Dodi Agus Prabowo 1770201184

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

NEGOSIASI

Mata Kuliah Presentasi dan Negosiasi

Dosen: Edi Mulyadi, M.Ikom

Disusun Oleh :

Dodi Agus Prabowo


1770201184

JURUSAN ADVERTISING
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2020
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN ii
A. Latar Belakang iii
B. Rumusan Masalah iii
C. Tujuan iii
D. Manfaat iii
BAB II PEMBAHASAN 1
A. PENGERTIAN NEGOSIASI 1
B. TAHAPAN NEGOSIASI 3
C. STRATEGI DALAM NEGOSIASI 7
BAB III KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA

i
NEGOSIASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negosiasi merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengkomunikasikan


keinginan kita terhadap pihak lain. Negosiasi digunakan untuk menjembatani dua
kepentingan yang berbeda, misalnya antara penjual dan pembeli. Oleh karena itu,
agar terjadi suatu kesepakatan di antara kedua belah pihak, diperlukan negosiasi.
Dalam setiap proses negosiasi, selalu ada dua belah pihak yang berlawanan
atau berbeda sudut pandangnya. Agar dapat menemukan titik temu atau
kesepakatan, kedua belah pihak perlu bernegosiasi. Maka, kepiawaian dalam
bernegosiasi mutlak dibutuhkan, sehingga negosiasi membuahkan kesepakatan
yang diiginkan bersama.
Negosiasi  memerlukan strategi dan taktik, karena pada dasarnya semua orang
tidak mau kalah, semua orang tidak mau dipaksa  dan ditindas. Oleh sebab itu,
pilihan yang paling baik adalah bagaimana negosiasi dapat tercapai untuk
menguntungkan kedua belah pihak. Negosiasi adalah seni  dan keterampilan 
dalam mengolah perkataan, data pendukung serta informasi yang tepat, sehingga
dapat menghasilkan kesepakatan yang terbaik dan dapat diterima oleh kedua
pihak untuk dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan, baik untuk kepentingan
pribadi maupun kelompok.
Negosiator yang handal (skilled negotiator) akan tahu bagaimana menanggapi
situasi yang terjadi ketika perbedaan pandangan harus diselesaikan, termasuk di
dalamnya konflik. Menganggap remeh suatu situasi dalam negosiasi akan
menimbulkan posisi kritis yang bisa menuju pemenuhan tuntutan dan akhirnya
menyerah.
Dengan kata  lain  bahwa  negosiasi merupakan suatu  proses yang  dilakukan
oleh dua pihak/kelompok  atau  lebih  dengan cara berunding  untuk  mencapai
persetujuan yang sesuai dengan karakteristik tertentu melalui beberapa tahapan
yang saling bertentangan  satu sama lain.

ii
Setiap orang bisa menjadi negosiator yang baik, walaupun tidak bisa dihindari
bahwa adanya anggapan faktor bakat pada individu tertentu. Materi yang
digunakan menuju negosiator yang baik adalah komunikasi, atau yang lebih
populer lagi yaitu komunikasi efektif.
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian negosiasi,
tahapan-tahapan dalam negosiasi, strategi yang dibutuhkan dalam bernegosiasi,
serta bias kognitif dalam negosiasi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan negosiasi?


2. Bagaimana tahapan negosiasi?
3. Bagaimana strategi dalam negosiasi?
4. Bagaimana bias kognitif dalam negosiasi?

C. Tujuan

Bagi Pembaca:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca mengenai pengertian
negosiasi
2. Menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai tahapan-tahapan dalam
bernegosiasi
3. Menambah pengetahuan bagi pembaca terhadap strategi dalam negosiasi
4. Menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai bias kognitif dalam
negosiasi

D. Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap


semua pihak dalam menambah informasi bernegosiasi melalui pengertian,
tahapan, strategi, dan bias kognitf dalam negosiasi.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN NEGOSIASI

Menurut Hartman, pengertian negosiasi dapat berbeda-beda tergantung dari


sudut pandang siapa yang terlibat dalam suatu negosiasi. Dalam hal ini, ada dua
pihak yang berkepentingan dalam bernegosiasi yaitu pembeli dan penjual. Lebih
jelasnya bahwa negosiasi merupakan suatu proses komunikasi antara dua pihak,
yang masing-masing mempunyai tujuan dan sudut pandang mereka sendiri, yang
berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak mengenai
masalah yang sama.

Adapun negosiasi menurut Hayes (2002) adalah sebuah proses menghasilkan


keputusan bersama, dimana orang-orang dengan tujuan/ keinginan yang berbeda
berinteraksi dengan tujuan untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan tersebut.

Salah satu tujuan orang bernegosiasi adalah menemukan suatu keputusan


atau kesepakatan kedua belah pihak secara adil  dan dapat memenuhi harapan atau
keinginan kedua belah pihak tersebut.

