Trend and Issue Gizi Buruk
Trend and Issue Gizi Buruk
Trend and Issue Gizi Buruk
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
~1~
Penanganan malnutrisi dapat ditangani dengan dua setting,yaitu
residential care (hospital)atau non-residential care.Residential care
adalahtata laksana anak gizi buruk rawat inap di puskesmas perawatan,
rumah sakit dan pusat pemulihan gizi. Sedangkan perawatan gizi buruk
tanpa komplikasi dilakukan di non-residential care yaitu rawat jalan di
puskesmas, poskesdes dan pos pemulihan gizi berbasis masyarakat
(Community Feeding Centre/CFC).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita?
2. Bagaimana trend dan issue program home care dalam meningkatkan
status gizi balita denga malnutrisi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita
2. Mengetahuiprogram home care dalam peningkatan status gizi balita
dengan malnutrisi
~2~
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MALNUTRISI
Pengertian dari gizi buruk adalah sebuah keadaan tubuh yang
merusak beberapa bagian dalam tubuh akibat dari kurangnya gizi yang di
konsumsi anak tersebut. Gizi buruk ini terjadi ketika kondisi tubuh dalam
keadaan kekurangan gizi yang diakibatkan oleh kurangnya asupan
makanan yang mengandung gizi dan juga protein. Jadi dengan kata lain,
gizi buruk terjadi ketika anak tidak mendapatkan asupan energi dan
protein yang cukup sehingga perkembangan organ tubuh sang anak tidak
bisa berkembang dengan maksimal (Helda sihombing, 2013).
Pengertian gizi buruk menurut Depkes RI, masalah gizi buruk
adalah faktor pembunuh utama bagi bayi dan balita. Gizi buruk pada balita
tidak terjadi secara tiba – tiba, tetapi diawali dengan tidak bertambahnya
berat badan bayi sehingga tidak mampu melewati batas minimal berat bayi
yang sesuai dengan umurnya. Petunjuk awal terjadinya gizi buruk adalah
perubahan berat badan balita dari waktu kewaktu. Dalam periode 6 bulan,
bayi yang berat badannya tidak naik dua kali dari berat awalnya berisiko
mengalami gizi buruk 12,6 kali di bandingkan pada balita yang berat
badannya naik terus (Helda Sihombing, 2013).
Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk
pada kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak
cukup. Walaupun seringkali disamakan dengan kurang gizi yang
disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan
besar nutrisi atau gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebihan gizi
(overnutrition) yang disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya
nutrien spesifik secara berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan
mengalami malnutrisi jika tidak mengkonsumsi jumlah atau kualitas
nutrien yang mencukupi untuk diet sehat selama suatu jangka waktu yang
~3~
cukup lama. Malnutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan
kelaparan, penyakit, dan infeksi (Dirga, 2012).
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan
masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan
kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik.
Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan
protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat
harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi
badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu
dengan pemeriksaan laboratorium (Dirga, 2012)
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat
berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau
menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat
kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis
menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor
(Dirga, 2012).
B. PENGERTIAN BALITA
Soetjiningsih, (2001) dalam Andy (2012) menyatakan balita adalah
anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik pertumbuhan
yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan BB
naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4x pada
umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan
BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian pertumbuhan konstan mulai
berakhir.
Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah
lima tahun. Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita
merupakan kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak) di lingkup Dinas Kesehatan. Balita merupakan
masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian
keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita,
~4~
karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran
sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya (supartini, 2004 dalam Suparyanto,
2011)
Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai balita,
merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak
awal. Rentang usia balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun, atau
bisa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12-60 bulan (Suparyanto,
2011).
Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah (Wikipedia,
2009 dalam Suparyanto, 2011). sebagai berikut :
1. Perkembangan fisik
Di awal balita, pertambahan berat badan Balita merupakan
singkatan bawah lima tahun, satu periode usia manusia dengan rentang
usia dua hingga lima tahun, ada juga yang menyebut dengan periode
usia prasekolah. Pada fase ini anak berkembang dengan sangat pesat
(Choirunisa, 2009 : 10Suparyanto, 2011).
Pada periode ini, balita memiliki ciri khas perkembangan menurun
disebabkan banyaknya energi untuk bergerak (Suparyanto, 2011).
