Trend and Issue Gizi Buruk

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keperawatan merupakan profesi yang dinamis dan berkembang


secara terus menerus dan terlibat dalam masyarakat yang berubah,
sehingga pemenuhan dan metode keprawatan kesehatan berubah, karena
gaya hidup masyarakat berubah dan perawat sendiri juga dapat
menyesuaikan dengan perubahan tersebut.

Usia dibawah 5 tahun atau balita merupakan usia penting dalam


pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini anak masih
rawan dengan gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Salah
satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang anak adalah
keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa balita sangatlah pesat,
sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dari pada orang
dewasa (Mentor Health Care, 2007)

Kasus gizi buruk umumnya menimpa balita dengan latar belakang


ekonomi lemah. Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada
anak-anak dari kurang gizi hingga busung lapar.Menurut UNICEF saat ini
ada sekitar 40% anak Indonesia di bawah usia lima tahun menderita gizi
buruk. Betapa banyaknya bayi dan anak-anak yang sudah bergulat dengan
kelaparan dan penderitaan sejak mereka dilahirkan (Nurul Setyorini,
2013).

Pada anak balita, malnutrisi dapat diklasifikasikan menjadi dua


yaitu malnutrisi sedang dan malnutrisi berat. Malnutrisi sedang seringkali
dinamakan malnutrisi akut sedang, yaitu nilai skor z berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) di antara -2 hingga -3 standar deviasi (SD) di bawah
nilai meanatau 70 - 80% National Center for Health Statistic (NCHS).

~1~
Penanganan malnutrisi dapat ditangani dengan dua setting,yaitu
residential care (hospital)atau non-residential care.Residential care
adalahtata laksana anak gizi buruk rawat inap di puskesmas perawatan,
rumah sakit dan pusat pemulihan gizi. Sedangkan perawatan gizi buruk
tanpa komplikasi dilakukan di non-residential care yaitu rawat jalan di
puskesmas, poskesdes dan pos pemulihan gizi berbasis masyarakat
(Community Feeding Centre/CFC).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita?
2. Bagaimana trend dan issue program home care dalam meningkatkan
status gizi balita denga malnutrisi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita
2. Mengetahuiprogram home care dalam peningkatan status gizi balita
dengan malnutrisi

~2~
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MALNUTRISI
Pengertian dari gizi buruk adalah sebuah keadaan tubuh yang
merusak beberapa bagian dalam tubuh akibat dari kurangnya gizi yang di
konsumsi anak tersebut. Gizi buruk ini terjadi ketika kondisi tubuh dalam
keadaan kekurangan gizi yang diakibatkan oleh kurangnya asupan
makanan yang mengandung gizi dan juga protein. Jadi dengan kata lain,
gizi buruk terjadi ketika anak tidak mendapatkan asupan energi dan
protein yang cukup sehingga perkembangan organ tubuh sang anak tidak
bisa berkembang dengan maksimal (Helda sihombing, 2013).
Pengertian gizi buruk menurut Depkes RI, masalah gizi buruk
adalah faktor pembunuh utama bagi bayi dan balita. Gizi buruk pada balita
tidak terjadi secara tiba – tiba, tetapi diawali dengan tidak bertambahnya
berat badan bayi sehingga tidak mampu melewati batas minimal berat bayi
yang sesuai dengan umurnya. Petunjuk awal terjadinya gizi buruk adalah
perubahan berat badan balita dari waktu kewaktu. Dalam periode 6 bulan,
bayi yang berat badannya tidak naik dua kali dari berat awalnya berisiko
mengalami gizi buruk 12,6 kali di bandingkan pada balita yang berat
badannya naik terus (Helda Sihombing, 2013).
Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk
pada kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak
cukup. Walaupun seringkali disamakan dengan kurang gizi yang
disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan
besar nutrisi atau gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebihan gizi
(overnutrition) yang disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya
nutrien spesifik secara berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan
mengalami malnutrisi jika tidak mengkonsumsi jumlah atau kualitas
nutrien yang mencukupi untuk diet sehat selama suatu jangka waktu yang

~3~
cukup lama. Malnutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan
kelaparan, penyakit, dan infeksi (Dirga, 2012).
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan
masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan
kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik.
Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan
protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat
harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi
badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu
dengan pemeriksaan laboratorium (Dirga, 2012)
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat
berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau
menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat
kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis
menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor
(Dirga, 2012).

