Invigorasi Benih
Invigorasi Benih
Invigorasi Benih
Kelas : 01 (Rabu/10.00-11.40)
Asisten : 1. Ulfa Mahera
2. Utary Mayang Vagita
INVIGORASI BENIH
Oleh :
NAMA : Jilan Vida Rana Nasution
NIM : 1705101050005
Kelompok : 04
Hal yang berbeda ditunjukkan pada jumlah daun pada umur 2 MST, dimana tidak
ada pengaruh yang nyata yang disebabkan oleh varietas dan perlakuan invigorasi, baik
secara tunggal maupun interaksinya. Rata-rata jumlah daun varietas Wilis dan Grobogan
pada umur 2 MST masing-masing 1,9 daun/tanaman. Pengamatan terhadap variabel tinggi
tanaman dan jumlah daun pada umur 4 MST menunjukkan adanya pengaruh nyata yang
disebabkan oleh perlakuan invigorasi. Tanaman tertinggi dihasilkan oleh benih dengan
perlakuan matricondioning plus inokulan (17,37 cm), lebih tinggi dibanding kontrol (16,1
cm). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh jumlah daun pada umur 4 MST. Perlakuan
invigorasi dengan matricondioning plus inokulan (4,9) menghasilkan tanaman dengan
jumlah daun umur 4 MST lebih banyak dibanding kontrol (4,2).
Hasil analisis ragam terhadap variabel komponen hasil menunjukkan adanya
pengaruh yang sangat nyata yang disebabkan oleh varietas pada seluruh variabel yang
diamati. Pengaruh nyata yang disebabkan oleh perlakuan invigorasi dijumpai pada jumlah
polong isi, bobot biji per tanaman, dan potensi hasil. Sementara itu, perlakuan invigorasi
tidak menyebabkan pengaruh nyata terhadap bobot 1.000 butir. Pengaruh perlakuan
invigorasi terhadap bobot biji per tanaman, bobot biji per petak, bobot 1.000 butir, dan
potensi hasil disajikan pada Tabel 4.
Bobot biji per tanaman varietas Grobogan (4,39 g) lebih tinggi dibanding varietas
Wilis (3,16 g). Perlakuan benih dengan matriconditioning plus inokulan (M5) mampu
meningkatkan bobot biji per tanaman dibandingkan dengan kontrol (M1), perlakuan benih
dengan inokulan tanah (M2), dan perlakuan benih dengan matriconditioning (M4) masing-
masing 14,1%, 15,0% dan 14,6%. Varietas Grobogan memiliki bobot biji per petak lebih
tinggi dibanding varietas Wilis. Hal ini sesuai dengan deskripsi kedua varietas, dimana
varietas Grobogan memiliki potensi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
Wilis. Pada Tabel 4 terlihat perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning plus
(M5) mampu meningkatkan bobot biji per petak 32,0% lebih tinggi dibandingkan kontrol
(M1) dan 34,4% dibanding dengan perlakuan invigorasi menggunakan inokulan tanah
(M2). Bobot biji per petak pada perlakuan invigorasi dengan matriconditioning plus
inokulan (M5) adalah 373,6 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan benih menggunakan
inokulan komersial (M3) dan perlakuan benih menggunakan matriconditioning (M4),
namun cenderung lebih tinggi. Bobot biji per petak ditentukan oleh bobot biji per tanaman,
daya tumbuh tanaman dan populasi tanaman per petak. Analisis menunjukkan adanya
korelasi yang nyata antara bobot per petak dengan bobot per tanaman dan daya tumbuh
tanaman dengan koefisien korelasi masing-masing 0,333 dan 0,496.
Rata-rata potensi hasil varietas Grobogan dan Wilis pada penelitian masing-masing
1,41 t dan 1,01 ton/ha. Kondisi curah hujan yang tinggi, tanah yang lembab, dan gulma
yang sulit dikendalikan diduga menjadi salah satu penyebab pertanaman kedelai tidak
mampu berproduksi optimal. Perlakuan invigorasi dengan matriconditioning plus inokulan
(M5) mampu meningkatkan hasil biji kedelai 16,2% atau meningkat 0,19 t/ha dibanding
kontrol.
