Dodi Agus Prabowo 1770201184
Dodi Agus Prabowo 1770201184
Dodi Agus Prabowo 1770201184
Disusun Oleh :
JURUSAN ADVERTISING
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2020
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN ii
A. Latar Belakang iii
B. Rumusan Masalah iii
C. Tujuan iii
D. Manfaat iii
BAB II PEMBAHASAN 1
A. PENGERTIAN NEGOSIASI 1
B. TAHAPAN NEGOSIASI 3
C. STRATEGI DALAM NEGOSIASI 7
BAB III KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA
i
NEGOSIASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ii
Setiap orang bisa menjadi negosiator yang baik, walaupun tidak bisa dihindari
bahwa adanya anggapan faktor bakat pada individu tertentu. Materi yang
digunakan menuju negosiator yang baik adalah komunikasi, atau yang lebih
populer lagi yaitu komunikasi efektif.
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian negosiasi,
tahapan-tahapan dalam negosiasi, strategi yang dibutuhkan dalam bernegosiasi,
serta bias kognitif dalam negosiasi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Bagi Pembaca:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca mengenai pengertian
negosiasi
2. Menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai tahapan-tahapan dalam
bernegosiasi
3. Menambah pengetahuan bagi pembaca terhadap strategi dalam negosiasi
4. Menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai bias kognitif dalam
negosiasi
D. Manfaat
iii
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN NEGOSIASI
Lewiki dkk (dalam Hargie, 2011) memberi penekanan lebih pada manfaat
negosiasi. Menurutnya negosiasi bukanlah hal yang biasa saja, namun sangat
penting untuk hidup yang efektif dan memuaskan hidup.
Pada intinya negosiasi menjunjung prinsip win-win solution, akan tetapi saat
ini negosiasi mengalami pergeseran nilai. Pergesaran nilai ini merujuk pada salah
satu pihak yang memenangkan objek yang dinegosiasikan, hanya dikarenakan
kekuatan yang tidak dimiliki pihak-pihak minoritas. Oleh karena itu negosiasi
1
harus selalu diiringi dengan ingatan dan pengaplikasian secara nyata mengenai
etika dan nilai-nilai kebaikan lainnya.
2. Reservation Price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat diterima
sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.
3. ZOPA (Zone of Possible Agreement), yaitu suatu zona atau area yang
memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi.
2
Secara ringkas dapat dirumuskan, bahwa negosiasi adalah suatu proses
perundingan antara para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang
sesuatu permasalahan.
B. TAHAPAN NEGOSIASI
Proses negosiasi bukanlah proses sesaat yang dapat segera diperoleh hasilnya.
Proses negosiasi yang berlangsung dalam sekali episode (one-off episode)
tampaknya jarang terjadi, proses yang umum terjadi suatu proses yang
berlangsung secara kontinu atau terus-menerus hingga tercapai suatu kesepakatan
bagi kedua belah pihak.
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan dapat memberi kontribusi yang vital terhadap hasil sebuah
negosiasi. Pada tahap ini negosiator perlu menetapkan tingkat keuntungan (target)
yang ingin dicapai dalam sebuah negosiasi. Bersamaan dengan itu pula,
negosiator perlu menentukan batas terendah (limit), sebagai lampu merah dalam
proses negosiasi yang akan terjadi. Seorang negosiator yang cakap (skilled
negotiator) tentu akan berusaha untuk mencoba menemukan ambang batas
minimal (limit) capaian pihak lawan, agar memudahkan bagi negosiator dalam
menyusun strategi. Selain itu, juga untuk menghindari terjadi kemacetan
(breakdown) dalam negosiasi.
2. Persiapan (preparation).
Untuk mengetahui capaian minimal (limit) pihak lawan, maka seorang
negosiator perlu mengamati, memantau dan bahkan meneliti lawan negosiator,
dengan cara berupaya sebisa mungkin untuk mengorek informasi tentang lawan
3
negosiator, seperti menerjunkan tim untuk memata-matai, sapotase, bahkan
menyadap. Tindakan tersebut dibutuhkan agar segala informasi yang dibutuhkan
terkait pihak lawan terkumpul seluruhnya dan dapat digunakan untuk
memaksimalkan keuntungan bagi pihak negosiator.
