Bab 2.2

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 45

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia digambarkan sebagai suatu gangguan psikiatrik mayor yang

ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku

seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap

terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian

(Sadock, 2003). Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah

(Stuart, 2007). Individu dengan skizofrenia digambarkan sebagai orang yang

kehilangan kontak dengan kehidupan realita dan memiliki gejala yang berbeda

dengan gangguan mental yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah gangguan psikiatrik yang

mengakibatkan gangguan pada perilaku, pemikiran realita, komunikasi, dan

hubungan interpersonal

2.1.2 Penyebab Skizofrenia

Luana (dalam Prabowo, 2014), menjelaskan penyebab dari skizofrenia,

yakni:

1. Faktor Biologis

a. Komplikasi kelahiran
2

Bayi laki-laki yang memiliki komplikasi saat dilahirkan sering mengalami

skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang

terhadap skizofrenia.

b. Infeksi

Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeki virus pernah

dilaporkan pada orang dengan skizofrena. Penelitian mengatakan bahwa

terpapar infeksi virus pada trisemester kedua kehamilan akan meningkatkan

kemungkinan seseorang mengalami skizofrenia.

c. Hipotesis dopamine

Dopamine merupakan neurotransmitter pertama yang berkontribusi terhadap

gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun

antipikal menyekat reseptor dopamine D2, dengan terhalangnya transmisi

sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan.

d. Hipotesis Serotonin

Gaddum, Wooley, dan Show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid

diethlamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis

reseptor 5-HT. Ternyata zat tersebut menyebabkan keadaan psikosis beratp

ada orang normal.

e. Struktur Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah system limbik dan

ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda

dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu


3

dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas

metabolic. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit

perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena

tidak ditemukannya sel gila, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.

2. Faktor Genetik

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1%

populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat

pertama seperti orang tua, kakak laki-laki ataupun perempuan dengan

skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat kedua seperti

paman, bibi, kakek/nenek, dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan

populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita

skizofrenia, sedangkan kembar dizigotik sebanyak 12%. Anak dan kedua

orangtua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

2.1.3 Manifestasi Klinis Skizofrenia

Gejala klinis yang muncul pada skizofrenia adalah (Stewart, 2018):

1. Gejala psikotik positif: Halusinasi, seperti mendengar suara, delusi paranoid,

dan persepsi, keyakinan dan perilaku yang berlebihan atau terdistorsi;

2. Gejala negatif: Kerugian atau penurunan kemampuan untuk memulai rencana,

berbicara, mengekspresikan emosi atau menemukan kesenangan;

3. Gejala disorganisasi: berpikir dan berbicara yang kacau dan tidak teratur,

masalah dengan pemikiran logis dan perilaku aneh atau gerakan abnormal;

4. Gangguan kognisi: Masalah dengan perhatian, konsentrasi, memori dan

penurunan kinerja pendidikan.


4

2.1.4 Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Kriteria diagnostik Skizofrenia di dalam DSM IV TR (American

Psychiatric Association, 2013) adalah:

1. Karakteristik simtom

Terdapat dua atau lebih dari kriteria, masing-masing ditemukan secara signifikan

selama periode satu bulan (atau kurang, bila berhasil ditangani) :

a. Delusi (waham);

b. Halusinasi;

c. Pembicaraan yang tidak terorganisasi;

d. Perilaku yang tidak terorganisasi secara luas atau munculnya perilaku

katatonik yang jelas;

e. Simtom negatif; yaitu adanya afek yang datar, alogia atau avolisi (tidak

adanya kemauan).

2. Ketidakberfungsian sosial atau pekerjaan

Ketidakberfungsian sosial atau pekerjaan terjadi untuk kurun waktu yang

signifikan sejak munculnya onset gangguan, ketidakberfungsian meliputi satu atau

lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri

dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset.

3. Durasi

Durasi yang dimaksud adalah adanya tanda-tanda gangguan yang terus menerus

menetap selama sekurangnya enam bulan. Pada periode enam bulan ini, harus

termasuk sekurangnya satu bulan gejala (atau kurang, bila berhasil ditangani)
5

yang memenuhi kriteria a (yaitu fase aktif simtom) dan mungkin juga termasuk

periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual

ini, tanda-tanda dari gangguan mungkin hanya dimanifestasikan oleh simtom

negatif atau dua atau lebih simtom yang dituliskan dalam kriteria a dalam bentuk

yang lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak

lazim)

4. Di luar gangguan Skizoafektif dan gangguan Mood

Gangguan-gangguan lain dengan ciri psikotik tidak dimasukkan, dikarenakan:

a. Selama fase aktif simtom, tidak ada episode depresif mayor, manik atau

episode campuran yang terjadi secara bersamaan;

b. jika episode mood terjadi selama simtom fase aktif, maka durasi totalnya

akan relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan durasi periode aktif atau

residual.

5. Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umum

Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat

(penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis umum

6. Hubungan dengan perkembangan pervasive

Jika terdapat riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasive

lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia digunakan apabila muncul delusi atau

halusinasi secara menonjol untuk sekurang-kurangnya selama satu bulan (atau

kurang jika berhasil ditangani)


6

2.1.5 Tipe Skizofrenia

Tipe dari skizofrenia berdasarkan DSM IV TR adalah (American

Psychiatriic Association, 2013):

1. Tipe Paranoid

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi

auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif

masih terjaga. Ciri lain yang menyertai diantaranya ansietas, kemarahan,

menjaga jarak dan suka berargumentasi, serta agresi

2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)

Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah

laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Disorganisasi tingkah laku

yang terjadi dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dari pasien.

3. Tipe Katatonik

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat

meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motorik yang

berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan

berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang

ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain

(echopraxia).

4. Tipe Undifferentiated

Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan

perubahan pola gejala-gejala yang cepat menyangkut semua indikator

skizofrenia.
7

5. Tipe Residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia

tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa. Gejala-gejala

residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil,

inaktivitas, dan afek datar.

2.1.6 Penatalaksanaan Skizofrenia

Manajemen skizofrenia harus komprehensif yang mencakup obat yang

dirancang secara individual, intervensi tingkat psikososial dan layanan yang tepat.

Dengan perawatan yang memadai, dalam banyak kasus skizofrenia gejala akan

hilang. Namun, gejala negatif seperti afek datar, alogia dan avolisi dapat bertahan.

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia antara lain (Kadir et al., 2011):

1. Penatalaksanaan Farmakologi

Antipsikotik (AP) adalah obat utama yang digunakan dalam pengobatan di

skizofrenia. AP konvensional harus digunakan sebagai opsi pertama seperti

haloperidol, perphenazine atau sulpiride. Sebagai pilihan, atipikal antipsikotik

(AAP) seperti amisulpride (AMS) atau olanzapine (OLZ) juga dapat

dipertimbangkan. Berikut tabel obat yang digunakan oleh pasien skizofrenia

dengan dosis beserta efek samping yang ditimbulkan


8

Tabel 2.1 Dosis Antipsikotik dan Efek Samping yang Ditimbulkan

2. Intervensi Psikososial

Intervensi psikososial bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu

untuk menghadapi peristiwa kehidupan yang penuh stres, meningkatkan

kepatuhan terhadap obat-obatan, membantu manajemen diri penyakit,

meningkatkan komunikasi yang lebih baik dan keterampilan mengatasi,

meningkatkan kualitas hidup, mendorong pemulihan dan reintegrasi Intervensi


9

psikososial yang efektif untuk skizofrenia termasuk intervensi keluarga,

psikoedukasi, sosial pelatihan keterampilan dan terapi remediasi kognitif (Kadir

et al., 2011). Salah satu intervensi psikososial yang digunakan adalah terapi

psikososial yang terdiri dari dua terapi yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga

(Durant, 2007). Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik.