Mutu Benih Kedelai yang Dihasilkan
Benih kedelai hasil panen dikeringkan di bawah sinar matahari hingga mencapai
kadar air ±11%. Analisis terhadap viabilitas dan vigor benih menunjukkan tidak adanya
pengaruh yang nyata terhadap semua variabel mutu benih yang disebabkan oleh perlakuan
invigorasi sebelumnya, varietas, maupun interaksinya. Hal ini menunjukkan perlakuan
invigorasi dan varietas hanya berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih,
pertumbuhan tanaman, dan hasil, tetapi tidak berpengaruh terhadap mutu benih. Hal serupa
dilaporkan oleh Ilyas et al. (2003) dimana perlakuan benih awal tidak mempengaruhi
mutu benih yang dihasilkan. Berbeda dengan hasil penelitian Faisal (2005) dimana
matriconditioning plus Bradyrhizobium lipoferum dan Azotobacter japonicum
meningkatkan daya berkecambah dan indeks vigor benih berturut-turut 2,8% dan 9,5%
disbanding kontrol.
Perlakuan invigorasi sebelumnya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh benih. Daya berkecambah benih
berkisar antara 84–90% dengan rata-rata untuk varietas Wilis dan Grobogan 86,2% (Tabel
5). Tingginya curah hujan selama periode panen menyebabkan benih sulit dikeringkan dan
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama sehingga mempengaruhi mutu benih. Indeks
vigor benih pada varietas Wilis dan Grobogan masing-masing 75% dan 74%. Nilai indeks
vigor benih selalu lebih rendah dibandingkan daya berkecambah benih tetapi cenderung
mendekati pertumbuhan bibit di lapang. Miguel dan Filho (2002) melaporkan bahwa pada
benih jagung perhitungan pertama pada pengujian perkecambahan dapat menunjukkan
keragaan pertumbuhan bibit di lapang (seedling emergence).
Berdasarkan kesimpulan bahwa:
1. Perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dan matriconditioning plus
inokulan dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih yang ditunjukkan oleh nilai daya
berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan daya tumbuh.
2. Perlakuan invigorasi terbaik dijumpai pada matriconditioning plus inokulan karena
dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih sekaligus meningkatkan pertumbuhan
tanaman dan hasil benih kedelai.
3. Penggunaan tanah sebagai inokulan yang diintegrasikan sebagai perlakuan invigorasi
dapat menurunkan viabilitas dan vigor benih
4. Perlakuan invigorasi tidak mempengaruhi mutu hasil benih.
BAB III. KESIMPULAN
3.1. Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah invigorasi benih ini yaitu:
1. Invigorasi merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan vigor benih yang telah
mengalami deteriorasi atau kemunduran.
2. Invigorasi benih dapat dilakukan dengan cara perendaman benih dalam air, priming
dengan berbagai macam larutan dan penggunaan matrikonditioning.
3. Salah satu perlakuan invigorasi benih yang telah terbukti efektif adalah
matriconditioning dan matriconditioning plus.
4. Keberhasilan perlakuan priming pada benih dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks
dari berbagai faktor, seperti spesies tanaman, potensial air dari bahan priming, lama waktu
priming, suhu udara dan suhu media tanam serta vigor benih.
5. Selain melakukan invigorasi menggunakan larutan kimia, invigorasi dapat dilakukan
dengan menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL).
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Rina. 2016. Invigorasi dan tingkat populasi untuk peningkatan produksi dan
mutu benih kacang bambara(Vigna subterrranea L. Verdc.) aksesi Sumedang dan
Tasikmalaya. Skripsi. Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian
Intstitut Pertanian Bogor, Bogor.
Ali, H. H., et all. 2011. Methods to Break Seed Dormancy of Rhynchosia Capitata, a
Summer Annual Weed Agricultural Research, 71(3): 483-487.
Andreoli C, Khan AA. 1999. Matriconditioning integrated with giberelic acid to hasten
seed germination and improve stand establishment of pepper and tomato. Pesq.
Agropec. Bras., Brasilia. 34(10): 1953−1958.
Astriani D, Dinanto W. 2008. Kualitas benih kedelai pada penyimpanan selama tiga bulan
dalam berbagai kadar air dan wadah. Di dalam : Prosiding Seminar Nasional dan
Workshop Perbenihan dan Kelembagaan;Yogyakarta, 10–11 November 2008.
Yogyakarta : Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta. Hlm. III-81 – III-90.
Basra, S.M.A., M. Farooq and A. Khaliq, 2003. Comparative study of presowing seed
enhancement treatments in indica rice (Oryza sativa L.). Pakistan Journal of Life
Soc. Sci., 1: 5–9.
Basu, R.N. and A.B. Rudrapal, 1982. Post harvest seed physiology and seed invigoration
treatments. Proccedings of the Indian Statistical Institute Golden Jubilee Interna-
tional Conference on Frontiers of Research in Agriculture. Calcuta, India.
Bradford K.J. 1984. Seed priming: techniques to speed seed germination. Proc. Oregon
Hort. Soc. 25: 227 - 233.