Negosiasi yang baik dan efektif adalah negosiasi yang didasarkan pada


data fakta yang akurat dan faktual, sehingga setiap argumen dan kehendaknya
tidak terlepas dari fakta yang ada. Di samping itu juga harus ditopang dengan
negosiator yang handal dan professional, yang memahami tujuan negosiasi
dilakukan dan mempunyai daya kemampuan optimal dalam menemukan solusi
terhadap masalah yang dihadapi dan terhindar dari kemungkinan dead lock. 

Lewiki dkk (dalam Hargie, 2011) memberi penekanan lebih pada manfaat
negosiasi. Menurutnya negosiasi bukanlah hal yang biasa saja, namun sangat
penting untuk hidup yang efektif dan memuaskan hidup.

Pada intinya negosiasi menjunjung prinsip win-win solution, akan tetapi saat
ini negosiasi mengalami pergeseran nilai. Pergesaran nilai ini merujuk pada salah
satu pihak yang memenangkan objek yang dinegosiasikan, hanya dikarenakan
kekuatan yang tidak dimiliki pihak-pihak minoritas. Oleh karena itu negosiasi

1
harus selalu diiringi dengan ingatan dan pengaplikasian secara nyata mengenai
etika dan nilai-nilai kebaikan lainnya.

Hayes (2002) menyebutkan penyerderhanaan model negosiasi dapat


digambarkan sebagai :
a. Target, ketika orang-orang mulai bernegosiasi, maka umumnya memiliki
beberapa ide mengenai level keuntungan (pada bisnis) atau tujuan yang mereka
harapkan dapat tercapai.
b. Limit, pada sisi lain mereka juga memiliki ide tentang tingkat keuntungan
paling rendah atau batas terendah capaian yang menjadi patokan minimal agar
kesepakatan negosiasi dapat diterima. Penyelesaian hanya dapat dicapai ketika
ambang batas minimal capaian (limit) dari tiap-tiap pihak yang dibawa ke proses
negosiasi bertepatan atau cocok satu dengan lainnya.

Menurut Marjorie Corman Aaron dan Roobert.H Mnookin (1995), ketika


melakukan negosiasi, seorang perunding yang baik harus membangun kerangka
dasar yang penting tentang negosiasi yang akan dilakukannya agar dapat berhasil
menjalankan tugasnya tersebut. Kerangka dasar yang dimaksud antara lain:
Apakah alternatif terbaik untuk menerima atau menolak kesepakatan dalam
negosiasi? Berapa besar nilai atau penawaran minimum yang akan dapat diterima
sebagai sebuah kesepakatan? Seberapa lentur proses negosiasi akan dilakukan dan
seberapa akurat pertukaran yang ingin dilakukan? Untuk membangun kerangka
dasar tersebut di atas, ada 3 konsep penting yang harus dipahami oleh seorang
negosiator, yaitu:

1. BATNA ( Best Alternative to a Negotiated Agreement) , yaitu langkah-


langkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang negosiator
bila negosiasi tidak mencapai kesepakatan.

2. Reservation Price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat diterima
sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.

3. ZOPA (Zone of Possible Agreement), yaitu suatu zona atau area yang
memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi.

2
Secara ringkas dapat dirumuskan, bahwa negosiasi adalah suatu proses
perundingan antara para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang
sesuatu permasalahan.

B. TAHAPAN NEGOSIASI

Proses negosiasi bukanlah proses sesaat yang dapat segera diperoleh hasilnya.
Proses negosiasi yang berlangsung dalam sekali episode (one-off episode)
tampaknya jarang terjadi, proses yang umum terjadi suatu proses yang
berlangsung secara kontinu atau terus-menerus hingga tercapai suatu kesepakatan
bagi kedua belah pihak.

Masing-masing pihak tentu mengharapkan proses negosiasi terjadi dengan


efektif. Untuk itu sebelum melakukan negosiasi harus dilakukan persiapan yang
matang dan terencana terlebih dahulu. John Hayes (2002) membagi tahapan
negosiasi menjadi tiga proses yakni perencanaan, persiapan, dan tahap negosiasi
(negotiation table).

1. Perencanaan (planning)
Perencanaan dapat memberi kontribusi yang vital terhadap hasil sebuah
negosiasi. Pada tahap ini negosiator perlu menetapkan tingkat keuntungan (target)
yang ingin dicapai dalam sebuah negosiasi. Bersamaan dengan itu pula,
negosiator perlu menentukan batas terendah (limit), sebagai lampu merah dalam
proses negosiasi yang akan terjadi. Seorang negosiator yang cakap (skilled
negotiator) tentu akan berusaha untuk mencoba menemukan ambang batas
minimal (limit) capaian pihak lawan, agar memudahkan bagi negosiator dalam
menyusun strategi. Selain itu, juga untuk menghindari terjadi kemacetan
(breakdown) dalam negosiasi.

2. Persiapan (preparation).
Untuk mengetahui capaian minimal (limit) pihak lawan, maka seorang
negosiator perlu mengamati, memantau dan bahkan meneliti lawan negosiator,
dengan cara berupaya sebisa mungkin untuk mengorek informasi tentang lawan

3
negosiator, seperti menerjunkan tim untuk memata-matai, sapotase, bahkan
menyadap. Tindakan tersebut dibutuhkan agar segala informasi yang dibutuhkan
terkait pihak lawan terkumpul seluruhnya dan dapat digunakan untuk
memaksimalkan keuntungan bagi pihak negosiator.