Pada terapi ini, beberapa pasien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist

berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta

terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami.

Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Terapi

ini digunakan untuk pasien yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal

bersama keluarganya.

3. Intervensi Tingkat Pelayanan

Intervensi di tingkat pelayanan yang saat ini perlu dijalankan adalah dalam

proses pengembangan rumah sakit yang lebih komprehensif, layanan psikiatri

komunitas dan layanan kesehatan mental di tingkat perawatan primer. Sangat

penting bahwa layanan berikut ini

2.2 Konsep Caregiver

2.2.1 Definisi Caregiver

Caregiver adalah individu yang memberikan bantuan informal berupa

dukungan dan perawatan kepada individu lain yang memerlukan bantuan baik

secara fisik maupun emosional (Ambarsari and Sari, 2012). Caregiver adalah

seseorang baik yang dibayar ataupun yang sukarela bersedia memberikan


10

perawatan kepada orang lain yang memiliki masalah kesehatan dan keterbatasan

dalam merawat dirinya sendiri, dimana bantuan tersebut meliputi bantuan untuk

kehidupan sehari-hari, perawatan kesehatan, finansial, bimbingan, persahabatan

serta interaksi sosial (Nainggolan, 2013).

Menurut Isnaeni (2015) Caregiver adalah seseorang yang melaksanakan

tugas-tugas untuk recipient atau penerima, dikarenakan penerima tidak dapat

melaksanakannya sendiri. Menurut (Merriam-Webster, 2017) caregiver/pengasuh

adalah seseorang yang memberikan perawatan langsung (seperti untuk anak-anak,

orang lanjut usia, atau orang sakit kronis). Saat ini istilah pengasuh

keluarga/family caregiver sering digunakan secara bergantian dengan informal

caregiver, yaitu seseorang yang memberikan perawatan tanpa mendapat bayaran

dan biasanya memiliki hubungan pribadi dengan penerima perawatan. Caregiver

keluarga didefinisikan sebagai ibu, ayah, anak yang sudah dewasa, ibu tiri, ayah

tiri, suami, istri, saudara, eyang, paman, bibi atau keponakan yang

bertanggungjawab menyediakan perawatan sehari-hari pada anggota keluarga

yang mengalami gangguan fisik / mental kronis. Cinta, tugas, ataupun kewajiban

sering menjadi motivasi caregiver keluarga dan sangat mempengaruhi kesediaan

caregiver keluarga untuk menerima peran tersebut. Selain itu adanya ekspektasi

terhadap diri sendiri dan orang lain, pelatihan keagamaan, pengalaman spiritual

dan pemodelan peran juga ditemukan menjadi alasan bagi caregiver keluarga

menjalankan perannya (Lubkin and Larsen, 2013).


11

Jadi dapat disimpulkan bahwa caregiver individu yang memberikan

bantuan kepada individu lain berupa bantuan secara fisik maupun emosional

seperti bantuan hidup sehari-hari dan perawatan kesehatan

2.2.2 Tugas Caregiver

Secara umum tugas dari caregiver adalah (Senior, 2017):

1. Menjadi bagian dari tim kesehatan , termasuk didalamnya perawat, dokter,

social worker, dan profesional kesehatan lain;

2. Menyediakan dukungan emosional;

3. Membantu membuat keputusan;

4. Membantu menemukan pertolongan yang tepat;

5. Memberikan perawatan kepada individu.

Isnaeni (2015) menyebutkan tugas caregiver pada pasien skizofrenia adalah

menjaga keselamatan recipient; berurusan (deal) dengan perilaku agresif atau

yang tidak diterima secara sosial; mendorong recipient untuk mengusahakan

kesehatan pribadi; memastikan bahwa pengobatan yang dilakukan tepat; mengatur

atau menyediakan keuangan; memastikan adanya dukungan dari lingkungan;

bertindak sebagai penghubung dengan profesional kesehatan dan lainnya;

mengedukasi keluarga dan teman-teman recipient; serta memberikan perawatan,

akomodasi, dan advokasi


12

2.3 Konsep Manajemen Diri

2.3.1 Definisi Manajemen Diri

Menurut Goleman (2001) manajemen diri merupakan salah satu

kemampuan personal yang berfungsi untuk mengatur distress (stres yang negatif

seperti kecemasan dan kemarahan) serta untuk menghambat tekanan emosi. Pada

konsep penyakit kronis, manajemen diri didefinisikan sebagai langkah penting

yang memungkinkan individu untuk berperan aktif pada penyakit yang dialami

(Zou et al., 2013).

Manajemen diri merupakan strategi untuk mengobati kondisi kronis

dengan menggunakan edukasi untuk mengajar individu untuk secara aktif

mengidentifikasi tantangan dan memecahkan masalah yang terkait dengan

penyakit mereka. Manajemen diri juga menunjukkan potensi sebagai paradigma

yang efektif di seluruh spektrum pencegahan (primer, sekunder, dan tersier)

dengan membentuk pola untuk kesehatan di awal kehidupan dan menyediakan

strategi untuk mengurangi penyakit dan mengelolanya di kemudian hari (Grady

and Gough, 2015). Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen diri merupakan

kemampuan personal yang dimiliki individu untuk berperan aktif mengidentifikasi

tantangan dan memecahkan masalah terkait penyakit yang dialami.

2.3.2 Aspek Manajemen Diri

Secara umum aspek yang ada dalam manajemen diri dalam konsep

kemampuan personal adalah (Goleman, 2001):

1. Kendali emosi diri (Emotional self control).


13

Ditandai dengan tidak terpengaruh ke dalam situasi yang menekan, dan dapat

mengatasi situasi tersebut tanpa membalas;

2. Dapat dipercaya (Trustworthiness).

Membiarkan orang lain tahu bahwa nilai-nilai dan prinsip-prinsip, niat dan

perasaan, serta bertindak dengan cara yang konsisten dengan hal-hal tersebut;

3. Bersikap berhati-hati (Conscientiousness).

Ciri-ciri individu yang memiliki sikap berhati-hati adalah cermat, disiplin diri,

teliti dan tanggung jawab;

4. Adaptasi (Adaptability).

Terbuka kepada informasi baru dan dapat melepaskan asumsi yang lama

sehingga dapat beradaptasi dengan pekerjaannya. Selain itu individu dengan

adaptasi juga tetap nyaman dengan kecemasan yang sering menyertai

ketidakpastian dan dapat berpikir kreatif serta menampilkan ide baru untuk

mencapai hasil;

5. Dorongan berprestasi (Achievement drive).

Individu yang menampilkan dorongan berprestasi mampu mengambil banyak

resiko serta mendukung penemuan baru dalam organisasi barunya serta dapat

menentukan tujuan yang menantang. Optimisme adalah salah satu kunci

keberhasilan dari prestasi karena dapat menentukan reaksi seseorang terhadap

peristiwa atau keadaan yang tidak menguntungkan;

6. Inisiatif (Initiative).

Mengambil tindakan antisipatif untuk menghindari masalah sebelum terjadi

atau mengambil keuntungan dari peluang sebelum terlihat orang lain.


