Laporan Baca
Laporan Baca
Laporan Baca
kepastian adalah satu keyakinan yang benar; jika tidak sesuai dengan
suatu kesadaran kebenaran, maka itu bukan kepastian.
Kesempurnaan Intelek
Intelek berarti sabar, terkendali, tenang, selalu tahu dimana ia
berpijak. Ide Newman tentang ketidaksempurnaan intelek berdasar teguh
di dalam konteks sebuah teologi yang holistik atau menyeluruh sebuah
teologi yang jelas-jelas dimulai dengan Natur Allah: Allah adalah satu
keberadaan individu, yang bersandar pada dirinya sendiri, Maha
Sempurna, yang tidak berubah, intelijen hidup, berpribadi, dan hadir;
Maha Kuasa, Maha Melihat, Maha Mengingat. Semua pengetahuan
membentuk satu keutuhan, karena pokok perkaranya adalah: Karena
alam semesta di dalam keluasannya terjalin, sehingga kita tidak bisa
memisahkan abstraksi; dan lagi pula mengenai penciptanya, meskipun dia
di dalam keberadaannya sendiri tentu saja terpisah secara tidak terbatas
dari pengetahuan dan teknologi memiliki departemen-departemen yang
terhadapnya pengetahuan manusia tidak memiliki hubungan-hubungan,
akan tetapi, tidak begitu melibatkan dirinya sedemikian dalam dengan
alam semesta ini, dan menempatkannya pada pangkuannya sendiri
dengan kehadirannya di dalamnya, providensinya atasnya, kesan-
kesannya padanya, dan pengaruh-pengaruhnya melaluinya, sehingga kita
tidak bisa secara benar atau sepenuhnya mengkontemplasiikannya tanpa
mengkontemplasikan dia. Alam semesta ini merupakan kesatuan entitas
yang bisa diketahui, yang pertama kali diketahui oleh Allah dan juga bagi
manusia. Pengetahuan kita akan Allah, teologi kita, itu pada dirinya sendiri
adalah satu inti yang sulit dari pengetahuan kita akan alam semesta. Jadi
akal budi menunjukkan kesempurnaan intelek akan bersifat adil, sabar,
dan memiliki ketenangan; dalam kenyataannya, intelek ini akan diceraikan
oleh kasih yang hampir bersifat supernatural didalam kebebasannya dari
kekerdilan dan hampir setenang iman. Intelek adalah bentuk yang
terkapitalisasi dan komunal dari kehidupan yang oleh intelegensi
5
ditampung dan dijadikan kebiasaan dari disiplin tanda dan simbol makna,
rangkaian penalaran dan pendorong emosi suatu steno dan telegram
yang dengannya pikiran bisa melompati jaringan-jaringan penghubung
mengenali kemampuan dan mengomunikasikan kebenaran. Tugas utama
dari intelek yang disempurnakan adalah memberikan tatanan bagi
pengetahuan. Akal budi yang disempurnakan mengembangkan dirinya
sendiri melingkupi fakta-fakta itu dan memahami hubungan-hubungan
mereka. Pengetahuan merupakan satu hal, kebajikan merupakan hal lain
yang berbeda; akal sehat bukanlah hati nurani, pemurnian bukanlah
kerendahan hati, demikian juga kebesaran dan keadilan dari suatu
pandangan bukanlah Iman. Filsafat, betapapun ia diserahkan, betapapun
mendalamnya, tidak memberikan perintah atas hasrat-hasrat, tidak
memberikan motif yang berpengaruh, tidak memberikan prinsip-prinsip
yang menghidupkan. Pendidikan yang liberal tidak membuat seseorang
menjadi Kristen, tidak membuat seseorang menjadi Katolik melainkan
hanya seorang yang terhormat.
pikirkanlah semuanya itu (Flp. 4:8). Jika kita memiliki suatu hasrat akan
kekudusan, kita pasti akan memiliki suatu hasrat akan kebenaran. Dan
jika kita memiliki satu hasrat akan kebenaran kita akan diberi imbalan
berupa pengetahuan akan kebenaran. Setiap orang yang beranggapan
bahwa dia bisa mengetahui kebenaran sedangkan dia tetap hidup dalam
pelanggaran adalah orang yang berada di dalam kesalahan.