B. PENGERTIAN BALITA
Soetjiningsih, (2001) dalam Andy (2012) menyatakan balita adalah
anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik pertumbuhan
yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan BB
naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4x pada
umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan
BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian pertumbuhan konstan mulai
berakhir.
Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah
lima tahun. Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita
merupakan kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak) di lingkup Dinas Kesehatan. Balita merupakan
masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian
keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita,

~4~
karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran
sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya (supartini, 2004 dalam Suparyanto,
2011)
Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai balita,
merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak
awal. Rentang usia balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun, atau
bisa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12-60 bulan (Suparyanto,
2011).
Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah (Wikipedia,
2009 dalam Suparyanto, 2011). sebagai berikut :
1. Perkembangan fisik
Di awal balita, pertambahan berat badan Balita merupakan
singkatan bawah lima tahun, satu periode usia manusia dengan rentang
usia dua hingga lima tahun, ada juga yang menyebut dengan periode
usia prasekolah. Pada fase ini anak berkembang dengan sangat pesat
(Choirunisa, 2009 : 10Suparyanto, 2011).
Pada periode ini, balita memiliki ciri khas perkembangan menurun
disebabkan banyaknya energi untuk bergerak (Suparyanto, 2011).
2. Perkembangan Psikologis
Dari sisi psikomotor, balita mulai terampil dalam pergerakanya
(lokomotion), seperti berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit,
menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola
keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi (Suparyanto,
2011).
Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai
terlatih seperti meronce, menulis, menggambar, menggunakan gerakan
pincer yaitu memegang benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk
dan ibu jari seperti memegang alat tulis atau mencubit serta memegang
sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya, mengikat tali sepatu.

~5~
Dari sisi kognitif, pemahaman tehadap obyek telah lebih ajeg.
Kemampuan bahasa balita tumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita
yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia
lima tahun telah menjadi diatas 1000 kosa kata. Pada usia tiga tahun balita
mulai berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai
mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya (Choirunisa, 2009 : 10 dalam
Suparyanto, 2011).

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BURUK


PADA BALITA
Menurut Almatsier (2009), masalah gizi umumnya disebabkan oleh
kemiskinan, kurangnya ketersediaan pangan, kurang baiknya sanitasi,
kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan.
Sedangkan berdasarkan tingkatan penyebab gizi buruk, dapat dibagi
kedalam penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab
mendasar.
Penyebab langsung merupakan faktor yang langsung berhubungan
dengan kejadian gizi buruk dan adanya penyakit. Interaksi antara asupan
gizi dan infeksi akan saling menguatkan untuk memperburuk keadaan.
Sehingga akan berakibat fatal penyebab kematian dini pada anak-anak.
Penyebab tidak langsung merupakan faktor yang mempengaruhi
penyebab langsung. Seperti akses mendapatkan makanan yang kurang,
perawatan dan pola asuh anak kurang dan pelayanan kesehatan serta
lingkungan buruk atau tidak mendukung kesehatan anak-anak. Faktor
inilah yang akan mempengaruhi buruknya asupan makanan atau gizi anak
dan terjadinya infeksi pada anak-anak.
Penyebab mendasar terjadinya gizi buruk terdiri dari dua hal, yakni
faktor sumber daya potensial dan yang menyangkut sumber daya manusia.
Pengelolaan sumber daya potensial sangat erat kaitannya dengan politik
dan idiologi, suprastruktur dan struktur ekonomi. Sementara sumber daya
berkaitan erat dengan kurangnya pendidikan rakyat.

