mencuat ke atas secara
vulgar sebagai manifestasi sikap kritis dan reaktif terhadap pemikiran yang berembang
sebelumnya terutama aliran Mu'tazilah. Pendiri aliran ini tidak pernah memberikan label
nama tertentu terhadap aliran ini, tapi para pengikutnyalah yang memberii narna dengan
menisbatkan kepada pendirinya yakni Abu Hasan Ibnu Ismail al-Asy’ari.
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan
bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya.
Adapun balasan yang di perolehnya kelak di akhirat tergantung pada apa yang di lakukan
di dunia. Pendirinya yakni Abu Mansur Al-Maturidi.
B. Rumusan Masalah
Simpulan masalah yang akan kami bahas adalah :
1) Apa itu ahlussunnah wal jama’ah?
2) Apa itu aliran asy’ariyah?
3) Apa itu aliran al-maturidiyah?
C. Tujuan
1) Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam
2) Mengetahui aliran ahlussunnah wal jama’ah
3) Memahami aliran asy’ariyah
4) Memahami aliran al-maturidiyah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah


Istilah ahlus Sunnah wa al-jama’ah berasal dari kata kata :

a. Ahl ( ahlun) berarti “golongan” atau “pengikut”


b. Al-sunnah berarti “tabi’at, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakup
ucapan,tindakan, dan ketetapan rasulullah saw..”
c. Wa, huruf ‘athf yang berarti “dan” atau “serta”.
d. Al-jama’ah berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat rasul saw. Maksudnya ialah
perilaku atau jalan hidup para sahabat.

Secara etimologis, istilah ahlussunnah wal jama’ah, berarti golongan yang senantiasa
mengikuti jalan hidup rasulullah saw. Dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan
yang berpegang teguh pada sunnah rasul dan sunnah para sahabat, lebih khusus lagi
sahabat yang empat, yaitu abu bakar as-siddiq, umar bin khottob, utsman bin affan, dan
ali bin abi thalib.

Disamping itu, para sahabat khususnya sahabat empat adalah generasi pertama dan
utama dalam melazimi perilaku rasulullah saw sehingga jalan hidup mereka praktis
merupakan penjabaran nyata dari petunjuk al-qur’an dan al-sunnah. Setiap langkah
hidupnya, praktis merupakan aplikasi dari norma-norma yang terkandung dan
terkehendaki oleh ajaran islam,serta mendapat petunjuk dan control langsung dari
baginda rasulullah saw. Oleh karena itu, jalan hidup mereka relative terjamin
kelulusannya dalam mengamalkan ajaran islam, sehingga jalan hidup mereka pula lah
yang paling tepat menjadi rujukan utama setelah jalan hidup rasulullah saw sendiri.
Dalam hadits diterangkan :

‫خير القرون قرني الذي بعثت فيهم ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم‬

( ‫) )متفق عليه‬

“sebaik baik periode adalah periode hidupku yang mana aku(nabi) diutus kepada mereka,
kemudian disusul periode sesudah mereka(sahabat) dan kemudian periode berikutnya lagi
(tabi’in).” (H.R. Muttafaq ‘alaih)

Ada dua pendapat mengenai hadits tersebut. Pertama; periode seratus pertama dari
masa hidup nabi saw(abad I H). Kemudian seratus tahun kedua (abad II H) dan disusul
seratus tahun berikutnya lagi ( abad III H). Hal ini didasarkan pada pengertian qarnun,
yaitu abad atau hitungan 100 tahun. Kedua; ada yang berpendapat bahwa qarnun tidak
diartikan dengan perhitungan 100 tahun, tetapi yang dimaksud ialah suatu situasi yang
mana ajaran-ajaran islam secara kaffah, integral dan komprehensif diamalkan oleh
pemeluk-pemeluknya dan belum timbul adanya firqoh-firqoh.