14

Aspek manajemen diri pada penyakit kronis dijelaskan melalui self

management in chronic care illneess model (Rodger, 2000 dalam Udlis, 2011).

1. Antecedents

a. Informasi

Informasi disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh pasien serta kondusif

untuk belajar;

b. Efikasi Diri

Merupakan gabungan dari aspek motivasi, kemampuan, keinginan, dan

sumber daya yang mempengaruhi pengambilan keputusan pada kondisi dan

lingkungan tertentu;

c. Dukungan

Dukungan dari sosial, keluarga, dukungan emosional, dan dukungan

perawatan keluarga berkontribusi terhadap efikasi diri untuk manajemen diri;

d. Niat

Merupakan penyusunan strategi perencanaan yang berisi penentuan tujuan

dan perencanaan jangka panjang;

e. Mutual Investment

Pendekatan kolaboratif antara pasien dan penyedia layanan kesehatan

profesional yang berhubungan dengan berbagi tujuan dan tanggung jawab.


15

2. Dimensi Manajemen Diri

a. Sumber Daya

Sumber daya fisik, lingkungan, dan sosial-ekonomi harus dapat diakses oleh

pasien untuk mempertahankan manajemen diri termasuk penyedia layanan

kesehatan sebagai sumber saran, dukungan, dan bimbingan;

b. Pengetahuan

Pengetahuan didapatkan dari sarana eksternal, atau pengalaman pribadi dan

latihan yang diperlukan untuk beradaptasi dengan keadaan;

c. Ketaatan pada Rencana

Kepatuhan melibatkan pasien untuk mengikuti regimen terpeutik yang

disediakan oleh penyedia layanan kesehatan. Didapatkannya sumber daya dan

pengetahuan memungkinkan pasien untuk patuh terhadap rencana;

d. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif menyeimbangkan antara domain kepatuhan dan kebutuhan

untuk mengambil tanggung jawab terhadap perawatan pasien sendiri yang

mencerminkan perubahan perilaku;

e. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan gabungan dari sumber daya, pengetahuan,

kepatuhan, dan partisipasi aktif selanjutnya pasien memiliki kemampuan

untuk membuat keputusan optimal dan menerapkan berbagai strategi

manajemen.
16

3. Consequences

` Konsekuensi dari manajemen diri terdiri dari tiga tema utama yaitu,

peningkatan hasil klinis, pengurangan biaya perawatan, dan peningkatan

kualitas hidup.

2.3.3 Manajemen Diri pada Pasien Skizofrenia

Manajemen diri pada penyakit mental menjadi pembahasan dalam beberapa

dekade terakhir. Manajemen diri digunakan sebagai sarana untuk mempromosikan

pemulihan, pemberdayaan pasien dan mengatasi permasalahan kapasitas layanan

(Health, 2014). Tujuan dari manajemen diri pada pasien skizofrenia adalah :

1. Menanamkan harapan;

2. Meningkatkan keterampilan manajemen penyakit;

3. Memberikan informasi tentang sifat penyakit dan pilihan pengobatan;

4. Mengembangkan strategi untuk memantau sendiri penyakitnya;

5. Meningkatkan strategi koping;

6. dan mengembangkan keterampilan untuk mengelola perubahan kehidupan

(Mueser & Gingerich, 2011 dalam (Health, 2014)).

Aspek manajemen diri pada pasien skizofrenia adalah:

1. Pengetahuan terkait permasalahan kesehatan mental dan ketersediaan layanan

kesehatan;

2. Manajemen gejala, termasuk didalamnya mengidentifikasi gejala awal dan

strategi memanajemen gejala psikotik persisten, ansietas dan mood;

3. Mengembangkan keterampilan hidup seperti, diet, olahraga, keuangan,

keamanan, hubungan, organisasi, dan komunikasi (Dana, 2003; Health, 2014).


17

a. Diet

Orang dengan skizofrenia menunjukkan fitur sindrom metabolik pada awal

penyakit, sebelum perawatan. Pasien memiliki diet makan makanan yang

buruk, sedikit berolahraga dan memiliki tingkat merokok yang tinggi (Peet,

2017). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien

skizofrenia memiliki diet yang rendah serat, antioksidan dan vitamin C

terutama yang terdapat dalam buah-buahan dan sayur. Standart diet sehat yang

dapat digunakan menurut rekomendasi dari WHO adalah (WHO, 2018);

1) Buah dan Sayuran

Makan setidaknya 400 g, atau lima porsi, buah dan sayuran setiap hari.

Konsumsi buah dan sayur dapat ditingkatkan dengan makan buah dan

sayur saat sarapan, menjadikan buah dan sayur sebagai camilan serta

makan buah dan sayuran yang bervariasi;

2) Lemak

Mengurangi jumlah total asupan lemak menjadi kurang dari 30% dari total

asupan energi dengan cara mengkonsumsi makanan yang dimasak dengan

cara direbus atau dikukus, mengganti minyak dengan minyak rendah

lemak, dan membatasi makan makanan camilan yang dibungkus atau

instant yang mengandung lemak trans;

3) Garam, Sodium, dan Potasium

Konsumsi sodium yang terdapat garam yang dianjurkan adalah 9-12 g per

hari dan potasium kurang dari 3,5 g per hari. Perlu dilakukan pembatasan
18

makan makanan yang mengandung garam dan memilih makanan yang

mengandung bahan rendah garam.;

4) Gula

Baik pada orang dewasa maupun anak-anak, asupan gula bebas harus

dikurangi hingga kurang dari 10% dari total asupan energi

b. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang diberikan pada pasien skizofrenia dapat mengurangi

gejala skizofrenia terutama gejala negatif diantaranya depresi, tingkat

kepercayaan diri yang rendah, dan penarikan diri dari sosial. Aktivitas fisik

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan

fisik berdasarkan American Collage of Sport Medicine (ACSM) (Alfarisy,

2013):

1) Frekuensi dilakukan selama > 5 hari dalam satu minggu dengan tipe

olahraga sedang (MET 3,0 - 5,9), atau > 3 hari dalam satu minggu dengan

tipe olahraga berat (MET 6,0 – 8,7);

2) Waktu yang dihabiskan untuk melakukan olahraga adalah 30-60 menit

dalam satu hari (150 menit dalam satu minggu) untuk aktivitas fisik sedang,

atau 20-60 menit dalam satu hari (75 menit dalam satu minggu) untuk

aktivitas fisik berat.

3) Target volume dari olahraga adalah > 500-1000 MET/menit dalam satu

minggu.

Aktivitas fisik yang dilakukan tidak hanya olahrga, namun melibatkan

pasien dalam kegiatan pertanian dan peternakan dalam aktivitas sehari-hari


19

juga dapat mengurangi gejala yang muncul dari pasien skizofrenia

(Widiyani, 2016)

Zou et. al (2012) menjelaskan bahwa tujuan dari setiap edukasi yang

diberikan untuk manajemen diri pada pasien skizofrenia adalah strategi

untuk pengelolaan pengobatan; pengenalan tanda-tanda peringatan dini

kambuh dan berkembangnya rencana pencegahan kekambuhan; dan

keterampilan mengatasi untuk menghadapi gejala terus-menerus. Hasil akhir

yang akan dicapai dari manajemen diri adalah kepatuhan terhadap obat,

berkurangnya gejala, menurunnya angka kekambuhan dan rawat inap

kembali.