~6~
Menurut Bengoa (dikutip oleh Jullieffe, 1966 dalam Tri Eka
Purwani, 2009) masalah gizi buruk (malnutrition) merupakan hasil
ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (multiple overlapping)
dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya. Jadi
jumlah makanan dan zat-zat gizi tersedia bergantung pada lingkungan
iklim, tanah, irigasi dan penyimpanan, transportasi dan tingkat ekonomi
penduduk. Disamping itu budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan
memasak, prioritas makanan dalam keluarga dan pantangan makan bagi
golongan rawan gizi. Menurutnya ada 6 faktor ekologi yang berhubungan
dengan penyebab malnutrisi yaitu :
1. Keadaan Infeksi
Scrimshaw et al (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat
antara infeksi (bakteri, virus, parasit) dengan malnutrisi. Mereka
menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dan penyakit
infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan
mempercepat malnutrisi. Mekanismenya bermacam-macam baik
sendiri-sendiri maupun bersamaan yaitu :
a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,
menurunnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada
saat sakit.
b. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare,
mual /muntah dan perdarahan yang terus menerus.
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat
sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh
2. Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan secara langsung berpengaruh pada
tercukupinya kebutuhan asupan gizi bagi tubuh.
3. Pengaruh Budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain
sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak dan
produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak

~7~
terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang
menyebabkan konsumsi makan menjadi rendah. Konsumsi makanan
yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit terutama penyakit
infeksi saluran pencernaan. Disamping itu jarak kelahiran anak yang
terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan berpengaruh
pada asupan zat gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang
rendah juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi
pangan disebabkan karena petani masih menggunakan teknologi
pertanian yang bersifat sederhana.
4. Faktor Sosial Ekonomi
Meliputi pendidikan, keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak
kelahiran), keadaan penduduk di suatu masyarakat (jumlah, umur,
distribusi seks dan geografis), pekerjaan, pendapatan keluarga,
pengeluaran, harga makanan tergantung pada pasar dan variasi musim.
5. Produksi Pangan
Meliputi penyediaan pangan bagi keluarga (produksi sendiri atau
membeli), sistem pertanian dalam memproduksi pangan.
6. Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan
Pelayanan kesehatan dan pendidikan walaupun tidak secara
langsung berpengaruh pada masalah gizi, namun merupakan faktor
tidak langsung.
Dari berbagai penelitian epidemiologi masalah Kurang Energi
Protein selalu diawali dengan keadaan lapar yaitu Rasa “tidak enak” dan
sakit akibat kurang /tidak makan,baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja diluar kehendak dan terjadi berulang-ulang, serta dalam jangka
waktu tertentu menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan
kesehatan. Selanjutnya keadaan ini didefiniskan dengan istilah kelaparan
(E. Kennedy, 2002 dalam Arsad, 2011)

~8~
Menurut Arsad (2011) penyebab dari kurang energy protein (KEP)
adalah makanan yang tidak adekuat maksudnya intake makanan yang
sangat kurang dari kebutuhan akan zat gizi tubuh. Walaupun pada
dasarnya Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) sangat tergantung dari :
1. Karakteristik individu (umur, cadangan nutrient)
2. Waktu dan hebatnya berlangsung defisiensi
3. Jenis makanan yang tersedia /dikonsumsi
4. Lingkungan terutama sanitasi lingkungan
5. Kesehatan perorangan
6. Dan pada anak sangat tergantung dari pola asuh orang tua yang
diberikan kepada sang anak.

Tetapi tetap saja Kurang Energi Protein disebabkan  intake


makanan yang sangat kurang dari kebutuhan akan zat gizi tubuh yang telah
berlangsung lama (kronis). Bentuk KEP tergantung dari zat gizi utama
kurang edekuat, bila kurang dalam hal protein dan tubuh diharuskan
menggunakan protein tubuh maka gejala-gejala klinis dari kekurangan
protein akan muncul, keadaan ini biasa diistilahkan dengan Kwashiorkor.
Dan bila kekurangan Energi saja terutama energi yang bersumber dari
karbohidrat maka gejala klinis yang muncul adalah  kekurangan cadangan
energy atau energy tubuh benar-benar habis bahkan sel-sel dan jaringan
tubuh dirombak untuk dipergunakan sebagai energi, tubuhnya akan terlihat
sangat buruk, keadaan ini biasa diistilahkan dengan Marasmus. Tidak
jarang juga ditemukan bentuk KEP sebagai akibat kurang adekuat
makanan akan protein dan energy (Marasmus-Kwashiorkor). Kesemua itu
adalah bentuk-bentuk dari Malnutrisi (kurang Energi Protein).

