Makalah Mikrobiologi - Blastomikosis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MIKROBIOLOGI

BLASTOMIKOSIS

Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Mikrobiologi


Yang Diampu Oleh Dosen Rosi Kurnia Sugiharti, S.ST., M.Kes

Disusun oleh :

Kelompok 4
1. Silvia Pujiyanti (190101014)
2. Siti Nurbariyah (190101015)
3. Susinta Wati (190101016)
4. Tira Nurjanah (190101017)

PRODI KEBIDANAN D3
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt atas berkat rahmat serta hidayah-Nya kami
dapat meyelesaikan tugas mata kuliah Mikrobiologi mengenai “Blastomikosis”. Pada
penulisan tugas ini, kami berusaha menampilkan jenis-jenis ragam bahasa yang ada
menggunakan bahasa yang sederhana, komunikatif sehingga dapat mudah dicerna
atau dimengerti oleh semua kalangan.

Kami meyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, baik
dari segi bahasa, penulisan maupun penyusunannya. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki dan melengkapi apa yang menjadi
kekurangan kami.

Kami berharap tugas ini dapat memberikan tambahan informasi dan dapat
dijadikan salah satu sumber pembelajaran yang dapat membantu rekan-rekan dalam
mencapai hasil belajar pada mata kuliah Mikrobiologi agar lebih baik.

Purwokerto, 12 November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Blastomikosis .................................................................. 3


B. Penyebab .......................................................................................................... 4
C. Gejala ............................................................................................................... 4
D. Penularan .......................................................................................................... 5
E. Diagnosis .......................................................................................................... 5
F. Pengobatan ....................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 8
B. Kritik dan Saran ............................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama di


negara-negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang
sering muncul di tengah masyarakat Indonesia. Iklim tropis dengan kelembaban
udara yang tinggi di Indonesia sangat mendukung pertumbuhan jamur.
Banyaknya infeksi jamur juga didukung oleh masih banyaknya masyarakat
Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga masalah kebersihan
lingkungan, sanitasi dan pola hidup sehat kurang menjadi perhatian dalam
kehidupan seharihari masyarakat Indonesia (Hare, 1993).

Blastomikosis adalah penyakit granulomatosa kronis dan supurativa yang


mempunyai tahap paru primer yang seringkali diikuti dengan penyebaran ke
bagian tubuh yang lain, terutama kulit dan tulang. Meskipun penyakit ini telah
lama diperkirakan terbatas pada benua Amerika Utara, pada tahun-tahun
belakangan ini kasus autokton telah didiagnosis di Afrika, Asia dan Eropa. Semua
bukti klinis dan epidemiologi yang tersedia mengindikasikan bahwa manusia dan
binatang yang lebih rendah terkena blastomikosis dari beberapa sumber di alam.
Meskipun demikian, habitat alami dari Blastomyces dermatitidis belum jelas,
meskipun sebagian laporan mengatakan bahwa ia diisolasi dari tanah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyebab dan gejala penyakit Blastomikosis?
2. Bagaimana penularan penyakit Blastomikosis?

3. Bagaimana diagnosis serta pengobatan pada penyakit Blastomikosis?


1

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab dan gejala penyakit Blastomikosis.
2. Untuk mengetahui cara penularan penyakit Blastomikosis.
3. Untuk mengetahui diagnosis serta pengobatan penyakit Blastomikosis.
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Blastomikosis


Blastomikosis ditemukan dan dilaporkan pertama kali oleh Gilchrist pada
tahun 1894 di Amerika Serikat. Oleh sebab itu, penyakit ini disebut juga sebagai
penyakit Gilchrist dan North American Blastomycosis. Pada tahun 1952, Broc
dan Haddad melaporkan penyakit ini di Tunisia (Afrika) dan menyebut jamur ini
sebagai Scopulariosis americana, sinonim dari Blastomycosis dermatitidis.

Blastomycosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari


Blastomycosis dermatitidis. Penyakit ini terutama menyerang paru-paru dan
kemudian dapat menyebar ke seluruh tubuh lewat mengalirnya darah. Penyakit
Gilchrist atau Blastomikosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
cendawan dimorfik Blastomycosis dermatitidis. Cendawan ini banyak ditemukan
di tanah yang mengandung sisa-sisa bahan organik dan kotoran hewan. Ketika
konidia sampai ke dalam alveoli, konidia tersebut difagosit oleh makrofag paru
lalu diangkut ke interstitium paru. Pada suhu tubuh, organisme ini berubah
menjadi bentuk khamir dan bereplikasi secara aseksual. Agen tersebut mungkin
tetap terlokalisir di paru-paru atau dapat menyebar secara hematogen atau
limfatik ke sistem tubuh lainnya. Blastomycosis sering ditemukan pada organ
paru-paru, kulit, sistem saraf, saluran urogenital, dan tulang.

Blastomycosis dapat menyebar ke seluruh organ tubuh terutama pada


paru-paru, mata dan kulit. Lesi pada mata yang paling umum adalah uveitis,
ablasi retina, panophthalmitis, dan glaukoma. Infeksi dapat ditularkan dari hewan
ke manusia sehingga dianggap menular atau zoonosis. Kasus penyebaran
Blastomycosis tidak harus melalui inhalasi. Pernah dilaporkan Blastomycosis
3

dapat menginfeksi manusia melalui gigitan anjing yang sudah terinfeksi parah.
Blastomycosis ditularkan melalui ekskreta hewan terinfeksi terutama feses.

B. Penyebab Blastomikosis
Penyebab dari penyakit ini adalah Blastomycosis dermatitidis.
Blastomycosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernapasan karena
terhirup. Lesi primer terjadi di paru dan dapat menyebar ke alat dalam lain.
Bentuk primer biasanya terjadi di laboratorium, berupa chancre disertai
limfadenopati regional dan mudah disembuhkan. Bentuk sekunder adalah
penyebaran dari paru ke kulit dan subkutis yang merupakan gejala utama.
Kelainan berupa papul , kemudian terbentuk fistel dan pecah menjadi ulkus.

C. Gejala Blastomikosis
Gejala penyakit ini dimulai dengan timbulnya demam yang cukup tinggi
bahkan hingga menggigil dan terdapat pula keringat yang cukup banyak. Bisa
juga di sertai batuk berdahak yang cukup parah (tetapi masih dalam kondisi
wajar) maupun kering, nyeri dada dan kesulitan bernafas atau pernafasan
terganggu.

Dimulai dengan benjolan kecil (papula) pada kulit. Benjolan tersebut


berisi nanah (papulopustula) dan penyakit ini akan menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah. Kemudian akan timbul kutil yang dikelilingi abses atau
penimbun nanah. Apabila terjadi pada tulang maka akan timbul pembengkakan
disertai nyeri pada tulang tersebut. Dan pada laki-laki biasanya terjadi
pembengkakan epididimis disertai nyeri atau prostatitis.

Gejala yang terjadi diantaranya adalah :


1. Batuk, yang mungkin menghasilkan lendir kecoklatan atau berdarah.
2. Tubuh bagian atas nyeri
4

3. Panas dingin
4. Demam
5. Berkeringat
6. Kelelahan
7. Masalah pernapasan
8. Berat badan berkurang
9. Kekakuan dan nyeri sendi
10. Tulang lesi (luka)
11. Lesi kulit yang dimulai dengan lesi kecil, yang kemudian tumbuh menjadi
tumbuh menjadi bisul dengan permukaan berkerak.

D. Penularan Blastomikosis
Penularan terjadi secara inhalasi dengan reservoir kemungkinan adalah tanah.
1. Masa inkubasi antara 2-4 minggu dengan gejala klinis berupa batuk, demam,
dahak berdarah.