2. Perkembangan Psikologis
Dari sisi psikomotor, balita mulai terampil dalam pergerakanya
(lokomotion), seperti berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit,
menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola
keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi (Suparyanto,
2011).
Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai
terlatih seperti meronce, menulis, menggambar, menggunakan gerakan
pincer yaitu memegang benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk
dan ibu jari seperti memegang alat tulis atau mencubit serta memegang
sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya, mengikat tali sepatu.
~5~
Dari sisi kognitif, pemahaman tehadap obyek telah lebih ajeg.
Kemampuan bahasa balita tumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita
yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia
lima tahun telah menjadi diatas 1000 kosa kata. Pada usia tiga tahun balita
mulai berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai
mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya (Choirunisa, 2009 : 10 dalam
Suparyanto, 2011).
~6~
Menurut Bengoa (dikutip oleh Jullieffe, 1966 dalam Tri Eka
Purwani, 2009) masalah gizi buruk (malnutrition) merupakan hasil
ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (multiple overlapping)
dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya. Jadi
jumlah makanan dan zat-zat gizi tersedia bergantung pada lingkungan
iklim, tanah, irigasi dan penyimpanan, transportasi dan tingkat ekonomi
penduduk. Disamping itu budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan
memasak, prioritas makanan dalam keluarga dan pantangan makan bagi
golongan rawan gizi. Menurutnya ada 6 faktor ekologi yang berhubungan
dengan penyebab malnutrisi yaitu :
1. Keadaan Infeksi
Scrimshaw et al (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat
antara infeksi (bakteri, virus, parasit) dengan malnutrisi. Mereka
menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dan penyakit
infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan
mempercepat malnutrisi. Mekanismenya bermacam-macam baik
sendiri-sendiri maupun bersamaan yaitu :
a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,
menurunnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada
saat sakit.
b. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare,
mual /muntah dan perdarahan yang terus menerus.
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat
sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh
2. Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan secara langsung berpengaruh pada
tercukupinya kebutuhan asupan gizi bagi tubuh.
3. Pengaruh Budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain
sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak dan
produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak
~7~
terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang
menyebabkan konsumsi makan menjadi rendah. Konsumsi makanan
yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit terutama penyakit
infeksi saluran pencernaan. Disamping itu jarak kelahiran anak yang
terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan berpengaruh
pada asupan zat gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang
rendah juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi
pangan disebabkan karena petani masih menggunakan teknologi
pertanian yang bersifat sederhana.
4. Faktor Sosial Ekonomi
Meliputi pendidikan, keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak
kelahiran), keadaan penduduk di suatu masyarakat (jumlah, umur,
distribusi seks dan geografis), pekerjaan, pendapatan keluarga,
pengeluaran, harga makanan tergantung pada pasar dan variasi musim.
5. Produksi Pangan
Meliputi penyediaan pangan bagi keluarga (produksi sendiri atau
membeli), sistem pertanian dalam memproduksi pangan.
6. Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan
Pelayanan kesehatan dan pendidikan walaupun tidak secara
langsung berpengaruh pada masalah gizi, namun merupakan faktor
tidak langsung.
Dari berbagai penelitian epidemiologi masalah Kurang Energi
Protein selalu diawali dengan keadaan lapar yaitu Rasa “tidak enak” dan
sakit akibat kurang /tidak makan,baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja diluar kehendak dan terjadi berulang-ulang, serta dalam jangka
waktu tertentu menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan
kesehatan. Selanjutnya keadaan ini didefiniskan dengan istilah kelaparan
(E. Kennedy, 2002 dalam Arsad, 2011)
~8~
Menurut Arsad (2011) penyebab dari kurang energy protein (KEP)
adalah makanan yang tidak adekuat maksudnya intake makanan yang
sangat kurang dari kebutuhan akan zat gizi tubuh. Walaupun pada
dasarnya Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) sangat tergantung dari :
1. Karakteristik individu (umur, cadangan nutrient)
2. Waktu dan hebatnya berlangsung defisiensi
3. Jenis makanan yang tersedia /dikonsumsi
4. Lingkungan terutama sanitasi lingkungan
5. Kesehatan perorangan
6. Dan pada anak sangat tergantung dari pola asuh orang tua yang
diberikan kepada sang anak.