2. Tahap Implementasi
Tahap implementasi merupakan tahapan peranan atau tindakan yang
diperlukan agar mencapai sukses dalam bernegosiasi. Implementasi negosiasi
memiliki beberapa komponen penting, antara lain :
4
Taktik ini menegaskan bahwa anda mau mendengarkan pihak lawan dan
mengetahui apa yang ada di benak mereka, Andalah yang memutuskan
untuk bersikap reaktif (bukan proaktif) siap bekerjasama.
1. Persiapan
Persiapan yang baik merupakan salah satu kunci sukses negosiasi. Tanpa
persiapan yang baik,hasil yang diperoleh dalam bernegosiasi tidak akan
memuaskan kedua belah pihak atau bahkan mengalami kegagalan yang
pada akhirnya menimbulkan kekecewaan bagi kedua belah pihak.
2. Memulai Negosiasi
Bagaimana memulai bernegosiasi? Ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam memulai bernegosiasi,antara lain: memilih waktu yang
tepat, tempat yang tepat, pengaturan tempat duduk yang tepat,
5
menciptakan suasana yang positif dan santai, menetapkan agenda,
meumusakn tawaran/ posisi pembuka, menghadapi konflik, berkomunikasi
secar efektif, meningkatkan ktrampilan mendengarka, peringatan,
menciptakan kesepakatan dengan lebih cepat.
4. Kompromi
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa proses bernegosiasi
melibatkan kedua belah pihak. Kompromi merupakan salah satu upaya
menuju pencapaian kesepakatan kedua belah pihak dalam bernegosiasi.
Dalam upaya menu kompromi, seseorang negosiator rmenyajikan
kerangka dasar atau garis besarnya terlebih dulu, kemudian melangkah
pada perbedaan kedua belah pihak secara lebih spesifik, dan akhirnya
disajikan pernyataan yang bersifat penilaian untuk mendukung posisi
mereka sendiri.
6
C. STRATEGI DALAM NEGOSIASI
7
John Hayer (2002: 230) mengungkapkan bahwa terdapat tiga sifat hirarki
keterampilan bernegosiasi, yakni perilaku (behaviour), taktik, dan strategi. Dan
kaitannya sebagai berikut :
b. Beragam perilaku tersebut di atas, dapat disusun dan rangkai dalam berbagai
pengaturan yang disebut dengan taktik bernegosiasi.
c. Dan strategi merupakan level tertinggi dalam hierarki itu dan mencerminkan
keseluruhan pendekatan dan gaya seorang negosiator.
1. Strategi
Mengacu pada Carnevale dan Pruitt (1992) dalam sebuah tinjauan luas
mengenai negosiasi, disebutkan bahwa ada dua tradisi pemikiran dalam negosiasi,
yakni:
i. Tradisi kognitif (The cognitive tradision), yang berberpendapat bahwa
pendekatan seorang negosiator terhadap pemprosesan informasi (information
processing) yang menentukan keberhasilan hasil (outcome) dari sebuah
negosiasi.
ii. Tradisi motivasi dan strategi (The motivation and strategy tradition),
berpendapat bahwa orientasi motivasi seorang negosiator, berpengaruh pada
pemilihan strategi yang digunakan dan pada gilirannya berpengaruh pada hasil
(outcome) sebuah negosiasi. Fokus penjelasan tentang strategi, pemakalah
akan lebih banyak mengulas point kedua ini.
Pada model dua dimensi konflik perilaku yang dikonsep oleh Thomas (1979), ia
menyediakan dasar untuk sebuah model pilihan pada tradisi motivasi dan strategi,
yakni kerjasama (cooperation), yang merefleksikan konsentrasi negosiator untuk
keuntungan pihak lain dan ketegasan (assertiveness), yang merefleksikan
konsentrasi negosiator untuk keuntungan sepihak.
8
Berikut ini merupakan hubungan antara dua orientasi motaivasi tersebut (kerja
sama dan ketegasan), yang memprediksi strategi yang dipilih oleh negosiator.
Pilihan strategi itu akan menentukan cara mereka berprilaku serta taktik yang akan
mereka adopsi. terdapat lima orientasi motivasi, yakni :
9
Bagan 2. model orientasi motivasi, diadopsi dari Ruble dan Thomas, 1979.