Sementara, hadits lain menyatakan bahwa aliran ahlussunnah wal jama’ah ialah
aliran yang benar sesuai dengan tuntunan, ajaran dan sunnah rasulullah saw .sebagaimana
diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibnu umar ra.., bahwa nabi saw bersabda:

....‫و ان بني اسراء ليل تفرقت على اثنتين وسبعين ملة وتفتر ق امتي على ثالث وسبعين ملة كلهم في النار اال‬

)‫ملة واحد حدة قالوا ومن هي يا رسول هللا؟ قال ما انا عليه ياصباح بى (رواة الترمذي‬

“…. Dan sesungguhnya bani isroil telah terpecah menjadi 72 golongan. Sementara
ummatku bakal terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali hanya
satu golongan saja yang tidak masuk neraka. Para sahabat bertanya: siapakan satu
golongan itu wahai rasulullah?. Jawabnya: itulah golongan yang senantiasa menikuti jejak
ku dan jejak para sahabatku”. (H.R Al-Tirmidzi)

Meskipun belum secara tegas terungkap istilah “ahlussunnah wal jama’ah” namun
maknanya yang tersirat didalamnya, yakni bahwa golongan yang selamat dari anacaman
api neraka itu adalah golongan yang senantiasa mengikuti jejak(jalan hidup) rasulullah
saw. Dan para sahabatnya. Makna yang demikian inilah yang kita maksudkan sebagai
batasan(pengertian) ahlussunnah wal jama’ah.

Dengan demikian, maka golongan ahlussunnah wal jama’ah ialah satu satunya
golongan umat islam yang selamat dari ancaman neraka.

B. Aliran Asy’ariyah

1. Riwayat Singkat Al Asy’ari

Nama al asy’ariyah sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam berasal dari nama
tokoh imam abu hasan al asy’ari yang nama lengkapnya adalah abu al hasan ali ibn ismail
al asy’ari. Ia lahir di kota basyrah (irak) pada tahun 260 H/ 873 M dan wafat pada tahu
324 H/ 935 M. Dengan menyebut nama al asy’ari di belakang namanya, benarlah bahwa
imam abu hasan al asy ari mempunyai hubungan dengan abu musa al asy’ari, seorang
sahabat yang menjadi hakam (perantara) dalam sengketa antara ali bin abi thalib dengan
muawiyah bin abi sufyan.

Pada usia remaja abu hasan al asy’ari berguru kepada seorang tokoh mu’tazilah
bernama abu ali al jubbai. Oleh sebab itu ajaran ajaran mu’tazilah sungguh telah didalami
oleh al asy’ari sampai ke akar akarnya. Malah dikatakan abu hasan al asy’ari menggeluti
faham yang terdapat dalam mu’tazilah selama lebih kurang 40 tahun. Tetapi oleh sebab-
sebab yang kurang jelas, abu hasan al asy’ari meninggalkan faham mu’tazilah, dan
kemudian membangun suatu system theology sendiri yang kemudian dikenal dalam
sejarah pemikiran islam dengan nama aliran asy’ariyah.diantara sebab yang sering disebut
dalam menjelaskan keluarnya abu hasan al asy’ari dari mu’tazilah adalah mimpi al
asy’ari sendiri bertemu dengan nabi Muhammad saw serta perdebatannya dengan abu ali
al jubbai tentang bagaimana kedudukan tiga orang,mukmin,kafir dan anak kecil, kelak di
akhirat.