~9~
D. TANDA-TANDA BALITA YANG MENGALAMI GIZI BURUK
Pengukuran antropometri, apabila berat badan menurut umur
(BB/U) dibandingkan dengan tabel Z-score, apabila berada kurang dari - 3
SD positif gizi buruk kemudian dicocokkan dengan z-score (TB/PB
terhadap BB) apabila juga positif gizi buruk berarti termasuk gizi buruk
kronis apabila dengan TB/BB tidak positif maka termasuk gizi buruk akut,
apabila tidak ada alat ukur TB dan PB bisa juga dilanjutkan dengan
pengukuran LILA bagian kiri balita, apabila LILAnya kurang dari 11,5 cm
maka balita tersebut gizi buruk akut (Nurul Setyorini, 2013).
Menurut Arsad (2011) tanda-tanda klinis gizi buruk ada tiga bentuk, yaitu:

1. Gejala klinis dari marasmus

Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari marasmus adalah :

a. Wajah seperti orang tua.


b. Cengeng dan Rewel.
c. Sering disertai: peny. infeksi (diare, umumnya kronis berulang,
TBC).
d. Tampak sangat kurus (tulang terbungkus kulit).
e. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai
tidak ada.
f. Perut cekung.
g. Iga gambang.

~ 10 ~
Gambar 1. Gejala Klinis dari Marasmus.

2. Gejala klinis dari kwarshiorkor

Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari kwashiorkor adalah :


a. Rambut tipis, merah spt warna
b. Edema (pd kedua punggung kaki,  bisa seluruh tubuh)
c. rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
d. Kelainan kulit (dermatosis)
e. Wajah membulat dan sembab
f. Pandangan mata sayu
g. Pembesaran hati
h. Sering disertai: peny. infeksi akut,  diare, ISPA dll
i. Apatis & rewelOtot mengecil (hipotrofi)

~ 11 ~
Gambar 2 Gejala Klinis dari Kwashiorkor.

3. Gejala Klinis dari Marasmus-Kwashiorkor

Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari Marasmus-


kwashiorkorpada dasarnya adalah campuran dari  gejala marasmus
dan kwashiorkor, ciri khas yang dapat terlihat secara klinis yakni :

a. Beberapa gejala klinik marasmus,  terlihat sangat buruk dalam


hal Berat Badan (BB/U)  berada dibawah < -3 SD dan bila di
konfirmasi dengan BB/TB  dikategorikan sangat kurus: BB/TB
< – 3 SD).
b. Kwashiorkorm secara klinis terlihat disertai edema yang  tidak
mencolok pada kedua punggung kaki

~ 12 ~
Gambar 3. Gejala Klinis dari Marasmus-Kwashiorkor.

E. CARA MENANGGULANGI MASALAH MALNUTRISI PADA


BALITA

Penanganan gizi buruk pada balita, diantaranya adalah :

a. Beri makanan yang seimbang.


b. Beri ASI pada anak baru lahir sampai 2 tahun.
c. Minum obat cacing setiap 6 bulan sekali
d. Jaga kebersihan rumah dan lingkungan.
e. Beri makanan sedikit tapi sering.
f. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
g. Ikuti program posyandu setempat, pemberian vitamin.
h. Makan makanan gizi seimbang secara teratur.
i. Perbanyak minum air putih.

Sedangkan upaya pencegahan dapat dilakukan dengan


menimbang secara rutin dan menjaga kondisi gizi balita dengan baik
untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para

~ 13 ~
orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya
kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk
mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur
6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan
tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara
kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya.
Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari
total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti
program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai
dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan
hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa
ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus
diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera
berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak,
dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah
sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu
meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan
vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali
membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat,
terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan
secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala
kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah
intelegensia di kemudian hari (Arfi, 2012).