3. Tahap implementasi (negotiation table).


Tahap ini merupakan saat proses interaksi antara negosiator dan pihak lawan
berlangsung dan hasilnya sangat ditentukan dari strategi dan taktik dari kedua
belah pihak.

Casse juga memiliki pandangan mengenai tahapan penting dalam


bernegosiasi, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan negosiasi membutuhkan tiga tugas utama, yaitu
merencanakan sasaran negosiasi dan memperjelas proses negosiasi. Sasaran
negosiasi adalah hasil yang diharapkan dalam bernegosiasi. Hal ini merupakan
salah satu alasan utama mengapa seseorang bernegosiasi. Penentuan sasaran
sangatlah penting sebagai arahan atau petunjuk dalam bernegosiasi.

Strategi negosiasi yang merupakan cara untuk mencapai tujuan bernegosiasi.


Untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak memang diperlukan strategi yang
tepat. Proses negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar yang diharapkan
mampu menghasilkan suatu kesepakatan dikedua belah pihak yang saling
menguntungkan

2. Tahap Implementasi
Tahap implementasi merupakan tahapan peranan atau tindakan yang
diperlukan agar mencapai sukses dalam bernegosiasi. Implementasi negosiasi
memiliki beberapa komponen penting, antara lain :

a) Taktik cara anda


Adalah bahwa anda tahu tujuan yang ingin dicapai, anda bersikeras dan
memaksa pihak lawan agar percaya bahwalah anda yang benar dan anda
terus menekan.

b) Taktik bekerja sama

4
Taktik ini menegaskan bahwa anda mau mendengarkan pihak lawan dan
mengetahui apa yang ada di benak mereka, Andalah yang memutuskan
untuk bersikap reaktif (bukan proaktif) siap bekerjasama.

c) Taktik tidak bertindak apa-apa


Taktik ini merupakan sikap keras kepala dalam bernegosiasi.

d) Taktik melangkah ke tujuan lain


Taktik ini menuntut Andalah yang harus aktif menggeser suatu persoalan
ke persoalan lain.

3. Tahap Peninjauan Negosiasi


Tahap ini merupakan tahapan setelah berlangsungnya suatu proses
negosiasi. Ada beberapa alasan penting mengapa tahap peninjauan negosiasi perlu
dilakukan, antara lain:
 Untuk memeriksa apakah Anda sudah mencapai tujuan anda
 Jika tidak, maka hal itu dapat menjadi pelajaran sekaligus pengalaman yang
sangat berharga bagi seorang negosiator
 Jika ya, maka pastikan apa yang sudah Anda lakukan dengan baik dan
bangunlah kesuksesan anda.

Keberhasilan atau kesuksesan dalam bernegosiasi dapat ditentukan oleh


berbagai faktor penting, diantaranya adalah keterampilan seseorang negosiator
dalam bernegosiasi dengan pihak lawan negosiasi. Menurut Hartman,ada
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam ketrampilan bernegosiasi
(negotiation skills) antara lain.

1. Persiapan
Persiapan yang baik merupakan salah satu kunci sukses negosiasi. Tanpa
persiapan yang baik,hasil yang diperoleh dalam bernegosiasi tidak akan
memuaskan kedua belah pihak atau bahkan mengalami kegagalan yang
pada akhirnya menimbulkan kekecewaan bagi kedua belah pihak.

2. Memulai Negosiasi
Bagaimana memulai bernegosiasi? Ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam memulai bernegosiasi,antara lain: memilih waktu yang
tepat, tempat yang tepat, pengaturan tempat duduk yang tepat,

5
menciptakan suasana yang positif dan santai, menetapkan agenda,
meumusakn tawaran/ posisi pembuka, menghadapi konflik, berkomunikasi
secar efektif, meningkatkan ktrampilan mendengarka, peringatan,
menciptakan kesepakatan dengan lebih cepat.

3. Strategi dan taknik


Menurut kamus Webster, strategi dapat mendefinisikan sebagai rencana
atau metode yang teliti atau tipu daya cerdik. Sedangkan yang dimaksud
dengan taktik lebih mengacu pada setiap metode yng digunakan untuk
mencapai tujuan,yaitu mencapai kesepakatan dalam bernegosiasi. Baik
strategi maupun taktik menuntut ketrampilan khusus dalam bernegosiasi.
Negosiasi yang sukses bukan saja hasil dari perencanaan atau persiapan
yang baik, tetapi juga implementsi yang baik dari sebuah negosiasi.

4. Kompromi
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa proses bernegosiasi
melibatkan kedua belah pihak. Kompromi merupakan salah satu upaya
menuju pencapaian kesepakatan kedua belah pihak dalam bernegosiasi.
Dalam upaya menu kompromi, seseorang negosiator rmenyajikan
kerangka dasar atau garis besarnya terlebih dulu, kemudian melangkah
pada perbedaan kedua belah pihak secara lebih spesifik, dan akhirnya
disajikan pernyataan yang bersifat penilaian untuk mendukung posisi
mereka sendiri.