2. Tokoh Tokoh Aliran Asy’ariyah


a. Abu Hasan Al-Asy’ari
b. Abu Bakar Al-Baqillani (403 H-1013 M)
c. Imam Al-Haramain (478 H-1058 M)
d. Al-Ghazali (505 H-1111 M)
e. Al-Syahrastani (548 H-1153 M)
f. Fakhr Al-Din Al-Razi (606 H-1209 M)
3. Metode Asy’ariyah
Madzhab Asy’ari bertumpu pada al-Qur’an dan al-sunnah.Mereka teguh
memegangi al-ma’sur.”Ittiba”lebih baik dari pada ibtida’ (Membuat bid’ah).
Dalam mensitir ayat dan hadist yang hendak di jadikan argumentasi, kaum Asy’ariah
bertahap, yang ini merupakan pola sebelumnya sudah di terapkan oleh Asy’ariah.
Biasanya mereka mengambil makna lahir dari anas (Teks al-quran dan al-Hadist),
mereka berhati-hati tidak menolak penakwilan sebab memang ada nas-nas tertentu
yang memiliki pengertian sama yang tidak bias di ambil dari makna lahirnya, tetapi
harus di takwilkan untuk mengetahui pengertian yang di maksud.
Kaum asy’ariah juga tidak menolak akal, karena bagaimana mereka akan
menolak akal padahal Allah menganjurkan agar Ummat islam melakukan kjian
rasional.
Pada prinsipnya kaum Asy’ariah tidak memberikan kebebasan sepenuhnya
kepada akal seperti yang di lakukan kaum mu’tazilah, sehingga mereka tidak
memenangkan dan menempatka akal di dalam naql (teks agama).akal dan naql saling
membutuhkan.naql bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang
sehat.dengan akal kita akan bias meneguhkan naql dan membela agama.
4. Pandangan-Pandangan Asy’ariyah
Adapun pandangan-pandangan Asy’ariyah yang berbeda dengan Muktazilah,
di antaranya ialah:
a. Bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kalau Tuhan mempunyai sifat, seperti
yang melihat, yang mendengar, dan sebagainya, namun tidak dengan cara seperti
yang ada pada makhluk. Artinya harus ditakwilkan lain.
b. Al-Qur’an itu qadim, dan bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada.
c. Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena
diciptakan.
d. Perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan
diciptakan oleh Tuhan.
e. Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan
berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah adalah adil. Mereka
menentang konsep janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id).
f. Mengenai anthropomorfisme, yaitu memiliki atau melakukan sesuatu seperti yang
dilakukan makhluk, jangan dibayangkan bagaimananya, melainkan tidak seperti
apa pun.
g. Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini), sebaba
tidak mungkin pada diri seseorang tidak ada iman dan sekaligus tidak ada kafir.
Harus dibedakan antara iman, kafir, danperbuatan.
5. Doktrin-doktrin Teologi Al-asy’ari
Formulasi pemikiran Al-asy’ari,secara esensial,menampilkan sebuah upaya
sintesis antara formulasi ortodoks ekstrim di satu sisi dam Mu’tazilah di sisi lain.
Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut watt barang kali di pengaruhi teologi
ullabiah (teologi sunni yang di pelopori ibn kullab). Pemikiran-pemikiran al-asy’ariah
yang terpenting adalah berikut ini:
a. Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Dengan kelompok
mujasimah (antropomorfis) dan kelompok Musyabbihah yang berpendapat, Allah
mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan sunnah, dan sifat-
sifat itu harus difahami menurut harti harfiyahnya. Dilain pihak,ia berhadapan
dengan kelompok Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat allah tidak lain
selain esensi-Nya. Adapun tangan, kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursi tidak
boleh diartikah secara harfiah, melainkan harus di jelaskan secara alegoris.
Al-asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti
mempunyai tangan dan kaki dan ini tidak boleh diartikan secara hartiah,
melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok siatiah). Selanjutnya, Al-
Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat
dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah
berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah)
tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.
b. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
Dalam hal apakah manusia memiliki kemampuan untuk
memilih,menentukan,serta mengaktualisasikan perbuatannya? Dari dua pendapat
yang ekstrim, yakni Jabariah yang fatalistik dan penganut faham pradeterminisme
semata-mata dan Mutazilah yang menganut faham kebebasan mutlak dan
berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri. Al-asy’ari
membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq)
perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya
(muktasib), hanya Allah lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk
keinginan manusia).
c. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Walaupun Al-asy’ari dan orang-orang Mutazilah mengakui pentingnya akan
dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh
penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-asy’ari mengutamakan wahyu,
sementara mutazilah mengutamakan akal.
Dalam menentukan baik dan buruk pun terjadi perbedaan di antara mereka.
Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu,
sedangkan Mu’tazilah berlandaskan pada akal.
d. Qadimnya Al-Qur'an
Mutazilah mengatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak
qadim serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa
Al-Qur'an adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan
berpendapat bahwa semua huruf, kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim. Dalam
rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu Al-Asy’ari
mengatakan bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi,
semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. Nasution
mengatakan bahwa Al-Qur’an bagi Al- Asy’ari tidaklah diciptakan sebab kalau ia
diciptakan, sesuai dengan ayat:
ُ‫َي ٍء إِ َذا أَ َر ْدنَاهُ أَ ْن نَقُو َل لَهُ ُك ْن فَيَ ُكون‬
ْ ‫إِنَّ َما قَوْ لُنَا لِش‬
Artinya: “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami
menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka
jadilah ia. (Q.S. An-Nahl:40)
e. Melihat Allah
Al-asy’ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrim, terutama
Zahiriyah yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akherat dan
mempercayai bahwa dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan.
Kemungkinan ru’yat dapat terjadi bilamana ia menciptakan kemampuan
penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
f. Keadilan
Pada dasarnya Al-asy’ari dan Mutazilah setuju bahwa Allah itu adil. Mereka
hanya berbeda dalam memandang makna keadilan. Al-Asy’ari tidak sependapat
dengan Mutazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus
menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik.
Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah penguasa
Mutlaq. Dengan demikan jelaslah bahwa Mu’tazilah mengartikan keadailan dari
visi manusia yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asy’ari dari visi bahewa Allah
adalah pemilik mutlak.
g. Kedudukan orang berdosa
Al-Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang di anut Mu’tazilah.
Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufr, predikat bagi seseorang
haruslah salah satu diantaranya. Jika tidak mukmin ia kafir. Oleh karena itu, Al-
Asy’ari berpendpat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang
fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufr.
6. Penyebaran Akidah Asy-'ariyah
Akidah ini menyebar luas pada zaman Wazir Nizhamul Muluk pada dinasti Bani
Saljuq dan seolah menjadi akidah resmi negara. Paham Asy’ariyah semakin
berkembang lagi pada masa keemasan Madrasah An-Nidzamiyah, baik yang ada di
Baghdad maupun di kota Naisabur. Madrasah Nizhamiyah yang di Baghdad adalah
Universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al-Mahdi
bin Tumirat dan Nuruddin Mahmud Zanki serta sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.
Juga didukung oleh sejumlah besar ulama, terutama para fuqaha Mazhab Asy-
Syafi'i dan Mazhab Al-Malikiyah periode akhir-akhir. Sehingga wajar sekali bila
dikatakan bahwa akidah Asy-'ariyah ini adalah akidah yang paling populer dan
tersebar di seluruh dunia.
C. Aliran Maturidiyah
8. Definisi Al-Maturidiyah
Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari
nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad ibn Mahmud Al-
Maturidi. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan
Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-
Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.
Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-
Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam
membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk
menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran
Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur
Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang
merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.
9. Sejarah Aliran Al-Maturidi
Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia
dilahirkan di sebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah
Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun
kelahirannya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3
hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi
yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi
hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-
861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang
teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk
karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur'an Makhas Asy-Syara’I,
Al-jald, dll. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-
Maturidi yaitu Al-aqaid dan sarah fiqih.
Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahl-al-sunnah al-Jamaah, yang
tampil dengan Asy’ariyah.Maturidiah da Asy’ariyah di lahirkan oleh kondisi social
dan pemikiran yang sama.kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan
mendesak yng menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstriminasi kaum
rasionalis,dimana yang berada di paling depan adalah kaum mu’tazilah,maupun
ekstrimitas kaum tekstualitas di mana yang berada di barisan paling depan adalah
kaum Hanabilah.
10. Karya Aliran Al-Maturidi
a. Buku Tauhid, buku ini adalah buku sumber terbesar keyakinan dan aqidah aliran
Maturidiyah. Dalam buku ini untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, ia
menggunakan Al Qur’an, hadis dan akal, dan terkadang memberikan keutamaan
yang lebih besar kepada akal.
b. Ta’wilat Ahli Sunnah, buku ini berkenaan dengan tafsir Al Qur’an dan di
dalamnya dijelaskan tentang keyakinan-keyakinan Ahlu Sunnah dan pandangan-
pandangan fikih imam mazhabnya yaitu Abu Hanifah, pada hakikatnya ini adalah
buku aqidah dan fikih. Buku ini juga merupakan satu paket tafsir Al Qur’an dan
buku tersebut mencakup juz terakhir Qur’an dari surat Munafiqin sampai akhir
Qur’an.