Harris, D., A. Rashid, P.A. Hollington, L. Jasi, and C. Riches. 2004. Prospects of
improving maize yields with "on-farm seed priming". p. 180–185. In N.P.
Rajbhandari, J.J. Ranson, K. Adhikari, and A.F.E. Palmer (ed.) Sustainable maize
production systems for Nepal. NARC and CIMMYT, Kathmandu, Nepal.
Heydecker, W., J. Higgins, and R.L. Gulliver. 1973. Accelerated germination by osmotic
seed treatment. Nature. 246: 42–46.
Ilyas S, Hasan A, Siregar UJ and Sudarsono. 2000. Matriconditioning improve yard-long
bean seed quality. Third International Crop Science Congress, Hamburg, 17–22
August 2000.
Ilyas S, Sutariati GA, Suwarno FC and Sudarsono. 2002. Matriconditioning improve hot
pepper seed quality. Seed Technology. 24 (1) : 65–75.
Ilyas S. 2006. Seed treatment using matriconditioning to improve vegetable seed quality.
Bul. Agron. 34 (2): 124–132.
Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. IPB Press.
Bogor. 138 hal.
Ilyas, S. and W. Suartini. 1997. Improving seed quality, seedling growth, and yield of
yard-long bean (Vigna unguiculata (L.) Walp.) by seed conditioning and giberelic
acid treatment. P. 292-301. In: A.G. Taylor and Xue-Lin Huang (eds) Progress in
Seed Research: Proceeding of The Second International Conference on Seed
Science and Technology, Guangzhou, China, 1997.
Khan AA, Miura H, Prusinski J and Ilyas S. 1990. Matriconditioning of seed to improve
emergence. Proceedings of The Symposium on Stand Establishment of
Horticultutal Crop. Minneapolis, 4–6 April 1990. Minneapolis, USA.
Khan, A.A., 1992. Preplant physiological seed conditioning. Hort. Rev. 14: 131-181.
Khan, A.A., J.D. Maguire, G.S. Abawi dan S. Illas, 1992. Matriconditioning of vegetable
seed to improve stand establishment in early field planting. J. Amer. Soc. Hort. Sci.
117: 41–7.
Kubik, K.K., J.A. Eastin, J.D. Eastin and K.M. Eskridge, 1989. Solid matrix priming of
tomato and pepper. Proc. Intl. Conf. Stand Establishment for Hort. Crops, p. 86.
Kulkarni, G.N., and M.R. Eshanna. 1988. Effect of pre-soaking of corn seed on seed
quality. Seed Res. 16:37–40.
Miguel MVC, Filho JM. 2002. Potassium leakage and maize seed physiological potential.
Scientia Agricola 59(2): 315-319.
Murray, A.G, and D.O. Wilson Jr. 1987. Priming on Seed for Improved Vigor. Bull.Agric.
Exp. Station. University of Idaho:677: 55 – 77.
Nurmauli N. dan Nurmiaty Y. 2010. Pengaruh hidrasi dehidrasi dan dosis NPK pada
viabilitas benih kedelai. J. Agritropika 15(1): 1-8.
Parera, C.A., and D.J. Cantliffe. 1994. Presowing seed priming. Hortic. Rev. 16: 109–141.
Rudrapal, D., and S. Nakamura, 1988. The effect of hydration- dehydration pretreatment
on egg plant and radish seed viability and vigour. Seed Sci. Technol. 16: 123–30.
Shalahuddin, A dan S. Ilyas. 1994. Studi conditioning pada benih kacang panjang (Vigna
sinensis (L.) Savi ex Hask). Keluarga Benih. (2): 1-8.
Suhartiningsih, 2003. Peningkatan mutu benih dan pertumbuhan tanaman kedelai kedelai
(Glycine max (L.) Merr) dengan matriconditioning yang diintergrasikan dengan
inokulan mikroba. [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
SOAL RESPON:
1. Sebutkan judul dan tujuan praktikum hari ini!
Jawab: Invigorasi Benih
3. Tuliskan rumus tekanan osmotik larutan menurut boyle dan keenan et al. beserta
keterangannya!
Jawab:
(m/BM ) RT
P=
V
Keterangan:
P = Tekanan osmotik larutan (Bar)
m = Massa KNO3 (g)
BM = Berat molekul KNO3 (g mol-1)
R = 0,0821 (konstanta)
T = Suhu mutlak (oK = Kelvin)
V = Volume (V)
4. Sebutkan larutan apa saja yang bisa digunakan untuk teknik invigorasi benih!
Jawab: Larutan KNO3 dan PEG