Sebagaimana senantiasa diajarkan oleh Alkitab ketaatan kepada terang
yang kita miliki merupakan jalan untuk mendapatkan lebih banyak terang.
Dan ketaatan kita tidak bisa lain daripada ketaatan tanpa syarat.
Wawasan dunia ini berbeda dalam pandangannya tentang peran
penglihatan dan pendengaran. Dalam pandangan klasik, pengetahuan
yang benar adalah penglihatan, theoria. Pengetahuan yang benar adalah
penglihatan akan kebenaran kekal. Maka orang membuat satu distingsi
antara theoria dan praxis. Mengetahui dan melakukan, mendengar dan
menaati merupakan satu kesatuan bagi mereka yang memiliki keyakinan
iman Kristen yang sungguh-sungguh dan mendalam. Soren Kierkegaard
menyampaikan jika seseorang tidak menjadi apa yang dia pahami, dia
tidak benar-benar memahami hal tersebut. John Stott menyampaikan
bahwa perilaku Kristen yang taat kepada hukum adalah tujuan ultimat dari
tindakan Allah melalui Kristus, keinginan roh adalah hidup dan damai
sejahtera (Rm. 8:6). Ini juga berarti ketaatan kepada perintah Allah, orang-
orang Kristen yang berpikir tetapi tidak melakukan seperti yang mereka
ucapkan bukanlah intelektual Kristen sama sekali, seorang intelektual
Kristen tidak bisa menghindari beban tersebut. Kaum intelektual Kristen
adalah mereka yang kehidupan intelektualnya dijalankan untuk kemuliaan
Allah. Mereka akan melakukan apa yang mereka klaim mereka tahu.
mengarahkan akal budi, tetapi membaca tidak bisa mencegah akal budi
untuk secara otomatis membuat hubungan-hubungan dengan unsur-unsur
dari masa lalunya sendiri. Alberto Manguel mencatat hal berikut:
Melampaui arti harfiah dan makna sastranya, teks yang kita baca memiliki
proyeksi pengalaman kita sendiri, bayangan, sebagaimana adanya,
tentang siapa diri kita. Dengan hati dan akal budi yang diarahkan untuk
mendengarkan, kita siap untuk memulai pembacaan yang penuh
perhatian dan dengan bersuara keras, memasuki dunia teks, pembacaan
ulang yang penuh perhatian di dalam keheningan, doa, dan masuk
kembali ke dalam dunia biasa. Bagi orang-orang zaman kuno, bermeditasi
berarti membaca sebuah teks dan mempelajarinya dalam hati di dalam
pengertian yang sepenuhnya dari istilah tersebut yaitu dengan segenap
keberadaannya: dengan tubuh, karena mulut melafalkannya, dengan
ingatan yang menegaskannya, dengan inteligensi yang memahami
maknanya, dan dengan kehendak yang berkeinginan untuk
mempraktikkannya. Sebuah buku merupakan satu stimulan, satu
penolong, satu inisiator bukan pengganti dan bukan sebuah rantai.