Al Maqalat, peneliti buku At Tauhid berkata bahwa naskah buku ini ada di
beberapa perpustakaan Eropa. Akan tetapi karya-karya lainnya dan nama-namanya
tercantum di buku-buku terjemahan di antaranya adalah:

a. Akhdzu Al Syara’i
b. Al Jadal fi Ushul Al Fiqh
c. Bayan wa Hum Al Mu’tazilah
d. Rad Kitab Al Ushul Al Khomsah lil Bahili
e. Rad Al Imamah li ba’dzi Al Rawafidz
f. Al Rad ala Ushu Al Qaramathah
g. Rad Tahdzib Al Jadal Lil Ka’bi
h. Rad wa Aid Al Fisaq lil Ka’bi
i. Rad Awa’il Al Adilah lil Ka’bi
11. Tokoh-Tokoh Dan Ajarannya
Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr
Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada
tahun 493 Hijriyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena
neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.
Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah
satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku
al-‘Aqa’idal Nasafiah.
Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya
sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat
perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat
dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi
dan golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.
12. Doktrin-doktrin teologi Al-Maturidi
a. Akal dan wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan
akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui
Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal.
Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-
Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan
dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak
mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak
akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau
menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah
berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal
menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik
dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau
larangan syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya
sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai
pembimbing

Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:

1) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.


2) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu
3) Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk
ajaran wahyu.

Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk
karena larangan Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah
dari Mutazilah dan Al-Asy’ari.

b. Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala
sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi
mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan
sebagai pencipta perbuatan manusia.
Dengan demikian tidak ada peretentangan antara Qudrat Tuhan yang
menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian
karena daya di ciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah
perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga
daya manusia.
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Telah diuraikan di atas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam
wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Allah Swt. Menurut Al-
Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan
kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah
ditetapkan-Nya sendiri.
d. Sifat Tuhan
Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah.
Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-
sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan
mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi
berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula
lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat
tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak
berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa
kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham
Mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini
diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah
ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya
(bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan
bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam
nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan
suara adalah baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya
bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan
suatu perantara.
g. Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini,
kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau
membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang
ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wjib beerbuat
ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). setiap perbuatan
tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di bebankan kepada
manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-
kewajiban tersebut adalah :
1) Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di
luar kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan
manusioa juga di beri kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan
perbuatannya.
2) Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan
keadilan yang sudah di tetapkan-Nya.

h. Pelaku dosa besar


Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak
kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan
sudah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya.kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat
dosa syirik.dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan
menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa
besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad
i. Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang
berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban
Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti
ajarannya wahyu yang di sampaikan rasul berarti mansia telah membebankan
sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya.
13. Golongan-Golongan Dalam Al-Maturidi
a. Maturidiyah Samarkand (al-Maturidi)
Yang menjadi golongan ini dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini
cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat
tuhan, maturidi dan asy’ary terdapat kesamaan pandangan, menurut maturidi,
tuhan mempunyai sifat-sifat,tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan
dengan pengetahuannya.
Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid.
Bahwa janji dan ancaman tuhan, kelak pasti terjadi.
b. Maturidiyah bukhara (Al-Bazdawi)
Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi.
Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam
pemikirannya.Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi. Dari orang
tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima ajaran maturidi. Dengan demikian yang di
maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran
Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat
Al-asy’ary.
Aliran Maturidiyah Bukhara lebih dekat kepada Asy'ariyah sedangkan
aliran Maturidiyah Samarkand dalam beberapa hal lebih dekat kepada
Mutazilah,terutama dalam masalah keterbukaan terhadap peranan akal.
Namun walaupun sebagai aliran maturidiyah. Al-Bazdawi tidak selamanya
sepaham dengan maturidi.Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagin
umat Islam yang bermazab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran maturidiya sampai
sekarang masih hidup dan berkembang dikalangan umat Islam.
14. Pengaruh Al-Maturidi di dunia Islam
Aliran al-Maturidiyah ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia
Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap
tengah antara akal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal dalam
menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga
berusaha menghubungkan antara fikir dan amal, mengutamakan pengenalan pada
masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama kalam namun masih
berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya.
Keistimewaan yang juga dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya
dalam perselisihan atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan
sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan Khawarij, Rawafidh dan Qadariyah.
Aliran mi selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah.
D. Perbedaan Antara Asy’ariyah Dan Al-Maturidiyah
1. Tentang sifat Tuhan
Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif
sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat
Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat
Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya
2. Tentang Perbuatan Manusia
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut
Maturidiyah, perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu
sendiri. Dalam masalah ini, Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara
tegas mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata
diwujdukan oleh manusia itu sendiri.