~9~
D. TANDA-TANDA BALITA YANG MENGALAMI GIZI BURUK
Pengukuran antropometri, apabila berat badan menurut umur
(BB/U) dibandingkan dengan tabel Z-score, apabila berada kurang dari - 3
SD positif gizi buruk kemudian dicocokkan dengan z-score (TB/PB
terhadap BB) apabila juga positif gizi buruk berarti termasuk gizi buruk
kronis apabila dengan TB/BB tidak positif maka termasuk gizi buruk akut,
apabila tidak ada alat ukur TB dan PB bisa juga dilanjutkan dengan
pengukuran LILA bagian kiri balita, apabila LILAnya kurang dari 11,5 cm
maka balita tersebut gizi buruk akut (Nurul Setyorini, 2013).
Menurut Arsad (2011) tanda-tanda klinis gizi buruk ada tiga bentuk, yaitu:
~ 10 ~
Gambar 1. Gejala Klinis dari Marasmus.
~ 11 ~
Gambar 2 Gejala Klinis dari Kwashiorkor.
~ 12 ~
Gambar 3. Gejala Klinis dari Marasmus-Kwashiorkor.
~ 13 ~
orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya
kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk
mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur
6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan
tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara
kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya.
Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari
total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti
program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai
dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan
hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa
ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus
diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera
berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak,
dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah
sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu
meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan
vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali
membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat,
terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan
secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala
kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah
intelegensia di kemudian hari (Arfi, 2012).
~ 14 ~
Menurut Arsad (2011) anak-anak gizi buruk dengan tanda-tanda
klinis ini dapat dideteksi kekurangan Energi Proteinnya melalui :
1. Penimbangan bulanan di Posyandu termasuk upaya-upaya kejar
timbangnya
2. Surveilens gizi/KLB Gizi Buruk
3. Manajemen Terpadu Balita Sakit
4. Poliklinik KIA/Tumbuh Kembang
~ 15 ~
Hal ini tentu berakibat pada peningkatan usia harapan hidup, menurunnya
angka kematian ibu dan bayi terjadi transisi epidemiologis penyakit.
Seiring dengan itu maka konsep pelayanan kesehatanpun harus
berubah, yang tadinya masyarakat yang mendatangi institusi pelayanan
kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit menjadi pelayanan
kesehatan yang mendatangi masyarakat. Oleh karena itu, paradigma
bahwa rumah sakit adalah tempat paling penting dalampenyembuhan dan
perawatan pasien mulai berubah menjadi perawatan rumah atau home
care.
Program home care adalah pemberian asuhan keperawatan dengan
cara melakukan kunjungan ke rumah balita malnutrisi. Program home care
dilakukan melalui tiga tahapan pendampingan, yaitu fase pendampingan
intensif, fase pendampingan mandiri, dan fase pendampingan penguatan.
Setiap fase dilakukan selama satu bulan. Perawat home caremengajarkan
pada ibu atau pengasuh balita tentang cara pengolahan makanan anak,
perawatan kebersihan anak, dan pengobatan sederhana bagi anak yang
sakit, dengan metode konsultasi. Bagi sasaran dengan gizi tingkat berat
(disertai tanda-tanda klinis marasmus dan kwashiorkor) dengan
komplikasi, perawat berperan sebagai perujuk yang mengantar langsung
sasaran tersebut ke puskesmas atau rumah sakit. Semua aktivitas
keperawatan didokumentasikan dalam logbook.
~ 16 ~
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Usia dibawah lima tahun atau balita merupakan usia penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini anak masih
rawan dengan gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Salah
satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang anak adalah
keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa balita sangatlah pesat,
sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dari pada orang
dewasa.
B. SARAN
Perlu adanya evaluasi dari departemen ksehatan untuk lebih
memperhatikan lagi kasus malnutrisi yang terjadi di masyarakat. Kami
mengharapkan program-progran terpadu tetap di laksanakan secara terus
menerus untuk bisa menanggulangi kasus malnutrisi
~ 17 ~
DAFTAR PUSTAKA
~ 18 ~