Pemikiran kita harus jelas seperti diri kita sendiri apa adanya. Ketika kita
membaca, para guru kita jangan menjadi suatu tujuan bagi kita, melainkan
sebuah titik awal. Sebuah buku bukan sebuah ayunan, bukan sebuah
kuburan. Secara fisik kita dilahirkan muda dan mati tua. Membaca bukan
hanya untuk mendengarkan apa yang dikatakan orang lain dan
memahami apa yang dipikirkan orang lain; kita membaca untuk
mempelajari kebenaran, untuk mengetahui dan berpartisipasi di dalam
realitas yang telah Allah ciptakan, bukan realitas yang hanya
diimajinasikan orang lain.
bagi Allah dalam Perjanjian Lama adalah Elohim atau El, suatu istilah
yang mengindikasikan kekuatan dan keperkasaan. Allah menciptakan
manusia menurut gambarnya. Meskipun makna frasa gambar Allah tidak
pernah diterangkan secara sistematis di manapun dalam Alkitab tetapi ide
ini jelas menampilkan manusia sebagai mahkota ciptaan yang
mencerminkan kemuliaan Allah. Menurut Alkitab, manusia diciptakan
menurut gambar Allah dan bebas dari dosa. Adam dan Hawa dengan
sengaja tidak menaati apa yang diperintahkan oleh Allah, akar dari
keberdosaan manusia adalah menolak untuk hidup menurut firman Allah
yang berdaulat. Dosa manusia menghancurkan kovenan penciptaan dan
meletakkan hubungannya dengan Sang Pencipta. Namun karena Allah
mengasihi manusia ia menyediakan satu sarana yang melaluinya manusia
dapat dipulihkan ke dalam hubungan yang benar: yaitu perjanjian
penebusan. Dalam Perjanjian Lama tujuan Allah menetapkan kovenan
dengan manusia adalah berganda pertama dan yang terpenting, kovenan
hukum dan janji itu merupakan pernyataan. Allah menyingkapkan dirinya
sendiri kepada suatu bangsa yang khusus yaitu Israel dalam suatu
kerangka kerja historis yang konkrit. Prinsip utama dalam sistem
pengorbanan Perjanjian Lama adalah penggantian. Perjanjian Lama
menjelaskan bagaimana Allah telah bekerja untuk menebus manusia yang
memberontak dan membangun kembali suatu hubungan kovenan dengan
mereka. Allah memulai kovenannnya dengan Abraham dengan
menjanjikan dia suatu janji berkat masa depan yang tak bersyarat. Janji itu
bukan hanya kepada keturunannya, Israel, tetapi melalui Israel dan
kemudian melalui Yesus dari Nazaret orang Yahudi itu, kepada seluruh
dunia.
Humanisme Naturalistis
Kaum humanis bersikap skeptis terhadap hal yang supernatural.
Mereka tidak percaya, seperti yang dikatakan oleh salah satu dari mereka,
bahwa para poltergeist, vampir, atau orang-orang hijau kecil dengan
kepala-kepala yang runcing eksis secara independen di luar national
enquirer. Yang lebih substantif lagi adalah bahwa mereka menolak
kepercayaan kepada satu Pencipta yang sempurna, yang maha kuasa
dan baik hati, yang melakukan berbagai mukjizat, menjawab doa dan
memproklamasikan seperangkat prinsip moral yang fundamental dan
kekal. Kaum humanis menggunakan antropologi, sosiologi dan psikologi
28
Bagian 2: Epistemologi
Epistemologi adalah suatu studi tentang pengetahuan Natur dan
cakupannya, sarana untuk memperoleh pengetahuan itu, dan presuposisi
yang mendasarinya.
sesuatu kepada objek yang dialaminya. Jadi dia secara radikal mereka
definisikan pengetahuan dengan mengasumsikan suatu dualisme yang
tajam antara realitas fenomenal dan realitas nomenal. Presuposisi dari
Immanuel Kant adalah: Memandang bahwa manusia pada esensinya
adalah baik, rasional, dan otonom; percaya bahwa pikiran manusia
menciptakan pengetahuan ketika ia berinteraksi dengan pengalaman
indrawi; menolak gagasan tentang Allah Trinitas yang menyatakan dirinya
dalam pernyataan Yudeo Kristen.
