Lapsus Persalinan Lama
Lapsus Persalinan Lama
Lapsus Persalinan Lama
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur
yang menarik perhatian WHO. Fakta menunjukan lebih dari 350.000 di seluruh dunia
meninggal setiap tahun akibat komplikasi kehamilan dan persalinan (Priyanto, 2009).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2005 menyatakan bahwa Indonesia
merupakan salah satu Negara penyumbang AKI terbesar di dunia dan di Asia
Tenggara dengan AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (KH), sedangkan
Thailand sebesar 129 per 100.000 KH, Malaysia jauh lebih baik yaitu hanya sekitar
39 per 100.000 KH dan Singapura sudah sangat baik sebesar 6 per 100.000 KH
WHO tahun 2003 didapatkan bahwa dalam setiap menit seorang perempuan
yang memadai. Persalinan pada manusia terdiri dari beberapa tahapan penting
dimana pada setiap tahapan tersebut memungkinkan terjadinya suatu penyulit yang
persalinan tidak berjalan lancar sehingga lama persalinan lebih lama dari normal
atau terjadi Persalinan lama. Persalinan Lama merupakan salah satu dari beberapa
penyebab kematian ibu dan janin. Persalinan Lama adalah persalinan yang
berlangsung lebih dari 18 jam yang dimulai dari tanda-tanda persalinan. Persalinan
lama akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, kadang
dapat terjadi perdarahan post partum yang dapat menyebabkan kematian ibu. Pada
janin akan terjadi infeksi, cedera dan asfiksia yang dapat meningkatkan kematian
bayi (Prawirohardjo,2007).
tahun 2013, angka kejadian persalinan lama di Indonesia adalah sebesar 5% dari
seluruh penyebab kematian ibu. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hamranani (2013) tentang hubungan stress dengan lama persalinan beberapa BPM
(Bidan Praktek Mandiri) di kota Malang menunjukkan bahwa kejadianpersalinan
Soewandi Surabaya menjukkan bahwa 12,08 % usia ibu bersalin < 20tahun dan
4,17% usia ibu bersalin > 35 tahun. Sedangkan kejadian persalinan lama dalah
Makasar tahun 2006 adalah 74 kasus dari 2552 persalinan yaitu sekitar 2,89 % dari
Yogyakarta didapatkan bahwa dari 3005 kasus Persalinan lama, terjadi kematian
pada bayi sebanyak 16,4 % (50 bayi), sedangkan pada ibu didapatkan 4 kematian
(Indriyani, 2006) . Menurut hasil AMP (Audit Maternal dan Perinatal) di RSUD
Jombang yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan, selama periode Januari
sampai Desember 1994 mendapatkan bahwa penyulit ibu terbanyak adalah partus
oleh Hadi (2001) insidensi partus lama di RSUD Dr. Soedono Madiun selama 1
faktor janin, dan faktor jalan lahir. Faktor ibu meliputi paritas, his dan usia. Faktor
janin meliputi sikap, letak, malposisi dan malpresentasi, janin besar, dan kelainan
kongenital seperti hidrosefalus (Oxorn, 2003).Sedangkan faktor jalan lahir meliputi
panggul sempit, tumor pada pelvis, kelainan pada serviks dan vagina
menunjukkan lama rata-rata waktu mulai inpartu sampai terjadinya persalinan pada
dimana pada primigravida waktu rata-rata 10,88 jam dan multigravida 9,14 jam
(Mirani,2009).
untuk dapat menngetahui persalinan lama meliputi etiologi, factor resiko, diagnosis,
kasus tersebut. Untuk itu dilakukan penulisan laporan kasus dengan judul
“Persalinan Lama”.