2. Pada kasus kronis dapar menimbulkan rasa nyeri di dada dan jika tidak
diobati dapat menyebar ke kulit dengan manifestasi berupa ulserasi,
papula/nodula subkutan. Bila menyerang tulang akan merasa nyeri dan
terjadi osteomyelitis.

E. Diagnosis Blastomikosis
1. Bahan klinis
Kerokan kulit, sputum dan bilas bronkus, cairan serebrospinal, cairan pleura
dan darah, sumsum tulang, urin dan biopsi jaringan dari berbagai organ
dalam.

2. Mikroskopik langsung
a. Kerokan kulit harus diperiksa menggunakan KOH 10% dan tinta parker
atau calcofluor white mounts.

b. Eksudat dan cairan tubuh harus disentrifugasi dan sedimennya diperiksa


dengan menggunaka KOH 10% dan tinta parker atau calcofluor white
mounts.

c. Potongan jaringan harus diwarnai dengan PAS digest, Grocott’s


methenamine silver (GMS) atau pewarnaan Gram Histopatologi.
Potongan jaringan menunjukkan sel seperti ragi yang besar, dasarnya
besar, kuncup unipolar, berdiameter 8-15 mikrometer.

3. Kultur
Spesimen klinis harus diinokulasi ke dalam media isolasi primer seperti agar
dextrose sabouraud dan agar infusi jantung, otak ditambah dengan darah
kambing 5%.

4. Serologi
Tes serologi memiliki nilai yang terbatas dalam diagnosis Blastomikosis.

5. Identifikasi
Pada morfologi mikroskopik yang lalu, konversi dari bentuk jamur ke bentuk
ragi, dan patogenitas binatang telah digunakan semuanya meskipun demikian
tes eksoantigen sekarang merupakan metode pilihan untuk mengidentifikasi
Blastomycosis dermatitidis.

F. Pengobatan Blastomikosis
Amphotericin B (0.5 mg/kg per hari selama 10 minggu) tetap merupakan
obat pilihan bagi pasien dengan infeksi akut yang mengancam jiwa dan mereka
dengan meningitis. Pasien dengan kavitas paru dan lesi di tempat selain paru dan
kulit membutuhkan terapi yang lebih lama. Itraconazole oral (200 mg/hari sedikit

selama 3 bulan) adalah obat pilihan bagi pasien dengan bentuk blastomikosis
yang indolen, meskipun demikian jika pasien lambat memberikan respon, dosis
harus ditingkatkan menjadi 200 mg dua kali sehari. Pasien dengan infeksi serius
yang memberikan respon terhadap terapi awal dengan amphotericin, dapat
diubah ke itraconazole sampai akhir dari terapi mereka. Ketokonazole oral dapat
digunakan, tetapi agak kurang dapat ditoleransi. Flukonazole tampaknya kurang
efektif dibandingkan dengan itraconazole atau ketoconazole.
7

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Gilchrist atau Blastomikosis adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh cendawan dimorfik Blastomycosis dermatitidis. Ketika konidia
sampai ke dalam alveoli, konidia tersebut difagosit oleh makrofag paru lalu
diangkut ke interstitium paru. Pada suhu tubuh, organisme ini berubah menjadi
bentuk khamir dan bereplikasi secara aseksual. Blastomycosis sering ditemukan
pada organ paru-paru, kulit, sistem saraf, saluran urogenital, dan tulang.
Blastomycosis dapat menyebar ke seluruh organ tubuh terutama pada paru-paru,
mata dan kulit. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antifungi intravena.

B. Kritik dan Saran


Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya kami sebagai mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan mengenai fungsi dan nilai budaya. Kami mengharapkan adanya kritik
dan saran dari para pembaca yang dapat membangun semangat kami dalam
penyusunan makalah selanjutnya.
8

DAFTAR PUSTAKA

Charisma, Acivrida Mega. 2019. Buku Ajar Mikologi. Surabaya : Airlangga


University Press
9

Anda mungkin juga menyukai