rasional yang lebih tinggi daripada diri mereka. Kaum sofis percaya bahwa
realitas adalah apa yang manusia pikirkan mengenainya. Socrates guru
dari Plato percaya bahwa setiap orang dapat menemukan kebenaran
dengan mencarinya di dalam dirinya sendiri. Bagi Aristoteles, setiap
makhluk seharusnya bertindak seturut dengan bentuknya, yaitu, natur dan
tujuannya. Dia mendefinisikan umat manusia sebagai binatang-binatang
rasional, maka bagi dia, seperti dengan semua filsuf Yunani, kehidupan
yang baik adalah kehidupan rasio. Selanjutnya bagi kaum Stoik, dunia
adalah sebuah realitas tunggal, yang diatur oelh jiwanya sendiri. “Ilah”
panteistik ini memerintah semuanya dengan hukum alam. Namun pada
akhirnya orang-orang Stoik gagal menjawab bagaimana jiwa dunia
menjelaskan fakta-fakta individu, atau bagaimana jiwa dunia memberikan
arahan moral kepada makhluk-makhluk yang terbatas. Pada tahun 205-
207 M, muncul Plotinus yang menentang materialisme dari orang-orang
Epikurean dan Stoik dengan menggunakan berbagai jenis argumen:
Materialisme tidak dapat menjelaskan pemikiran. Materialisme tidak dapat
mengenali subjek pengetahuan, orang yang menggunakan indra untuk
memperoleh pengetahuan. Plotinus mengatakan banyak hal mengenai
Yang Esa: bahwa Yang Satu itu eksis, bahwa hal itu tidak memiliki
kualitas keberadaan dalam dunia fisik, bahwa hal itu bukan material,
bahwa adalah mungkin bagi jiwa-jiwa untuk masuk ke dalam relasi mistis
dengannya.
dan postmodernitas yang spekulatif daripada bukti yang jelas dari teks
teks Alkitab sendiri. Celah dan fitnah terhadap orang Ibrani, sejarah
mereka, dan pandangan hidup mereka tidak dimulai dari minimalis biblikal
abad ke-21. Sepanjang sejarah paling tidak sejak Marcion di abad ke-2,
orang-orang Yahudi telah dianggap sebagai orang-orang yang primitif
atau bahkan biadab, yang wawasan dunianya tidak bersumbangsih apa-
apa. Berlawanan dengan agama dan filsafat kuno lainnya tulisan
Perjanjian Lama mengajukan ide revolusioner bahwa Allah yang personal
dan transenden menyatakan kebenaran bukan melalui mitos dan praktik-
praktik gaib tetapi melalui penciptaan itu sendiri. Peristiwa-peristiwa aktual
yang ditafsirkan dengan menggunakan bahasa dan firman yang
dibukakan oleh Allah kepada nabi-nabi dan para pembawa pesan yang
lain. Kaum Ibrani percaya bahwa penyataan Allah muncul dalam bentuk
verbal dan nonverbal. Terkadang Allah tidak menggunakan perantara
manusia tetapi berbicara secara langsung kepada umatnya. Pemberian 10
perintah merupakan salah satu insiden seperti itu (Kel. 20:1-17).
Kepercayaan teologis yang paling mendasar dari iman Ibrani adalah
monoteisme, seperti yang diringkaskan dalam Ulangan 6:4. Penciptaan
menyediakan konteks yang darinya narasi lain dari Alkitab berkembang
dengan semua dimensinya yang banyak. Sampai pada masa modern
catatan penciptaan orang Ibrani mengimplikasikan penciptaan secara Ilahi
yang ex nihilo dari ketiadaan. Penyajian ini berfungsi untuk menekankan
bahwa Allah adalah Maha Kuasa tiada bandingannya dan berdaulat. Dia
Orang-orang Ibrani percaya bahwa karya penciptaan Allah pada
permulaan bersifat komprehensif, walaupun demikian mereka tidak
memiliki satu katapun untuk menggambarkan alam semesta. Objek
terakhir yang Allah dandani adalah manusia dan itulah sebabnya
mengapa kemanusiaan sering disebut sebagai mahkota ciptaan.