sebagai berikut :
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan
Persalinan adalah suatu proses hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat
hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain Rustam
Power
His atau kontraksi yang tidak normal, baik dari segi kekuatan atau sifatnya
pada ibu.Kontraksi uterus pada persalinan yang normal dimulai dari salah satu sudut
di fundus uteri (bisa kiri maupun kanan), kemudian menjalar secara merata dan
paling tebal. Kemudian baik korpus maupun fundus uteri akan melakukan relaksasi
secara bersamaan, dan kembali ke tonus awal, sehingga tekanan dalam ruang
antara lain:
1. Inersia Uteri
Inersia uteri atau biasa disebut hypotonic uterine contraction, adalah kondisi
biasanya.Fundus masih berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian
lain.Apabila inersia uteri timbul setelah terjadinya his yang adekuat, maka disebut
inersia uteri sekunder. Diagnosis dari inersia uteri susah ditegakkan pada fase laten,
karena akan terjadi false positif dengan kondisi his yang tidak adekuat dan nyeri
yang tidak terlalu signifikan. Tidak ada waktu pasti yang dapat dipakai sebagai
Tonus uterus baik ketika his maupun di luar his meningkat.Sementara sifat
his berubah, karena tidak ada sinkronisasi kontraksi antar bagian.Tidak adanya
koordinasi pada uterus bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak
uterus yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama,
Pada beberapa kasus, ketuban yang sudah pecah pada persalinan lama
dapat membentuk lingkaran konstriksi pada uterus akibat spasmus sirkuler lokal,
sehingga terjadi penyempitan pada kavum uteri di lokasi tertentu.Hal ini dapat terjadi
di mana saja, namun lokasi paling sering adalah pada perbatasan antara segmen
distosia servikalis. Distosia servikalis dibedakan menjadi primer dan sekunder. Salah
satu yang disebabkan oleh incoordinated uterine action adalah distosia servikalis
primer, yang mana tidakadanya kontraksi serviks disebabkan karena tidak adanya
oleh kelainan organik pada serviks itu sendiri, misalnya karsinoma atau jaringan
parut.
Passage
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena ukuran dan bentuk
jalan lahir tidak memadai untuk dilewati oleh janin. Persalinan abnormal ( distosia )
adalah persalinan yang berjalan tidak normal. Seringkali pula disebut sebagai partus
lama, partus tak maju , disfungsi persalinan atau disproporsi sepalo pelvik (CPD)
(Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik
Pessenger
Kelainan janin baik berupa posisi, letak, bentuk, maupun ukuran sangat
atas 4 kg,kadang tidak sesuai ukuran panggul ibu. Akibatnya, pembukaan tak maju-
maju karena si bayi tertahan di atas. Walaupun panggul ibunya normal, tetap saja
susah keluar. Alhasil, pembukaannya pun terpengaruh. Bisa juga karena posisi bayi
yang salah. Posisi melintang atau posisi kepala berubah sampai tertahan di tulang
panggul. Yang normal, lahir dengan posisi kepala belakang terlebih dahulu.(Indiarti,
2008).
pelvic ibu dan ukuran janin yang sedang berkembang. Ukuran janin ditentukan
Berikut merupakan factor resiko yang berperan pada kasus persalinan lama
adalah
2.4.1. Host
2.4.1.1 Usia
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan adalah
20-35 tahun karena pada usia ini secara fisik dan psikologi ibu sudah cukup matang
mengalami perubahan yang terjadi karena proses menuanya organ kandungan dan
jalan lahir kaku atau tidak lentur lagi. Selain itu peningkatan umur seseorang akan
mempengaruhi organ yang vital seperti sistim kardiovaskuler, ginjal dll (pada umur
tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang akan memperberat tugas organ-
organ tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi pada ibu dan janin)
(Rochjati,1990).
2.4.1.2 Paritas
Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
Paritas 0 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal yang lebih
Ibu hamil yang memiliki paritas 4 kali atau lebih, kemungkinan mengalami gangguan
kesehatan, kekendoran pada dinding perut dan kekendoran dinding rahim sehingga
berisiko mengalami kelainan letak pada janin, persalinan letak lintang, robekan
prematur, seksio caesarea, bayi lahir mati, persalinan lama, persalinan dengan
induksi serta semua persalinan tidak normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi
Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi dan
terjadinya deformitas panggul merupakan risiko tinggi dalam persalinan, tinggi badan
< 150 cm berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit. Tinggi badan Ibu < 145
(WHO,2002).
Sebagian besar kasus partus tak maju disebabkan oleh tulang panggul ibu terlalu
sempit sehingga tidak mudah dilintasi kepala bayi waktu bersalin. Proporsi wanita
dengan rongga panggul yang sempit menurun dengan meningkatnya tinggi badan,
persalinan macet yang disebabkan panggul sempit jarang terjadi pada wanita tinggi.
(Royston,1994).