2.3.4 Intervensi untuk Manajemen Diri

Beberapa intervensi yang dapat dilakukan dalam meningkatkan

manajemen diri pada pasien skizofrenia diantaranya adalah dengan berbagai

program manajemen diri, diantaranya:

1. Chronic Disease Self-Management Program (CDSMP)

Intervensi yang terdiri dari enam sesi difasilitasi teman disampaikan dalam 2,5

jam sesi kelompok yang menekankan pada pelatihan dalam manajemen diri

penyakit, termasuk perencanaan tindakan, umpan balik dan dukungan dari teman

sebaya, serta masalah pemecahan (Goldberg et al., 2013). Beberapa penelitian

telah memberikan improvisasi pada CDSMP diantaranya adalah CDSMP living

well. Program Living Well ini merupakan inovasi pada CDSMP yang

mempertahankan elemen kunci CDSMP, termasuk fokus pada individu dengan


20

sejumlah kondisi medis umum yang kronis dan membangun kepercayaan diri

untuk membantu partisipan mengembangkan keterampilan manajemen diri.

2. Wellness Recovery Action Plan (WRAP)

WRAP adalah model pemulihan yang dikembangkan oleh sekelompok ahli di

Vermont utara pada tahun 1997 di sebuah lokakarya tentang pemulihan kesehatan

mental yang dipimpin oleh Mary Ellen Copeland. Ptogram ini membantu pasien

untuk menemukan bantuan kesehatan yang aman dan sesuai dengan kondisi

pasien, mengidentifikasi kejadian buruk bagi pasien, tanda-tanda peringatan dini

dan tanda-tanda kekambuhan serta mengembangkan rencana aksi untuk mengatasi

hal tersebut. Termasuk didalamnya membuat rencana krisis dan pasca krisis

(Copeland, no date).

3. Illness Management and Recovery Programe (IMR)

IMR adalah sebuah program manajemen diri yang ditujukan untuk

menyediakan program psikososial terstruktur yang membantu mengelola efek

penyakit mental berat seperti skizofrenia dan gangguan bipolar. Program ini

berbasis kurikulum dan bertujuan untuk meningkatkan berbagai aspek manajemen

penyakit dan pemulihan melalui intervensi seperti penetapan tujuan, psiko-

pendidikan, koping dan pelatihan keterampilan sosial (Roosenschoon et al.,

2016). IMR terdiri dari 11 modul yaitu; 1. Strategi pemulihan; 2. Fakta praktis

tentang penyakit mental; 3. Menggunakan pengobatan secara efektif; 4. Model

kerentanan stress; 5. Membangun dukungan sosial; 6. Strategi perawatan

penggunaan obata-obatan dan alkohol; 7. Menurunkan Kekambuhan; 8. Koping


21

stres; 9. Koping terhadap masalah dan gejala yang persistent; 10. Mendapatkan

kebutuhan yang ditemu dalam sistem kesehatan; 11. Health You.

2.4 Konsep Caregiver Support

2.4.1 Definisi

Caregiver didefinisikan sebagai individu yang memiliki tugas untuk

membantu individu lain yang memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari dan membantu perawatan diri. Taylor (1999) menyebutkan bahwa

caregiver dapat berasal dari keluarga, pasangan, maupun penyedia layanan

kesehatan. Dukungan manajemen diri adalah kemampuan untuk memungkinkan

pasien terlibat dalam penyakit yang dialami dan dapat mandiri semaksimal

mungkin dalam perawatan (van Hooft et al., 2016).

Caregiver support merupakan salah satu komponen penting dalam

perawatan penyakit kronis dimana tidak hanya berhubungan dengan penyediaan

informasi dan mengajarkan keterampilan, namun dukungan ini juga menyediakan

keterampilan pemecahan masalah bagi pasien agar dapat mengintegrasikan

penyakit yang dialami dengan kehidupan sehari-hari serta memfasilitasi pasien

untuk berperan dalam manajemen perawatan (Duprez et al., 2017). Jadi dapat

disimpulkan bahwa caregiver support adalah kemampuan merawat untuk

membantu pasien mengintegrasikan penyakit yang dialami sehingga dapat

memandirikan pasien memanajemen dan berperan aktif dalam perawatan.


22

2.4.2 Aspek Caregiver Support

Caregiver support dikembangkan dalam bentuk model five’s A yang

membantu pasien dengan kondisi kronis untk mengembangkan rencana aksi

pribadi (Glasgow et al., 2003)

Gambar 2.2 Self Management Support Five’A Model (Glasgow et al., 2003)

Sistem yang didesain dalam five A’s model dukungan manajemen diri

diawali Assess, yaitu penilaian pasien mengenai pengetahuan, perilaku, dan

kepercayaan serta data klinis pasien yang berfungsi sebagai umpan balik dalam

memberikan perawatan yang sesuai. Kemudian pasien mendapat informasi terkini

mengenai penyakitnya disertai dengan tanda-tanda klinis yang menunjang

kemudian dihubungkan dengan status kesehatan dan perilaku manajemen diri

pasien, fase ini disebut dengan advise. Langkah selanjutnya agree, pasien

menetapkan sasaran dari perubahan perilaku atas dasar minat dan dan
23

kepercayaan serta bernegosiasi rencana manajemen untuk meningkatkan

keterampilan manajemen diri. Langkah ke empat adalah mengidentifikasi dan

mengimplementasikan strategi pemecahan masalah untuk membantu

mempraktekkan dukungan manajemen diri yang berpusat pada pasien (patient-

centered care). Langkah terakhir adalah arange yang ditujukan untuk

mengevaluasi dari strategi yang telah diimplementasikan (Glasgow et al., 2003)

Secara singkat aspek dalam cargiver support yang diberikan pada

perawatan penyakit adalah (Kawi, 2012):

1. Antecedent

Prinsip utama dari antecedent adalah keberadaan dari kebutuhan dalam

manajemen perawatan penyakit;

2. Attribute

a. Patient-centered Atribute, yang terdiri dari

1) Melibatkan pasien sebagai partner, sebuah kolaborasi dan komunikasi antara

penyedia dukungan dengan pasien termasuk didalamnya mengidentifikasi dan

memprioritaskan masalah, menetapkan tujuan yang berpusat pada pasien, dan

rencana tindakan;

2) Menyediakan keragaman dan inovasi dalam penyebaran informasi

berdasarkan kebutuhan pasien tertentu;

3) Individual, perawatan yang berpusat pada pasien dengan kemungkinan untuk

dukungan jangka panjang.


24

b. Provider Attributes

Penyedia dukungan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

memadai dalam memberikan perawatan;

c. Organizational Attributes

Menempatkan sistem perawatan yang teroganisir, menggabungkan

pendekatan multidisiplin, dan memobilisasi instrumen dan dukungan sosial

emosional.