Selain lima faktor orientasi motivasi tersebut di atas, menurut Hayes (2002)
terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi negosiator memilih strategi
negosiasi yakni :
a. Keberlanjutan interaksi (continuity of the interaction), terkadang
negosiasi terjadi hanya dalam sekali peristiwa saja (one-off episode) dan
apa pun yang terjadi antara para pihak tidak memiliki konsekuensi jangka
panjang. Namun, mengakomodasi beberapa tuntutan/ keinginan pihak lain
dalam negosiasi, akan menciptakan rasa utang budi (sense of indebtedness)
yang dapat memberi pengaruh yang menguntungkan sebagai pendekatan
terhadap negosiasi di masa akan datang.
b. Budaya lokal (local culture), budaya menyediakan sebuah konteks dalam
negosiasi, bahwa negosiasi terjadi dalam bingkai kerja (framework)
sebuah institusi budaya dan dipengaruhi oleh norma dan nilai. Menurut
Brett dan kolega (1998), budaya juga merupakan satu di antara beberapa
faktor yang mempengaruhi proses dan hasil negosiasi. Dan pilihan strategi
negosiasi dipengaruhi oleh budaya tersebut.
c. Taruhan (stakes), strategi kompetisi dan kolaborasi memakan waktu dan
energi bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Dengan demikian,
taruhan yang kecil akan menyebabkan pihak lain enggan untuk
menginvestasikan waktu dan energi dalam proses negosiasi dan mereka
lebih cenderung lebih fokus terhadap isu-isu yang lebih penting.
d. Atribusi terhadap maksud pihak lain, terdapat bias yang kuat terhadap
cara seorang negosiator mempersepsikan niat/ maksud dari pihak lain.
Kecenderungan yang terjadi yakni melihat diri negosiator sebagai
kooperatif dan pihak lain sebagai kompetitif. para pihak merespon pihak
lain atas dasar interpretasi mereka terhadap perilaku pihak lain.
Kecenderungan melihat pihak lain sebagai kompetitif, maka akan
meningkatkan bias seorang negosiator untuk melindungi kepentingannya.
10
Untuk itu, strategi kolaborasi perlu digunakan/ diadopsi agar ada tingkat
kepercayaan (level of trust) yang dapat diterima oleh para pihak.
2. Taktik
Taktik merupakan seperangkat perilaku yang disusun dan dirangkai dalam
berbagai cara yang membantu negosiator untuk memperoleh hasil akhir yang
diinginkan. Pemilihan taktik juga sangat dipengaruhi oleh pilihan strategi.
11
John Hayes (2002) dalam bukunya “Interpersonal Skill at Work”,
mengklasifikasikan taktik dalam empat pembahasan yakni menantang
(contending), tidak menantang (non-contending), fleksibel dan kompleks.
a. Menantang (contending)
Yakni suatu taktik bernegosiasi yang didesain untuk membantu seorang
negosiator menekan pihak lain untuk menerima tuntutan negosiator tersebut.
Contoh menggunakan taktik ini yaitu :
i. Mendefenisikan isu
Tujuan dari taktik ini bagi satu pihak yakni memaksakan agendanya
sepihak atas pihak lain, untuk menetapkan isu-isu yang dapat dinegosiasikan.
Perilaku dominan dalam taktik ini yaitu memberikan informasi kepada pihak
lain, dan termasuk menyatakan pentingnya isu-isu tersebut bagi diri atau
pihaknya.
Taktik ini dapat digunakan untuk meyakinkan atau membujuk pihak lain
untuk menyerah, yakni dengan pertimbangan akan biaya atau resiko
melanjutkan negosiasi.
12
Taktik ini didesain untuk meningkatkan keinginan pihak lain agar menyerah
dan termasuk menerapkan perilaku yang menantang.
Pruitt (1981) mengidentifikasi resiko rendah dan tinggi menggunakan taktik ini
dalam strategi kolaborasi, yakni:
b. Taktik resiko rendah (low ris tactic), suatu saat negosiator merasa ragu
apakah pihak lain dapat dipercaya atau tidak, maka negosiator yang
13
menerapkan strategi kolaborasi dapat melakukan tindakan seperti menarik
diri dari proses negosiasti.
c. Fleksibel
Terdapat beberapa taktik yang fleksible yang dapat digunakan untuk
mendukung beberapa stragei seperti kompetisi, kolaborasi, kompromi dan
akomodasi. Contohnya sebagai berikut:
14
rileks demi menghasilkan negosiasi yang produktif, daripada bertemu di
kantor.
d. Kompleks
Berbagai pihak direkomendasikan untuk memodifikasi strategi mereka sebagai
sebuah proses negosiasi. seorang negosiator dapat menyesuaikan dari strategi
kompetisi (menggunakan taktik menantang) kepada strategi kolaborasi
(menggunakan taktik penyelesaian masalah). Carnevale and Pruitt (1992),
memberikan beberapa contoh bagaimana taktik menantang dan tidak menantang
dapat dihubungkan secara bersama-sama, yakni :
1. Tameng arena (arena shielding), termasuk menggunakan beberapa taktik
di situasi yang berbeda. Sebagai contoh, berprilaku menantang di meja
negosiasi (negotiation table) dan menyelesaikan masalah di pertemuan-
pertemuan tidak resmi.