2.4.2 Agent
Partus tak maju disebabkan faktor mekanik pada persalinan yaitu terhambatnya
dan ukuran panggul (passage), besarnya janin (passenger) dan kontraksi uterus
(power). Bentuk dan ukuran panggul yang sempit menghambat jalan lahir janin,
panggul yang sempit dipengaruhi faktor nutrisi dalam pembentukan tulang panggul,
2.4.3 Enviroment
kesehatan, jarak rumah yang jauh untuk mendapatkan bantuan tenaga ahli juga
praktik tradisional, pantangan makanan tertentu pada wanita hamil merupakan faktor
untuk pelayanan kesehatan maternal, asuhan medik yang kurang dan kurangnya
Petugas kesehatan yang tidak terlatih untuk mengenali persalinan macet (partograf
tidak digunakan). Kegagalan dalam bertindak terhadap faktor risiko dan penundaan
dalam merujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi (misalnya untuk seksio
2.5 Klasifikasi
menuju fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 cm/jam untuk nulipara,
dan 1,5 cm/jam untuk multipara. Ia mendefinisikan fase laten memanjang apabila
lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara, dan 14 jam pada ibu multipara. Faktor-
faktor yang memengaruhi durasi fase laten antara lain: anestesia regional atau
sedasi yang berlebihan, kondisi serviks yang buruk (tebal, tidak mendatar, tidak
Stimulasi oksitosin dan pengistirahatan pasien dinilai efektif dan aman untuk
memperbaiki fase laten yang berkepanjangan. Dengan sedatif kuat, 85% ibu akan
dan memerlukan stimulasi oksitosin lagi. Fase laten yang memanjang tidak
dianjurkan amniotomi, sebab ada kemungkinan 10% pasien mengalami persalinan
palsu yang terkadang tidak terdeteksi dengan baik. Namun pada umumnya, fase
tertinggi, dan secara konsisten berawal saat serviks mengalami pembukaan 3 atau 4
cm. Menurut Friedman, rata-rata durasi persalinan fase aktif pada nulipara adalah
4,9 jam dan nilai maksimumnya11,7 jam.Dilaporkan kasus fase aktif memanjang
terjadi pada 25% persalinan nulipara, dan 15% pada persalinan multipara.
larut), dan arrest (macet). Seperti halnya fase laten, pada fase aktif didefinisikan
memanjang apabila kecepatan pembukaan serviks pada nulipara kurang dari 1,2 cm
per jam, atau penurunan kepalajanin kurang dari 1 cm per jam. Dan pada pasien
multipara kecepatan pembukaan serviks kurang dari 1,5 cm per jam, atau
penurunan kepala janin kurang dari 2 cm per jam. Sedangkan kriteria diagnostik
pembukaan serviks lebih dari 2 jam, atau tidak ada kemajuan dari penurunan kepala
Kala dua diawali saat pembukaan serviks telah lengkap, dan berakhir dengan
panggul sempit, janin besar, atau ada kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi
regional (epidural lumbal, kaudal, atau intrarektal) ataupun sedasi yang berat.
Kala 2 pada nulipara dibatasi 2 jam, dan diperpanjang menjadi 3 jam apabila
pada dengan anestesi regional. Sedangkan pada multipara dibatasi 1 jam, dan
persalinan kala I dan II adalah sekitar 9 jam pada nulipara tanpa analgesia regional,
dengan batas maksimal hingga 18,5 jam. Sedangkan untuk multipara adalah sekitar
Anestesi regional diberikan sebagai upaya untuk mengurangi rasa sakit saat
rasa sakit ketika harus mengejan. Hal ini tentu dapat menghambat keinginan ibu
mengurangi dorongan refleks untuk mengejan. Bagi ibu yang kurang dapat
mengejan dengan benar pada setiap kontraksi diakibatkan nyeri hebat, analgesia
mungkin akan memberi banyak manfaat. Pilihan yang aman untuk janin dan ibu
adalah Nitrose Oksida yang dicampur dengan oksigen dengan perbandingan volume
2.6 Tatalaksana
Tatalaksana Umum
Diet disesuaikan dengan kondisi pasien (diet cair bisa digunakan untuk
persiapan operasi)
Infus D5% atau NaCl 0,9% secara bergantian. Perkirakan tatalaksana pembedahan
dengan narkosis.Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg, pada
1. Tekanan darah diukur setiap empat jam sekali. Perlu dilakukan lebih sering
2. DJJ dicatat setiap setengah jam selama kala 1 berlangsung, dan intervalnya
ataupun MRI
ataupunsecara pervaginam
10. Setelah diagnosis tegak, harus dimonitor keadaan serviks, presentasi, serta
posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul, dan keadaan panggul.
11. Apabila ada proporsi sefalopelvik yang signifikan, sebaiknya dilakukan seksio
sesarea, tetapi bila tidak ada atau panggul sempit ringan dapat
12. Jika ada indikasi, segera lakukan tindakan pembedahan, karena menunggu
13. Selama menunggu persalinan, perbaiki keadaan umum, kandung kemih dan
rektum dikosongkan.