2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Caregiver Support

Setiap perilaku individu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

yang mempengaruhi adanya dukungan adalah:

1. Faktor Internal

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu, yaitu:

a. Biofisik

Faktor biofisik yang mempengaruhi individu dalam memberikan dukungan

diantaranya usia dan jenis kelamin(van Hooft et al., 2016). Penelitian

menunjukkan bahwa usia mempengaruhi individu memahami respon dari

kondisi perawatan. Faktor ini juga mempengaruhi faktor-faktor internal yang

lain dalam pemberian dukungan. Usia akan mempengaruhi cara individu

membuat keputusan, semakin bertambah usia seseorang biasanya semakin

menambah keyakinan untuk mencari pertolongan ke petugas kesehatan. Usia

yang matang biasanya dicapai pada usia 25-44 tahun. Setelah usia tersebut maka

dapat terjadi penurunan kepercayaan terhadap sesuatu. Hal ini diakibatkan

pengalaman hidup dan kematangan jiwa seseorang;


25

b. Kognitif

Tingkat pendidikan dan pengetahuan merupakan faktor kognitif yang

mempengaruhi dukungan. Kemampuan kognitif mempengaruhi cara berfikir

untuk memecahkan permasalahan dan pengambilan keputusan dalan perawatan

pasien (Purnawan dalam Rahayu, 2006). Beberapa studi menjelaskan pentingnya

pendidikan sebagai sumber koping dan pencegahan terhadap gangguan jiwa.

Individu dengan pendidikan tinggi lebih sering menggunakan kesehatan jiwa di

banding pendidikan rendah;

c. Psikologis

Sikap merupakan salah satu faktor pembentuk dukungan yang berasal dari

pikiran dan perasaan. Sikap yang menganggap bahwa sebuah perawatan penting

untuk dilakukan akan membentuk perilaku mendukung bagi perawatan pasien

serta pemahaman terhadap tugas yang harus dilakukan (van Hooft et al., 2016).

Sikap yang berasal dari pasien juga mempengaruhi dukungan yang diberikan

seperti pasien termotivasi untuk melakukan perawatan, pasien memiliki

kemampuan, pasien membutuhkan dukungan untuk perawatan manajemen diri

(Duprez et al., 2017). Faktor psikologis lain adalah efikasi diri. Santrock (2007)

menjelaskan efikasi diri adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya

dalam menguasai situasi dan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan.

Efikasi diri yang dalam kemampuan melakukan dukungan memberikan

kepercayaan diri untuk melakukan dukungan (van Hooft et al., 2016).


26

2. Faktor Eksternal

a. Sosio-ekonomi-kultural

Faktor sosial termasuk didalamnya faktor dukungan dari lingkungan, dan faktor

ekonomi yang juga berhubungan dengan pekerjaan. Faktor sosial mempengaruhi

untuk mendefinisikan permasalahan ekonomi sedangkan faktor ekonomi dapat

mempengaruhi cepatnya respon dukungan yang diberikan (Purnaman dalam

Rahayu, 2006). Faktor kultural dilihat dari keyakinan, nilai, dan kebiasaan yang

dianut tentang dukungan. Sistem keyakinan yang adaptif dapat meningkatkan

kesejahteraan dan kwalitas hidup, sedangkan sistem keyakinan yang maladaptif

dapat berperan terhadap perubahan status kesehatan dan penolakan terhadap

intervensi yang dianjurkan.

2.5 Konsep Pemberdayaan Pengasuh (Caregiver Empowerment)

2.5.1 Konsep Pemberdayaan (Empowerment)

Empowerment (pemberdayaan) adalah sebagai proses sosial, mengenali,

mempromosikan dan meningkatkan kemampuan orang untuk menemukan

kebutuhan mereka sendiri, memecahkan masalah mereka sendiri dan

memobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk mengendalikan hidup mereka

(Graves, 2007). Pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan sosial, suatu

pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak

(Robinson, 1994). Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada

kata “empowerment” yang berarti memberi daya, memberi “power”, kekuatan,


27

kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang

kurang berdaya ditumbuhkan, diaktifkan, dikembangkan sehingga mereka

memiliki kekuatan untuk membangun dirinya.

Pemberdayaan merupakan proses perubahan jangka panjang, suatu

kegiatan yang dinamis yang dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap dalam proses

pemberdayaan adalah (1) membangkitkan kesadaran (awarennes) akan potensi

yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya, (2) memperkuat potensi atau

kekuatan yang dimiliki (empowering), (3) mempertahankan kekuatan yang ada

dalam diri seseorang.

2.5.2 Caregiver Empowerment Model

Model konseptual dan empiris yang dapat digunakan untuk menjelaskan

pemberdayaan adalah dengan menggunakan Model Pemberdayaan Pengasuh

(Caregiver Empowerment Model/CEM) (Jones et al., 2011). CEM dapat dilihat

pada gambar di bawah ini:


28

Gambar 2.1 Model Caregiver empowerment (Jones et al, 2011)

Model ini mendefinisikan pemberdayaan caregiver sebagai peningkatan

kemampuan caregiver untuk menilai, mempengaruhi, dan mengelola situasi

dengan menggunakan sumber daya keluarga untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Model CEM (Caregiver Empowerment Model) ini dapat digunakan

untuk meningkatkan dan mempromosikan hasil yang lebih baik dalam

pengasuhan keluarga. Model CEM memperhitungkan variabel latar belakang

yang mempengaruhi situasi pemberian perawatan oleh keluarga seperti; budaya,

keyakinan tentang tanggung jawab pengasuhan keluarga, tuntutan pengasuhan,

penilaian pengasuhan terhadap tuntutan yang mereka hadapi, serta spesifikasi

sumber daya yang dimiliki.

Model CEM merupakan gabungan dari dua konsep teori yaitu Jones and

Meleis’ (1993) health empowerment model, yang menggabungkan antara

Antonovsky’s (1979) salutogenic theory of stress dan Pearlin, Mullan, Semple,

and Skaff’s (1990) caregiving stress process model, dan (b) Folkman and

Mosokvitz’s (2000) theory of meaning-focused coping.

1. Health Empowerment Model

Model Pemberdayaan Kesehatan (Jones & Meleis, 1993) berevolusi dari

beberapa pandangan teoritis dan interdisipliner kesehatan untuk tujuan

mempromosikan kesehatan pada individu yang terpapar rangsangan stres yang

berkelanjutan. Model ini dibentuk dari beberapa teori yaitu salutogenic theory of

stress dan caregiving stress model. Konstruk inti dari salutogenic theory of stress
29

adalah rasa percaya diri dan kebermaknaan individu dalam masa sulit akan

mempengaruhi individu untuk mengatasi tantangan yang dihadapi. Meskipun

bukan satu-satunya sumber daya pribadi yang berkontribusi positif namun faktor

ini dapat membantu individu untuk mengelola ketegangan dan terlibat secara

efektif dalam pemecahan masalah sehingga menjadi dukungan positif dalam CEM

(Jones et al., 2011). Pada caregiving stress model menjelaskan bahwa

karakteristik individu dan sumber daya membuat individu bertahan dari krisis

sebagai pertahanan dari stress dan tuntutan.

2. Theory Of Meaning-Focused Coping

Lazarus dan Folkman (1984) menggambarkan mengatasi stres sebagai

penilaian permulaan (primer dan sekunder) dan diakhiri dengan penilaian ulang.