3. Tentang Al-Quran
Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah. Keduanya sama-
sama mengatakan bahwa Al-quran itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka
berselisih paham dengan Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.
4. Tentang Kewajiban Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah
berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat
Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah.
5. Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan
bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak
gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada
pada tempat diantara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”.
6. Tentang Janji Tuhan
Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti
memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang
berbuat jahat.
7. Tentang Rupa Tuhan
Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang
mengandung informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan
diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah. Az-Zubaidi menyatakan bahwa
jika dikatakan Ahlus Sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah
Asy'ariyah dan Maturidiyah.
Penulis Ar-Raudhatul Bahiyyah mengemukakan bahwa pokok semua aqaid Ahlus
Sunnah wal Jamaah atas dasar ucapan dua kutub, yakni Abul Hasan Al-Asy'ari dan
Imam Abu Manshur Al-Maturidi.
Uraian di atas menjelaskan bahwa Asy’ariyah adalah ahlus sunnah wal jamaah
itu sendiri. Pengakuan tersebut disanggah oleh Ibrahim Said dalam majalah Al-Bayan
bahwa:
a. Bahwa pemakaian istilah ini oleh pengikut Asy'ariyah dan Maturidiyah dan orang-
orang yang terpengaruh oleh mereka sedikit pun tidak dapat merubah hakikat
kebid'ahan dan kesesatan mereka dari Manhaj Salafus Shalih dalam banyak sebab.
b. Bahwa penggunaan mereka terhadap istilah ini tidak menghalangi kita untuk
menggunakan dan menamakan diri dengan istilah ini menurut syar'i dan yang
digunakan oleh para ulama Salaf. Tidak ada aib dan cercaan bagi yang
menggunakan istilah ini.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ahlussunnah wal jama’ah, berarti golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup
rasulullah saw. Dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh
pada sunnah rasul dan sunnah para sahabat, lebih khusus lagi sahabat yang empat, yaitu
abu bakar as-siddiq, umar bin khottob, utsman bin affan, dan ali bin abi thalib.
Aliran ahlussunnah wal jama’ah terbagi kedalam 2 aliran, yaitu:

1. Asy’ariyah; Nama al asy’ariyah sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam berasal dari
nama tokoh imam abu hasan al asy’ari yang nama lengkapnya adalah abu al hasan ali
ibn ismail al asy’ari. Ia lahir di kota basyrah (irak) pada tahun 260 H/ 873 M dan
wafat pada tahu 324 H/ 935 M. Dengan menyebut nama al asy’ari di belakang
namanya, benarlah bahwa imam abu hasan al asy ari mempunyai hubungan dengan
abu musa al asy’ari, seorang sahabat yang menjadi hakam (perantara) dalam sengketa
antara ali bin abi thalib dengan muawiyah bin abi sufyan.

2. Al-Maturidiyah; Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu


Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli
kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain
untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga,
aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu
Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang
merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, mudah mudahan
kedepannya penulis akan lebih focus dan detail dalam menjabarkan materi yang
berkaitan dengan aliran aliran ilmu kalam. Terkhusus aliran ahlussunnah wal jama’ah
( asy’ariyah dan al- maturidiyah).
Saran kami untuk semua pembaca, kita sebagai ummat yang hidup di zaman
setelah Rasulullah SAW wafat alangkah indahnya dalam berkehidupan, kita sebagai
makhluk social mengetahui aliran alairan yang berada di dunia ini, meskipun kita
bukan bagian dari aliran tersebut. Namun demikian adalah sebuah metode kita sebagai
makhluk social untuk mengetahui dan menambah wawasan ilmu bagi diri kita sendiri
agar tidak terjadi sebuah kesalahan dalam ber aliran dan tidak terjerumus kepada
aliran aliran yang dianggap sesat, jauh dan menyeleweng dari ajaran Rasulullah SAW
dan para sahabatnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, A, 2003. Pengantar Teologi Islam. Cet 1.Jakarta: Pustaka Al Husna Baru
Ibrahim. 1995. Aliran dan Teori filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Madkour, Ibrahim. 1995. Aliran dan teori filsafat islam. Jakarta: Bumi Aksara
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Yunan,Yusuf. 2014. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam. Cet 1. Jakarta: Prenadamedia
Group

Anda mungkin juga menyukai