Tambahan pula manusia berbeda dari semua bagian ciptaan yang lain,
karena manusia diciptakan sebagai imago dei menurut gambar Allah,
sebab itu penciptaan manusia dalam Kejadian 1 menunjukkan dominasi
38
Renaisans
Ketika membahas wawasan dunia renaissance, dengan segera kita
menghadapi sejumlah permasalahan yang memerlukan pertimbangan
yang hati-hati. Permasalahan yang paling penting diantaranyanya adalah
definisi mengenai renaissance itu sendiri. Renaissance mencakup tatanan
dan reifikasi dari sesuatu yang mungkin tidak memiliki semacam kesatuan
atau identitas yang sadar diri pada waktu tersebut. Yang menjadi pusat
dalam pembaharuan intelektual yang diwakili oleh renaissance adalah
pergerakan, atau gerakan-gerakan, yang dikenal sebagai humanisme.
Humanisme terkenal sulit didefinisikan berkaitan dengan isi doktrinalnya,
karena humanisme merangkul sejumlah besar tokoh dari orang-orang
yang relatif skeptis seperti Pomponazzi, hingga orang-orang Katolik yang
konservatif. Humanisme muncul di Eropa antara tahun 1200 dan 1400
sebagai akibat dari penyebaran kebudayaan Perancis dan pengaruh dari
model-model pembelajaran dan literatur klasik khususnya yang disediakan
oleh Cicero. Petrarch seorang pelopor intelektual yang sejati, mendandani
humanisme Italia menjadi gerakan yang sadar diri, mengembangkan
metode-metode kritik text awal melalui penemuan kembali manuskrip-
manuskrip berbahasa latin dan memainkan peran yang penting dalam
43
merupakan tambang emas yang pasti bagi para seniman visual pada era
tersebut. Dalam literatur, penekanan kepada bahasa klasik dan kritik
tekstual secara langsung mendukung produksi edisi bapa-bapa gereja
mula-mula dan yang lebih penting adalah Alkitab yang membuka jalan
bagi kritik teologis yang kita temukan dalam para reformator dapat
disimpulkan renaissance tidak menawarkan wawasan dunia tunggal
sebagai alternatif bagi abad pertengahan atau reformasi. Memang natur
dari renaissance itu sendiri mempertanyakan kegunaan wawasan dunia
ketika membahas cara-cara yang kompleks yang dengannya manusia
berinteraksi dengan lingkungan mereka.
telah disandarkan, seperti setiap hal yang lain, pada kehampaan. Orang
Eropa berhadapan muka dengan muka dengan dirinya sendiri sebagai
orang asing. Kaum rasionalis percaya bahwa untuk menawarkan hasil
yang berguna, berpikir harus terjadi terpisah dari bentuk keterlibatan
apapun dan harus mengikuti prosedur yang terpercaya, walaupun tidak
ada kesepakatan mengenai apa tepatnya prosedur tersebut seharusnya.
Wawasan dunia Kristen menyediakan filsafat mengenai fakta dan
penafsiran tempat di mana subjek dan objek dapat tinggal bersama tanpa
menjadi korban penyembahan berhala yang diakibatkan oleh pengejaran
suatu ekstrem atau ekstrim yang lain. Wawasan dunia Kristen bukan satu
pilihan diantara kebanyakan pilihan, yang masing-masing akan
memuaskan kebutuhan manusia akan kejelasan dan kebenaran.
Wawasan dunia Kristen adalah benar. Dengan demikian, wawasan dunia
Kristen membuat dunia menjadi dapat dipahami dan menyingkapkan
banyak kebenaran di tengah-tengah yang ada dalam wawasan dunia yang
tersesat, yang dengan wawasan dunia Kristen bersaing.