2. Tameng personil (personnel shielding), menerapkan taktik (good guy-
bad guy) yakni satu anggota tim berperan dengan sikap menantang dan di
saat bersamaan anggota tim lainnya bersikap menyelesaikan masalah
(problem-solving approach). Kontradiksi antara dua orang itu dapat
mendorong pihak lain merasa tenang saat negosiator jahat (bad guy) tidak
ada, sehingga pihak lain merasa bahwa negosiasi akan lebih produktif bila
dilakukan bersama dengan negosiator yang baik (good guy) tanpa harus
khawatir akan dieksploitasi oleh negosiator yang baik.
3. Tameng isu (issue shielding), berpendirian teguh untuk melindungi isu-
isu penting dan mengalihkan isu atau perhatian. Sebagai contoh,
negosiator melakukan gerakan pura-pura atau memfokuskan perhatian
pada isu-isu yang tidak penting, sehingga perhatian pihak lain teralihkan
dari isu yang sebenarnya lebih penting.
Hayes (2002) memberi saran tambahan berupa cara yang dapat digunakan
negosiator untuk mengalihkan perhatian pihak lain yakni menciptakan
kesempatan untuk rehat sejenak untuk berpikir.
Menurut Hayes, dinamika dalam proses negosiasi terus berubah dan cukup
sulit untuk mengantisipasi setiap pergerakan lawan, sehingga situasi yang tidak
diharapkan dapat terjadi dan cukup menyulitkan negosiator. maka, perlu
15
menciptakan ruang/ celah untuk berpikir apa yang akan dilakukan selanjutnya.
ruang tersebut dapat diciptakan dengan beberapa cara :
a. Meminta waktu istirahat (recess), tindakan ini bertujuan untuk
berkonsultasi dengan tim yang ada.
b. Mengajukan pertanyaan yang tidak relevan, ketika pihak lain sedang
memberi jawaban, maka negosiator dapat memanfaatkan celah untuk
berpikir.
3. Perilaku (behaviour)
Perilaku merupakan komponen utama dalam keahlian bernegosiasi, karena
perilaku akan disusun dan dibentuk berdasarkan taktik dan strategi negosiasi.
Menurut Hayes (2002) bentuk-bentuk perilaku dalam negosiasi sebagai berikut :
a. Mengirim informasi kepada pihak lain (information sending)
b. Pencarian informasi mengenai lawan (information seeking)
c. Argumentasi (argumentation)
d. Mencari pemenuhan (compliance seeking)
e. Menghasilkan ide (ide generating)
f. Penawaran (biding)
g. Menghasilkan (yielding)
h. Menerapkan sanksi (sanctioning)
Saner (2012) memberikan uraian yang berbeda mengenai ragam perilaku dalam
proses negosiasi, yakni :
a. Menjengkelkan (irritator).
Teknik ini biasa sering digunakan negosiator yang kurang pengalaman (less
experienced), negosiator sering memilih interupsi di tengah proses negosiasi
daripada mendengarkan gagasan orang lain.
16
BAB III
KESIMPULAN
17
menghalangi proses negosiasi dengan hasil yang kurang optimal. Untuk itu,
diperlukan cara mengatasi bias kognitif yang terjadi dalam negosiasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Brett, J. M., Adair, W., Lempereur, A., Okumura, T., Shikhirev, P., Tinsley, C.,
and A. Lytle. (1998). Culture and joint gains in negotiation. Negotiation
Journal, 61–86.
Carnevale, P.J. and Pruitt, D.G. (1992). Negotiation and mediation. Annual
Review of Psychology 43: 531–582.
http://blog.ub.ac.id/adeyr/2013/01/25/negosiasi-kognisi-emosi-persepsi/
http://marianajanuarta.blogspot.com/2014/05/negoisasi-yang-berhasil.html
http://www.galeripustaka.com/2013/03/pengertian-tujuan-dan-manfaat-
negosiasi.html
http://astrianjanyrayki.blogspot.com/2014/04/pengertian-tujuan-manfaat-dan-
hambatan.html
http://apakabar.weebly.com/negosiasi.html