Penilaian utama mengarah pada penafsiran pengalaman yang tidak relevan,

positif, dan stress. Penilaian sekunder berkaitan dengan sumber daya yang

dimiliki. Penilaian ulang dibutuhkan untuk menilai stressor dan sumber daya yang

keduanya berpengaruh pada hasil yang didapatkan. Prosesnya penilaian

memungkinkan untuk interpretasi makna dan pentingnya tuntutan dan tantangan

yang dihadapi caregiver

Beberapa variabel yang terdapat pada model pemberdayaan pengasuhan

terdiri dari;

1. Caregiving Demands (Tuntutan Pengasuhan) terdiri dari; Penurunan

Penerimaan perawatan, kegiatan pengasuhan dan tuntutan peran bersaing. Dalam

CEM disarankan bahwa ketika nilai filial hadir, dan ketika sumber daya tertentu
30

tersedia, pengasuh kemungkinan akan menilai tuntutan sebagai tantangan yang

berarti

2. Resources (Sumber daya) terdiri dari;

a. Faktor pribadi:

1) Coherence, kemampuan untuk berintegrasi menyajikan pengalaman dengan

pengalaman masa lalu, motivasi dan tujuan, dan untuk menemukan makna

di masa sekarang pengalaman (Budd, 1993);

2) Spiritualitas, adalah konsep yang luas dengan berbagai dimensi dan

perspektif yang ditandai adanya perasaan keterikatan (koneksitas) kepada

sesuatu yang lebih besar dari diri, yang disertai dengan usaha pencarian

makna dalam hidup atau dapat dijelaskan sebagai pengalaman yang bersifat

universal dan menyentuh;

3) Meaning-Focused Coping, koping berbasis penilaian di mana individu

memanfaatkan keyakinannya (seperti, agama, spiritual, atau keyakinan

tentang keadilan), nilai-nilai, dan tujuan eksistensial untuk memotivasi dan

mempertahankan koping dan kesejahteraan selama masa sulit.

b. Faktor keluarga seperti,

1) Connectedness, diartikan sebagai perasaan dicintai, dihargai, dirawat, dan

dihormati yang didapat oleh caregiver dari keluarga (Foster et al., 2017);

2) Family assistance,bantuan yang diberikan keluarga yang diberikan kepada

caregiver baik secara emosional, fisik, maupun material;

c. Faktor komunitas, seperti penggunaan sumberdaya komunitas.


31

3. Filial Value (nilai dasar), yang terdiri dari sikap tanggung jawab, rasa

menghormati dan peduli. Sikap yang dimiliki caregiver yang didapat dari

kepercayaaan dan komitmen untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional

dipercaya dapat meningkatkan motivasi untuk menyediakan perawatan. Dalam

CEM diusulkan bahwa filial value dapat (a) merubah bagaimana individu

menilai tuntutan pengasuhan yaitu, sebagai tantangan bukannya stressor, (b)

berkontribusi pada sumber daya yang tersedia untuk mengatasi melalui rasa

kuat akan tujuan dan makna yang terkait dengan memberi kembali, (c)

memengaruhi akses ke sumber daya keluarga dan penggunaan sumber daya

komunitas, dan (d) secara tidak langsung mempengaruhi hasil melalui sumber

daya dan penilaian

4. Background (latar belakang keluarga), terdiri dari akulturasi budaya, faktor

demografi dan hubungan sebelumnya.

5. Appraissal (penilaian), proses menilai yang terdiri dari dua komponen

hasil penilaian, sebagai tantangan atau sebagai stressor/penyebab stres.

6. Caregiver Outcome, Hasil pengasuhan terhadap keluarga adalah persepsi

tentang sehat, pertumbuhan pribadi dan keluarga, eksistensi kondisi sejahtera.

2.6 Konsep Teori Caring Kristen Swanson

Swanson (1991 dalam Potter & Perry 2009) mendefinisikan caring sebagai

suatu cara pemeliharaan hubungan dengan saling menghargai orang lain, disertai

perasaan memiliki dan tanggung jawab. Caring merupakan proses yang terus ada

dalam dinamika hubungan pasien-perawat. Ada yang melihat proses ini sebagai
32

hubungan yang linear, namun juga harus dianggap sebagai hubungan siklik.

Proses yang terjadi harus selalu diperbarui karena peran perawat untuk membantu

klien mencapai kesehatan dan kesejahteraan.

Benner (2004 dalam Potter & Perry 2009) mengatakan bahwa hubungan

pemberi layanan dapat bersifat terbuka dan tertutup. Peran sebagai perawat dalam

pemberi layanan kepada klien bukan hanya sekedar untuk melakukan tugasnya.

Ada hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan (asuhan keperawatan)

yang terbentuk sejak awal mulai dari saling mengenal sampai timbulnya rasa

kepedulian antara perawat dan klien. Empati dan rasa kasihan perawat merupakan

bagian alami dari proses setiap pertemuan dengan klien. Akan tetapi hal ini tidak

akan terjadi jika tidak ada caring dalam proses tersebut.

Caring merupakan proses bagaimana individu mengerti kejadian yang berarti

di dalam hidup seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu hal kepada

orang lain sama seperti melakukan terhadap diri sendiri, memberi informasi dan

memudahkan jalan seseorang dalam menjalani transisi kehidupan serta menaruh

kepercayaan seseorang dalam menjalani hidup (Swanson, 1991). Teori Swanson

(1991) memberikan petunjuk bagaimana membentuk stategi caring yang berguna

dan efektif

2.6.1 Dimensi Caring


33

Menurut Swanson (1991) ada lima dimensi yang mendasari konsep caring yaitu :

1. Maintaining Belief

Adanya kepercayaan dan keyakinan seseorang dalam melalui proses

kehidupan dan masa saat transisi dalam hidupnya untuk menghadapi masa depan

dengan penuh keyakinan, menumbuhkan bersikap optimisme, memaknai arti atau

mengambil hikmah dari setiap peristiwa, dan selalu ada untuk orang lain dalam

situasi apa pun. Tujuannya adalah untuk membantu orang lain dalam batas-batas

kehidupannya sehingga dapat menemukan makna dan mempertahankan sikap

yang penuh harapan. Memelihara dan mempertahankan keyakinan nilai hidup

seseorang adalah dasar dari caring dalam praktek keperawatan. Subdimensi yang

terdapat dalam maintaining belief yaitu:

a. Believing In (Percaya / Memegang Kepercayaan)

mendengarkan keluhan-keluhan pasien dan mempercayai semua yang

dirasakan pasien yang mungkin terjadi pada semua orang yang mengalami

masa transisi;

b. Offering A Hope-Filled Attitude (Memberikan Harapan)

Memberikan dorongan dengan berperilaku penuh dengan pehatian dan

kepedulian/care terhadap masalah yang dialami dengan sikap tubuh, kontak

mata dan intonasi bicara yang tepat;


34

c. Maintaining Realistic Optimism (Menawarkan Keyakinan Yang Realistis)

Menunjukkan dan memelihara sikap optimisme dan harapan terhadap

masalah yang menimpa klien secara realistis serta mendorong dan

meningkatkan sikap optimisme dan harapan yang dimiliki klien;

d. Helping To Find Meaning (Membantu Menemukan Arti)

Membantu klien memaknai hal yang sedang dialami klien sehingga secara

perlahan klien dapat memahami dan menerima bahwa setiap orang dapat

mengalami masalah seperti yang dialami klien.

e. Going The Distance (Menjaga Jarak)

Mempererat hubungan dengan klien dengan tetap mempertahankan peran

sebagai antara klien sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan klien dan

tanggung jawab serta caring secara menyeluruh oleh caregiver.