5. Menghindari kesalahan taktis


Bagaimana seorang negosiator harus menghindari kesalahan taktis? Agar
negosiasi sukses, berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dihindari
dalam melakukan negosiasi, antara lain: mengajukan permintaan awal
yang tidak logis (permintaan tinggi untuk penjual dan permintaan rendah
untuk pembeli), membuat konsesi bebas, memulai tanpa daftar penawaran,
melakukan negosiasi terlalu cepat,bernegosiasi saat terkejut,menghargai
tawaran yang tidak masuk akal, takut diam, marah, tidak menuliskan hasil
negosiasi, bernegosiasi pada saat lelah, mengecewakan bos Anda, dan
memaksakan bernegosiasi.

6
C. STRATEGI DALAM NEGOSIASI

Strategi, taktik dan perilaku dalam bernegosiasi


Agar proses negosiasi berjalan sesuai yang diharapkan, maka hasil yang akan
dicapai sangat bergantung pada strategi dan taktik yang digunakan dalam proses
negosiasi. Keahlian seorang negosiator sangat dibutuhkan dalam menyusun
strategi yang jitu, dan mampu membaca situasi yang berkembang selama proses
negosiasi berlangsung.

Saner (2012) memberi benang merah perbedaan strategi dan taktik.


Menurutnya strategi merupakan keseluruhan garis pedoman dalam negosiasi, yang
mengindikasikan arah yang kita butuhkan dalam negosiasi mulai dari keinginan
(interest) hingga kebutuhan untuk mewujudkan keinginan itu (objective). Adapun
taktik, selalu mengikuti setelah strategi, menyempurnakan strategi dengan garis
aksi yang kongkrit. Bila strategi adalah pikiran, maka taktik adalah formulasi
untuk mewujudkan pikiran tersebut.

Taktik tidak berorientasi langsung pada tujuan (objective), melainkan


berorientasi pada strategi. Berikut ini merupakan skema konteks trategi dalam
negosiasi :

Bagan 1. Strategy context of negotiation. Sumber dari Raymond Saner (2012).

7
John Hayer (2002: 230) mengungkapkan bahwa terdapat tiga sifat hirarki
keterampilan bernegosiasi, yakni perilaku (behaviour), taktik, dan strategi. Dan
kaitannya sebagai berikut :

a. Perilaku merupakan komponen utama dalam keahlian bernegosiasi, karena


perilaku dapat disusun dan dibentuk berdasarkan taktik dan strategi negosiasi.
Ragam perilaku itu di antaranya yakni mengirim informasi, mencari informasi
dan beragumentasi.

b. Beragam perilaku tersebut di atas, dapat disusun dan rangkai dalam berbagai
pengaturan yang disebut dengan taktik bernegosiasi.
c. Dan strategi merupakan level tertinggi dalam hierarki itu dan mencerminkan
keseluruhan pendekatan dan gaya seorang negosiator.

1. Strategi
Mengacu pada Carnevale dan Pruitt (1992) dalam sebuah tinjauan luas
mengenai negosiasi, disebutkan bahwa ada dua tradisi pemikiran dalam negosiasi,
yakni:
i. Tradisi kognitif (The cognitive tradision), yang berberpendapat bahwa
pendekatan seorang negosiator terhadap pemprosesan informasi (information
processing) yang menentukan keberhasilan hasil (outcome) dari sebuah
negosiasi.

ii. Tradisi motivasi dan strategi (The motivation and strategy tradition),
berpendapat bahwa orientasi motivasi seorang negosiator, berpengaruh pada
pemilihan strategi yang digunakan dan pada gilirannya berpengaruh pada hasil
(outcome) sebuah negosiasi. Fokus penjelasan tentang strategi, pemakalah
akan lebih banyak mengulas point kedua ini.

Pada model dua dimensi konflik perilaku yang dikonsep oleh Thomas (1979), ia
menyediakan dasar untuk sebuah model pilihan pada tradisi motivasi dan strategi,
yakni kerjasama (cooperation), yang merefleksikan konsentrasi negosiator untuk
keuntungan pihak lain dan ketegasan (assertiveness), yang merefleksikan
konsentrasi negosiator untuk keuntungan sepihak.