51
yang mirip dengan apa yang saat ini kita sebut sebagai pengetahuan
linguistik. Dia juga menetapkan peraturan yang sebagian besar dipinjam
dari tradisi retorika untuk menguraikan bagian yang ambigu mengikuti
contoh Melanchton dan bapak-bapak gereja, terutama dari hermeneutika
Augustinus. Filsafat kuno sebetulnya memperlihatkan jalan yang saling
berhubungan dengan baik yang membantu kita mengelaborasi sumber-
sumber classic hermeneutika. Berdasarkan hermeneutika, logika inti
bahasa tidak ditemukan dalam logika proposisional yang menempatkan
putusan-putusan predikatif atas entitas-entitas semantis sebagai sesuatu
yang sudah cukup pada dirinya sendiri. Bagi hermeneutika, tidak ada yang
namanya putusan yang cukup dalam dirinya sendiri maupun suatu
“proposisi yang murni” yang mampu mencakup segala sesuatu yang
menyangkut apa yang dikatakan. Bagaimanapun, menurut hermeneutika
Gadamer yang lebih dipengaruhi Plato, “konstruksi logika dengan
berlandaskan pada proposisi” ini merupakan “salah satu keputusan paling
fatal dalam Kebudayaan Barat”. Baik bagi hermeneutika Gadamer,
maupun bagi para tokoh tidak ada yang bisa dianggap sebagai
pernyataan murni yakni sebuah tuturan yang dapat dipahami seseorang
tanpa harus menjelaskan apa yang jadi motif maksud dan tujuan sasaran
serta konteksnya; pendek kata, apa yang menjadi roh dari pernyataan itu.
Tugas hermeneutika, dari Plato sampai zaman kita, adalah untuk
mempertahankan makna hakiki kata, baik yang tertulis maupun yang
terucap, dengan menghubungkannya kembali ke maksud, makna asli,
cakupan, dan konteksnya. Selama Plato dikaitkan dengan tugas dan kerja
semacam ini yang merupakan bagian penting dalam dialog dan gaya
sokratis nya, maka dia berhak digelari bapak hermeneutika sebagaimana
yang kita pahami saat ini.
humanistik itu sendiri. Bagi para humanis awal, satu-satunya model yang
tersedia adalah model sastra dan bahasa Yunani dan Romawi kuno. Bagi
humanisme, tidaklah penting apakah seluruh umat manusia cuma
mengkaji suatu tradisi tertentu saja, ataukah mereka seharusnya
membaca Plato, atau mengerti bahasa Latin, atau mau menikmati musik
klasik. Pokoknya semua hal yang akan memberi kesan sebuah bentuk
pengetahuan yang elitis.
ketetapan masa lampau, terhadap realitas masa lampau terpisah dari apa
yang dipilih sejarawan untuk dituliskannya, dan dengan demikian
menyangkal setiap kebenaran objektif tentang masa lampau. Sejarawan
postmodern tidak mempergunakan imajinasi untuk menciptakan kembali
sesuatu perasaan akan masa lampau itu sendiri dari para pembaca,
melainkan menciptakan satu masa lampau di dalam imajinasi masa kini
dan menurut penilaian si sejarawan. Postmodernisme hanya memiliki
sedikit dampak terhadap sains, baik dalam hal bagaimana saya
dilaksanakan dan bagaimana saya harus dipahami oleh sebagian besar
ilmuwan. Meskipun demikian, postmodern telah memulai menulis ulang
pemahaman kita tentang apakah sains itu berlawanan dengan apa yang
dilakukan atau dikatakan oleh para ilmuwan. Reaksi para teolog terhadap
postmodernisme sangat variatif ada sejumlah teolog yang menerima
klaim-klaim sentral postmodernisme dan bukan menulis teologi melainkan
etimologi atau yang bukan teologi dan juga bukan non teologi melainkan
teologi yang muncul dari ruang pertemuan antara keduanya.