2. Knowing

Berusaha mengerti kejadian-kejadian yang memberikan makna dalam

kehidupan klien. Mempertahankan kepercayaan adalah dasar dari caring, knowing

dianggap suatu pembelajaran terhadap pengalaman hidup klien dengan

mengesampingkan asumsi yang mengetahui kebutuhan klien, menggali/mencari

informasi klien secara detail, peka terhadap bahasa verbal dan non verbal,

memfokus kepada satu tujuan, serta melibatkan orang yang memberi asuhan dan

orang yang diberi asuhan dan menyatukan persepsi antara caregiver dan klien.

Subdimensi yang terdapat dalam knowing yaitu:


35

a. Avoiding Assumptions (Menghindari Asumsi)

Menghindari adanya perbedaan asumsi-asumsi dengan menyamakan persepsi

antara klien dan caregiver;

b. Assessing Thoroughly (Penilaian Menyeluruh)

Melakukan pengkajian secara holistic yaitu berdasarkan aspek biologis,

psikologis, sosial, spiritual dan kultural;

c. Seeking Clues (Mencari Petunjuk)

Upaya untuk menemukan informasi-informasi yang mendalam dan

menyeluruh tentang klien;

d. Centering On The One Cared For (Fokus Pada Pelayanan Satu Orang)

Memberikan perawatan dengan fokus kepada klien;

e. Engaging The Self Of Both (Mengikat Diri Atau Keduanya)

Menjalankan fungsi secara utuh dan saling bekerja sama dalam

melaksanakan asuhan yang efektif.

3. Being with

Bukan hanya hadir secara menyeluruh tetapi juga saling berkomunikasi yang

bertujuan untuk berbagi apa yang dirasakan klien dan secara emosional

memberikan dukungan dan kenyamanan serta memantau klien baik fisik maupun

emosional. Subdimensi yang terdapat dalam being with yaitu:

a. Non Burdening (Tidak Membebankan)

menjalankan tugas bekerjasama dengan klien tanpa memaksa kehendak

kepada klien untuk melakukan tindakan keperawatan;


36

b. Convering Availability (Menunjukkan Kesediaan)

Menunjukan kesediaan dalam membantu klien dan memberikan fasilitas

kepada klien untuk mencapai tahap kesejahteraan / well being;

c. Enduring With (Menunjukkan Kemampuan)

Saling berkomitmen dalam upaya meningkatkan kesehatan klien;

d. Sharing Feelings (Berbagi Perasaan)

Saling berbagi pengalaman hidup yang bertujuan untuk meningkatkan

kesehatan klien. Kunci utama dalam penerapan “Being With” yaitu dengan

menunjukkan dengan cara kontak mata, bahasa tubuh, nada suara,

mendengarkan serta memiliki sikap positif dan bersemangat yang dilakukan

perawat, akan membentuk sesuatu suasana keterbukaan dan saling mengerti.

4. Doing For

Melakukan sesuatu tindakan kepada klien dengan mengantisipasi kebutuhan

yang diperlukan, kenyamanan, menjaga privasi dan martabat klien. Subdimensi

yang terdapat dalam doing for yaitu:

a. Comforting (Memberikan Kenyamanan)

Dalam setiap memberikan asuhan, harus memperhatikan kenyamanan pada

klien dan menjaga privasi klien;

b. Performing Competently (Menunjukkan Ketrampilan)

Tidak hanya berkomunikasi dan memberikan kenyaman dalam tindakan, juga

menunjukkan kompetensi atau skill;


37

c. Preserving Dignity (Menjaga Martabat Klien)

Dalam melaksanakan tugas harus tetap menjaga martabat klien sebagai

individu atau memanusiakan manusia;

d. Anticipating ( Mengatisipasi )

melakukan tindakan selalu meminta persetujuan klien;

e. Protecting (melindungi)

Memberikan perlindungan terhadap hak-hak.

5. Enablings

Memberikan kemudahan atau memberdayakan klien, memfasilitasi klien

agar dapat melewati masa transisi dalam hidupnya dan melewati setiap peristiwa

dalam hidupnya yang belum pernah dialami dengan memberi informasi,

menjelaskan, mendukung dengan fokus masalah yang relevan, berfikir melalui

masalah dan menghasilkan alternatif pemecahan masalah sehingga meningkatkan

penyembuhan klien atau klien mampu melakukan tindakan yang tidak biasa dia

lakukan dengan cara memberikan dukungan, memvalidasi perasaan dan

memberikan umpan balik/feedback. Subdimensi yang terdapat dalam enablings

yaitu:

a. Validating (Memvalidasi)

Memvalidasi semua tindakan yang telah dilakukan kepada klien;

b. Informing (Memberikan Informasi)

Menjelaskan informasi yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan klien

dalam rangka memberdayakan klien;


38

c. Supporting (Mendukung)

Mendukung klien dalam upaya pencapaian kesejahteraan/well being sesuai

kemampuan.

d. Feedback (Memberikan Umpan Balik)

Memberikan umpan balik atau reward terhadap apa yang dilakukan oleh klien

dalam usahanya mencapai kesembuhan/well being.

e. Helping Patients To Focus Generate Alternatives (Membantu Pasien Untuk

Fokus Dan Membuat Alternatif)

Menolong pasien untuk selalu fokus dan terlibat dalam program peningkatan

kesehatannya baik tindakan keperawatan maupun tindakan medis (Potter &

Perry, 2009)
39

2.7 Keaslian Penelitian

Tabel 2.2 Keaslian Peneltian

No Judul Desain Sampel Variabel Instrumen Hasil


Penelitian
1 What Cross 347 Dependent: Kuesioner ditemukan
factors sectional perawat di Caregiver’s ada
influence rumah support kesenjangan
nurses’ sakit signifikan
behavior Independent : antara self-
in 1. Attitude efficacy
supportin 2. Efikasi diri dan dan
g patient perilaku’ perilaku
self- 3. Subjective norm dukungan
managem 4. Educatinal need manajemen
ent? An diri
explorati
ve
questionn
aire
study
(van
Hooft et
al., 2016)
2 Are Studi 477 Dependent: Self- Perawat
person- korelasi perawat self-perceived Efficacy and mendapat
related SMS behavior Performance in skor rendah
and Independent : Self- secara
socio- associated management keseluruhan
structura factors Support untuk
l factors (SEPSS) perilaku
associate instrument dukungan
d with manajemen
nurses’ diri.
self- kompetensi
managem Perawat
ent kurang
support terutama
behavior dalam
?A tujuan
correlati kolaboratif,
onal pengambila
study n keputusan
(Duprez bersama
et al., dan
2017) mengorgani
sir tindak
lanjut.