8
Berikut ini merupakan hubungan antara dua orientasi motaivasi tersebut (kerja
sama dan ketegasan), yang memprediksi strategi yang dipilih oleh negosiator.
Pilihan strategi itu akan menentukan cara mereka berprilaku serta taktik yang akan
mereka adopsi. terdapat lima orientasi motivasi, yakni :

a. Kompetitif (competitive negosiator), termotivasi untuk mendapatkan


keuntungan maksimum untuk diri sendiri dan beban/ kerugian pada pihak
lain (win-lose). Negosiator akan menyokong taktik bertengkar/ berdebat
dan membujuk pihak lain untuk menyerah.

b. Akomodatif (accomodative negotiator), fokus utama negosiator yakni


menjamin bahwa pihak lain mendapatkan beberapa keuntungan, meskipun
tindakan ini perlu mengorbankan keuntungan bagi diri sendiri (lose-win).
Negosiator akan tertarik dengan taktik menyerah (conceding).

c. Kolaboratif (collaborative negotiator), termotivasi untuk mendapatkan


keuntungan maksimum untuk kedua belah pihak (win-win). Negosiator
menggunakan taktik pemecahan masalah (problem-solving), termasuk
prilaku seperti mendengarkan secara empati (emphatic listening).

d. Non-Aktif (inactive negotiator), mengabaikan keuntungan sendiri maupun


keuntungan pihak lain, dengan menghindari upaya untul mengatasi
perbedaan dalam hasil yang diinginkan (lose-lose).

e. Kompromi (compromising negotiator), mengadopsi strategi menengah dan


termotivasi untuk mencari sebuah tingkat kepuasan akan keuntungan
bersama (daripada hasil maksmimum) dengan memisahkan perbedaan atas
capaian masing-masing.

9
Bagan 2. model orientasi motivasi, diadopsi dari Ruble dan Thomas, 1979.

Selain lima faktor orientasi motivasi tersebut di atas, menurut Hayes (2002)
terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi negosiator memilih strategi
negosiasi yakni :
a. Keberlanjutan interaksi (continuity of the interaction), terkadang
negosiasi terjadi hanya dalam sekali peristiwa saja (one-off episode) dan
apa pun yang terjadi antara para pihak tidak memiliki konsekuensi jangka
panjang. Namun, mengakomodasi beberapa tuntutan/ keinginan pihak lain
dalam negosiasi, akan menciptakan rasa utang budi (sense of indebtedness)
yang dapat memberi pengaruh yang menguntungkan sebagai pendekatan
terhadap negosiasi di masa akan datang.
b. Budaya lokal (local culture), budaya menyediakan sebuah konteks dalam
negosiasi, bahwa negosiasi terjadi dalam bingkai kerja (framework)
sebuah institusi budaya dan dipengaruhi oleh norma dan nilai. Menurut
Brett dan kolega (1998), budaya juga merupakan satu di antara beberapa
faktor yang mempengaruhi proses dan hasil negosiasi. Dan pilihan strategi
negosiasi dipengaruhi oleh budaya tersebut.
c. Taruhan (stakes), strategi kompetisi dan kolaborasi memakan waktu dan
energi bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Dengan demikian,
taruhan yang kecil akan menyebabkan pihak lain enggan untuk
menginvestasikan waktu dan energi dalam proses negosiasi dan mereka
lebih cenderung lebih fokus terhadap isu-isu yang lebih penting.
d. Atribusi terhadap maksud pihak lain, terdapat bias yang kuat terhadap
cara seorang negosiator mempersepsikan niat/ maksud dari pihak lain.
Kecenderungan yang terjadi yakni melihat diri negosiator sebagai
kooperatif dan pihak lain sebagai kompetitif. para pihak merespon pihak
lain atas dasar interpretasi mereka terhadap perilaku pihak lain.
Kecenderungan melihat pihak lain sebagai kompetitif, maka akan
meningkatkan bias seorang negosiator untuk melindungi kepentingannya.

10
Untuk itu, strategi kolaborasi perlu digunakan/ diadopsi agar ada tingkat
kepercayaan (level of trust) yang dapat diterima oleh para pihak.

e. Persepsi terhadap keseimbangan kekuatan (balance of power),


seorang negosiator mungkin merasa enggan untuk mengadopsi strategi
kompetitif, ketika pihak lain dilihat lebih kuat dan mampu unggul/
menang.

Pada saat proses negosiasi berlangsung, para negosiator perlu menganalisa


proses negosiasi yang sedang berlangsung. Bahkan juga, perlu untuk
memodifikasi strategi guna memperoleh hasil yang terbaik dari proses negosiasi.
Sebagai contoh, salah satu pihak mungkin memulai negosiasi dengan
mengadopsi pendekatan kolaborasi. Kemudian saat berlangsungnya proses
negosiasi, pihak lawan cenderung menggunakan strategi kompetitif, maka
negosiator harus memodifikasi strateginya dengan menggunakan taktik
menantang. Dengan demikian, pihak-pihak yang menggunakan strategi kompetitif
mungkin menyadari bahwa lawan mereka memiliki kekuatan yang sama (equal
power).

Sebagai alternatif, mungkin mereka menyadari bahwa satu-satunya cara untuk


mencapai penyelesaian yang dapat diterima bersama yakni dengan cara
berkompromi atau bekerja sama untuk menemukan solusi bersama (win-win
solution).

2. Taktik
Taktik merupakan seperangkat perilaku yang disusun dan dirangkai dalam
berbagai cara yang membantu negosiator untuk memperoleh hasil akhir yang
diinginkan. Pemilihan taktik juga sangat dipengaruhi oleh pilihan strategi.