14. Apabila presentasi terbawah janin sudah masuk ke dalam panggul, ibu dapat
Distosia servikalis sekunder, karena jaringan parut dan kelainan lain di dalam
uterus
pembuluh darah korion, sehingga rentan terjadi sepsis pada ibu dan
uterus yang berlangsung dalam waktu yang lama. Jika ini sampai
janin dapat dilahirkan secara normal. Namun apabila gagal, lebih baik
dilakukan SC segera.
dengan vakum.
URAIAN KASUS
No Register : 11435262
Nama : Ny. E
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : S1 ( 16 Tahun)
Agama : Katolik
Suku : Jawa
Status : Menikah 1x
Suami : Tn. A
Umur : 32 Tahun
Agama : Katolik
Suku : Jawa
12 April 2019
Lawang Medika. Lalu diperiksa dalam (vaginal touche) dan didapatkan hasil
13 April 2019
03.00 : Ibu dipimpin mengejan 2 jam namun tidak lahir. Lalu konsul ke SpOG dan
RSSA.
pemeriksaan dalam lagi pada pukul 01.00 dan didapatkan pembukaan lengkap. Ibu
di pimpin mengejan, namun sudah 2 jam tetap tidak lahir. Sehingga direncanakan
SC CITO oleh SpOG. Namun dokter anestesi tidak ada, sehingga pasien dirujuk ke
RSSA.
2. Abortus/2bulan/tidak kuretase
Pasien rutin ANC ke dokter SpOG (sudah 5x ANC), ke poli kandungan RSUD
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, hipertensi, maupun kencing manis sebelumnya.
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi ataupun kencing manis.
Pasien
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tinggal bersama suaminya. Pasien tidak
Hamil
Hamil
BMI : 25,58kg/m2
Nadi : 88x/menit
Tax : 36,2o C
Kepala dan leher : Anemis -/-, icterus -/-, pembesaran KGB (-)
P/ v|v Rh - | - Wh - |-
v|v - | - - |-
v|v - | - - |-
Abdomen : Protuberant, soefl, BU (+) normal
URINALISIS
Kekeruhan Jernih
Warna Kuning
Keton +1 Negatif
3.5 Diagnosa
+ Kala II lama
+ BOH
+ HSVB
+ Fetal Tachycardi
3.6 Tatalaksana
Pdx :-
Ptx :
Asupan nutrisi
12 April 2019
disertai
+ Kala II lama
+ BOH
+ HSBV
URAIAN OPERASI :
Dilakukan insisi pfanensteil, insisi diperdalam secara tajam, kecuali otot secara
Bayi dilahirkan dengan tarikan kepala ringan dilanjutkan dengan melahirkan badan
Evaluasi tidak ada perdarahan atau sisa plasenta, dilakukan insisi IUD.
Operasi selesai.
OUTCOME :
Pada tanggal 12 April 2019 pukul 08.00, lahir bayi perempuan dengan berat badan
bayi lahir 3250 gram, panjang 48 cm dan Apgar score 7-8, tidak ditemukan kelainan
kongenital.
Tanggal/Jam: 12 April 2019/05.00
Objektif Planning
S: 36ºC -|-
Wh - | -
-|-
-|-
Abdomen: fundus
uteri 32 cm letak
bujur kepala, TBJ
(10.3.35)
GE : edema
vulva
Vt : Pembukaan
lengkap, presentasi
kepala ,
effacement (+) ,
KET (-) ,
Post SCTP KU: K/L : Anemis DL : P1001Ab200 Cek DL Pro transfuse PRC subjektif,
cukup (+), ikterik (-) 5.6/24.390/19.1/231.00 SCTP +IUD post 2lb/hari sampai Hb TTV, DJJ,
N: 80 P/ v | v + HSVB 3x1gr iv
-|- 3x1amp
Wh - | -
-|-
-|-
Abdomen: TBJ
3475 kg , DJJ
( 2.10.25)
Objektif Planning
Keluhan KU: K/L : Anemis DL : P1001Ab200 -cek DL Pro transfuse PRC subjektif,
post op (-) cukup , (-), ikterik (-) 7/15.830/22.9/225.000 SCTP +IUD post 2lb/hari sampai Hb TTV, Puasa
x/m Rh - | - 3x1amp
-|-
Wh - | -
-|-
-|-
Abdomen:,
BAB IV
PERMASALAHAN
4.1 Apakah etiologi dan faktor resiko terjadinya persalinan lama pada kasus
ini?
4.2 Bagaimana cara penekatan diagnosis persalinan lama pada kasus ini?
4.3 Apakah tatalaksana persalinan lama pada kasus sudah sesaui dengan
4.4 Apakah komplikasi yang dapat muncul pada kasus persalinan lama dan