~ 14 ~
Menurut Arsad (2011) anak-anak gizi buruk dengan tanda-tanda
klinis ini dapat dideteksi kekurangan  Energi Proteinnya  melalui :
1. Penimbangan bulanan di Posyandu termasuk upaya-upaya kejar
timbangnya
2. Surveilens gizi/KLB Gizi Buruk
3. Manajemen Terpadu Balita Sakit
4. Poliklinik KIA/Tumbuh Kembang

F. TREND DAN ISSUE HOME CARE DALAM UPAYA


PENINGKATAN STATUS GIZI BALITA DENGAN MALNUTRISI
Menurut Depkes RI (2002) mendefinisikan bahwa home
care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif diberikan kepada individu, keluarga, di tempat tinggal
mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan,
memulihkan kesehatan/memaksimalkan kemandirian dan meminimalkan
kecacatan akibat dari penyakit.
Pelayanan keperawatan di rumah merupakan interaksi yang
dilakukan di tempat tinggal keluarga, yang bertujuan untuk meningkatkan
dan mempertahankan kesehatan keluarga dan anggotanya. Dari pengertian
tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa tenaga kesehatanlah yang
bergerak, dalam hal ini mengunjungi klien, bukan klien yang datang ke
tenaga kesehatan. Hampir semua pelayanan kesehatan dapat diberikan
melalui keperawatan di rumah, kecuali dalam keadaan gawat darurat.
Di Indonesia, layanan Home Care (HC) sebenarnya bukan
merupakan hal yang baru, karena merawat pasien di rumah baik yang
dilakukan oleh anggota keluarga yang dilatih dan atau oleh tenaga
keperawatan melalui kunjungan rumah secara perorangan, adalah
merupakan hal biasa sejak dahulu kala.
Pada abad 21 ini, dimana teknologi bidang kesehatan berkembang
pesat mengakibatkan derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat.

~ 15 ~
Hal ini tentu berakibat pada peningkatan usia harapan hidup, menurunnya
angka kematian ibu dan bayi terjadi transisi epidemiologis penyakit.
Seiring dengan itu maka konsep pelayanan kesehatanpun harus
berubah, yang tadinya masyarakat yang mendatangi institusi pelayanan
kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit menjadi pelayanan
kesehatan yang mendatangi masyarakat. Oleh karena itu, paradigma
bahwa rumah sakit adalah tempat paling penting dalampenyembuhan dan
perawatan pasien mulai berubah menjadi perawatan rumah atau home
care.
Program home care adalah pemberian asuhan keperawatan dengan
cara melakukan kunjungan ke rumah balita malnutrisi. Program home care
dilakukan melalui tiga tahapan pendampingan, yaitu fase pendampingan
intensif, fase pendampingan mandiri, dan fase pendampingan penguatan.
Setiap fase dilakukan selama satu bulan. Perawat home caremengajarkan
pada ibu atau pengasuh balita tentang cara pengolahan makanan anak,
perawatan kebersihan anak, dan pengobatan sederhana bagi anak yang
sakit, dengan metode konsultasi. Bagi sasaran dengan gizi tingkat berat
(disertai tanda-tanda klinis marasmus dan kwashiorkor) dengan
komplikasi, perawat berperan sebagai perujuk yang mengantar langsung
sasaran tersebut ke puskesmas atau rumah sakit. Semua aktivitas
keperawatan didokumentasikan dalam logbook.

~ 16 ~
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Usia dibawah lima tahun atau balita merupakan usia penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini anak masih
rawan dengan gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Salah
satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang anak adalah
keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa balita sangatlah pesat,
sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dari pada orang
dewasa.
B. SARAN
Perlu adanya evaluasi dari departemen ksehatan untuk lebih
memperhatikan lagi kasus malnutrisi yang terjadi di masyarakat. Kami
mengharapkan program-progran terpadu tetap di laksanakan secara terus
menerus untuk bisa menanggulangi kasus malnutrisi

~ 17 ~
DAFTAR PUSTAKA

1. BAPPENAS/Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana


Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta: Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional; 2011
2. Home care system di ambil pada 4 Maret 2018 dari
http://diponegoronursesassociation.blogspot.co.id/2008/05/home-care-
agency-prespektik-sistem.html
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011
4. Upaya peningkatan status gizi balita di ambil pada 4 maret 2018 dari
https://www.researchgate.net/publication/304468080_Upaya_Peningkatan
_Status_Gizi_Balita_Malnutrisi_Akut_Berat_Melalui_Program_Home_Ca
re

~ 18 ~

Anda mungkin juga menyukai