Sebagai contoh, apabila negosiator mengadopsi strategi kompetitif, maka dia


perlu mengadopsi taktik menantang. Taktik tersebut didesain untuk meyakinkan
pihak lain bahwa satu-satu cara untuk mencapai kesepakatan bagi mereka adalah
menyerah.

11
John Hayes (2002) dalam bukunya “Interpersonal Skill at Work”,
mengklasifikasikan taktik dalam empat pembahasan yakni menantang
(contending), tidak menantang (non-contending), fleksibel dan kompleks.

a. Menantang (contending)
Yakni suatu taktik bernegosiasi yang didesain untuk membantu seorang
negosiator menekan pihak lain untuk menerima tuntutan negosiator tersebut.
Contoh menggunakan taktik ini yaitu :
i. Mendefenisikan isu
Tujuan dari taktik ini bagi satu pihak yakni memaksakan agendanya
sepihak atas pihak lain, untuk menetapkan isu-isu yang dapat dinegosiasikan.
Perilaku dominan dalam taktik ini yaitu memberikan informasi kepada pihak
lain, dan termasuk menyatakan pentingnya isu-isu tersebut bagi diri atau
pihaknya.

ii. Menunjukkan komitmen yang teguh


Ini merupakan taktik kompetitif yang termasuk meyakinkan pihak lain
bahwa mereka (negosiator) memegang pendirian yang teguh dan tidak akan
mengalah. Taktik ini digunakan apabila pihak lain tampak mulai menyerah
dalam mencapai kesepakatan. Perilaku yang diasosiasikan dengan taktik ini
termasuk memberi informasi, menunjukkan kekuatan posisi negosiator, jarang
memberikan konsesi dan kecurangan.

iii. Memberikan tekanan waktu

Taktik ini dapat digunakan untuk meyakinkan atau membujuk pihak lain
untuk menyerah, yakni dengan pertimbangan akan biaya atau resiko
melanjutkan negosiasi.

iv. Memposisikan penawaran hingga pada harapan terendah pihak lain

Memandang bahwa seluruh tingkatan keuntungan dapat diperoleh dari


sebuah perjanjian. Maka, pembukaan tawaran cenderung dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti melindungi batas terendah (limit) agar tidak terdeteksi
pihak lain, mencoba mengungkap capaian yang diinginkan lawan (target).

v. Mengurangi perlawanan pihak lain untuk menghasilkan konsesi.

12
Taktik ini didesain untuk meningkatkan keinginan pihak lain agar menyerah
dan termasuk menerapkan perilaku yang menantang.

Hayes (2002) mengatakan bahwa taktik menantang ini memiliki resiko


perlawanan dari pihak lain. Misalnya pada beberapa kasus, taktik menantang
tampaknya dapat memprovokasi sikap balas dendam dari pihak lain. Pruitt (1981)
memberi pandangan bahwa reaksi pihak lain untuk membalas atas penggunaan
taktik menantang, yakni dipengaruhi oleh kerasnya usaha negosiator untuk
mempengaruhi pihak lain, diantarnya dengan membuat ancaman dan menerapkan
tekanan waktu, sehingga menghasilkan perasaan untuk marah dan membalas
dendam.

b. Tidak menantang (non-contending)


Pada umumnya taktik ini digunakan ketika maksud seorang negosiator adalah
untuk mencari sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan. Atau juga untuk
menjamin bahwa persyaratan-persyaratan dari pihak lain terakomodir.
Jenis taktik seperti ini, juga termasuk mendefinisikan agenda bersama terhadap
isu-isu yang dapat dinegosiasikan, sebuah pertukaran pandangan yang terbuka
sebagai bagian proses negosiasi. Taktik ini termasuk bagian yang sering
digunakan dalam strategi kolaborasi.

Pruitt (1981) mengidentifikasi resiko rendah dan tinggi menggunakan taktik ini
dalam strategi kolaborasi, yakni:

a. Taktik resiko tinggi (high risk tactic), negosiator mungkin menawarkan


hasil/ konsesi yang luas terhadap pihak lain, dengan harapan bahwa
negosiasi (transaksi) dapat terulang lagi. Namun, apabila transaksi tidak
ternyata tidak terulang, maka negosiator akan mengalami kerugian.
Sebagai contoh, seorang pedagang memberikan harga yang sangat murah
kepada pembeli, dengan harapan agar suatu saat pembeli dapat datang
kembali ke tokonya.

b. Taktik resiko rendah (low ris tactic), suatu saat negosiator merasa ragu
apakah pihak lain dapat dipercaya atau tidak, maka negosiator yang

13
menerapkan strategi kolaborasi dapat melakukan tindakan seperti menarik
diri dari proses negosiasti.

c. Fleksibel
Terdapat beberapa taktik yang fleksible yang dapat digunakan untuk
mendukung beberapa stragei seperti kompetisi, kolaborasi, kompromi dan
akomodasi. Contohnya sebagai berikut:

1. Meningkatkan hubungan dengan pihak lain.

Ada kecenderungan kita untuk membantu, bergantung, serta memihak


kepada orang-orang yang kita sukai. Mengetahui kondisi ini, maka seorang
negosiator yang cakap (skillful) akan berusaha membuat orang lain menyukai
dirinya, dengan tujuan untuk meningkatkan rasa suka itu dan pada akhirnya
orang-orang tersebut akan membantu suatu saat.
Taktik tersebut dapat digunakan dengan baik untuk memanipulasi atau
mencurangi pihak lain, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Atau juga dapat digunakan untuk tujuan yang tulus guna membangun sikap
saling percaya (mutual trust) dan menyelesaikan berbagai perbedaan. Taktik
yang dapat digunakan yakni:
a. menjadi hangat dan ramah, taktik berupa menyukai dan merespon
pendapat pihak lain. perilaku tersebut mendorong pihak lain untuk
mengembangkan sikap positif kepada negosiator.
b. Menyokong pihak lain, tujuan dari taktik ini adalah untuk menghasilkan
perasaan utang budi dan ketergantungan, sehingga mendorong pihal lain
untuk menyukai masukan dari negosiator.
c. Berperilaku sesuai dengan nilai-nilai pihak lain, pihak lain lebih suka
berpihak kepada seseorang yang berbagi nilai-nilai mereka, daripada
seseorang yang menyerang, melukainya. Contoh, ketika menegosiasikan
kesepakatan in negara-negara Islam, maka negosiator lelaki lebih diterima
dengan baik dibandingkan negosiator perempuan.
d. Memilih tempat yang menyenangkan untuk negosiasi, banyak faktor
yang mempengaruhi suasana hati dan salah satunya adalah tempat
bernegosiasi. Seorang negosiator dapat memilih suasana restauran yang

14
rileks demi menghasilkan negosiasi yang produktif, daripada bertemu di
kantor.

d. Kompleks
Berbagai pihak direkomendasikan untuk memodifikasi strategi mereka sebagai
sebuah proses negosiasi. seorang negosiator dapat menyesuaikan dari strategi
kompetisi (menggunakan taktik menantang) kepada strategi kolaborasi
(menggunakan taktik penyelesaian masalah). Carnevale and Pruitt (1992),
memberikan beberapa contoh bagaimana taktik menantang dan tidak menantang
dapat dihubungkan secara bersama-sama, yakni :
1. Tameng arena (arena shielding), termasuk menggunakan beberapa taktik
di situasi yang berbeda. Sebagai contoh, berprilaku menantang di meja
negosiasi (negotiation table) dan menyelesaikan masalah di pertemuan-
pertemuan tidak resmi.
2. Tameng personil (personnel shielding), menerapkan taktik (good guy-
bad guy) yakni satu anggota tim berperan dengan sikap menantang dan di
saat bersamaan anggota tim lainnya bersikap menyelesaikan masalah
(problem-solving approach). Kontradiksi antara dua orang itu dapat
mendorong pihak lain merasa tenang saat negosiator jahat (bad guy) tidak
ada, sehingga pihak lain merasa bahwa negosiasi akan lebih produktif bila
dilakukan bersama dengan negosiator yang baik (good guy) tanpa harus
khawatir akan dieksploitasi oleh negosiator yang baik.
3. Tameng isu (issue shielding), berpendirian teguh untuk melindungi isu-
isu penting dan mengalihkan isu atau perhatian. Sebagai contoh,
negosiator melakukan gerakan pura-pura atau memfokuskan perhatian
pada isu-isu yang tidak penting, sehingga perhatian pihak lain teralihkan
dari isu yang sebenarnya lebih penting.
Hayes (2002) memberi saran tambahan berupa cara yang dapat digunakan
negosiator untuk mengalihkan perhatian pihak lain yakni menciptakan
kesempatan untuk rehat sejenak untuk berpikir.
Menurut Hayes, dinamika dalam proses negosiasi terus berubah dan cukup
sulit untuk mengantisipasi setiap pergerakan lawan, sehingga situasi yang tidak
diharapkan dapat terjadi dan cukup menyulitkan negosiator. maka, perlu

15
menciptakan ruang/ celah untuk berpikir apa yang akan dilakukan selanjutnya.
ruang tersebut dapat diciptakan dengan beberapa cara :
a. Meminta waktu istirahat (recess), tindakan ini bertujuan untuk
berkonsultasi dengan tim yang ada.
b. Mengajukan pertanyaan yang tidak relevan, ketika pihak lain sedang
memberi jawaban, maka negosiator dapat memanfaatkan celah untuk
berpikir.

3. Perilaku (behaviour)
Perilaku merupakan komponen utama dalam keahlian bernegosiasi, karena
perilaku akan disusun dan dibentuk berdasarkan taktik dan strategi negosiasi.
Menurut Hayes (2002) bentuk-bentuk perilaku dalam negosiasi sebagai berikut :
a. Mengirim informasi kepada pihak lain (information sending)
b. Pencarian informasi mengenai lawan (information seeking)
c. Argumentasi (argumentation)
d. Mencari pemenuhan (compliance seeking)
e. Menghasilkan ide (ide generating)
f. Penawaran (biding)
g. Menghasilkan (yielding)
h. Menerapkan sanksi (sanctioning)

Saner (2012) memberikan uraian yang berbeda mengenai ragam perilaku dalam
proses negosiasi, yakni :

a. Menjengkelkan (irritator).

