Manajemen Kecelakaan Trauma Kepala
Manajemen Kecelakaan Trauma Kepala
Manajemen Kecelakaan Trauma Kepala
Disusun oleh:
P1337420718005
Florence Nightingale 1
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, dan hidayah-Nya, saya
makalah.
kekurangan, baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang
dimiliki oleh saya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan
Saya berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007). Lebih dari
bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000
diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan
degeneratif – non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral
bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan
karena struktur anatomic dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk,
dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan
degeneratif – non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral
baik sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian atau
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari
bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak (Soertidewi, 2006).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma
tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan
pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi
otak normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena
hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak
yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
2. Beratnya Cedera
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi
Spontan 4
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Verbal:
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi normal 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
3. Morfologi Cedera
a. Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan
dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun
kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Cedera otak difus umumnya
Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak
c. Perdarahan Epidural
kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam.
yang secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan
lensa cembung.
d. Perdarahan Subdural
cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak
dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa
sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena
ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari
sesudah cedera).
waktu lamanya dan reversible. Penderita akan sadar kembali dalam waktu
kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih
diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Penderita akan
dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu,
pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.
hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak
primer.
menurunkan oedem otak bila terdapat oedem pada gambaran profil CT Scan pada
pada cedera kepala agar dapat menurunkan hantaran oksigen dengan induksi
a. Terapi Farmakologi
saline hipertonis efektif pada neuro trauma dengan hasil pengkerutan otak
cc/jam dengan Cl 50%, asetat 50% target natrium 145-150 dengan monitor
b. Terapi Nutrisi
kehilangan kurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu. Penurunan berat
metabolism istirahat dengan 140% kalori/ hari dengan formula berisi protein >
15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat mencegah kejadian
hiperglikemi, infeksi.
dan infeksi.
mual dan muntah, kejang, perdarahan/keluar cairan dari hidung atau telinga,
visus, nadi yang terlalu cepat/terlalu pelan, pola nafas yang abnormal.
Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness.
Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma.
Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah.
ICU.
pada metabolisme aerobik pada situasi fisiologis dan sebagian besar patologis.
Metabolisme otak normal untuk oksigen adalah 3,5 ml/100 g • menit, yang
mewakili 20% dari total oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Aliran darah otak
dan, oleh sebab itu, tekanan intracranial bergantung pada PaCO2 dan pH darah.
menurunkan aliran darah otak sebanyak 60%. Setelah cedera serebral, oleh sebab
di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah
7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural,
3. Hidrosefalus
pada cedera kepala dengan obstruksi, kondisi ini terjadi akibat penyumbatan
4. Spastisitas
koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting, casting,
benzodiazepin.
5. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal
dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi
juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi
gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons
kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74%,
50%.Faktor risiko depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya cedera
kepala, pre morbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan
antidepresan.
7. Sindroma Post Kontusio
berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3
dialami.Nilai GCS saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit memiliki nilai
prognosis yang besar. Nilai GCS antara 3-4 memiliki tingkat mortalitas hingga
85%, sedangkan nilai GCS diatas 12 memiliki nilai mortalitas 5-10%. Gejala-
gejala yang muncul pasca trauma juga perlu diperhatikan seperti mudah letih,
2. Abdul Latip LS, Ahmad Alias NA, Ariff AR, Shuaib IL, Abdullah J, Naing NN. C
T
scan in minor Head injury: A guide for rural doctors. J Clin Neurosci. 2004;11:835
-9.
Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal; 2006 Nov 28;
69.
69.
6. Cassidy JD, Carroll LJ, Peloso PM, Borg J, von HH, Holm L, et al. Incidence, risk
factors and prevention of mild traumatic brain injury: Results of the
WHO Collaborating Centre Task Force on Mild Traumatic Brain Injury.
J Rehabil Med. 2004;(43 Suppl):28–60.