3 Four Q- 39 perawat Perspektif Wawancara Empat


perspecti methodol tentang self semi terstruktur perspektif
ves on ogy management yang
self- support berbeda
40

managem tentang
ent tujuan
support untuk
by nurses dukungan
for manajemen
people diri
with diidentifika
chronic si: Pelatih,
condition Dokter,
s: A Q- Gatekeeper
methodol dan
ogical perspektif
study Pendidik.
(van Itu
Hooft et Perawat
al., 2015) pelatih
berfokus
pada
aktivitas
kehidupan
sehari-hari
pasien,
sedangkan
perawat
dari Dokter
jenis
bertujuan
untuk
mencapai
kepatuhan
terhadap
pengobatan.
4 Self- Cross 1300 Dependent: Kuesioner Pasien yang
managem sectional pasien kebutuhan self melihat
ent penyakit management mereka
support kronis support penyakit
needs of sebagai
patients Independent : episodik
with Socio dan / atau
chronic demographic dan semakin
illness: karakteristik memburuk
Do needs penyakit memiliki
for kebutuhan
support dukungan
differ manajemen
accordin diri yang
g to the lebih besar
course of daripada
illness? pasien yang
(Van mengangga
Houtum p penyakit
et al., mereka
2013) stabil.
penyakit
pada
41

kebutuhan
dukungan
tergantung
pada jenis
manajemen
diri
kegiatan

5 The role Studi 20 Peran keluarga Wawancara Keluarga


of the kualitatif keluarga adalah
family in kunci dalam
supportin membangun
g the lingkungan
self- yang
managem kondusif
ent of keterlibatan
chronic dan
condition dukungan
s: A keluarga.
qualitativ
e
(Whitehe
ad et al.,
2018)
6 Self- Studi 21 pasie Self management Wawancara sistem saat
managem kualitatif skizofrenia ini
ent in dan 14 membutuhk
Chinese caregiver an
people untuk
with memberika
schizophr n lebih
enia and banyak
their program
caregiver dukungan
s: dan
A intervensi
qualitativ manajemen
e study diri
on untuk orang
facilitato dengan
rs and skizofrenia
barriers dan
(Zou et keluarga
al., 2014) mereka
7 Self- Sistemati A mixed- Untuk Pencarian manajemen
Manage k review research memfokuskan menggunakan diri penting
ment and synthesis peninjauan, tiga mesin pencari belum
Self- was contoh kondisi, di PubMed, diketahui
Manage adopted. mana fitur SM CINAHL, secara jelas.
ment Mixed- sebagai Embase, Sejauh
Support research komponen utama Scopus, untuk
Outcome synthesis dan Cochrane, indikator
s: A allows yang ClinicalTrials.g bio-
Systemati both mencerminkan ov. psikososial
42

c Review qualitative berbagai faktor yang


and and yang relevan berhubunga
Mixed quantitativ dengan SM n dengan
Research e findings manajemen
Synthesis diri yang
of sukses dari
Stakehol perspektif
der dari semua
Views kelompok
(Boger et pemangku
al., 2015) kepentingan
8 Self- Literature Penelitian self management Pencarian SMS
Manage review RCT, support database mengacu
ment Quasy, melalui: Ovid pada
Support non Technologies pendekatan
in eksperime Databases,Cum komprehens
Chronic n ulative Index to if menuju
Illness kualitataif, Nursing and perubahan
Care: A dan Allied Health hasil
Concept pendapat Literature penyakit
Analysis ahli (CINAHL), kronis yang
(Kawi, mengenai Medline, terdiri dari
2012) Program Cochrane,Acad patient-
self emic Search centered
manageme Premier, attributes
nt support Embase, provider
PsycINFO, attributes
Health and and
Psychosocial organizatio
Instruments nal
(HaPI), attributes
ProQuest
Dissertations
and Theses
(PQDT),
OpenDOAR,
Scopus,
Education
Resources
Information
Center (ERIC),
and ISI Web of
Knowledge
9 Self- Systemati Kualitatif Kebutuhan Pencarian Dukungan
managem c review studi dukungan dari database relasional
ent mengekspl perspektif pasien melalui: adalah
support orasi MEDLINE pusat dari
from the kebutuhan OvidSP, Web of kebutuhan
perspecti self science, dukungan
ve of manageme PubMed dan dasar
patients nt support publisher, dari semua
with a pada Cochranecentral jenis
chronic penyakit , the dukungan
condition kronis Cumulative lainnya.
:a Index to
43

thematic Nursing and


synthesis Allied Health
of Literature
qualitativ (CINAHL) and
e studies PsycINFO.
(Dwarsw
aard et
al., 2016)
10 Chronic Systemati Artikel Dependent: Pencarian Chronic
disease c review dengan Clinical database disease self
self- semua outcomes melalui: managemen
managem desain Independent : MEDLINE t
ent studi chronic disease OvidSP, Web of dibutuhkan
interventi tentang self management science, pada
ons for chronic PubMed individu
adults disease publisher, dengan
with self Cochranecentral severe
serious manageme , the mental
mental nt Cumulative illness
illness: a Index to untuk
systemati Nursing and meningkata
c review Allied Health k kualitas
of the Literature hidup
literature (CINAHL) and
(Siantz, PsycINFO.
Aranda
and Ph,
2014)
11 What Cross 10 Persepsi pasien Wawancara proses
Works in sectional partisipan terhadap TTIM sosial dan
a Nurse qualitativ yang pendidikan
Led Self- e study terlibat yang
Manage dalam disediakan
ment penelitian oleh
Program RCT Intervensi
for tentang TTIM
Patients targeted memberika
with training in n
Serious illness kesempatan
Mental manageme bagi
Illness nt individu
(SMI) dengan
and SMI dan
Diabetes DM untuk
(DM) bertukar
(Blixen dukungan
et al., dengan
2018) orang lain
untuk
manajemen
12 Effective stratified 242 Dependent: clinician-rated Studi ini
ness of a randomiz individu cognition, scales and self- akan
peer-led ed dewasa empowerment, rated memberika
self- controlle dengan functioning level, questionnaires n bukti pada
managem d trial skizofrenia medication efektivitas
44

ent adherence, program


program perceived manajemen
me for recovery, quality diri yang
people of life, social dipimpin
with support, symptom rekan
schizophr severity, hospital untuk
enia: readmission and pemulihan
protocol psychiatric pasien
for a consultation.
randomiz Independent :
ed peer-led self-
controlle management
d trial programme
(Wai et
al., 2013)
13 The Cross- 410 pasien Dependent: Kuesioner Literasi
Roles of sectional di klinik Self management terstruktur kesehatan
Social study nephrology Independent : termasuk item dan
Support Health literacy mengenai dukungan
and and social variabel sosial
Health support independen berperan
Literacy (yaitu, positif
in Self- karakteristik dalam
Manage pribadi, kondisi perilaku
ment kesehatan manajemen
Among subjektif, diri pasien
Patients dukungan dengan
With sosial, dan CKD,
Chronic literasi
Kidney kesehatan) dan
Disease variabel
(Chen et dependen
al., 2018) (yaitu, perilaku
manajemen diri)
14 The role Cross- 181 Dependent: the Patient memainkan
of sectional primary Keterlibatan Assessment for peran
primary study care dokter dalam Chronic Illness penting
care provider mendukung Care (PACIC), dalam
providers perilaku CS-PAM meningk
in manajemen atkan
patient penyakit kronis keterlibat
activatio Independent : an pasien
n and Clinician dalam
engagem Support for perawatan
ent in patient activation mereka
self-
managem
ent: a
cross-
sectional
analysis
(Alvarez
et al.,
2016)
15 Person- Cross- 97 pasien Dependent: Kuesioner Orang
45

centred sectional CKD Preferensi self dengan


care in study management CKD
chronic support membutu
kidney Independent : hkan
disease: Data demografi dukunga
a cross- Kondisi penyakit n
sectional tambaha
study of n di
patients’ seluruh
desires spektrum
for self- manajem
managem en diri.
ent
support
(Havas,
Douglas
and
Bonner,
2017)

Anda mungkin juga menyukai