Tindakan tersebut bertujuan untuk memusingkan pihak lain, sebagai reaksi


alami terhadap sikap pihak lain yang memuji diri sendiri, yang mengira
bahwa setiap argument yang dibangun selalu tepat.

b. Menginterupsi dengan adu/ banding gagasan (counter-proposal).

Teknik ini biasa sering digunakan negosiator yang kurang pengalaman (less
experienced), negosiator sering memilih interupsi di tengah proses negosiasi
daripada mendengarkan gagasan orang lain.

16
BAB III
KESIMPULAN

Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan


yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa sendiri atau kuasanya, tanpa
bantuan dari pihak lain, dengan cara bermusyawarah atau berunding untuk
mencari pemecahan yang dianggap adil diantara para pihak. Hasil dari negosiasi
berupa penyelesaian kompromi (compromise solution) yang tidak mengikat secara
hukum.
Dalam proses bernegosiasi, ada tiga tahapan penting, yaitu: tahap
perencanaan yang merencanakan sasaran negosiasi dan memperjelas proses
negosiasi, tahap implementasi yang merupakan tahapan peranan atau tindakan
yang diperlukan agar mencapai sukses dalam bernegosiasi, dan tahap peninjauan
negosiasi yang merupakan tahapan setelah berlangsung nya suatu proses
negosiasi.
Selanjutnya, dalam melakukan negosiasi, kita perlu memilih strategi yang
tepat, sehingga mendapatkan hasil yang kita inginkan. Strategi negosiasi ini harus
ditentukan sebelum proses negosiasi dilakukan. Ada beberapa macam strategi
negosiasi yang dapat kita pilih. Pertama, win-win yaitu strategi yang dipilih bila
pihak-pihak yang berselisih menginginkan penyelesaian masalah yang diambil
pada akhirnya menguntungkan kedua belah pihak. Kedua, win-lose yaitu strategi
yang dipilih karena pihak-pihak yang berselisih ingin mendapatkan hasil yang
sebesar-besarnya dari penyelesaian masalah yang diambil. Ketiga, lose-lose yaitu
strategi yang dipilih biasanya sebagai dampak kegagalan dari pemilihan strategi
yang tepat dalam bernegosiasi. Terakhir keempat, lose-win yaitu strategi yang
dipilih bila salah satu pihak sengaja mengalah untuk mendapatkan manfaat
dengan kekalahan mereka.
Dalam bernegosiasi, kemungkinan terjadi kesalahan secara sistematis yang
dilakukan oleh negosiator akibat dari misinterpretasi terhadap informasi yang
diperoleh selama proses negosiasi. Sehingga, dinilai memiliki kecenderungan

17
menghalangi proses negosiasi dengan hasil yang kurang optimal. Untuk itu,
diperlukan cara mengatasi bias kognitif yang terjadi dalam negosiasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aaron.M Corman, Mnookin,Robert H.(1995). A Message to Our Readers.


Negotiation Journal.Vol 11;4.322-417.

Baron, R. A.(1984). Reducing organizational conflict: An incompatible response


approach. Journal of Applied Psychology 69: 272–79.

__________, Fortin,S.P, Frei,R.L, Hauver,L.A.,Shack,M.L.(1990). Reducing


organizational conflict: the role of socially-induced positive affect.
International Journal of Conflict Management. 1 : 1 33-52

Brett, J. M., Adair, W., Lempereur, A., Okumura, T., Shikhirev, P., Tinsley, C.,
and A. Lytle. (1998). Culture and joint gains in negotiation. Negotiation
Journal, 61–86.

Carnevale, P.J. and Pruitt, D.G. (1992). Negotiation and mediation. Annual
Review of Psychology 43: 531–582.

Ruble, T. and Thomas, K. (1976) ‘Support for a two-dimensional model of


conflict behavior’. Organizational Behavior and Human Performance, 16:
145.

Saner, Raymond.(2012). The Expert Negotiator: Strategy, Tactics, Motivation,


Behaviour, Leadership (4th Edition). Boston: Martinus Nijhoff Publishers.

Hargie, Owen.(2011). Skilled Interpersonal Communication: Research, Theory


and Practice (5th Edition). New York; Routledge.

Hayes, John.(2002). Interpersonal Skills at Work (2nd Edition). New York:


Routledge.

Littlejohn, Stephen W.(2009). Teori Komunikasim Edisi 9. Jakarta; Salembe


Humanika.

http://blog.ub.ac.id/adeyr/2013/01/25/negosiasi-kognisi-emosi-persepsi/

http://marianajanuarta.blogspot.com/2014/05/negoisasi-yang-berhasil.html

http://www.galeripustaka.com/2013/03/pengertian-tujuan-dan-manfaat-
negosiasi.html

http://astrianjanyrayki.blogspot.com/2014/04/pengertian-tujuan-manfaat-dan-
hambatan.html
http://apakabar.weebly.com/negosiasi.html

Anda mungkin juga menyukai